BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH
3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Yang menjadi dasar evaluasi untuk menjadikan sistem optimal di produksi tekstil pada PT. ISTEM adalah dengan menggunakan metode DMAIC. •
Define Pada tahap ini tim pelaksana mengidentifikasikan permasalahan, spesifikasi pelanggan, dan menentukan tujuan (pengurangan cacat atau biaya dan target waktu). o
Mendefinisikan kriteria proyek.
o
Definisikan peranan orang yang terlibat.
o
Mendefinisikan
langkah-langkah
utama
dalam
sebuah
proses
pewarnaan pada departemen Dyeing. •
Measure Tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur, atau menganalisis permasalahan dari data yang ada. Ada empat hal yang harus dilakukan pada tahap ini yaitu: o
Menetapkan
karakteristik
kualitas
(CTQ)
yang
berhubungan
langsung dengan proses pewarnaan. o
Menghitung kapabilitas sigma dan level sigma yang diperoleh dari data defect departmen Dyeing.
71
o
Menghitung biaya kualitas produk yang buruk (Cost of Poor Quality –
COPQ) yang sebabkan oleh variasi (defect) pada proses pewarnaan kain. o
Membuat peta kendali dari proses produksi departemen dyeing guna menentukan stabilitas proses
•
Analyze Menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi proses, artinya mencari satu atau lebih faktor yang jika diperbaiki akan mempengaruhi proses secara signifikan. Dalam tahap ini dilakukan beberapa hal, yaitu: o
Mencari penyebab-penyebab defect terbesar timbulnya kecacatan dengan menggunakan diagram pareto.
o •
Dan menganlisanya kedalam diagram sebab akibat
Improve Mendiskusikan ide-ide untuk memperbaiki sistem berdasarkan hasil analisa terlebih dahulu, serta mengembangkan metode untuk menghilangkan akar penyebab permasalahan dan yang terakhir menetapkan solusi atau hasil dari pengukuran.
•
Control Membuat rencana dan desain pengukuran agar hasil yang sudah bagus dan perbaikan tim bisa berkesinambungan.
3.2 Pengembangan Alternatif Solusi Ada banyak metode untuk meningkatkan kualitas baik barang maupun jasa yang bisa diterapkan di perusahaan, diantaranya siklus Deming (PDCA), The Juran Way, Poka
Yoke, dan lain-lain. Yang akan dibahas antara lain:
72
a.) Siklus Deming (PDCA) Siklus Deming adalah suatu metodologi sederhana untuk melaksanakan perbaikan. Metodologi ini awalnya disebut siklus Shewhart yang dinamakan sesuai penemunya, Walter Shewhart, tapi kemudiannya diubah namanya menjadi siklus Deming oleh bangsa Jepang pada tahun 1950. Siklus Deming terdiri atas empat tahap: merencanakan, mengerjakan, belajar dan bertindak, dikenal juga metode PDCA (Pland-Do-Check-Action) . PDCA adalah flowchart untuk mempelajari dan memperbaiki proses. Langkah-langkah proses PDCA akan dijabarkan sebagai berikut:
Plan
: Merupakan awal dari siklus PDCA. Dengan langkah pertama
meninjau ulang kinerja sekarang untuk diangkat sebagai permasalahan. Setelah diidentifikasikan dan ditetapkan akar penyebab masalah, selanjutnya diberikan solusi yang mungkin dijalankan dan direncanakan pelaksanaan pengujian atas solusi yang paling berpotensi.
Do
: Langkah ini berfungsi sebagai pilot atau secara perlahan mengikuti
plan, karena kalau tidak demikian proses pembelajaran tidak akan berhasil. Check
: Lakukan pengukuran atas hasil pengujian untuk melihat apakah
hasil yang diinginkan sudah tercapai atau belum. Bila masalah muncul lagi, cari hambatan apa yang telah mengacaukan usaha perbaikan yang telah dilakukan.
Act
: Dengan berdasarkan solusi dan evaluasi pengujian, perbaharui
dan perluas solusi yang telah di ambil agar permanen dan satukan pendekatan baru lainnya bila memungkinkan. Ambil perubahan yang tejadi atau kembali ke siklus lagi Siklus PDCA ini sesuai untuk lingkungan yang stabil. Karena yang dijalankan adalah semua rencana yang diperbaiki secara kontinu dengan mempelajari hasil
73
yang diperoleh. Jadi PDSA ini dianggap tidak berhasil untuk diterapkan pada sistem yang lebih kompleks seperti di pasar ekonomi. b.) The Juran Way Joseph Juran mengembangkan berbagai konsep kualitas yang ditinjau dari perpektif aktivitas manajemen. Dalam aktivitas manajemen terdapat dua pendekatan perubahan, yaitu: - Kontrol; Perubahan yang dilakukan karena sifat kehati-hatian (prefentif) - Pengembangan dan peningkatan; perubahan yang dilakukan karena kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas pada produk atau jasa proses. Dalam konsep Juran, pendefinisian dan pengestimasian biaya atau anggaran proses pengembangan dan peningkatan kualitas tidak hanya diterapkan pada aktivitas proses awal, tetapi juga pada tahap kontrol. Hal itu dimaksudkan untuk mendapatkan data-data serta informasi sehubungan dengan masalah kualitas yang sedang berjalan (on going). Biaya aktivitas pengembangan dan peningkatan kualitas pada jeda proses dimaksudkan untuk mendapatkan data-data dan informasi dari fungsi-fungsi pereduksi biaya, pengamatan (monitoring ), dan untuk kepentingan simulasi proses. (Hidayat, 2007, p158-161) Delapan tahap Terobosan- terobosan Juran: 1. Identifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam menciptakan terobosan. 2. Identifikasi program atau proyek. 3. Mengorganisir pedoman-pedoman program atau proyek 4. Mengorganisasi pendiagnosis. 5. Mengungkap kasus-kasus atau permasalahan. 6. Memastikan teknik-teknik dan metode dalam menyelesaikan permasalahan.
74
7. Implementasi perubahan-perubahan
dari permasalahan yang berhaisl
diselesaikan . 8. Mempertahankan adanya peningkatan dari perubahan-perubahan. c.) Poka-Yoke (Anti Kesalahan)
Poka-Yoke adalah suatu pendekatan untuk menguji proses agar bebas dari kesalahan dengan menggunakan peralatan atau metode otomatis untuk mencegah kesalahan manusia. Manusia cenderung melakukan masalah tanpa sengaja. Kesalahan seperti ini dapat muncul dari faktor-faktor berikut: •
Lupa, karena kurangnya konsentrasi
•
Kesalahpahaman karena kurang pahamnya mengenai proses atau prosedur
•
Identifikasi yang buruk karena kurangnya perhatian
•
Kurangnya pengalaman
•
Kegagalan peralatan
Konsep Poka-Yoke telah dibuat dan disempurnakan pada awal 1960-an olah almarhum Shigeo Shingo, seorang insinyur manufaktur Jepang yang menyusun sistem prduksi Toyota. Poka-Yoke berfokus pada dua aspek: (1) prediksi, atau menyadari bahwa suatu cacat akan terjadi dan memberikan peringatan, serta (2) deteksi, atau pengenalan bahwa cacat telah terjadi dan penghentian proses tersebut. (Lindsay, 2007, p208) d.) Perbaikan secara terus-menerus (Kaizen)
Kaizen adalah suatu istilah bahasa Jepang yang dapat diartikan sebagai perbaikan secara terus-menerus (continous improvement). Kaizen merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi yang meliputi: •
Berorientasi pada pelanggan
75
•
Gugus kendali mutu
•
Tepat waktu
•
Hubungan kerjasama antarmanajer dan karyawan
•
Tanpa cacat
•
Pemeliharaan produktivitas secara menyeluruh dan terpadu
Ada beberapa keterlibatan Kaizen dalam berbaga tingkatan manajemen, dari manajemen
puncak sampai dengan
karyawan
pelaksana. Adapun
hirarki
keterlibatan itu akan tampak pada tabel dibawah ini: Manajemen Puncak
Kaizen
- Mengintroduksi sebagai
strategi
- Menyebarluaskan
dukungan
dan
Kaizen
pengarahan
sesuai
manajemen
dan pengarahan untuk
puncak
Kaizen
penyebarluasan kebijakan.
dengan
mengalokasikan sumber
- Mempergunakan dalam
daya. - Menetapkan
Kaizen
melalui
kebijakan
dan
sasaran
fungsional silang. - Merealisasikan
Kaizen
melalui
kemampuan
fungsional. - Mengusahakan sadar
sasaran
Kaizen
karyawan
Kaizen
melalui
program pelatihan intensif. - Membantu
karyawan
dalam
saran dan aktivitas
fungsional.
kelompok kecil.
- Memformulasik an untuk
rencana
Kaizen
- Mempraktekkan disiplin
di
kerja
tempat dengan
dan
melibatkan diri dalam
memberikan
pengembangan
bimbingan
secara terus-menerus
kepada
- Meningkatkan
karyawan.
keterampilan
- Menegakkan
keahlian
memperoleh
keterampilan
disiplin
di
kebijakan dan audit.
dan alat untuk memahkan
tempat
kerja
masalah
dengan memberikan saran Kaizen
76
Kaizen melalui sistem
peranan
penyebarluasan
Sumber: (Ariani, 1999, p85)
Karyawan - melibatkan diri dalam
- menggunakan
Kaizen
mengimplementasikan sasaran
perusahaan. - Memberikan
Tabel 3.1 Hirarki Keterlibatan Kaizen Manajemen madya Supervisor
pendidikan latihan.
dan melalui dan
3.3 Pengembangan Model Optimasi Dalam tahap-tahap DMAIC terdapat beberapa tools yang digunakan untuk peningkatan kualitas produksi kain di departmen Dyeing pada PT.ISTEM. Tools yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
a. Diagram Alir Diagram alir dapat membantu proses untuk lebih baik, mengidentifikasikan area kritis atau bermasalah dan mengidentifikasi perbaikan yang dapat dilakukan. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam membuat diagram alir yaitu suatu proses yang besar mulailah dengan membuat aliran kegiatan-kegiatan utama. Kemudian, buatlah aliran yang mendetail dari kegiatan-kegiatan utama. Kemudian, buatlah aliran yang mendetail kegiatan-kegiatan utama tersebut. b. Critical To Quality (CTQ) CTQ adalah salah satu dari aspek dasar dari metodologi Six sigma dalam mengindentifikasi hal-hal yang bersifat penting untuk terwujudnya suatu kualitas. Identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman akan suara pelanggan (voice of the customer ), yaitu kebutuhan pelanggan yang diekspresikan dalam bahasa
pelanggan
itu
sendiri.
Beberapa
mengumpulkan informasi pelanggan antara lain : -
kartu komentar
-
focus grup
-
kontak langsung dengan pelanggan
-
intelijen lapangan
-
analisis keluhan pelanggan
-
pengawasan melalui internet
77
pendekatan
penting
untuk
c. Mengukur Kapabilitas Sigma (DPMO) Penghitungan Perhitungan DPMO (defect Per Million Opportunity) dilakukan
untuk
menghitung penyebaran defect (cacat) per
satu juta
kesempatan yang ada pada produksi tekstil dalam proses Dyeing (pewarnaan).
Defect Per Million Opportunities (DPMO): DPMO = (Jumlah cacat yang ditemukan/kemungkinan kesalahan) x 1.000.000
d. Menghitung Cost of Poor Quality – COPQ Penghitungan COPQ dilakukan untuk menghitung penghematan yang diperoleh setelah dilaksanakannya program perbaikan pada proses pewarnaan departemen dyeing pada PT.ISTEM. Hasil COPQ ini menjadi titik tolak awal dalam menentukan arah kebijakan dan keputusan perusahaan. e. Diagram Pareto Diagram pareto adalah proses yang membuat peringkat pada hal-hal mana yang harus diprioritaskan. Dalam hal ini jumlah cacat dan jenis cacat pada proses produksi kain yang dijadikan data untuk kemudian diperoleh peringkat kategori dari kejadian yang paling sering hingga yang paling jarang. f. Diagram Sebab-akibat Bertujuan untuk memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas hasil. Jadi dengan pembuatan diagram sebab-akibat atau fishbone dengan bertukar pendapat dengan penanggung jawab produksi, akan diperoleh hasil penyebab terjadinya defect.
78
g. FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) FMEA merupakan seperangkat pedoman, proses dan format untuk mengidentifikasikan dan memprioritaskan masalah penting (kegagalan). Langkah dalam pembuatan FMEA adalah sebagai berikut: 5. Identifikasikan masalah-masalah yang mungkin timbul. 6. Daftarkan masalah-masalah yang mungkin timbul. 7. Beri skala pada masalah berdasarkan kerumitannya, kemungkinan terjadi atau kemampuan terdektesi. Gunakan skala 1 – 10 misalnya. 8. Hitung RPN (Risk Priority Number) dan tindakan yang diutamakan. Maksimun RPN = 100 9. Ambil tindakan untuk mengurangi resiko h. Peta kendali Peta kendali merupakan alat untuk mengatahui tingkat stabilitas suatu proses. Dimana dalam hal ini proses pewarnaan kain. Langkah pertama yang harus diambil adalah menentukan peta kendali apa yang digunakan sebagai perhitungan. Setelah ditentukan dan dilakukan perhitungan maka apabila ada titik yang berada di luar batas kendali akan dilakukan revisi hingga tidak ada titik pengamatan yang berada di luar batas kendali.
3.4 Rancangan Implikasi Solusi Terpilih Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat diagram alir proses pewarnaan kain pada department Dyeing pada PT. ISTEM, setelah diagram alir didapatkan, maka dilanjutkan dengan menentukan karakteristik kualitas (critical to
quality – CTQ) yang berhubungan langsung dengan kualitas pewarnaan kain pada departmen Dyeing. Setelah jumlah CTQ yang berpengaruh tehadap kualitas diperoleh,
79
maka selanjutnya digunakan dalam penghitungan sigma dan level sigma. Rumus DPMO:
DPMO =
Banyaknya Produk cacat
x 1.000.000
Banyaknya produk yang diperiksa X Banyaknya CTQ
Setelah memperoleh hasil DPMO dan nilai sigma, dapat dijadikan sebagai base
line kinerja (performance base line) untuk awal program penerapan six sigma. Hasil DPMO ini juga digunakan sebagai pembanding dalam penghitungan COPQ (Cost of
Order Quality) . Analisis mengenai perbaikan untuk kapabilitas proses dimulai dengan membuat suatu diagram Pareto yang berguna untuk mengetahui CTQ mana yang paling besar atau paling tinggi menimbulkan ketidaksesuaian (variasi atau defect) sehingga kita mendapatkan prioritas utama penyebab defect dalam produksi kain. Setelah penyebab utama dari masalah pada proses pewarnaan didapat, maka di ambil tiindakan perbaikan atas penyebab tersebut, maka digunakan diagram sebab akibat atau diagram fishbone. Diagram sebab-akibat ini menunjukan 5 faktor yang disebut sebagai sebab dari suatu akibat. Kelima faktor tersebut adalah man (manusia, tenaga kerja), method (metode kerja), material (bahan), machine (mesin), dan
environtment (lingkungan). Selanjutnya sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six sigma dengan pembuatan Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA). Dalam diagram FMEA akan diperoleh penyebab dari proses
80
pewarnaan yang akan dijadikan prioritas sehingga dapat diberikan rekomendasi dalam perbaikan pada defect yang terjadi. Pada
tahap
terakhir dilakukan
control. Pada tahap ini, hasil-hasil
brainstorming untuk peningkatan kualitas didokumentasikan, diserbarluaskan dan kemudian
dijadikan
pedoman
kerja
standar.
Dokumen-dokumen
yang
perlu
didokumentasikan mencakup 5 faktor yang terdapat dalam diagram fishbone. Selain itu
control atau pengendalian berfungsi menjaga perbaikan agar terus berlangsung untuk menjaga hasil yang telah dicapai dan tidak lekang oleh waktu.
81