BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Konsep
KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL
DIABETES MELITUS TIPE 2
Indeks CPITN
Kadar Gula Darah Oral Higiene Lama menderita diabetes melitus tipe 2
3.2
Hipotesis
3.2.1 Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal 3.2.2 Hipotesis Alpha (Ha) : Ada hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional, dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung , RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU. 4.2.2 Waktu Penelitian Bulan Oktober – Desember 2010 4.3
Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi Populasi penelitian adalah seluruh pasien di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU yang berjumlah 300 orang. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah penderita diabetes melitus tipe 2 dan penderita periodontitis non diabetes di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembun, RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU yang memenuhi kriteria inklusi dan diambil dengan metode purposive sampling 4.3.3 Besar Sampel
Universitas Sumatera Utara
Besar sampel pada penelitian ini adalah 90 orang yang terdiri dari 45 orang penderita diabetes melitus tipe 2 dan 45 orang bukan penderita diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU. Pertimbangan penentuan jumlah sampel mengikuti standar rancangan penelitian cross sectional menggunakan rumus berikut. N = ( Zα √2PQ + Zβ √P1Q1+P2Q2)2 ( P1 – P2)2 N = ( 1,96 √2(0,55)(0,5) + 1,036√(0,5)(0,5) + (0,6)(0,4))2 ( 0,11) N = 44,8 ~ 45 orang N = besar sampel setiap kelompok P1= proporsi periodontitis pada penderita DM tipe 2, diasumsikan 0,50 P2 = prevalensi periodontitis bukan penderita DM tipe 2, diasumsikan 0,60 P = (P1 + P2)/2 = 0.55 Q = 1 – P = 0,5 d = P1 –P2 = 0,3 α = 0,05
Zα = 1,96 (two tailed)
β = 0,15
Zβ = 1.036
4.4
Kriteria Inklusi
a.
Penderita diabetes melitus tipe 2
b.
Penderita periodontitis non-diabetes
c.
Berumur 20-60 tahun
d.
Memiliki minimal 20 gigi
Universitas Sumatera Utara
e.
Periodontitis dengan kehilangan perlekatan lebih dari 3 mm pada 2 gigi
4.5
Kriteria Eksklusi
a.
Pernah mendapatkan perawatan periodontal dalam 6 bulan terakhir.
b.
Penderita penyakit kelainan darah dan keganasan.
c.
Penderita yang mengkonsumsi obat yang mempengaruhi status periodontal, seperti phenytoin, siklosporin, beta-bloker dan lainnya.
d.
Penderita imunokompromis
4.6
Variabel Penelitian
4.6.1 Variabel Bebas Diabetes melitus tipe 2 4.6.2 Variabel Tergantung Indeks CPITN 4.6.3 Variabel Kendali 1. Umur 2. Penyakit sistemik lainnya
4.6.4 Variabel Tidak Terkendali 1. Pekerjaan 2. Tingkat pendidikan 3. Tingkat ekonomi 4. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut 4.7
Defenisi Operasional
Universitas Sumatera Utara
1. Diabetes melitus tipe 2 adalah kelompok penyakit metabolik dengan karak-teristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena ber-kurangnya sensitivitas insulin sehingga terganggunya transpor glukosa dari pembuluh darah ke seluruh tubuh. 2. Periodontitis adalah suatu infeksi mikrobial yang merangsang respon inflamasi pada jaringan periodonsium dan mengakibatkan kerusakan jaringan pendukung gigi. 3. CPITN adalah Indeks Periodontal yang digunakan untuk menilai kebutuhan akan perawatan periodontal yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) untuk evaluasi penyakit periodontal pada survei penduduk dan merekomendasikan jenis perawatan yang dibutuhkan untuk mencegah penyakit periodontal. 4.8
Alat dan Bahan Penelitian
4.8.1 Alat Penelitian 1. Prob periodontal WHO 2. Pinset, sonde sabit dan kaca mulut ( SMIC, China ). 3. Gluco meter ( Easy Touch, Taiwan). 4.8.2 Bahan Penelitian 1. Sarung tangan 2. Masker 3. Kapas 4. Alkohol 70% 5. Desinfektan 4.9
Prosedur Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian dilakukan terhadap penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU. 4.10 Analisis data Data yang telah diperoleh dimasukkan kedalam komputer dan dilakukan analisis data dengan menggunakan sistem SPSS versi 17. Gambaran statistik meliputi rata-rata, standar deviasi (SD), jumlah dan persentase digunakan untuk menjelaskan status jaringan periodonsium. Perbandingan hubungan antara kedua kelompok dengan uji statistik T-test independen dan uji korelasi Pearson. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Signifikansi statistik diperoleh jika nilai P < 0,05. Skema alur penelitian Mencari subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi
Meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian dengan memberikan lembar persetujuan
Memberikan pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner
• •
Melakukan pemeriksaan klinis : Kadar Gula Darah Indeks CPITN
Pencatatan hasil pemeriksaan
Analisis data Universitas Sumatera Utara
BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan selama bulan Oktober sampai bulan Desember di tiga lokasi dikota Medan yaitu puskesmas Sering, RSUD Dr Pirngadi dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU. Sebanyak 45 orang subjek penelitian yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 serta memenuhi kriteria inklusi dipilih sebagai kelompok kasus dan 45 subjek yang lain dipilih secara random sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian mengenai hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal akan disajikan dalam bentuk tabel berikut : 5.1 Data Demografis Subjek Penelitian Data demografis subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 3. Data demografis penderita DM tipe 2 dan non DM
Variabel
Kelompok Pengamatan
Jumlah
Jenis kelamin
Penderita DM tipe 2 a. Perempuan b. Laki-laki
45 35 (78%) 10 (22%)
Non DM a. Perempuan b. Laki-laki
45 31 (69%)
Variabel
Kelompok Pengamatan
Jumlah
Usia (%)
Penderita DM tipe 2 a. 20-40 tahun b. 41-60 tahun c. 61-69 tahun
45 0 (0%) 27 (60%) 18 (40%)
14 (31%)
Universitas Sumatera Utara
Tingkat pendidikan
Kadar Gula Darah
Non DM a. 20-40 tahun b. 41-60 tahun c. 61-69 tahun
45 24 (53%) 20 (45%) 1 (2%)
Penderita DM tipe 2 a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan tinggi
45 8 (18%) 13 (29%) 18 (40%) 6 (13%)
Non DM a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan tinggi
45 9 (20%) 14 (31%) 15 (33%) 7 (16%)
Penderita DM tipe 2 a. <200 mg/dl b. 200-300 mg/dl c. >400 mg/dl
45 11 (24,4%) 30 (66,6%) 4 (8,9%)
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa subjek penelitian berjumlah 90 orang dan mayoritas subjek penelitian adalah perempuan yaitu 35 orang (78%) pada penderita DM tipe 2 dan 31 orang (69%) pada penderita non DM . Seluruh subjek penelitian memiliki rentang usia 20-69 tahun. Subjek terbanyak pada kelompok penderita DM tipe 2 adalah pada rentang usia 41-60 tahun yaitu sebanyak 27 orang (60%) sedangkan yang paling sedikit adalah pada rentang usia 61-69 tahun yaitu sebanyak 18 orang (40%). Berbeda dengan kelompok penderita DM, penderita non DM terbanyak pada rentang usia 20-40 tahun yaitu sebanyak 24 orang (53%) dan paling sedikit pada rentang usia 6169 tahun yaitu 1 orang (2%). Pendidikan subjek penelitian terbanyak adalah dari kelompok SLTA yaitu sebanyak 18 orang (40%) pada kelompok penderita DM tipe 2 dan 15 orang (33%) pada kelompok penderita
Universitas Sumatera Utara
non DM, sedangkan yang paling sedikit adalah berpendidikan perguruan tinggi yaitu 6 orang (13%) pada kelompok penderita DM tipe 2 dan 7 orang (16%) pada kelompok penderita non DM. 5.2 Indeks CPITN Distribusi indeks CPITN penderita DM tipe 2 dan penderita non DM akan disajikan dalam tabel 5. Tabel 4. Indeks CPITN pada penderita DM tipe 2 dan penderita Non DM Kelompok Pengamatan Variabel Penderita DM tipe 2
Indeks CPITN
Penderita non DM
Skor 2
11(24,5%)
14(31,2%)
Skor 3
30(66,7%)
30(66,7%)
Skor 4
4(8,9%)
1(2,3%)
Berdasarkan indeks CPITN, penderita non DM yang memiliki skor 2 adalah sebanyak 14 orang, skor 3 sebanyak 30 orang dan skor 4 sebanyak 1 orang. Sementara pada penderita DM yang memiliki skor 2 adalah sebanyak 11 orang, skor 3 sebanyak 30 orang dan skor 4 sebanyak 4 orang. 5.3 Perbandingan rerata indeks CPITN Perbandingan rerata indeks CPITN penderita penyakit DM tipe 2 dan penderita non DM disajikan pada tabel
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Indeks CPITN pada penderita penyakit DM tipe 2 dan penderita non DM.
Kelompok
Standar
Variabel
pengamatan
Jumlah
Rerata
deviasi
P
Indeks CPITN
Penderita DM
45
2,11
0,39
0.002
Penderita non DM
45
1,77
0,6
Keterangan: T-Test ; p<0,05 = bermakna
Dari tabel 6 terlihat adanya perbedaan rerata indeks CPITN pada penderita DM tipe 2 dan penderita non DM. Rerata indeks CPITN pada penderita DM tipe 2 (2,11) lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM (1,77) dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0,05). Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal dengan menggunakan parameter indeks CPITN dapat diterima. 5.4 Korelasi antara KGD dengan indeks CPITN Uji korelasi antara kadar gula darah dengan indeks CPITN menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil uji dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Nilai r ditafsirkan sebagai sangat lemah (0,00-0,199), lemah (0,20-0,399), sedang (0,40-0,599), kuat (0,60-0,799) dan sangat kuat (0,80-1,000). Nilai p<0,05 dinyatakan terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji sedangkan nilai p>0,05 artinya tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Arah korelasi positif berarti searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya, sedangkan arah korelasi negatif berarti berlawanan arah, semakin kecil nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Korelasi kadar gula darah dengan indeks CPITN
Variabel
Nilai p
Koefisien Korelasi
Kadar Gula Darah - indeks CPITN
0,5
-0,10
Keterangan: *Uji Pearson; p<0,005 = bermakna
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi bermakna (p>0,05) antara kadar gula darah dengan indeks CPITN. Korelasi menunjukkan hubungan yang sangat lemah antara kadar gula darah dengan indeks CPITN. Arah korelasi bernilai negatif berarti peningkatan kadar gula darah tidak disertai dengan peningkatan indeks CPITN. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenaikan kadar gula darah tidak berhubungan dengan perubahan status kebutuhan perawatan periodontal.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 PEMBAHASAN
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit metabolik akibat resistensi insulin dengan berbagai komplikasi utama. Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat penting dari sudut pandang periodonsia. Salah satu komplikasi utama diabetes melitus adalah periodontitis. Periodontitis secara umum dapat diartikan sebagai inflamasi yang melibatkan struktur jaringan pendukung gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal.9. Mayoritas sampel yang diperoleh berumur 41 sampai 60 tahun dan memiliki minimal 20 gigi. Hal ini disebabkan oleh diabetes tipe 2 sering terjadi pada usia 40 tahun dan serangan dari diabetes tipe ini bertahap sehingga membutuhkan waktu yang lama di dalam identifikasi dan penegakan diagnosis.2 Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa rerata indeks CPITN pada penderita diabetes melitus lebih tinggi dibandingkan indeks CPITN pada penderita non-diabetes melitus. Dari distribusi CPITN juga menunjukan bahwa dari 45 sampel dengan diabetes terdapat 4 orang yang memiliki skor 4, sedangkan pada penderita non-diabetes hanya 1 orang yang memiliki skor 4 pada pemeriksaan CPITN. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ueno, Takeuchi, Oshiro dkk di Jepang yang menyatakan bahwa lebih dari 90% penderita diabetes melitus memiliki skor indeks CPITN 3 dan 4 dibanding penderita non-diabetes melitus hanya berkisar 56%.20
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang dilakukan oleh Basic dkk juga menunjukan bahwa frekuensi penderita diabetes melitus yang memiliki skor 4 pada indeks CPITN jauh lebih besar dibandingkan nondiabetes. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes melitus memerlukan perawatan periodontal yang lebih besar dibandingkan penderita non-diabetes.20 Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya kadar HbA1c dan buruknya kebersihan rongga mulut seiring dengan meningkatnya kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Mealy BL menyatakan bahwa adanya korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Penderita diabetes yang terkontrol memiliki nilai HbA1c kurang dari 6% yang secara signifikan mengurangi risiko dari komplikasi diabetes termasuk periodontitis.10 Namun penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chuang dkk dan Hatch dkk yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan skor indeks CPITN yang signifikan antara penderita diabetes melitus dan non-diabetes melitus.20 Penelitian Blanco dkk menyatakan bahwa setelah mempertimbangkan kebutuhan perawatan berdasarkan CPITN, penderita diabetes melitus memerlukan perawatan yang lebih kompleks dibandingkan penderita non-diabetes.21 Menurut Matthews DC, Penderita diabetes yang tidak terkontrol, harus lebih sering dievaluasi, terutama apabila penderita telah mengalami penyakit periodontal.5 Ship JA menyatakan bahwa penderita diabetes yang tidak terkontrol memiliki risiko komplikasi oral yang lebih tinggi sehingga membutuhkan waktu tambahan dalam penanganan periodontal dan terapi antibiotik.22 Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan diabetes melitus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ship JA bahwa diabetes melitus dapat menyerang segala lapisan usia dan prevalensinya terus meningkat dari ke tahun.22
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kadar gula darah dengan indeks CPITN. Pengambilan sampel yang dilakukan di rumah sakit dan puskesmas dimana biasanya pasien yang datang adalah penderita diabetes yang kadar gula darahnya telah terkontrol menjadi kemungkinan penyebabab tidak ada hubungan antara kadar gula darah dengan indeks CPITN.
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Hasil Penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut : 1. Adanya hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal 2. Terdapat perbedaan kebutuhan perawatan periodontal antara penderita diabetes dan penderita non-diabetes dilihat dari adanya perbedaan skor CPITN
antara kedua
kelompok tersebut 3. Kadar Gula Darah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap skor CPITN pada penderita diabetes melitus
7.2 Saran 1. Penderita diabetes melitus diberikan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut karena tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut tetapi juga dapat mengontrol kadar gula darah penderita diabetes melitus 2. Penderita diabetes melitus diinstruksikan untuk menyikat gigi secara teratur dan diberikan informasi tentang bagaimana menyikat gigi dengan baik dan benar 3. Dokter gigi ataupun tim kesehatan gigi memberikan penyuluhan kepada penderita diabetes melitus di puskesmas maupun di rumah sakit setempat agar mempunyai kesadaran dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut 4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk dapat menambah sampel penelitian sehingga diharapkan sampel penelitian menjadi lebih heterogen dan representatif
Universitas Sumatera Utara