Bab 3 Analisis Data Dalam analisis data di bab tiga ini, penulis akan menjelaskan mengenai analisis korpus data yang ada dihubungkan dengan teori - teori pada bab sebelumnya. Data yang akan dianalisis adalah kanji yang memiliki unsur tera「寺」, berdasarkan filosofi pembentukan kanji. Pertama - tama penulis akan menganalisis kanji Tera 「寺」dari segi semantis, kemudian setelah mengetahui konsep makna dari kanji tera 「 寺 」 , penulis akan menganalisis kanji yang memiliki unsur tera 「 寺 」 tersebut.
3.1
Analisis Makna Denotatif dan Konotatif pada Kanji Tera「寺」
Sebuah kata baru dapat dikatakan bermakna dan dapat dimengerti jika di dalam kata tersebut terdapat makna, dan pada umumnya di dalam setiap kata terdapat makna denotatif dan makna konotatif. Demikian juga dengan kanji tera「寺」. Pada bab ini penulis akan menganalisis makna tera「寺」melalui makna denotatif dan konotatif kanji tersebut secara semantis. Makna denotatif dan makna konotatif dari kanji tera「寺」dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
36
Tabel 3.1 Makna Denotatif dan Konotatif Kanji「寺」 Denotatif -
Bangunan tempat memuja (menyembah) para dewa
-
朝鮮語 Chyol(零杯所) からという
Terjemahan : Berasal dari bahasa Korea yang berarti “chyoul” (tempat pemujaan)
-
仏像を安置し、僧 • 尼が居住し、道を修 し、教法を説く建物。 伽藍。梵刹
Konotatif
Sumber (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2009 : 608)
-
中国で「寺」はも と役所の意
Terjemahan : Di China, tera awalnya memiliki makna kantor pemerintahan
-
寺子屋の略
Terjemahan : Istilah untuk pendidikan sekolah dasar di kuil
(Shinmura Izura, 1998 : 1841)
Terjemahan : Bangunan yang dihiasi dengan patung Buddha, tempat tinggal para biarawan atau biarawati, bangunan tempat pengajaran keagamaan dan pemahaman akan moral keagamaan. Kuil atau biara. Candi atau kelenteng -
仏をまつり、仏道を修 行する所
Terjemahan : Tempat pemujaan Buddha, dan belajar ajaran Buddha
-
役所の名。つかさ どる。つかさど る。例:鴻臚寺 (=外国との交渉 をつかさどる役 所)
(Yamada Toshio, 2002 : 310)
Terjemahan : Istilah untuk sebuah kantor pemerintahan. Mengatur atau memerintah. Contohnya: kuil Kouryo (kantor pemerintahan yang 37
mengatur hubungan atau negosiasi dengan negara asing)
-
昔、宮中のおくむ きに仕えた人。宦 官
Terjemahan : Dahulu, merupakan orang yang bekerja atau melayani di dalam pengadilan kekaisaran. Kasim -
Temple (Noun)
-
An edifice dedicated to the service or worship of a deity or deities A building used for religious worship
-
-
A building devoted to the worship of a god or gods
-
Court
Zhongwen.com Dictionary.com Cambridge Dictionary Online
-
-
The flat part of either side of the head between the forehead and the ear
Oxford Dictionary Online
A device in a loom for keeping the cloth stretched
Dari pengertian kanji tera「寺」yang didapatkan dari berbagai bahasa tersebut, penulis menganalisis bahwa pengertian kanji tera「寺」dalam bahasa China dan bahasa Jepang, memiliki dua makna utama, yaitu sebagai tempat ibadah agama Buddha dan juga sebagai kantor pemerintahan. Sedangkan dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, hanya memiliki arti sebagai tempat ibadah atau tempat pemujaan para dewa - dewa.
38
Shinmura (1998 : 1841), menyatakan bahwa,“中国で「寺」はもと役所の意”, yang diterjemahkan menjadi, “Di China awalnya kanji Tera「寺」memiliki makna kantor pemerintahan”. Menurut analisis penulis, kanji merupakan aksara yang diciptakan dan berkembang pertama kali di China, termasuk di dalamnya kanji tera「寺」, sehingga pengertian dari kanji tera「寺」harus dilihat dari asal mula kanji terbentuk. Di China, pada mulanya kanji tera「寺」digunakan untuk menandai sebuah bangunan tempat dilaksanakannya aktifitas kenegaraan, yaitu kantor pemerintahan. Di tempat tersebut para pekerja pemerintahan bekerja dan mengatur segala hal yang berkaitan dengan urusan negara China. Menurut Yamada (2002 : 310), salah satu contoh dari tera yang berfungsi sebagai kantor pemerintahan tersebut adalah “kuil kouryou”, yang mengatur hubungan atau negosiasi dengan negara - negara asing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arti pertama kali atau arti mula - mula dari kanji tera 「 寺 」 adalah sebuah kantor pemerintahan. Mengenai perubahan makna dari Kanji tera 「 寺 」 , Tomono (1991 : 157), mengemukakan, dahulu kala para biksu menetap di kantor pemerintah, kemudian menjadi kuil. Pernyataan yang sama tentang makna awal dari kanji tera「寺」juga dinyatakan oleh Todo (2004 : 301), menurutnya,“もとは色々な仕事をする役所 のこと。昔中国でインドのほうからきた僧を鴻廬寺という役所にとめたこと から、のちに、仏をまつる所を寺というようになった”, yang diterjemahkan menjadi, “Awalnya segala macam kegiatan yang dikerjakan dalam kantor pemerintahan. Dahulu kala di China, Biksu yang datang dari india singgah dan
39
menetap di sebuah kantor pemerintahan yang disebut Kuil Hong Lushan, setelah itu menjadi sebuah tempat pemujaan agama Buddha, yang disebut kuil”. Menurut analisis penulis dari dua pernyataan tersebut, bahwa ketika agama Buddha pertama kali masuk ke China dari India, pemerintahan China memberikan para biksu India tersebut tinggal dan menetap secara sementara di gedung pemerintah, kemudian dikarenakan semakin bertambahnya penganut agama Buddha, gedung tersebut berubah fungsi menjadi kuil. Oleh sebab itu makna yang digunakan untuk menandai kanji tera「寺」berubah, dari yang pada awalnya memiliki pegertian sebagai sebuah kantor pemerintahan yang mengatur kegiatan kenegaraan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan masyarakat, berubah menjadi tempat tinggal para biksu dan juga menjadi tempat untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan seperti membaca sutra agama Buddha dan meditasi. Menurut Shimura (1990 : 129), diperkirakan sekitar abad ke 67 M agama Buddha masuk pertama kali ke China dari India. Kanji tera 「 寺 」 mengarah kepada kegiatan kependetaan dan dalam makna perluasannya adalah sebagai tempat berkerja atau kantor pemerintahan. Akan tetapi pada umumnya mengarah kepada arti sebuah kuil, karena kuil berkaitan erat dengan kegiatan kependetaan (Henshall, 1998 : 37). Dari pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa, saat ini arti awal atau mula - mula dari kanji tera「寺」yang berarti kantor pemerintahan merupakan pengertian yang sudah lama atau kuno dan saat ini pengertian sebagai kantor pemerintahan lebih menggarah kepada sebuah makna kiasan atau konotatif. Sehingga saat ini kanji tera 「 寺 」 digunakan untuk mengasosiasikan sebuah tempat 40
ibadah para penganut agama Buddha atau kuil, daripada sebagai kantor pemerintahan. Hal ini terlihat dari beberapa kamus kanji, yang umumnya mengartikan kanji tera 「寺」sebagai kuil atau tempat pemujaan para dewa. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Halpern (1995 : 977), menurutnya arti dari kanji tera「寺」yang berarti kantor pemerintahan, merupakan sebuah ungkapan kuno atau sudah lama. Dari pernyataan tersebut, menunjukan adanya perubahan makna dari sebuah kata, yaitu makna dari sebuah kata yang awalnya merupakan makna denotatif, saat ini berubah menjadi makna konotatif. Awalnya makna sebenarnya dari kanji tera「寺」adalah kantor pemerintahan, sekarang makna tersebut menjadi sebuah makna kiasan atau konotatif.
3.1.1 Analisis Kanji Tera「寺」
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab 2, bahwa kanji tera「寺」 terbentuk dari filosofi kanji tsuchi「土」yang berada di atas kanji sun「寸」. Kanji sun「寸」sendiri dapat diasosiasikan sama dengan kanji te「手」. Kedua kanji tersebut untuk melambangkan makna “tidak bergerak” atau “suatu kegiatan yang dilakukan
dengan
keheningan
dan
ketenangan”.
Makna
tesebut
dapat
menggambarkan kegiatan yang terjadi di dalam kuil. Apabila dilihat dari penjelasan makna denotatif dan makna konotatif dari kanji tera「寺」, terdapat satu makna awal dari kanji tera「寺」, yaitu kantor pemerintahan. Yang mana saat ini makna tersebut telah menjadi makna perluasan. Penjelasan mengenai dua makna utama yang terdapat dalam kanji tera「寺」, yaitu kuil dan kantor pemerintahan, akan dijelaskan oleh penulis berikut ini dalam analisis pembentukan kanji tera「寺」. 41
Di bawah ini merupakan arti harfiah dari masing - masing kanji yang membentuk kanji tera「寺」. Tabel 3.2 Arti Harfiah Kanji「土」dan Kanji「寸」
Arti Harfiah 土(つち、ト、ド)
寸(スン、ソン)
1. Bumi, Tanah
1. Se per sepuluh kaki
2. Sabtu
2. Ukuran (Nelson, 2005 : 329)
3. Turki (Nelson, 2005 : 264) 1. Tanah, Lumpur, Tanah liat, Pasir
1. Sedikit
2. Dasar, Daerah, Tanah air
2. Inchi : sekitar 3.03 cm
3. Sabtu (Halpern, 1995 : 1577)
3. Ukuran, Dimensi 4. Peraturan (Halpern, 1995 : 1334)
形声文字 「寸 = (手) 規準」と「土 (音) = シ」(Yamada, 2002 : 310)
寺(てら、シ、ジ) Kuil (Nelson, 2005 : 266)
Dalam tabel di atas dijelaskan arti harfiah dari masing - masing kanji pembentuk kanji tera「寺」. Kedua kanji tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi setelah digabungkan akan membentuk satu kesatuan kanji dengan pengertian yang baru.
42
Sesuai dengan teori rikusho dari Henshall (1998 : xvi), menurut analisis penulis, pembentukan kanji tera 「 寺 」 adalah secara keiseimoji, yaitu gabungan antara elemen semantik dengan elemen fonetik. Menurut Henshall (1998 : xvi - xvii), pembentukan secara keiseimoji umumnya unsur semantiknya merujuk pada sifat yang mendasar suatu objek, dan elemen fonetiknya memberikan infomasi lebih spesifik. Dalam hal ini kanji sun「寸」dapat diasosiasikan sama dengan kanji te「手」, karena seperti yang telah dijelaskan pada bab 2, bahwa kedua kanji dalam pembentukannya berasal dari gambar sebuah tangan dan juga menurut Takebe (1993 : 12), dalam pembentukan kanji tera「寺」, menurutnya“「寸」は「て」 で、「手」と同じです”, yang diterjemahkan menjadi, “Kanji sun「寸」adalah “tangan”, yang sama dengan kanji te「手」”. Sehingga dalam pembentukan kanji tera「寺」, kanji sun「寸」dan kanji te「手」adalah sama. Kanji sun 「 寸 」 sebagai dasar melambangkan elemen semantik, untuk menekankan makna bahwa kanji tera「寺」berkaitan dengan “tangan” dan juga tangan merupakan suatu objek sederhana dengan sifat mendasar. Sedangkan kanji tsuchi「土」melambangkan elemen fonetik, karena setelah digabungkan dengan kanji sun「寸」dan membentuk kanji tera「寺」, maka akan memberikan pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」. Yang mana akan sama pelafalannya secara on yomi dengan sebagian besar kanji yang berunsur tera 「 寺 」 , yang pembentukannya secara keiseimoji.
43
Walaupun secara arti harfiah, kanji tsuchi「土」tidak berhubungan dengan kanji sun「寸」. Akan tetapi apabila diteliti dengan seksama, dalam pembentukan kanji tera「寺」terdapat satu hubungan antara kanji tsuchi「土」dengan kanji sun「寸」. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.3 Makna dari Kanji「寺」 1. Kuil (Nelson, 2006 : 266) 1. Kuil Buddha (Matsura, 1994 : 1072) 寺
1. Kuil 2. Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha 3. Tempat beribadat 4. Kantor pemerintahan (Halpern, 1995 : 977)
Dari tiga sumber kamus kanji di atas, penulis menganalisis bahwa secara umum. kanji tera「寺」mengarah kepada pengertian sebuah kuil, yang merupakan tempat berdoa atau pemujaan bagi agama Buddha dan tempat untuk beribadat. Kemudian terdapat juga pengertian sebagai kantor pemerintahan. Sehingga ketika melihat kanji tera「寺」terdapat satu kesatuan asosiasi medan makna dari kanji tera「寺」. Asosiasi medan makna dari kanji tera「寺」adalah sebagai berikut. Menurut analisis penulis, dari pendapat Takebe (1993 : 12) pada bab 2, mengenai pembentukan kanji tera「寺」, dijelaskan bahwa kanji tera「寺」terbentuk dari filosofi tangan yang terkubur dalam tanah, sehingga tangan tersebut tidak bergerak. Menurut penulis makna tersebut tidak ditelaah begitu saja secara harfiah. Tidak bergerak di sini bukan bearti tidak sama sekali, akan tetapi lebih diartikan sebagai 44
melakukan kegiatan yang sedikit melakukan pergerakan, seperti bersemedi dan berdoa, yang digambarkan merupakan kegiatan tidak bergerak. Dalam bersemedi para biksu duduk dengan tenang, sambil berpikir dan menggunakan aktifitas dengan tangan untuk berdoa, membaca kitab suci dan dharma Buddha. Menurut Halpern (1995 : 1577), berdasarkan dari segi makna kata, kanji tsuchi 「土」memiliki makna “digunakan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan bumi” dan “berhubungan dengan sesuatu yang dibangun di atas tanah”. Dari dua makna kata tersebut, terlihat bahwa kanji tsuchi 「 土 」 dapat digunakan untuk menandakan sesuatu yang dibangun di atas permukaan tanah, yaitu sebuah bangunan. Arti harfiah dari kanji tera 「 寺 」 adalah kuil, yang mana merupakan sebuah bangunan yang dibangun di atas permukaan tanah. Menurut Takebe (1993 : 12), “「寸」は「て」で、「手」と同じです”, yang diterjemahkan menjadi, “Kanji sun (ukuran)「寸」adalah tangan, yang sama dengan kanji te (tangan)「手」”. Dari teori tersebut, menurut analisis penulis, dalam pembentukan kanji tera「寺」, kanji sun 「 寸 」 dan kanji te 「 手 」 adalah sama baik dari segi makna maupun asal pembentukannya, sehingga kanji sun「寸」memiliki arti sebuah tangan. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis menganalisis hubungan dengan medan makna dari kanji tera「寺」adalah bahwa kanji tsuchi「土」dapat dideskripsikan sebagai makna sebuah bangunan, dan kanji sun「寸」dapat dideskripsikan sebagai makna sebuah tangan. Kedua kanji tersebut menekankan makna dari sebuah bangunan yang berdiri di atas tanah, yang di dalamnya terdapat aktifitas tangan.
45
Bagan 3.1 Medan Makna dari Kanji「寺」
寺
•
Kuil (Nelson, 2006 : 266)
•
Kuil Buddha (Matsura, 1994 : 1072)
•
Kuil
•
Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha
•
Tempat beribadat
•
Kantor pemerintahan (Halpern, 1995 : 977)
Jadi dari analisis di atas, terbukti bahwa dengan memakai kedua kanji tersebut, makna dari kanji tera「寺」menjadi semakin kuat, yaitu mengarah pada pengertian sebuah kuil, yang mana merupakan sebuah bangunan, yang di dalamnya terjadi aktifitas tangan untuk menyembah para dewa - dewa, dan mempelajari dharma agama Buddha serta bersemedi. Ataupun pada pengertian kantor pemerintahan, yang keduanya juga merupakan sebuah bangunan, yang di dalamnya juga terjadi aktifitas tangan untuk bekerja.
3.2
Analisis Kanji Berunsur Tera「寺」
Terdapat beberapa kanji yang memiliki unsur kanji tera「寺」yang berhubungan dengan makna kuil dan makna kantor pemerintahan. Berikut di bawah ini akan membahas masing - masing dari kanji yang memiliki unsur tera「寺」. 46
3.2.1 Analisis Kanji Samurai「侍」
Kanji samurai「侍」terbentuk dari gabungan dua kanji dasar. Gabungan dua kanji tersebut masing - masing memiliki arti yang saling melengkapi, sehingga membentuk makna baru yang disebut dengan samurai「侍」. Menurut Todo (2004 : 73), pembentukan dari kanji samurai「侍」adalah“寺には、もと「手足を動か しては働く」とか、「とうとい人の身の回り世話をする」という意味に用い られるようになったので、イ「人」をつけ、元の意味を表すようにした”, yang diterjemahkan menjadi, “Karena tera 「 寺 」 , awalnya digunakan sebagai makna suatu kegiatan bekerja dengan menggunakan kaki dan tangan dan juga menjaga dan melindungi barang berharga para bangsawan atau orang yang penting, maka ditambahkan bushu「イ」dari kanji hito「人」, untuk memperjelas dari makna awalnya”. Gambar 3.1 Filosofi Pembentukan Kanji Samurai「侍」
Sumber: Yamada (2002 : 75) Berdasarkan filosofi pembentukan tersebut, terlihat bahwa kanji samurai「侍」 terbentuk dari kanji hito「人」dan kanji tera「寺」. Kanji hito「人」terbentuk dari gambar orang, sehingga berhubungan dengan arti orang, dan kanji tera「寺」 sendiri memiliki pengertian kantor pemerintahan. Kanji hito「人」dan kanji tera 47
「寺」tersebut untuk menekankan makna, orang yang melakukan suatu pekerjaan, serta melayani dan melindungi orang - orang penting, yang berhubungan dengan kantor pemerintahan. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa kanji tera「寺」untuk menandakan kegiatan bekerja serta melindungi barang serta orang penting, dan kanji hito「人」yang memiliki makna orang, untuk memperjelas arti dari kanji samurai「侍」. Untuk penjelasan mengenai bekerja serta melindungi orang penting dan hubungannya dengan pengertian melayani dan samurai, akan dijelaskan lebih lanjut melalui teori pembentukan kanji (rikusho) dan medan makna di bawah. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kanji samurai「侍」, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan salah satu kanji yang membentuk kanji samurai「侍」, yaitu kanji hito「人」. Mengenai filosofi pembentukan kanji hito「人」, seperti yang dikemukakan oleh Todo (2004 : 44), menurutnya,“人の立ったすがたを横か ら え が い た も の ” , yang diterjemahkan menjadi, “Menggambarkan atau menjelaskan gambar dari posisi orang yang sedang berdiri dari samping. Gambar 3.2 Filosofi Pembentukan Kanji Hito「人」
Sumber: Todo (2004: 44)
48
Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Yamada (2002 : 49), kanji hito 「人」merupakan shoukeimoji atau pictograph, yang berasal dari bentuk orang, yang berkaitan dengan kaki dan bagian lengan atau tangan manusia. Berdasarkan dua pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa kanji hito「人」terbentuk dari bentuk suatu objek yang cukup sederhana, dalam hal ini berdasarkan gambar orang yang sedang berdiri yang dilihat dari samping. Posisi berdiri dengan kedua kaki rapat dan posisi lengan (tangan) berada di depan badan atau posisi berdiri dengan kedua tangan di depan anggota tubuh lainnya. Sehingga dari filosofi orang yang sedang berdiri dengan tangan berada di depan tersebut, terbentuklah kanji hito「人」. Dalam penbentukan kanji samurai 「 侍 」 , kanji hito 「 人 」 menggalami perubahan menjadi radikal atau karakter (bushu) hito「イ」. Mengenai perubahan kanji hito「人」hingga menjadi bushu hito「イ」akan dijelasakan oleh Yamada (2002 : 48), menurutnya“人が立っている姿を横から見た形で「人」の意をあ らわす。「人」が偏(=漢字の左がわの要素)になるときは「イ(にんべ ん)」”, yang diterjemahkan menjadi, “Makna dari kanji hito「人」merupakan bentuk yang dilihat dari posisi orang yang sedang berdiri dari samping. Kanji hito 「人」ketika menjadi Hen (elemen kanji yang ada di sebelah kiri) disebut ninben 「イ」”.
49
Gambar 3.3 Filosofi Pembentukan Bushu Hito「イ」
Sumber: Tomono (1991 : 27) Berdasarkan penjelasan mengenai perubahan kanji hito 「 人 」 menjadi bushu yang terletak di sebelah kiri dan di sebelah atas tersebut. Penulis menganalisis bahwa sesuai dengan teori Henshall (1998 : xx), mengenai bushu kanji. Maka dalam pembentukan kanji samurai「侍」, kanji hito「人」berubah menjadi bushu hito 「イ」dan terletak di sebelah kiri atau disebut ninben. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Halpern (1995 : 1553), menurutnya, bushu hito 「 イ 」 yang menjadi varian di sebelah kiri disebut ninben. Meskipun menjadi ninben 「イ」, akan tetapi secara makna masih sama dengan kanji hito「人」. Berikut di bawah ini merupakan arti harfiah dari masing - masing kanji yang membentuk kanji samurai「侍」.
50
Tabel 3.4 Arti Harfiah Kanji「人」dan Kanji「寺」
Arti Harfiah 人(ひと、ジン、ニン)
寺(てら、シ、ジ) 1. Kuil (Nelson, 2005 : 266)
1. Orang, Rakyat 2. Manusia, Kemanusiaan, Rakyat 3. Kepribadian 4. Orang berbakat, Ahli 5. Utusan, Pesuruh 6. Pengunjung (Nelson, 2005 : 122) 1. Orang, Pria
1. Kuil
2. Makhluk hidup
2. Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha
3. Sebagai perhitungan untuk orang
3. Tempat beribadat
4. Akhiran untuk kebangsaan
4. Kantor pemerintahan (Halpern, 1995 : 977)
5. Orang lain atau yang lainnya 6. Kepribadian, Karakter (Halpern, 1995 : 1553)
形声文字 「イ = (ひと)」と「寺 (音) = シ」(Yamada, 2002 : 75)
侍(さむらい、はべる、シ、ジ) Melayani, Samurai, Pendekar (Nelson, 2005 : 148)
51
Dalam tabel di atas dijelaskan arti harfiah dari masing - masing kanji pembentuk kanji samurai「侍」. Kedua kanji tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi setelah digabungkan akan membentuk satu kesatuan kanji dengan pengertian yang baru. Sesuai dengan teori rikusho dari Henshall (1998 : xvi), menurut analisis penulis, pembentukan kanji samurai「侍」adalah secara keiseimoji, yaitu gabungan antara elemen semantik dengan elemen fonetik. Menurut Henshall (1998 : xvi - xvii), pembentukan secara keiseimoji umumnya unsur semantiknya merujuk pada sifat yang mendasar suatu objek, dan elemen fonetiknya memberikan infomasi lebih spesifik. Menurut Ozaki (1992 : 106), dalam pembentukan kanji samurai「侍」, kanji hito「人」diasosiasikan sebagai orang. Dalam hal ini bushu hito「イ」yang memiliki pengertian orang, untuk menunjukan bahwa kanji samurai「侍」berkaitan dengan seseorang atau individu. Sehingga bushu hito「イ」melambangkan elemen semantik dan juga orang merupakan suatu objek sederhana dengan sifat mendasar. Sedangkan menurut Ozaki (1992 : 106), dalam pembentukan kanji samurai「侍」, kanji tera「寺」diasosiasikan dengan melakukan pekerjaan. Dan juga kanji tera 「寺」yang memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「 シ」 atau ji「 ジ 」 tersebut, setelah digabungkan dengan bushu hito「イ」maka akan membentuk kanji samurai「侍」yang juga memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji 「ジ」. Sehingga kanji tera「寺」berperan dari segi fonetik dalam pembentukan kanji samurai「侍」. Maka dari pembentukan kanji samurai「侍」di atas, untuk menandakan bahwa kanji samurai「侍」berhubungan dengan orang atau individu yang melakukan suatu pekerjaan (melayani).
52
Walaupun secara arti harfiah, kanji tera「寺」tidak berhubungan dengan kanji hito「人」. Akan tetapi apabila diteliti dengan seksama, dalam pembentukan kanji samurai 「 侍 」 terdapat satu hubungan antara kanji tera 「 寺 」 dengan kanji hito「人」. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.5 Makna dari Kanji「侍」 1. Melayani 2. Samurai, Pendekar (Nelson, 2006 : 148) 1. Samurai 2. Melayani, Meladeni (Matsura, 1994 : 234) 侍
1. Menghadiri 2. Sedang berlangsung 3. Menunggu 4. Melayani 5. Menemani atau Mengikuti 6. Prajurit atau Pejuang (Halpern, 1995 : 55)
Dari tiga sumber kamus kanji di atas, penulis menganalisis bahwa secara umum. kanji samurai「侍」mengarah kepada pengertian melayani, dan seorang samurai. Kemudian diikuti pengertian lainnya seperti, mengikuti, menemani dan sebagainya. Sehingga ketika melihat kanji samurai「侍」terdapat satu kesatuan asosiasi medan makna dari kanji samurai「侍」. Asosiasi medan makna dari kanji samurai「侍」 adalah sebagai berikut.
53
Menurut Halpern (1995 : 1553), kanji hito「人」dideskripsikan, digunakan pada karakter yang berkaitan dengan manusia. Menurut Nelson (2005 : 122), arti dari kanji hito「人」memiliki pengertian sebagai pesuruh atau utusan. Menurut Ozaki (1992 : 106), “奴隷ははべる人の意味に用いる”, yang diterjemahkan menjadi “Pesuruh digunakan untuk mengartikan orang yang melayani”. Berdasarkan dari teori yang telah dikemukakan di atas, kanji yang terbentuk dari bushu hito 「 イ 」 untuk menekankan bahwa kanji tersebut memiliki hubungan makna dengan manusia atau individu. Dalam hal ini, penulis menganalisis hubungan dengan medan makna dari kanji samurai「 侍 」 , bahwa kanji hito 「 人 」 yang memiliki hubungan dengan individu tersebut, ketika digabungkan dengan kanji tera 「寺」yang memiliki pengertian kantor pemerintahan, maka kanji hito「人」untuk menekankan pada makna orang (pesuruh) yang melakukan suatu pekerjaan, serta melayani dan melindungi orang - orang penting, yang berhubungan dengan kantor pemerintahan. Untuk lebih jelasnya mengenai tugas dan pekerjaan dari samurai, Todo (2004 : 73) mengemukakan bawa seorang samurai bertugas untuk melayani orang - orang yang memiliki status sosial tinggi serta berkuasa, seperti anggota kerajaan dan para bangsawan. Yang dimaksudkan melayani di sini adalah mengerjakan segala perkerjaan yang berkaitan dengan urusan dalam rumah tangga pemerintahan atau kerajaan, seperti pembantu, bendahara dan juga menjadi dokter kerajaan. Seorang samurai juga dijelaskan sebagai seorang pejuang yang melindungi atasannya dan juga barang milik atasannya.
54
Dari filosofi pembentukan kanji samurai「侍」dan pemahaman akan tugas dari seorang samurai tersebut, penulis menganalisis bahwa kanji samurai 「 侍 」 digunakan untuk orang yang bekerja dalam rumah tangga kerajaan atau pemerintah, dalam hal ini orang tersebut menggatur segala urusan yang berhubungan dengan pemerintahan. Dapat dikatakan juga bawah para samurai merupakan pegawai negeri, karena mereka bekerja untuk pemerintah. Yamada (2002 : 75), juga menambahkan bahwa seorang samurai,“謹んでうけたまわる”, yang diterjemahkan menjadi, “Menerima perintah dengan terhormat”. Sehingga dapat diasumsikan bahwa seorang samurai merupakan seorang bawahan yang memiliki rasa kesetiaan yang tinggi terhadap apa yang dikerjakannya dan juga kepada atasannya. Oleh sebab itu, seorang samurai bukan hanya berkerja mengatur urusan pemerintahan akan tetapi juga sampai melindungi segala sesuatu yang berkaitan dengan atasannya. Karena seorang samurai merupakan seorang pelayan atau pesuruh yang memiliki rasa kesetiaan yang tinggi terhadap apa yang dikerjakannya dan juga kepada atasannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ozaki (1992 : 106), menurutnya, kanji samurai「侍」memiliki pengertian,“使役に従事する奴隷”, yang diterjemahkan menjadi “Pelayan atau pesuruh yang melakukan suatu pekerjaan”. Dari kegiatan yang dilakukan para individu (pesuruh) tersebut, sesuai dengan makna dari kanji samurai「侍」yaitu melayani dan samurai. Yang pertama karena kegiatan bekerja dan melindungi atasan atau majikannya serta barang berharga milik majikannya merupakan tugas dari individu yang disebut samurai. Dan yang kedua para individu atau samurai (pesuruh) tersebut melakukan pekerjaan untuk melayani dan mengikuti para atasannya, dengan cara melindungi dan melakukan apa yang diperintahkan. Yang mana filosofi tersebut sesuai dengan pengertian melayani, 55
karena ketika melayani, maka seorang individu (pesuruh) melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan untuk melayani dan mengikuti para atasannya dengan setia atau dengan kata lain menjadi pesuruh atau pelayan atas majikan. Bagan 3.2 Medan Makna dari Kanji「侍」 •
Melayani
•
Samurai, Pendekar (Nelson, 2006 : 148)
•
Samurai
•
Melayani, Meladeni (Matsura, 1994 : 234)
•
Menghadiri
•
Sedang berlangsung
•
Menunggu
•
Melayani
•
Menemani atau Mengikuti
•
Prajurit atau Pejuang (Halpern, 1995 : 55)
侍
Jadi dari analisis di atas, terbukti bahwa dengan penggabungan antara kanji hito 「人」dan kanji tera「寺」, maka arti dari kanji samurai「侍」menjadi semakin kuat, yaitu melakukan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh individu (pesuruh) dalam sebuah kantor pemerintahan, untuk melindungi dan menjaga majikannya, yaitu orang - orang kerajaan yang memiliki status sosial yang tinggi dan juga para bangsawan. Sehingga dari aktifitas yang dilakukan para individu (pesuruh) tersebut, berdasarkan 56
prinsip melayani, membentuk arti dari kanji samurai 「 侍 」 yang memiliki pengertian melayani dan samurai atau pendekar. Maka dari itu kanji samurai「侍」 yang memiliki pengertian melayani dan samurai atau pendekar termasuk dalam kanji berunsur tera「寺」, karena berhubungan dengan makna dari kanji tera「寺」 sebagai kantor pemerintahan.
3.2.2 Analisis Kanji Hitoshi「等」
Kanji hitoshi「等」terbentuk dari gabungan dua kanji dasar. Gabungan dua kanji tersebut masing - masing memiliki arti yang saling melengkapi, sehingga membentuk makna baru yang disebut dengan hitoshi「等」. Menurut Tomono (1991 : 143), pembentukan dari kanji hitoshi「等」adalah“寺(役所)と竹(たけ)を合わせ た。紙のない昔、役所では字を、大きさのひとしい竹のふだをつないだもの に書いた”, yang diterjemahkan menjadi, “Perpaduan antara kanji tera「寺」 (kantor pemerintahan) dan kanji take「竹」(bambu). Sebagai kertas tulisan pada zaman dahulu, di kantor pemerintahan, sejumlah catatan bambu yang sama besarnya digabungkan menjadi satu, digunakan untuk menulis huruf”.
57
Gambar 3.4 Filosofi Pembentukan Kanji Hitoshi「等」
Sumber: Yamada (2002 : 751) Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Yamada (2002 : 751), “文字を書い たタケのふだをひとしくそろえる”, yang diterjemahkan menjadi, “Catatan bambu yang disejajarkan dengan sama rata yang digunakan untuk menulis kata atau huruf”. Berdasarkan pendapat dari dua tokoh mengenai filosofi pembentukan tersebut, terlihat bahwa kanji hitoshi「等」terbentuk dari kanji take「竹」dan kanji tera 「 寺 」 . Kanji take 「 竹 」 terbentuk dari gambar dua buah batang bambu, sehingga berhubungan dengan arti bambu, dan kanji tera「寺」sendiri memiliki pengertian kantor pemerintahan. Kanji take「竹」dan kanji tera「寺」tersebut untuk menekankan makna, sebuah media, yaitu sejumlah bambu yang digabungkan berdasarkan prinsip sama rata, untuk menulis huruf atau karakter, yang berhubungan dengan pekerjaan dalam kantor pemerintahan. Menurut Todo dan Kurosu (1990 : 178), masyarakat zaman pra sejarah, kira kira sebelum adanya kertas. Mereka banyak bekerja dengan menggunakan tangan, memotong bambu, membuatnya menjadi sama, dan banyak membuat catatan bambu yang melebar, di sana digunakan untuk menulis huruf. Catatan bambu yang melebar tersebut disambung dengan tali dan dibuat menjadi buku.
58
Dari pernyataan tersebut, menurut analisis dari penulis, dahulu kala sebelum kertas diciptakan, orang mengumpulkan batang bambu, kemudian membuatnya sama rata dan sama tinggi dan menyusunnya menjadi satu dengan menghubungkannya dengan seutas tali.
Dari ikatan bambu tersebut membentuk suatu media yang
menyerupai buku. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Takebe (1993 : 154) “ 昔 の 中 国 で は 、 竹 を 並 べ て 、 本 に し ま す 。 長 さ が 同 じ で す ” , yang diterjemahkan menjadi “Zaman dahulu di China, bambu disejajarkan, dan menjadi sebuah buku. Dengan panjang yang sama”. Bambu yang disusun tersebut diibaratkan seperti buku yang berisi kertas dengan fungsi yang sama, yaitu sebagai media untuk menulis. Batang bambu yang disusun untuk menulis tersebut disebut take bunsho. Gambar 3.5 Contoh Take Bunsho
Sumber: Tomono (1991 : 143) Untuk penjelasan mengenai bambu yang disusun berdasarkan prinsip sama rata dan hubungannya dengan pengertian sama ataupun serupa, akan dijelaskan lebih lanjut melalui teori pembentukan kanji (rikusho) dan medan makna di bawah.
59
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kanji hitoshi「等」、terlebih dahulu penulis akan menjelaskan salah satu kanji yang membentuk kanji hitoshi「等」, yaitu kanji take「竹」. Mengenai filosofi pembentukan kanji take「竹」, seperti yang dikemukakan oleh Takebe (1993: 22), menurutnya“「たけ」は、まっすぐ 伸びます。「たけ」には、たくさんの葉があります。「たけ」の葉は、とて も細い増す。漢字の「竹」を見てください。「たけ」が2本あります。上に 2枚の葉があります。漢字の「竹」は2本の「たけ」の絵で、2枚ずつの葉 もあります”, yang diterjemahkan menjadi, “Bambu memanjang tegak lurus ke atas. Di bambu terdapat banyak daun. Daun bambu sangat sempit atau tipis. Perhatikan kanji take「竹」. Terdapat dua batang bambu. Di atas setiap batangnya terdapat dua lembar daun. Kanji take「竹」merupakan gambar dari dua batang bambu, masing - masing juga terdapat dua lembar daun”. Gambar 3.6 Filosofi Pembentukan Kanji Take「竹」
Sumber: Todo (2004 : 762) Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Yamada (2002 : 747), kanji take「竹」merupakan shoukeimoji atau pictograph, yang menggambarkan suatu bentuk dari bambu yang tumbuh secara berurutan atau sejajar. Berdasarkan dua pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa kanji take「竹」terbentuk dari 60
bentuk suatu objek yang cukup sederhana, dalam hal ini berdasarkan pemikiran bahwa bambu terdiri dari batang dan daun, umumnya pasti bertumbuh dan berkembang. Apabila diperhatikan dengan seksama maka akan terlihat bahwa batang dari bambu tumbuh tinggi secara sejajar dan merata ke atas, dan di atas masing masing batang tersebut terdapat dua buah daun yang tumbuh menyempit ke sisi kiri dan kanan, oleh sebab itu akan terlihat jajaran batang bambu yang berdiri tegak dengan di atasnya terdapat dua buah daun di sisi kiri dan kanan. Sehingga dari filosofi batang bambu dengan daunnya tersebut, terbentuklah kanji take「竹」. Dalam pembentukan kanji hitoshi 「 等 」 , kanji take 「 竹 」 menggalami perubahan menjadi radikal atau karakter (bushu) take「 kanji take「竹」hingga menjadi bushu take「
」. Mengenai perubahan
」akan dijelasakan oleh Todo
(2004 : 762), menurutnya, “二本のタケのえだをえがいたもの。「竹の部」の 字 は タ ケ で 作 っ た 物 や 、 タ ケ の 性 質 に 関 係 が あ る ”, yang diterjemahkan menjadi, “Menggambarkan atau menjelaskan gambar dari dua batang bambu. Karakter dari kanji take「竹」berhubungan dengan barang yang terbuat dari bambu dan bercirikan bambu”.
61
Gambar 3.7 Filosofi Pembentukan Bushu Take「
」
Sumber: Tomono (1991 : 143) Berdasarkan penjelasan mengenai perubahan kanji take 「 竹 」 menjadi bushu yang terletak di sebelah atas. Penulis menganalisis, bahwa sesuai dengan teori Henshall (1998 : xx), mengenai bushu kanji. Maka dalam pembentukan kanji hitoshi「等」、kanji take「竹」berubah menjadi bushu take「
」dan terletak
di sebelah atas atau disebut takekanmuri. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Halpern (1995 : 130), menurutnya, bushu take「
」yang menjadi varian di
sebelah atas disebut takekanmuri. Dari gambar di atas juga menjelaskan bahwa kanji take「竹」berubah menjadi bushu take「 Meskipun menjadi takekanmuri「
」dan menjadi varian di sebelah atas.
」, akan tetapi secara makna masih sama
dengan kanji take「竹」. Berikut di bawah ini merupakan arti harfiah dari masing - masing kanji yang membentuk kanji hitoshi「等」.
62
Tabel 3.6 Arti Harfiah Kanji「竹」dan Kanji「寺」
Arti Harfiah 竹(たけ、チク、シツ)
寺(てら、シ、ジ)
1. Bambu
1. Kuil (Nelson, 2005 : 266)
2. Alat musik tiup dari bambu (Nelson, 2005 : 681)
1. Bambu
1. Kuil
2. Semacam buku catatan untuk menulis pada zaman dahulu
2. Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha
3. Alat musik tiup dari Jepang, seperti suling (Halpern, 1995 : 130)
3. Tempat beribadat 4. Kantor pemerintahan (Halpern, 1995 : 977)
会意文字 「竹 = (たけ)」と「寺 = (ひとしい)」(Yamada, 2002 : 751)
等(ひとし、など、トウ) Kelas, Persamaan, Akhiran jamak (Nelson, 2005 : 684)
Dalam tabel di atas dijelaskan arti harfiah dari masing - masing kanji pembentuk kanji hitoshi「等」. Kedua kanji tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi setelah digabungkan akan membentuk satu kesatuan kanji dengan pengertian yang baru.
63
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa kanji sun「寸」dan kanji te 「手」adalah sama. Menurut Takebe (1993 : 12),“「寸」は「て」で、「手」と 同じです”, yang diterjemahkan menjadi, “Kanji sun「寸」adalah tangan, yang sama dengan kanji te 「 手 」 ”. Menurut analisis penulis, kanji sun 「 寸 」 berhubungan dengan kanji te「手」, sehingga dalam pembentukan kanji tera「寺」, kanji sun「寸」dan kanji te「手」adalah sama baik dari segi makna maupun asal pembentukannya. Sehingga dalam kanji hitoshi「等」dapat terbagi atas 3 kanji dasar, yaitu kanji take「竹」, kanji tsuchi「土」, dan kanji te「手」. Menurut Yamada (2002 : 301, 425 dan 747), mengenai pembentukan masing - masing kanji yang membentuk kanji hitoshi「等」adalah sebagai berikut, kanji tsuchi「土」 pembentukannya secara shijimoji atau simbol, sedangkan kanji te「手」dan kanji take「竹」pembentukannya secara shoukeimoji atau pictograph. Sesuai dengan teori rikusho dari Henshall (1998 : xvi), menurut analisis penulis, pembentukan kanji hitoshi「等」adalah secara kai’imoji, yaitu kombinasi bermakna antara dua atau lebih pictographs ataupun simbol, dan umumnya cukup sederhana. Dalam pembentukan kanji hitoshi「等」, terdapat 2 kanji yang terbentuk secara pictograph, yaitu kanji te「手」dan kanji take「竹」. Juga terdapat satu kanji yang pembentukannya secara simbol, yaitu kanji tsuchi「土」. Kanji te「手」dan kanji take「 竹」 terbentuk dari bentuk suatu benda yang cukup sederhana, yaitu dari gambar sebuah tangan dan gambar bambu, sedangkan kanji tsuchi「土」terbentuk dari konsep abstrak yang umumnya cukup sederhana, yaitu dari konsep sebuah
64
tumbuhan yang tumbuh dengan daunnya dari permukaan tanah. Dari ketiga kanji tersebut terbentuklah kanji hitoshi「等」.
Menurut Ozaki (1992 : 1326), dalam pembentukan kanji hitoshi「等」, kanji take 「竹」diasosiasikan dengan makna bambu. Kanji tera「寺」diasosiasikan dengan makna mengatur atau menata dan menyusun. Maka dari pembentukan kanji hitoshi 「等」di atas, untuk menandakan bahwa kanji hitoshi「等」berhubungan dengan batang bambu yang diatur atau disusun. Walaupun secara arti harfiah, kanji tera「寺」tidak berhubungan dengan kanji take「竹」. Akan tetapi apabila diteliti dengan seksama, dalam pembentukan kanji hitoshi「等」terdapat satu hubungan antara kanji tera「寺」dengan kanji take 「竹」. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.7 Makna dari Kanji「等」 1. Persamaan 2. Sama, Serupa, Mirip, Sepadan 3. Kelas, Tingkat, Derajat 4. Akhiran jamak (Nelson, 2006 : 684) 等
1. Sama, Tak ubahnya (Matsura, 1994 : 293) 1. Sama, Serupa 2. Sederajat 3. Sebagai akhiran dalam tingkatan atau kelas dan golongan serta status sosial (Halpern, 1995 : 1227)
65
Dari tiga sumber kamus kanji di atas, penulis menganalisis bahwa secara umum. kanji hitoshi「等」mengarah kepada pengertian sama, serupa dan mirip. Kemudian diikuti pengertian lainnya seperti persamaan, sederajat dan sebagainya. Sehingga ketika melihat kanji hitoshi「等」terdapat satu kesatuan asosiasi medan makna dari kanji hitoshi「等」. Asosiasi medan makna dari kanji hitoshi「等」adalah sebagai berikut. Menurut Yamada (2002 : 747), mengenai kanji yang memiliki bushu take 「
」 , “ 「 竹 」 を も と に し て で き て い る 漢 字 を 集 め た ” , yang
diterjemahkan menjadi “Tersusun atas huruf kanji yang dibentuk berdasarkan bentuk asli dari bambu”. Menurut Halpern (1995 : 130), kanji take「竹」dideskripsikan, digunakan pada karakter yang berhubungan dengan bambu atau barang dari bambu. Berdasarkan dari teori yang telah dikemukakan di atas, kanji yang terbentuk dari bushu take「
」untuk menekankan bahwa kanji tersebut memiliki hubungan
makna dengan bambu. Dalam hal ini, penulis menganalisis hubungan dengan medan makna dari kanji hitoshi「等」, bahwa kanji take「竹」yang memiliki hubungan dengan bambu tersebut, ketika digabungkan dengan kanji tera「寺」yang memiliki pengertian kantor pemerintahan, maka kedua kanji untuk menekankan pada makna sebuah media, yaitu sejumlah bambu yang digabungkan berdasarkan prinsip sama rata, untuk menulis huruf atau karakter, yang berhubungan dengan pekerjaan dalam kantor pemerintahan.
66
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis di atas mengenai filosofi pembentukan kanji hitoshi 「 等 」 , bahwa dari sejumlah batang bambu disusun dengan teratur menjadi satu ikatan dengan sama tinggi dan sama besar. Kemudian batangan bambu tersebut digunakan sebagai dokumen atau catatan untuk menulis huruf atau karakter, yang berhubungan dengan pekerjaan dalam kantor pemerintahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ozaki (1992 : 1326), yang menyatakan bahwa, kanji hitoshi 「 等 」 memiliki pengertian, “ 竹 の 札 を 順 序 よ く そ ろ え る ” , yang diterjemahkan menjadi “Menyusun dengan teratur catatan bambu”. Dari penggabungan beberapa batang bambu menjadi satu kesatuan dengan sama tinggi dan sama rata tersebut, sesuai dengan pengertian dari kanji hitoshi「等」yaitu sama, serupa dan mirip. Karena dari beberapa batang bambu yang berbeda, baik dari segi tinggi maupun ukurannya tersebut, dibuat menjadi sama, baik dari segi ukuran maupun tingginya, dalam satu kesatuan atau ikatan. Diilustrasikan sebagai berikut, bahwa sejumlah batang bambu yang tumbuh memiliki tinggi yang berbeda -beda, hal tersebut diibaratkan sebagai perbedaan yang ada, kemudian batang bambu tersebut disusun menjadi sama rata, untuk melambangkan membuat sesuatu yang berbeda hingga menjadi sama atau serupa dalam satu ikatan. Filosofi tersebut sesuai dengan pengertian sama, serupa dan mirip. Karena sama, serupa dan mirip berarti tidak berbeda atau juga membuat sesuatu yang berbeda menjadi sama.
67
Bagan 3.3 Medan Makna dari Kanji「等」 •
Persamaan
•
Sama, Serupa, Mirip, Sepadan
•
Kelas, Tingkat, Derajat
•
Akhiran jamak (Nelson, 2006 : 684)
•
Sama, Tak ubahnya (Matsura, 1994 : 293)
•
Sama, Serupa
•
Sederajat
•
Sebagai akhiran dalam tingkatan atau kelas dan golongan serta status sosial (Halpern, 1995 : 1227)
等
Jadi dari analisis di atas, terbukti bahwa dengan penggabungan antara kanji take 「竹」dan kanji tera「寺」, maka arti dari kanji hitoshi「等」menjadi semakin kuat, yaitu dokumen atau catatan yang terbuat dari sejumlah batang bambu yang disusun dengan teratur menjadi satu ikatan dengan sama tinggi dan sama rata, sebagai media untuk menulis huruf. Sehingga dari penggabungan antara beberapa batang bambu menjadi satu kesatuan, berdasarkan prinsip sama rata atau dipersamakan tersebut, membentuk arti dari kanji hitoshi 「 等 」 yang memiliki pengertian sama, serupa dan mirip. Maka dari itu kanji hitoshi「等」yang memiliki pengertian sama, serupa dan mirip termasuk dalam kanji berunsur tera 「 寺 」 ,
68
karena berhubungan dengan makna dari kanji tera 「 寺 」 sebagai kantor pemerintahan.
3.2.3
Analisis Kanji Toki「時」
Kanji toki「時」terbentuk dari gabungan dua kanji dasar. Gabungan dua kanji tersebut masing - masing memiliki arti yang saling melengkapi, sehingga membentuk makna baru yang disebut dengan toki 「 時 」 . Menurut Takebe (1993 : 149), pembentukan dari kanji toki「時」adalah“ステムは、「寸(て)」の上に「土 (つち)」がありますから、「うごかない」です。サインは、「ひ(太 陽)」です。太陽は「1時、2時、。。。」のところで止まります。昔の中 国人の考え方です”, yang diterjemahkan menjadi, “Bagian dasarnya adalah karena di atas kanji sun「 寸 」(tangan) ada kanji tsuchi「 土」 , maka tidak bergerak. Bagian tambahannya adalah kanji hi「日」(matahari). Matahari berhenti pada jam 1, jam 2 dan seterusnya. Demikian cara berpikir orang China zaman dahulu”. Gambar 3.8 Filosofi Pembentukan Kanji Toki「時」
Sumber: Yamada (2002 : 492)
69
Menurut Ozaki (1992 : 820),“ 日 「 に ち 」 と 寺 「 止 ま る 」 の 意 ” , yang diterjemahkan menjadi, “Kanji hi「日」memiliki arti hari atau matahari dan kanji tera「寺」memiliki arti berhenti”. Berdasarkan pendapat dari dua tokoh mengenai filosofi pembentukan tersebut, terlihat bahwa kanji toki「時」terbentuk dari kanji hi 「 日 」 dan kanji tera 「 寺 」 . Kanji hi 「 日 」 terbentuk dari gambar matahari, sehingga berhubungan dengan arti matahari, dan kanji tera「寺」sendiri memiliki pengertian kuil. Kanji hi「日」dan kanji tera「寺」tersebut untuk menekankan pada makna pergerakan matahari sebagai penunjuk waktu, yang berhubungan dengan kuil. Menurut analisis penulis dari pendapat Takebe (1993 : 149) di atas, tentang pembentukan kanji toki「時」, menjelaskan bahwa matahari berhenti pada satu titik waktu, untuk menandakan jam 1, jam 2 dan seterusnya. Hal ini menunjukkan bahwa matahari bergerak maju secara setahap demi setahap, sehingga dari makna tidak bergerak atau berhenti tersebut, bukan berarti matahari berhenti dan tidak bergerak lagi ataupun tidak bergerak sama sekali, akan tetapi lebih ke pengertian matahari yang terus bergerak atau pergerakan dari matahari dan seoalah - olah berhenti pada titik tertentu untuk menandakan jam 1 dan kemudian terus bergerak untuk menandai jam berikutnya dan hal yang sama berulang setiap harinya. Sehingga pendapat tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Todo (2004 : 544), menurutnya, “太陽がだんだん動いていくことを表す”, yang diterjemahkan menjadi, “Menjelaskan mengenai matahari yang secara berangsur angsur bergerak maju”. Sehingga dari teori di atas tersebut, menunjukkan bahwa matahari setiap harinya bergerak terus secara berangsur - angsur, dan seakan - akan 70
berhenti untuk menandakan waktu. Hal ini terus berlangsung hingga menjelang malam hari dan muncul lagi keesokan harinya. Menurut Tomono (1991 : 158), “昔は、太陽の動きで、時間をはかった。寺 はかねをならして、ときを知らせた”, yang diterjemahkan menjadi, “Pada zaman dahulu, memperkirakan waktu berdasarkan dari pergerakan matahari. Di kuil membunyikan lonceng, untuk memberitahukan waktu”. Menurut analisis dari penulis, pada zaman dahulu di China, dengan memanfaatkan keteraturan dan pergerakan dari matahari, di kuil setiap harinya para biksu mempunyai kebiasaan membunyikan lonceng untuk menandakan waktu, sehingga ketika lonceng terdengar dari arah kuil, masyarakat mengetahui waktu pada hari tersebut. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ozaki (1992 : 820),“太陽の運行によって定められた時間”, yang diterjemahkan menjadi, “Waktu yang ditentukan sesuai dengan pergerakan atau rotasi matahari”. Sehingga jelas pada zaman dahulu sebelum ditemukannya jam, manusia meramalkan waktu melalui pergerakan dari matahari. Untuk penjelasan mengenai pergerakan dari matahari dan hubungannya dengan pengertian waktu, jam atau pukul, akan dijelaskan lebih lanjut melalui teori pembentukan kanji dan medan makna di bawah. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kanji toki 「 時 」 , terlebih dahulu penulis akan menjelaskan salah satu kanji yang membentuk kanji toki「時」, yaitu kanji hi 「 日 」 . Mengenai filosofi pembentukan kanji hi 「 日 」 , seperti yang dikemukakan oleh Takebe (1993: 24), menurutnya,“太陽の絵は、まるいです。 漢字の「日」は、四角です。絵のまるが、漢字の四角になりました。太陽に は、黒い点があります。それは、「黒点」です。太陽の絵は「
」ですから、 71
まるの中に点があります。その点が短い線になって、長くなりました。漢字 の 「 日 」 は 太 陽 で す ” , yang diterjemahkan menjadi, “Gambar dari matahari adalah bulat. Bentuk dari kanji hi「日」adalah kotak. Dari gambar yang berbentuk bulat, dalam kanji berubah menjadi kotak. Di matahari terdapat titik hitam. Itu adalah bintik hitam pada matahari. Karena gambar matahari adalah「
」, terdapat titik
hitam di tengahnya. Titik tersebut menjadi garis pendek dan memanjang. Kanji hi 「日」adalah matahari”.
Gambar 3.9 Filosofi Pembentukan Kanji Hi「日」
Sumber: Takebe (1993 : 24) Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Yamada (2002 : 482), kanji hi 「 日 」 merupakan shoukeimoji atau pictograph, yang menjelaskan bentuk dari matahari, yang berbentuk bulat dengan garis luar tanpa celah atau tertutup rapat. Menurut Todo (2004 : 534), kanji hi「日」 merupakan penggambaran dari bentuk matahari. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa kanji hi 「 日 」 terbentuk dari bentuk suatu objek yang cukup sederhana, dalam hal ini berdasarkan bentuk dari matahari. Apabila diperhatikan dengan seksama maka akan terlihat bahwa bentuk dari matahari yang bulat penuh dengan tanpa celah atau tertutup rapat, dan di tengah matahari terdapat sebuah titik hitam. Berdasarkan 72
pemikiran bentuk matahari yang bulat total tersebut, terbentuk kanji hi「日」yang bentuknya berubah menjadi kotak total dan tanpa celah, kemudian titik hitam di tegahnya menjadi sebuah garis lurus memanjang secara horizontal di tengah kotak. Sehingga dari filosofi bentuk matahari dengan titik hitam di tengahnya tersebut, terbentuklah kanji hi「日」. Dalam penbentukan kanji toki「時 」, kanji hi「日」 menggalami perubahan menjadi radikal atau karakter (bushu) hi「 」. Mengenai perubahan kanji hi「日」 hingga menjadi bushu hi「 」dikemukakan oleh Todo (2004 : 534), “太陽をえが いたもの。「日の部」の字には太陽や日数に関係のあるものが多い”, yang diterjemahkan menjadi, “Penggambaran dari matahari. Karakter dari kanji hi「日」 berhubungan dengan matahari dan perhitungan dalam hari”. Gambar 3.10 Filosofi Pembentukan Bushu Hi「 」
Sumber: Tomono (1991 : 158)
73
Berdasarkan penjelasan mengenai perubahan kanji hi「日」menjadi bushu yang terletak di sebelah kiri. Penulis menganalisis, bahwa sesuai dengan teori Henshall (1998 : xx), mengenai bushu kanji. Maka dalam pembentukan kanji toki「時」, kanji hi「 日」 berubah menjadi bushu hi「 」dan terletak di sebelah kiri atau disebut hihen. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Nelson (2005 : 473), menurutnya, bushu hi「 」yang menjadi varian di sebelah kiri disebut hihen. Dari gambar di atas juga menjelaskan bahwa kanji hi「日」berubah menjadi bushu hi 「 」dan menjadi varian di sebelah kiri. Meskipun menjadi hihen「 」, akan tetapi secara arti masih sama dengan kanji hi「日」. Berikut dibawah ini merupakan arti harfiah dari masing - masing kanji yang membentuk kanji toki「時」. Tabel 3.8 Arti Harfiah Kanji「日」dan Kanji「寺」
Arti Harfiah 日(ひ、ニチ、ジツ) 1. Matahari
寺(てら、シ、ジ) 1. Kuil (Nelson, 2005 : 266)
2. Minggu 3. Waktu 4. Hari 5. Tanggal 6. Jepang (Nelson, 2005 : 473) 1. Matahari
1. Kuil
2. Jepang
2. Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha
3. Hari
3. Tempat beribadat 74
4. Kantor pemerintahan (Halpern, 1995 : 977)
4. Harian, Sehari - hari 5. Perhitungan dalam hari 6. Akhiran untuk hari dalam satu bulan 7. Tanggal (Halpern, 1995 : 1379)
形声文字 「日= (太陽)」と「寺 (音) = シ」(Yamada, 2002 : 492)
時(とき、シ、ジ) Jam, Waktu, Sekte agama Buddha, Periode (Nelson, 2005 : 481)
Dalam tabel di atas dijelaskan arti harfiah dari masing - masing kanji pembentuk kanji toki「時」. Kedua kanji tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi setelah digabungkan akan membentuk satu kesatuan kanji dengan pengertian yang baru. Sesuai dengan teori rikusho dari Henshall (1998 : xvi), menurut analisis penulis, pembentukan kanji toki 「 時 」 adalah secara keiseimoji, yaitu gabungan antara elemen semantik dengan elemen fonetik. Menurut Henshall (1998 : xvi - xvii), pembentukan secara keiseimoji umumnya unsur semantiknya merujuk pada sifat yang mendasar suatu objek, dan elemen fonetiknya memberikan infomasi lebih spesifik. Menurut Henshall (1998 : 38), dalam pembentukan kanji toki「時」, bushu hi「 」memiliki arti matahari atau hari. Dalam hal ini bushu hi「 」yang memiliki pengertian matahari, untuk menunjukan bahwa arti dari kanji toki 「 時 」 75
berhubungan dengan matahari. Sehingga bushu hi 「 」 melambangkan elemen semantik dan juga matahari merupakan suatu objek sederhana dengan sifat mendasar. Sedangkan menurut Henshall (1998 : 38), dalam pembentukan kanji toki「時」, kanji tera 「 寺 」 yang secara fonetis untuk menyatakan arti pergerakan atau keteraturan. Dan juga kanji tera「寺」yang memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」tersebut, setelah digabungkan dengan bushu hi「 」maka akan membentuk kanji toki「時」yang juga memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」. Sehingga kanji tera「寺」berperan dari segi fonetik dalam pembentukan kanji toki「時」. Maka dari pembentukan kanji toki「時」di atas, untuk menandakan bahwa kanji toki「時」berhubungan dengan keteraturan dan pergerakan dari matahari. Walaupun secara arti harfiah, kanji tera「寺」tidak berhubungan dengan kanji hi 「日」. Akan tetapi apabila diteliti dengan seksama, dalam pembentukan kanji toki 「時」terdapat satu hubungan antara kanji tera「寺」dengan kanji hi「日」. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
76
Tabel 3.9 Makna dari Kanji「時」 1. Jam, Waktu 2. Sekte agama Buddha pada abad ke-13 3. Saat 4. Peristiwa 5. Musim 6. Kesempatan 7. Zaman 8. Periode (Nelson, 2006 : 481) 時
1. Waktu 2. Ketika 3. Masa itu (Matsura, 1994 : 1084 - 1085) 1. Waktu, Jam, Pukul 2. Zaman, Periode, Masa 3. Musim 4. Jarak waktu, Lamanya 5. Saat, Ketika 6. Umur, Usia 7. Kesempatan (Halpern, 1995 : 435)
Dari tiga sumber kamus kanji di atas, penulis menganalisis bahwa secara umum kanji toki「時」mengarah kepada pengertian jam atau pukul, dan waktu. Kemudian diikuti pengertian lainnya periode, ketika dan sebagainya. Sehingga ketika melihat kanji toki「時」terdapat satu kesatuan asosiasi medan makna dari kanji toki「時」. Asosiasi medan makna dari kanji toki「時」adalah sebagai berikut.
77
Menurut Halpern (1995 : 1381), kanji hi「日」dideskripsikan, digunakan pada karakter yang berhubungan dengan matahari, cahaya matahari atau waktu. Menurut Yamada (2002 : 483), “「日」をもとにしてできている漢字を集めた”, yang diterjemahkan menjadi “Tersusun atas huruf kanji yang dibentuk berdasarkan bentuk asli dari matahari”. Berdasarkan dari teori yang telah dikemukakan di atas, kanji yang terbentuk dari bushu hi「 」untuk menekankan bahwa kanji tersebut memiliki hubungan makna dengan matahari. Penulis menganalisis hubungan dengan medan makna dari kanji toki 「 時 」 , bahwa kanji hi 「 日 」 yang memiliki arti harfiah matahari, ketika digabungkan dengan kanji tera「寺」yang memiliki pengertian kuil, maka kedua kanji untuk menekankan pada pengertian keteraturan dan pergerakan dari matahari sebagai penunjuk waktu yang berasal dari kuil. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis di atas mengenai filosofi pembentukan kanji toki「時」, bahwa matahari berhenti pada waktu tertentu, hal ini menunjukkan bahwa matahari terus bergerak secara berangsur - angsur dan diibaratkan berhenti pada waktu tertentu sebagai penanda waktu, dan para biksu di kuil membunyikan lonceng pada waktu tertentu. Sehingga dari kebiasaan membunyikan lonceng di kuil pada waktu - waktu tertentu, masyarakat mengetahui waktu pada hari tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Henshall (1998 : 38), menurutnya, kanji toki「時」memiliki pengertian memberitahukan waktu dari kuil.
78
Dari kegiatan yang dilakukan para biksu tersebut, sesuai dengan pengertian dari kanji toki「時」yaitu waktu, jam dan pukul. Karena para biksu di kuil menandakan waktu dari pergerakan dan keteraturan matahari yang sama setiap harinya. Filosofi tersebut sesuai dengan pengertian waktu, jam dan pukul, karena waktu terus bergerak secara teratur, yang sama setiap harinya dan juga sejak awal pergerakan matahari digunakan sebagai penanda waktu.
79
Bagan 3.4 Medan Makna dari Kanji「時」
時
•
Jam, Waktu
•
Sekte agama Buddha pada abad ke-13
•
Saat
•
Peristiwa
•
Musim
•
Kesempatan
•
Zaman
•
Periode (Nelson, 2006 : 481)
•
Waktu
•
Ketika
•
Masa itu (Matsura, 1994 : 1084 - 1085)
•
Waktu, Jam, Pukul
•
Zaman, Periode, Masa
•
Musim
•
Jarak waktu, Lamanya
•
Saat, Ketika
•
Umur, Usia
•
Kesempatan (Halpern, 1995 : 435)
80
Jadi dari analisis di atas, terbukti bahwa dengan penggabungan antara kanji hi 「日」dengan kanji tera「寺」, maka arti dari kanji toki「時」menjadi semakin kuat, yaitu penandaan waktu yang dilakukan para biksu di kuil dengan membunyikan loceng, berdasarkan pada pergerakan dan keteraturan dari matahari. Sehingga dari lonceng yang dibunyikan para biksu di kuil sebagai penanda waktu tersebut, berdasarkan prinsip dari pergerakan dan keteraturan dari matahari, membentuk arti dari kanji toki「時」yang memiliki pengertian waktu, jam, dan pukul. Maka dari itu kanji toki「時」yang memiliki pengertian waktu, jam, dan pukul termasuk dalam kanji berunsur tera「寺」, karena berhubungan dengan makna dari kanji tera「寺」 sebagai kuil.
3.2.4
Analisis Kanji Motsu「持」
Kanji motsu「持」terbentuk dari gabungan dua kanji dasar. Gabungan dua kanji tersebut masing - masing memiliki arti yang saling melengkapi, sehingga membentuk makna baru yang disebut dengan motsu「持 」 . Menurut Takebe (1993 : 146), pembentukan dari kanji motsu「持」adalah“ステムは、「寸(て)」の上に 「土(つち)」がありますから、「うごかない」です。サインは、「て」で、 「手」と同じです。手で、動かない形にします。それが、動詞の「もつ」で す”, yang diterjemahkan menjadi, “Bagian dasarnya adalah karena di atas kanji sun 「寸」(tangan) ada kanji tsuchi「土」, maka tidak bergerak. Bagian tambahannya adalah tangan, yang sama dengan kanji te「手」. dengan kanji te「手」melakukan bentuk tidak bergerak. Itu adalah kata kerja dari membawa”. 81
Gambar 3.11 Filosofi Pembentukan Kanji Motsu「持」
Sumber: Yamada (2002 : 441) Berdasarkan filosofi pembentukan tersebut, terlihat bahwa kanji motsu「持」 terbentuk dari kanji te「手」dan kanji tera「寺」. Kanji te「手」terbentuk dari gambar sebuah tangan, sehingga berhubungan dengan arti tangan, dan kanji tera 「 寺 」 sendiri memiliki pengertian kuil. Kanji te 「 手 」 dan kanji tera 「 寺 」 tersebut untuk menekankan pada makna suatu kata kerja atau kegiatan dari bentuk tidak bergerak, yang berhubungan dengan kuil. Menurut analisis penulis dari pendapat Takebe (1993 : 146) di atas, tentang pembentukan kanji motsu 「 持 」 , menjelaskan bahwa kanji motsu 「 持 」 yang terbentuk dari kanji te「手」dan kanji tera「寺」untuk menandakan suatu bentuk aktifitas tidak bergerak. Yang dimaksudkan dengan bentuk aktifitas tidak bergerak tersebut adalah tangan yang sedang melakukan suatu kegiatan, kemudian tangan tersebut diam sambil tetap melakukan pekerjaan tersebut, contohnya seperti ketika sedang sembahyang atau berdoa, kedua tangan saling berpegangan menjadi satu (menandakan aktifitas dari tangan) dan tangan tersebut tidak bergerak selama aktifitas tersebut berlangsung. Hal ini yang dimaksud dengan melakukan bentuk tidak bergerak. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Todo (2004 : 496), menurutnya, “ じ っ と 手 に も つ こ と を 表 す ” , yang diterjemahkan menjadi, 82
“menjelaskan mengenai membawa sesuatu di tangan dengan diam atau tidak bergerak”. Sehingga dari pendapat dua tokoh tersebut, menunjukkan bahwa bentuk tidak bergeraknya terjadi pada tangan yang sedang melakukan aktifitas (menggenggam), bukan pada aktifitas tubuh lainnya. Untuk penjelasan mengenai kata kerja bentuk tidak bergerak dan hubungannya dengan pengertian membawa, akan dijelaskan lebih lanjut melalui teori pembentukan kanji dan medan makna di bawah. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kanji motsu「持」, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan salah satu kanji yang membentuk kanji motsu「持」, yaitu kanji te 「 手 」 . Mengenai filosofi pembentukan kanji te 「 手 」 , seperti yang dikemukakan oleh Takebe (1993: 21), menurutnya“漢字の「手」は、「て(右 手)」の絵です。下の「一」は、小指と親指です。上の「一」は、薬指と人 さし指です。中指はまんなかにあります。中指に「ゆびわ」があります。そ れが「ノ(シの一部)」です。中指と腕が、縦の棒です(少し曲がりま す)”, yang diterjemahkan menjadi, “Kanji te「手」merupakan gambar dari tangan (tangan kanan). Garis horizontal「一」yang berada di bawah, merupakan jari kelingking dan jari jempol. Garis horizontal 「 一 」 yang berada di atasnya, merupakan jari manis dan jari telunjuk. Jari tengah tepat berada di tengah. Di jari tengah terdapat “cincin”. Itu merupakan「ノ(bagian dari シ)」. Jari tengah dan lengan merupakan garis vertikal (yang sedikit membengkok)”.
83
Gambar 3.12 Pembentukan Kanji Te「手」
Sumber: Takebe (1993 : 21) Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Yamada (2002 : 425), kanji te 「手」merupakan shoukeimoji atau pictograph, yang berasal dari bentuk sebuah tangan. Dan menurut Todo (2004 : 479), kanji te「手」merupakan penggambaran dari bentuk sebuah tangan. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa kanji te「 手 」 terbentuk dari bentuk suatu objek yang cukup sederhana, dalam hal ini berdasarkan bentuk sebuah tangan. Apabila diperhatikan dengan seksama maka akan terlihat, garis horizontal yang berada di paling bawah merupakan jarak dari jari kelingking hingga jari jempol, yang membentuk satu garis. Garis horizontal yang berada di tengah merupakan jarak dari jari manis hingga jari telunjuk, yang juga membentuk satu garis. Sedangkan garis diagonal yang berada di paling atas merupakan sebuah cincin yang diletakkan di jari tengah, dan garis vertikal yang sedikit membengkok di ujungnya merupakan garis dari jari tengah hingga lengan. Sehingga dari filosofi bentuk sebuah tangan kanan dengan kelima jari serta sebuah cincin di jari tengah tersebut, terbentuklah kanji te「手」.
Dalam penbentukan kanji motsu「持」, kanji te「手」mengalami perubahan menjadi radikal atau karakter (bushu) te「扌」. Mengenai perubahan kanji te「手」 hingga menjadi bushu te 「 扌 」 , dikemukakan oleh Yamada (2002: 425), 84
menurutnya“五本指のある手の形をあらわす。「手」が偏(=漢字の左側の 要素)になるときは「扌(てへん)(三面)」となる”, yang diterjemahkan menjadi, “Pembentukan dari bentuk tangan dengan lima buah jari. Kanji te「手」 ketika menjadi Hen (elemen kanji yang ada di sebelah kiri) disebut tehen「扌」(tiga sisi)”. Gambar 3.13 Filosofi Pembentukan Bushu Te「扌」
Sumber: Tomono (1991 : 12) Berdasarkan penjelasan mengenai perubahan kanji te「手」menjadi bushu yang terletak di sebelah kiri. Penulis menganalisis, bahwa sesuai dengan teori Henshall (1998 : xx), mengenai bushu kanji. Maka dalam pembentukan kanji motsu「持」, kanji te「手」berubah menjadi bushu te「扌」dan terletak di sebelah kiri atau disebut tehen. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Halpern (1995 : 1610), menurutnya, bushu te 「 扌 」 yang menjadi varian di sebelah kiri disebut tehen. Meskipun menjadi tehen「扌」, akan tetapi secara arti masih sama dengan kanji te 「手」. Berikut dibawah ini merupakan arti harfiah dari masing - masing kanji yang membentuk kanji motsu「持」. 85
Tabel 3.10 Arti Harfiah Kanji「手」dan Kanji「寺」
Arti Harfiah 手(て、シュ)
寺(てら、シ、ジ) 1. Kuil (Nelson, 2005 : 266)
1. Tangan, Lengan 2. Bantuan 3. Tulisan tangan 4. Tangakai, Alat, Sarana 5. Tipu muslihat, Jerat, Perangkap 6. Ketrampilan 7. Arah, Sisi 8. Manajemen 9. Hubungan (Nelson, 2005 : 418) 1. Tangan, Telapak, Lengan
1. Kuil
2. Segala kegiatan dengan menggunakan tangan
2. Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha
3. Cara atau metode
3. Tempat beribadat
4. Kemampuan, Keahlian
4. Kantor pemerintahan (Halpern, 1995 : 977)
5. Tulisan tangan 6. Arah, Sisi, Bagian 7. Hubungan (Halpern, 1995 : 1610)
形声文字 「扌= (て)」と「寺 (音)=シÆチ)」(Yamada, 2002 : 441)
持(もつ、ジ、チ) Memegang, Menggenggam, Membawa, Memelihara (Nelson, 2005 : 435) 86
Dalam tabel di atas dijelaskan arti harfiah dari masing - masing kanji pembentuk kanji motsu「持」. Kedua kanji tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi setelah digabungkan akan membentuk satu kesatuan kanji dengan pengertian yang baru. Sesuai dengan teori rikusho dari Henshall (1998 : xvi), menurut analisis penulis, pembentukan kanji motsu「持」adalah secara keiseimoji, yaitu gabungan antara elemen semantik dengan elemen fonetik. Menurut Henshall (1998 : xvi - xvii), pembentukan secara keiseimoji umumnya unsur semantiknya merujuk pada sifat yang mendasar suatu objek, dan elemen fonetiknya memberikan infomasi lebih spesifik. Menurut Henshall (1998 : 87), dalam pembentukan kanji motsu「持」, bushu te「扌」memiliki arti tangan. Dalam hal ini bushu te「扌」yang memiliki pengertian tangan, untuk menunjukan bahwa arti dari kanji motsu 「 持 」 berhubungan dengan tangan. Sehingga bushu te 「 扌 」 melambangkan elemen semantik dan juga tangan merupakan suatu objek sederhana dengan sifat mendasar. Sedangkan menurut Henshall (1998 : 87), dalam pembentukan kanji motsu「持」, kanji tera 「 寺 」 yang secara fonetis untuk menyatakan arti penggunaan atau kegunaan. Dan juga kanji tera「寺」yang memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」tersebut, setelah digabungkan dengan bushu te「扌」maka akan membentuk kanji motsu「持」yang juga memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」dan sesuai dengan pendapat Yamada (2002 : 441) pada tabel di atas, dalam pembentukan kanji motsu「持」, kanji tera「寺」yang secara on yomi yang dibaca shi「シ」mengalami perubahan menjadi chi「チ」, maka secara on yomi dalam kanji motsu「持」dibaca ji「ジ」dan chi「チ」. Sehingga
87
kanji tera「寺」berperan dari segi fonetik dalam pembentukan kanji motsu「持」. Maka dari pembentukan kanji motsu「持」di atas, untuk menandakan bahwa kanji motsu「持」berhubungan dengan penggunaan atau kegunaan dari tangan.
Walaupun secara arti harfiah, kanji tera「寺」tidak berhubungan dengan kanji te 「手」. Akan tetapi apabila diteliti dengan seksama, dalam pembentukan kanji motsu「持」terdapat satu hubungan antara kanji tera「寺」dengan kanji te「手」. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.11 Makna dari Kanji「持」 1. Memegang 2. Membawa 3. Memelihara 4. Mematuhi 5. Mempunyai 6. Bertugas 7. Tahan lama 持
8. Berguna 9. Menaruh (dendam) (Nelson, 2006 : 435) 1. Memegang 2. Membawa 3. Mempunyai 4. Menanggung 5. Tahan atau Bertahan (Matsura, 1994 : 665) 1. Memegang, Menggenggam 2. Membawa 88
3. Memiliki 4. Memikul 5. Menahan atau Bertahan 6. Membantu 7. Memelihara (Halpern, 1995 : 200)
Dari tiga sumber kamus kanji di atas, penulis menganalisis bahwa secara umum. kanji motsu 「 持 」 mengarah kepada pengertian memegang dan menggenggam. Kemudian diikuti pengertian lainnya seperti membawa, memiliki dan sebagainya. Sehingga ketika melihat kanji motsu「持」terdapat satu kesatuan asosiasi medan makna dari kanji motsu「持」. Asosiasi medan makna dari kanji motsu「持」 adalah sebagai berikut. Menurut Halpern (1995 : 1610), kanji te「手」dideskripsikan, digunakan pada karakter yang berhubungan dengan tangan dan aktifitas menggunakan tangan. Menurut Todo (2004: 479), “「手の部」の字は、手のはたらきに関係がある”, yang diterjemahkan menjadi “Karakter dari kanji te 「 手 」 berhubungan dengan pekerjaan tangan”. Berdasarkan dari teori yang telah dikemukakan di atas, kanji yang terbentuk dari bushu te「扌」untuk menekankan bahwa kanji tersebut memiliki hubungan makna dengan tangan. Penulis menganalisis hubungan dengan medan makna dari kanji motsu 「 持 」 , bahwa kanji te 「 手 」 yang memiliki arti harfiah tangan, ketika digabungkan dengan kanji tera「寺」yang memiliki pengertian kuil, maka kedua
89
kanji untuk menekankan pada pengertian kegunaan atau juga pekerjaan dari tangan, dengan bentuk tidak bergerak dari tangan tersebut, yang terjadi di dalam kuil. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis di atas mengenai filosofi pembentukan kanji motsu「持」, bahwa bentuk dari tidak bergerak dari tangan tersebut, bukan berarti tangan tersebut tidak bergerak atau tidak melalukan kegiatan apa pun, akan tetapi lebih menjelaskan kegiatan dari tangan yang melakukan suatu kegiatan dan tangan tersebut diam sambil tetap melakukan kegiatan tersebut, contohnya seperti ketika sedang sembahyang atau berdoa, kedua tangan saling berpegangan menjadi satu (menandakan aktifitas dari tangan) dan tangan tersebut tidak bergerak selama aktifitas tersebut berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Henshall (1998 : 87), menurutnya, kanji motsu 「 持 」 memiliki pengertian, menggenggam tangan di kuil. Dari kegiatan yang dilakukan para biksu tersebut, sesuai dengan pengertian dari kanji motsu「持」yaitu memegang dan menggenggam. Karena ketika para biksu menggenggam tangan (berdoa), kedua tangan tersebut diam tidak bergerak dan terus melakukan suatu kegiatan bentuk tidak bergerak selama tangan tersebut masih tetap menggenggam. Filosofi tersebut sesuai dengan pengertian memegang dan menggenggam, karena ketika memegang dan menggenggam sesuatu di tangan, maka tangan sudah melalukan suatu kegiatan dan tangan tersebut diam tidak bergerak sambil tetap melakukan kegiatan tersebut.
90
Bagan 3.5 Medan Makna dari Kanji「持」
持
•
Memegang
•
Membawa
•
Memelihara
•
Mematuhi
•
Mempunyai
•
Bertugas
•
Tahan lama
•
Berguna
•
Menaruh (dendam) (Nelson, 2006 : 435)
•
Memegang
•
Membawa
•
Mempunyai
•
Menanggung
•
Tahan atau Bertahan (Matsura, 1994 : 665)
•
Memegang, Menggenggam
•
Membawa
•
Memiliki
•
Memikul
•
Menahan atau Bertahan
•
Membantu
•
Memelihara (Halpern, 1995 : 200)
91
Jadi dari analisis di atas, terbukti bahwa dengan penggabungan antara kanji te 「手」dengan kanji tera「寺」, maka arti dari kanji motsu「持」menjadi semakin kuat, yaitu mengarah pada pengertian awal, suatu kegiatan yang dilakukan para biksu di kuil, yang menggenggam tangan dan kedua tangan tersebut tetap diam sambil berdoa. Sehingga dari aktifitas yang dilakukan para biksu tersebut, berdasarkan prinsip bentuk tidak bergerak dari tangan, membentuk arti dari kanji motsu「持」 yang memiliki pengertian memegang dan menggenggam. Maka dari itu kanji motsu 「持」yang memiliki pengertian memegang dan menggenggam termasuk dalam kanji berunsur tera「寺」, karena berhubungan dengan makna dari kanji tera「寺」 sebagai kuil.
3.2.5
Analisis Kanji Matsu「待」
Kanji matsu「待」terbentuk dari gabungan dua kanji dasar. Gabungan dua kanji tersebut masing - masing memiliki arti yang saling melengkapi, sehingga membentuk makna baru yang disebut dengan matsu「待 」 . Menurut Takebe (1993 : 147), pembentukan dari kanji matsu「待」adalah“ステムは、「寸(て)」の上に 「土(つち)」がありますから、「うごかない」です。サインは、「行」の 半分で、「いく」です。「待」は、「いく」と「うごかない」の組み合わせ です” , yang diterjemahkan menjadi, “Bagian dasarnya adalah karena di atas kanji sun 「 寸 」 (tangan) ada kanji tsuchi 「 土 」 , maka tidak bergerak. Bagian tambahannya adalah setengah bagian dari kanji iku「行」, yang berarti pergi. Kanji matsu「待」merupakan gabungan antara arti dari pergi dan tidak bergerak”. 92
Gambar 3.14 Filosofi Pembentukan Kanji Matsu「待」
Sumber: Yamada (2002 : 377) Berdasarkan filosofi pembentukan tersebut, terlihat bahwa kanji matsu「待」 terbentuk dari setengah bagian dari kanji iku「行」yang menjadi karakter「彳」dan kanji tera 「 寺 」 . Setengah bagian dari kanji iku 「 行 」yang menjadi karakter 「 彳 」 tersebut, terbentuk dari gambar sebuah persimpangan jalan (yang akan dijelaskan oleh penulis dalam pembentukan gyouninben「彳」), sehingga dalam hal ini berhubungan dengan arti jalanan dan pergi, dan kanji tera「寺」sendiri memiliki pengertian kuil. Setengah bagian dari kanji iku「行」yang menjadi karakter「彳」 dan kanji tera「寺」tersebut untuk menekankan pada makna pergi kemudian tidak bergerak, yang berhubungan dengan kuil. Menurut analisis penulis dari pendapat Takebe (1993 : 147) di atas, menjelaskan bahwa kanji matsu「待」yang terbentuk dari kanji tera「寺」dan setengah bagian dari kanji iku「行」yang menjadi karakter「彳」, untuk menandakan suatu aktifitas pergi dan tidak bergerak. Yang dimaksud dengan suatu aktifitas pergi dan tidak bergerak tersebut adalah ketika seseorang pergi keluar, kemudian ketika berada di jalanan, pada satu titik tertentu berhenti. Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Yamada (2002 : 373),“少し行っては止まる”, yang diterjemahkan menjadi, 93
“Berjalan sedikit kemudian berhenti”. Sehingga tidak bergerak disini bukan berarti diam tidak melakukan apa pun seperti patung, akan tetapi lebih ke makna berhenti. Dari yang tadinya berjalan, kemudian di satu titik perjalanannya berhenti sejenak untuk suatu hal. Hal ini yang dimaksud dengan pergi kemudian tidak bergerak. Menurut Tomono (1991 : 117), dalam pembentukan kanji matsu 「 待 」 , menjelaskan mengenai di jalan bertemu dengan orang dan berbicara secara terbuka di jalan tersebut, itulah menunggu”. Dari penejelasan tersebut, penulis menganalisis bahwa kegiatan pergi dan berhenti tersebut dikarenakan ketika seseorang sedang berjalan, kemudian di titik tertentu dalam perjalanannya bertemu dengan orang lain, pada saat itulah terjadi kegiatan tidak bergerak karena berhenti dari perjalanannya dan melakukan pembicaraan secara terbuka. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Todo (2004 : 366),“手足を動かして、人をもてなすことを表す”, yang diterjemahkan menjadi, “menjelaskan mengenai pergerakan kaki dan menyambut seseorang dengan terbuka atau hangat”. Sehingga dari analisis di atas tersebut, menunjukkan bahwa makna pergi kemudian tidak bergerak tersebut adalah berjalan dan di jalan berhenti karena adanya pertemuan antara dua orang atau lebih dan adanya penyambutan dengan hangat atau saling menerima dan terjadi pembicaraan secara terbuka pada saat berhenti tersebut. Bukannya berbicara sambil melakukan perjalanan, akan tetapi berhenti dari kegiatan berjalan dan menyambut orang lain dengan terbuka, serta melakukan pembicaraan. Untuk penjelasan mengenai pergi kemudian tidak bergerak dan hubungannya dengan pengertian menunggu, akan dijelaskan lebih lanjut melalui teori pembentukan kanji dan medan makna di bawah.
94
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kanji matsu「待」, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan salah satu kanji yang membentuk matsu「待」, yaitu setengah bagian dari kanji iku 「 行 」 yang menjadi karakter 「 彳 」 . Karena terbentuk dari setengah bagian kanji iku「行」, sehingga sangat berkaitan dengan kanji iku「行」. Oleh sebab itu penulis akan menganalisis pembentukan kanji iku 「行」. Mengenai filosofi pembentukan kanji iku「行」, seperti yang dikemukakan oleh Todo dan Kurosu (1990 : 127), menurutnya,“
は、十字路です。まっす
ぐな大通りです。小さなうち通りを人にかくれていくのではありません。大 通りをまっすぐにいくのです”, yang diterjemahkan menjadi, “
merupakan
sebuah persimpangan jalan. Jalan utama atau besar yang lurus. Bukan berjalan secara sembunyi di jalan pulang yang kecil oleh manusia. Akan tetapi berjalan lurus di jalan besar atau utama” Gambar 3.15 Pembentukan Kanji Iku「行」
Sumber: Todo dan Kurosu (1990 : 127)
95
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Nagasawa (1991 : 540), bahwa kanji iku 「 行 」 merupakan shoukeimoji atau pictograph, yang berasal dari bentuk persimpangan jalan yang terdiri dari empat arah. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa kanji iku 「 行 」 terbentuk dari filosofi sebuah persimpangan jalan dengan empat sisi (atas, bawah, kiri dan kanan). Jalan lurus (sisi atas dan bawah) merupakan jalan besar yang dilalui oleh orang yang berjalan. Sehingga dari bagian tengah tersebut terbagi menjadi dua bagian dan membentuk kanji iku「行」.
Dalam kanji matsu「待」, seperti yang dijelaskan di atas, bahwa salah satu unsur pembentuk kanji matsu「待」adalah setengah bagian dari kanji iku「行」, yang mana menjadi karakter「彳」. Dalam hal ini penulis akan menjelaskan melalui ilustrasi dari gambar di bawah ini. Gambar 3.16 Pembentukan Karakter「彳」
Sumber: Todo (2004: 364) Menurut Todo (2004: 364), “ 十 字 路 の か た が わ を 描 い た も の ” , yang diterjemahkan menjadi, “Merupakan penggambaran satu sisi dari sebuah persimpangan jalan”.
96
Dari empat arah tersebut, diambil satu bagian (sebelah kiri). Dari gambar tersebut dapat dianalisis bahwa dalam karakter「彳」, dua garis horizontal dari sisi jalan, menjadi dua garis di bagian atas yang sedikit membentuk diagonal dan garis vertikal di bawah menjadi garis lurus yang memanjang. Sehingga dari filosofi bentuk satu bagian dari sebuah persimpangan jalan dengan empat sisi tersebut, terbentuklah karakter「彳」. Menurut analisis penulis, dalam pembentukan kanji iku「行」, terbentuk dari bagian tengah jalan besar yang terbagi menjadi dua bagian dan membentuk kanji iku「行」. Apabila setengah bagian dari kanji iku「行」, hanya satu bagian saja yang diambil, yaitu bagian kiri dan membentuk karakter「彳」.
Dalam penbentukan kanji matsu「待」, karakter「彳」menjadi radikal atau bushu gyounin「彳」. Mengenai radikal (bushu) gyounin「彳」, dikemukakan oleh Todo (2004: 364), menurutnya,“「彳の部」の字は「行く」「おこなう」と意 味 に 関 係 が あ る ” , yang diterjemahkan menjadi, “Bushu gyounin 「 彳 」 ada hubungannya dengan arti pergi atau mengadakan sesuatu”. Gambar 3.17 Filosofi Pembentukan Bushu Gyounin「彳」
Sumber: Tomono (1991 : 117) 97
Berdasarkan penjelasan mengenai bushu yang terletak di sebelah kiri. Penulis menganalisis, bahwa sesuai dengan teori Henshall (1998 : xx), mengenai bushu kanji. Maka dalam pembentukan kanji matsu 「 待 」 , karakter 「 彳 」 menjadi bushu gyounin「彳」dan terletak di sebelah kiri atau disebut gyouninben. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Nelson (2005 : 381), menurutnya, bushu gyounin 「彳」yang menjadi varian di sebelah kiri disebut gyouninben. Meskipun menjadi gyouninben「彳」, akan tetapi secara arti masih berhubungan dengan kanji iku 「 行 」 . Dari gambar di atas juga menjelaskan bahwa karakter 「 彳 」 berubah menjadi gyouninben「彳」dan menjadi varian di sebelah kiri.. Berikut dibawah ini merupakan arti harfiah dari masing - masing kanji yang membentuk kanji matsu「待」. Tabel 3.12 Arti Harfiah Kanji「彳」dan Kanji「寺」
Arti Harfiah 行(いき、ゆく、コウ、ギョウ) 1. Rombongan, Pengiring
寺(てら、シ、ジ) 1. Kuil (Nelson, 2005 : 266)
2. Perjalanan, Ekspedisi 3. Barisan, Deretan 4. Pergi 5. Mengalir 6. Berbuat 7. Melaksanakan atau Mengadakan (Nelson, 2005 : 801)
98
1. Pergi
1. Kuil
2. Perbuatan, Melakukan
2. Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha
3. Barisan
3. Tempat beribadat
4. Berjalan
4. Kantor pemerintahan
5. Perjalanan, Berpergian 6. Melaksanakan atau Mengadakan (Halpern, 1995 : 121)
5. Rumah perjudian (Halpern, 1995 : 977)
形声文字 「彳= (あるく)」と「寺 (音)=シÆタイ」(Yamada, 2002 : 377)
待(まつ、タイ) Menunggu, Mngharapkan (Nelson, 2005 : 383)
Dalam tabel di atas dijelaskan arti harfiah dari masing - masing kanji pembentuk kanji matsu「待」. Kedua kanji tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi setelah digabungkan akan membentuk satu kesatuan kanji dengan pengertian yang baru. Sesuai dengan teori rikusho dari Henshall (1998 : xvi), menurut analisis penulis, pembentukan kanji matsu「待」adalah secara keiseimoji, yaitu gabungan antara elemen semantik dengan elemen fonetik. Menurut Henshall (1998 : xvi - xvii), pembentukan secara keiseimoji umumnya unsur semantiknya merujuk pada sifat yang mendasar suatu objek, dan elemen fonetiknya memberikan infomasi lebih spesifik. Menurut Henshall (1998 : 101), dalam pembentukan kanji matsu「待」, bushu gyouninben 「 彳 」 diasosiasikan dengan pergerakan di sepanjang jalanan. Dalam pembentukan karakter 「 彳 」 , terbentuk dari filosofi satu sisi dari 99
persimpangan jalanan, sehingga berkaitan dengan arti jalanan dan pergi. Hal ini menunjukan bahwa arti dari kanji matsu「待 」berhubungan dengan pergerakan (berjalan) di sepanjang jalan atau pergi. Pendapat yang sama juga dikemukakan melalui gambar di atas oleh Tomono (1991 : 117), menurutnya bushu gyouninben 「 彳 」 berkaitan dengan makna jalanan dan pergi. Sehingga bushu gyouninben 「 彳 」 melambangkan elemen semantik dan filosofi satu sisi dari sebuah persimpangan jalan juga merupakan suatu objek pemikiran yang sederhana dengan sifat mendasar. Sedangkan menurut Henshall (1998 : 101), dalam pembentukan kanji matsu「待」, kanji tera「寺」yang secara fonetis untuk menyatakan arti berhenti dari pergerakan. Dan juga kanji tera「寺」yang memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi 「 シ 」 atau ji 「 ジ 」 tersebut, setelah digabungkan dengan bushu gyouninben「彳」maka akan membentuk kanji matsu「待」yang juga memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」dan sesuai dengan pendapat Yamada (2002 : 377) pada tabel di atas, dalam pembentukan kanji matsu「待」, kanji tera「寺」yang secara on yomi yang dibaca shi「シ」mengalami perubahan menjadi tai「タイ」, maka secara on yomi dalam kanji matsu「待」dibaca tai「タ イ」. Sehingga kanji tera「寺」berperan dari segi fonetik dalam pembentukan kanji matsu「待」. Maka dari pembentukan kanji matsu「待」di atas, untuk menandakan bahwa kanji matsu「待」berhubungan dengan berhenti dari pergerakan (berjalan) di sepanjang jalan.
100
Walaupun secara arti harfiah, kanji tera「寺」tidak berhubungan dengan bushu gyouninben「彳」. Akan tetapi apabila diteliti dengan seksama, dalam pembentukan kanji matsu「待」terdapat satu hubungan antara kanji tera「寺」dengan bushu gyouninben「彳」. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.13 Makna dari Kanji「待」 1. Menunggu 2. Mengharapkan 3. Percaya pada (Nelson, 2006 : 383) 1. Menunggu 2. Menanti (Matsura, 1994 : 615) 待
1. Menunggu, Menantikan 2. Mengharapkan 3. Memperlakukan atau merawat 4. Menghibur 5. Mendapatkan 6. Menyambut (Halpern, 1995 : 196)
Dari tiga sumber kamus kanji di atas, penulis menganalisis bahwa secara umum. kanji matsu 「 待 」 mengarah kepada pengertian menunggu. Kemudian diikuti pengertian lainnya seperti menanti, mengharapkan dan sebagainya. Sehingga ketika melihat kanji matsu「待」satu kesatuan asosiasi medan makna dari kanji matsu 「待」. Asosiasi medan makna dari kanji matsu「待」adalah sebagai berikut.
101
Menurut Ozaki (1992 : 611),“彳(みち)と寺(とまる)の意。道路で立ち止 まって「まつ」の意”, yang diterjemahkan menjadi, “Bushu gyouninben「彳」 berhubungan dengan makna jalanan dan kanji tera 「 寺 」 berhubungan dengan makna berhenti. Di jalanan berdiri diam, itulah arti menunggu”. Menurut Halpern (1995 : 121), bushu gyouninben「彳」dideskripsikan, digunakan pada karakter yang berkaitan dengan jalanan atau jalan kecil. Dari teori tersebut sesuai dengan pembentukan yang dijelaskan di atas, yaitu bushu gyouninben「彳」diasosiasikan dengan makna jalanan dan pergi atau berjalan, karena bushu gyouninben「彳」terbentuk dari filosofi persimpangan jalan dengan empat sisi. Dan di sini kanji tera 「 寺 」 diasosiasikan dengan makna berhenti. Penulis menganalisis hubungan dengan medan makna dari kanji matsu 「 待 」 , bahwa bushu gyouninben「彳」yang memiliki makna jalanan, ketika digabungkan dengan kanji tera「寺」, maka kedua kanji untuk menekankan pada pengertian suatu aktifitas pergi dan tidak bergerak (berhenti), yang terjadi di jalanan di sekitar kuil. Hal ini sesuai dengan pendapat Henshall (1998 : 101), menurutnya, kanji matsu 「待」memiliki pengertian menunggu di kuil di sisi jalan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis di atas mengenai filosofi pembentukan kanji matsu「待」, bahwa aktifitas pergi dan tidak bergerak (berhenti), merupakan suatu aktifitas pergi atau berjalan di jalanan dan berhenti untuk menyambut orang lain dengan hangat dan berbicara secara terbuka, yang terjadi di sekitar kuil.
102
Dari kegiatan yang dilakukan di sekitar kuil tersebut, sesuai dengan pengertian dari kanji matsu「待」yaitu menunggu. Karena ketika menunggu seseorang, kita akan pergi atau berjalan dan berhenti di satu titik tertentu dan akan menyambut orang tersebut dengan hangat, kemudian akan terjadi pembicaraan yang terbuka. Konsep tersebut sesuai dengan filosofi pembentukan kanji matsu「待」, yaitu pergi, berhenti dan menyambut dengan hangat serta terjadi pembicaraan secara terbuka, yang terjadi di jalanan di sisi kuil. Bagan 3.6 Medan Makna dari Kanji「待」
待
•
Menunggu
•
Mengharapkan
•
Percaya pada (Nelson, 2006 : 383)
•
Menunggu
•
Menanti (Matsura, 1994 : 615)
•
Menunggu, Menantikan
•
Mengharapkan
•
Memperlakukan atau merawat
•
Menghibur
•
Mendapatkan
•
Menyambut (Halpern, 1995 : 196)
103
Jadi dari analisis di atas, terbukti bahwa dengan penggabungan antara bushu gyouninben「彳」dengan kanji tera「寺」, maka arti dari kanji matsu「待」 menjadi semakin kuat, yaitu mengarah pada pengertian awal, suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang zaman dahulu, yaitu pergi (berjalan) dan berhenti karena bertemu dengan orang lain, kemudian menyambut orang tersebut dengan hangat serta melakukan pembicaraan secara terbuka, yang terjadi di sekitar jalanan di sisi kuil. Sehingga dari aktifitas tersebut, berdasarkan prinsip pergi dan tidak bergerak, membentuk arti dari kanji matsu「待」yang memiliki pengertian menunggu. Maka dari itu kanji matsu「待」yang memiliki pengertian menunggu termasuk dalam kanji berunsur tera「寺」, karena berhubungan dengan makna dari kanji tera「寺」 sebagai kuil.
3.2.6 Analisis Kanji Toku「特」
Kanji toku「特」terbentuk dari gabungan dua kanji dasar. Gabungan dua kanji tersebut masing - masing memiliki arti yang saling melengkapi, sehingga membentuk makna baru yang disebut dengan toku 「 特 」 . Menurut Todo (2004 : 677), pembentukan dari kanji toku「特」adalah“寺(じっとしている)と牜(ウシ) と合わせた字。たくさんのウシのむれのなかで、一びきだけじっと立ってい て、とくにめだつウシのことです”, yang diterjemahkan menjadi “Huruf yang menggabungkan antara kanji tera「寺」yang bermakna diam tidak bergerak dan bushu ushi 「 牜 」 yang memiliki pengertian sapi. Di dalam kawanan sapi yang
104
banyak, hanya ada satu saja yang berdiri tidak bergerak, khususnya mengenai sapi yang menonjol”. Gambar 3.18 Filosofi Pembentukan Kanji Toku「特」
Sumber: Yamada (2002 : 652) Berdasarkan filosofi pembentukan tersebut, terlihat bahwa kanji toku 「 特 」 terbentuk dari kanji ushi「牛」dan kanji tera「寺」. Kanji ushi「牛」terbentuk dari gambar sapi, sehingga berhubungan dengan arti sapi, dan kanji tera「寺」 sendiri memiliki pengertian kuil. Kanji ushi「牛」dan kanji tera「寺」tersebut untuk menekankan makna, di antara kawanan sapi, hanya terdapat satu sapi yang berdiri tidak bergerak, yang berhubungan dengan kuil. Menurut analisis penulis dari pendapat Todo (2004 : 677) di atas menjelaskan bahwa kanji toku「特」yang terbentuk dari kanji ushi「牛」dan kanji tera「寺」, untuk menandakan hanya satu sapi yang berdiri tidak bergerak di antara sapi yang lainnya. Yang dimaksudkan dengan hanya ada satu sapi saja yang tidak bergerak adalah bahwa di antara banyak sapi yang ada, hanya ada satu sapi saja yang berbeda dan paling menonjol atau menyolok mata. Diilustrasikan bahwa dalam kawanan tersebut, sapi - sapi yang lainnya bergerak, untuk menandakan bahwa sapi - sapi tersebut sama satu dengan yang lainnya atau tidak terdapat keistimewaan, akan tetapi 105
hanya terdapat satu sapi yang berbeda dengan yang lainnya, yang mana sapi tersebut hanya berdiri tidak bergerak, untuk menandakan bahwa satu sapi tersebut berbeda dengan yang lainnya atau terdapat keistimewaan tersendiri, sehingga paling menonjol atau menyolok mata. Menurut Takebe (1993 : 150), dalam pembentukan kanji toku「特」, bahwa sapi yang tidak bergerak tersebut khususnya adalah sapi jantan. Dari pendapat tersebut, penulis menganalisis bahwa di dalam kawanan sapi, satu sapi yang paling berbeda atau menonjol, seperti yang telah dijelaskan di atas tersebut adalah sapi jantan. Mengenai alasan sapi jantan tersebut yang paling menonjol, penulis mengacu kepada pendapat dari (Henshall, 1998 : 237), menurut pendapatnya bahwa sapi jantan di dalam lingkungan kuil merupakan makhluk yang dikembangbiakkan. Terutama sapi jantan yang paling menarik perhatian dan memiliki kwalitas istimewa. Sehingga dari analisis di atas, menunjukkan bahwa makna hanya ada satu sapi yang berdiri tidak bergerak menjelaskan bahwa dari kelonpok sapi yang banyak, hanya terdapat satu sapi yang paling berbeda dan menonjol di antara yang lainnya. Sapi tersebut adalah sapi jantan yang paling menarik perhatian, karena memiliki kwalitas yang paling baik. Sapi tersebut dikembangbiakkan secara khusus di lingkungan kuil. Untuk penjelasan mengenai sapi yang berbeda dari yang lainnya dan hubungannya dengan pengertian khusus atau istimewa, akan dijelaskan lebih lanjut melalui teori pembentukan kanji dan medan makna di bawah.
106
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kanji toku 「 特 」 , terlebih dahulu penulis akan menjelaskan salah satu kanji yang membentuk toku「特」, yaitu kanji ushi 「 牛 」 . Mengenai filosofi pembentukan kanji ushi 「 牛 」 , seperti yang dikemukakan oleh Todo (2004: 675), menurutnya,“ウシの頭をえがいたもの”, yang diterjemahkan menjadi, “Merupakan penggambaran bentuk kepala seekor sapi”. Gambar 3.19 Filosofi Pembentukan Kanji Ushi「牛」
Sumber: Todo (2004: 675) Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Yamada (2002 : 649), kanji ushi 「牛」merupakan shoukeimoji atau pictograph, yang berasal dari bentuk kepala dari seekor sapi, yang berkaitan dengan dua buah tanduk yang berada di atas kepala. Berdasarkan dua pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa kanji ushi「牛」 terbentuk dari bentuk suatu objek yang cukup sederhana, dalam hal ini berdasarkan gambar bentuk kepala dari seekor sapi yang sedang menghadap ke arah depan dan di atas kepala sapi tersebut terdapat dua buah tanduk. Sehingga dari filosofi bentuk kepala seekor sapi dengan dua buah tanduknya tersebut, terbentuklah kanji ushi 「牛」.
Dalam penbentukan kanji toku「特」, kanji ushi「牛」menggalami perubahan menjadi radikal atau karakter (bushu) ushi「牜」. Mengenai perubahan kanji ushi 107
「牛」hingga menjadi bushu ushi「牜」akan dijelaskan oleh Yamada (2002 : 649), menurutnya“角のあるウシの形をあらわす。偏(=漢字の左がわの要素)に なるときは「牜(うしへん)」となる。「牛」をもとにしてできている漢字 を集めた”, yang diterjemahkan menjadi, “Menjelaskan bentuk dari sapi bertanduk. Kanji ushi「牛」ketika menjadi Hen (elemen kanji yang ada di sebelah kiri) disebut ushihen「牜」. Tersusun atas huruf kanji yang dibentuk berdasarkan bentuk asli dari sapi”. Gambar 3.20 Filosofi Pembentukan Bushu Ushi「牜」
Sumber: Tomono (1991 : 5) Berdasarkan penjelasan mengenai perubahan kanji ushi 「 牛 」 menjadi bushu yang terletak di sebelah kiri. Penulis menganalisis, bahwa sesuai dengan teori Henshall (1998 : xx), mengenai bushu kanji. Maka dalam pembentukan kanji toku 「特」, kanji ushi「牛」berubah menjadi bushu ushi「牜」dan terletak di sebelah kiri atau disebut ushihen. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Halpern (1995 : 1608), menurutnya, bushu ushi「牜」yang menjadi varian di sebelah kiri disebut ushihen. Meskipun menjadi ushihen「牜」, akan tetapi secara arti masih sama dengan kanji ushi「牛」. 108
Berikut dibawah ini merupakan arti harfiah dari masing - masing kanji yang membentuk kanji toku「特」. Tabel 3.14 Arti Harfiah Kanji「牛」dan Kanji「寺」
Arti Harfiah 牛(うし、ギュウ、グ)
寺(てら、シ、ジ) 1. Kuil (Nelson, 2005 : 266)
1. Sapi 2. Daging sapi 3. Ternak besar (Nelson, 2005 : 596) 1. Ternak, Lembu, Sapi
1. Kuil
2. Segala macam hewan yang tergolong dalam keluarga sapi, seperti sapi, lembu, dan banteng
2. Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha
3. Daging sapi atau kulit sapi
3. Tempat beribadat 4. Kantor pemerintahan
4. Mamalia yang sudah dijinakkan (Halpern, 1995 : 1608)
5. Rumah perjudian (Halpern, 1995 : 977)
形声文字 「牛= (うし)」と「寺 (音)=シÆトク)」(Yamada, 2002 : 652)
特(トク、ドク) Khusus (Nelson, 2005 : 598)
109
Dalam tabel di atas dijelaskan arti harfiah dari masing - masing kanji pembentuk kanji toku「特」. Kedua kanji tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi setelah digabungkan akan membentuk satu kesatuan kanji dengan pengertian yang baru. Sesuai dengan teori rikusho dari Henshall (1998 : xvi), menurut analisis penulis, pembentukan kanji toku 「 特 」 adalah secara keiseimoji, yaitu gabungan antara elemen semantik dengan elemen fonetik. Menurut Henshall (1998 : xvi - xvii), pembentukan secara keiseimoji umumnya unsur semantiknya merujuk pada sifat yang mendasar suatu objek, dan elemen fonetiknya memberikan infomasi lebih spesifik. Menurut Ozaki (1992 : 1133), dalam pembentukan kanji toku「特」, kanji ushi 「 牛 」 diasosiasikan sebagai sapi. Dalam hal ini bushu ushi 「 牜 」 yang memiliki pengertian sapi, untuk menunjukan bahwa kanji toku 「 特 」 berkaitan dengan seekor sapi. Sehingga bushu ushi「牜」melambangkan elemen semantik dan juga sapi merupakan suatu objek sederhana dengan sifat mendasar. Sedangkan menurut Ozaki (1992 : 1133), dalam pembentukan kanji toku「特」, kanji tera 「寺」yang secara fonetis dapat diasosiasikan dengan“未婚の成年男子の意= 士”,
yang diterjemahkan menjadi, “Pria dewasa yang belum menikah = 士”.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Henshall (1998 : 237), dalam pembentukan kanji toku 「 特 」 , kanji tera 「 寺 」 yang secara fonetis untuk menyatakan arti “male or warrior = 士” yang diterjemahkan menjadi, “Pria atau pejuang = 士”. Dan juga kanji tera「寺」yang memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi 「 シ 」 atau ji 「 ジ 」 tersebut, setelah digabungkan dengan bushu ushi 「牜」maka akan membentuk toku「特」yang juga memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」dan sesuai dengan pendapat Yamada (2002 : 652) 110
pada tabel di atas, dalam pembentukan kanji toku「特」, kanji tera「寺」yang secara on yomi yang dibaca shi「シ」mengalami perubahan menjadi toku「トク」, maka secara on yomi dalam kanji motsu 「 持 」 dibaca toku 「 ト ク 」 dan doku 「ドク」. Sehingga kanji tera「寺」berperan dari segi fonetik dalam pembentukan kanji toku 「 特 」 . Maka dari pembentukan kanji toku 「 特 」 di atas, untuk menandakan bahwa kanji toku「特」berhubungan dengan sapi jantan. Sehingga dari analisis mengenai pembentukan kanji di atas jelas terlihat bahwa sapi yang berdiri diam tak bergerak (yang paling menarik perhatian) tersebut memang merupakan sapi jantan, yang di dalam lingkungan kuil dikembangbiakkan secara khusus. Walaupun secara arti harfiah, kanji tera「寺」tidak berhubungan dengan kanji ushi「牛」. Akan tetapi apabila diteliti dengan seksama, dalam pembentukan kanji toku「特」terdapat satu hubungan antara kanji tera「寺」dengan kanji ushi「牛」. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
111
Tabel 3.15 Makna dari Kanji「特」 1. Khusus (Nelson, 2006 : 598) 1. Istimewa 2. Khusus 3. Unik (Halpern, 1999 : 236) 特
1. Khusus, Khas (sesuatu yang berbeda) 2. Istimewa 3. Aneh 4. Unik 5. Eksklusif (Halpern, 1995 : 446)
Dari tiga sumber kamus kanji di atas, penulis menganalisis bahwa secara umum. kanji toku「特」mengarah kepada pengertian khusus atau khas. Kemudian diikuti pengertian lainnya seperti istimewa, eksklusif dan sebagainya. Sehingga ketika melihat kanji toku「特」satu kesatuan asosiasi medan makna dari kanji toku「特」. Asosiasi medan makna dari kanji toku「特」adalah sebagai berikut.
Menurut Halpern (1995 : 1608), kanji ushi「牛」dideskripsikan, digunakan pada karakter yang berhubungan dengan ternak, lembu, sapi dan hewan terkait lainnya. Menurut Ozaki (1992 : 1133), kanji toku 「 特 」 memiliki arti “ 雄 牛 ” , yang diterjemahkan menjadi “bull atau sapi jantan”.
112
Berdasarkan dari teori yang telah dikemukakan di atas, kanji yang terbentuk dari bushu ushi 「 牜 」 untuk menekankan bahwa kanji tersebut memiliki hubungan makna dengan sapi, yang dalam pembentukan kanji toku 「 特 」 lebih spesifik diasosiasikan sebagai sapi jantan. Penulis menganalisis hubungan dengan medan makna dari kanji toku「特」, bahwa kanji ushi「牛」yang memiliki arti harfiah sapi jantan, ketika digabungkan dengan kanji tera「寺」yang memiliki pengertian kuil, maka kedua kanji untuk menekankan pada pengertian sapi jantan yang berdiri tidak bergerak (menyolok mata atau berbeda) di dalam kawanan sapi, yang dikembangbiakan di dalam kuil secara khusus. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya oleh penulis di atas mengenai filosofi pembentukan kanji toku「特」, bahwa hanya ada satu sapi yang berdiri diam tidak bergerak tersebut untuk menandakan bahwa sapi tersebut memiliki sesuatu yang berbeda dari sapi - sapi yang lainnya. Sapi yang lainnya bergerak, sehingga satu dengan yang lainnya sama atau umum dan tidak terdapat ciri khas tertentu yang khusus. Akan tetapi dalam kawanan sapi yang bergerak tersebut, hanya ada satu yang berbeda dari yang lainnya atau memiliki ciri khas tertentu yang khusus. Oleh sebab itu sapi yang berbeda tersebut diilustrasikan berdiri diam tidak bergerak. Dari seleksi terhadap sapi yang dilakukan dalam kuil tersebut, sesuai dengan pengertian dari kanji toku「特」yaitu khusus atau khas. Karena ketika para biksu menyeleksi sapi jantan yang akan dikembangbiakkan di dalam kuil, seleksi dilakukan berdasarkan prinsip mencari sesuatu yang berbeda atau yang tidak dimiliki oleh sapi yang lainnya. Filosofi tersebut sesuai dengan pengertian khusus atau khas, karena dalam pengertian tersebut terdapat makna sesuatu yang berbeda dari yang lainnya 113
atau sesuatu yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya dalam satu unsur atau kelompok sejenis. Bagan 3.7 Medan Makna dari Kanji「特」
特
•
Khusus (Nelson, 2006 : 598)
•
Istimewa
•
Khusus
•
Unik (Halpern, 1999 : 236)
•
Khusus, Khas (sesuatu yang berbeda)
•
Istimewa
•
Aneh
•
Unik
•
Eksklusif (Halpern, 1995 : 446)
Jadi dari analisis di atas, terbukti bahwa dengan penggabungan antara kanji ushi 「牛」dengan kanji tera「寺」, maka arti dari kanji toku「特」menjadi semakin kuat, yaitu suatu pemikiran seleksi atas sapi jantan yang berbeda sendiri atau menyolok mata (memiliki keistimewaan) di dalam kawanan sapi yang banyak, yang mana sapi jantan tersebut dalam lingkungan kuil dikembangbiakkan secara khusus. Sehingga dari filosofi yang terjadi di dalam kuil tersebut, berdasarkan prinsip memiliki perbedaan (keistimewaan atau ciri khas) di antara yang lainnya, membentuk arti dari kanji toku「特」yang memiliki pengertian khusus atau khas. Maka dari itu kanji toku「特」yang memiliki pengertian khusus atau khas termasuk 114
dalam kanji berunsur tera「寺」, karena berhubungan dengan makna dari kanji tera 「寺」sebagai kuil.
3.2.7 Analisis Kanji Uta「詩」
Kanji uta「詩」terbentuk dari gabungan dua kanji dasar. Gabungan dua kanji tersebut masing - masing memiliki arti yang saling melengkapi, sehingga membentuk makna baru yang disebut dengan uta「詩」. Menurut Todo dan Kurosu (1990 : 178), pembentukan dari kanji uta「詩」adalah“美しい物を見れば、心は動きます。 わたしたち人間は、大昔から、「し」や「うた」などを作りました。ああ、 すばらしいなあと、感じた時、その心の動きを言葉に表したのです”, yang diterjemahkan menjadi, “Kalau melihat sesuatu yang indah, hati akan bergerak. Kita manusia sejak dahulu kala membuat puisi, lagu dan sebagainya. Ketika merasakan hal yang indah dan takjub, maka menyatakan pergerakan hati melalui kata – kata”. Gambar 3.21 Filosofi Pembentukan Kanji Uta「詩」
Sumber: Yamada (2002 : 908)
115
Berdasarkan filosofi pembentukan tersebut, terlihat bahwa kanji uta 「 詩 」 terbentuk dari kanji gen「言」dan kanji tera「寺」. Kanji gen「言」terbentuk dari filosofi mulut yang berbicara kata per kata, sehingga berhubungan dengan arti kata, dan kanji tera「寺」sendiri memiliki pengertian kuil. Kanji gen「言」dan kanji tera「寺」tersebut untuk menekankan pada makna menyatakan pergerakan hati melalui kata - kata, yang berhubungan dengan kuil. Menurut analisis penulis dari pendapat Todo dan Kurosu (1990 : 178) di atas, tentang pembentukan kanji uta「詩」, menjelaskan bahwa kanji uta「詩」yang terbentuk dari kanji gen「言」dan kanji tera「寺」untuk menandakan pergerakan hati melalui kata - kata. Seperti yang telah dikemukakan di atas, ketika melihat sesuatu yang indah ataupun menakjubkan, hati akan bergerak. Bukan berarti hati yang bergerak secara harfiah, seperti berjalan, akan tetapi lebih ke makna hati merasakan sesuatu yang berbeda atau berguncang karena keindahan tersebut. Seakan - akan hati bergerak, sehingga seluruh pikiran dan perasaan tertuju pada objek yang dirasakan indah tersebut. Dari pergerakan hati tersebut kemudian diterjemahkan atau diungkapkan menjadi kata - kata, dalam hal ini dapat berupa puisi, lagu dan lain sebagainya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Todo (2004 : 875), menurutnya, menjelaskan arti mengenai menyatakan pergerakan hati dengan kata kata dan menyatakan segala sesuatu yang tertinggal di hati melalui kata - kata”. Untuk penjelasan mengenai pergerakan dari hati melalui kata - kata dan hubungannya dengan pengertian puisi, akan dijelaskan lebih lanjut melalui teori pembentukan kanji dan medan makna di bawah.
116
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kanji uta 「 詩 」 , terlebih dahulu penulis akan menjelaskan salah satu kanji yang membentuk kanji uta「詩」, yaitu kanji gen「言」. Mengenai filosofi pembentukan kanji gen「言」, seperti yang dikemukakan oleh Todo dan Kurosu (1990 : 92), menurutnya,“ただ「ウー」とか 「ムー」とか声を出す時と「コレハ
イエデス」と切れ目をつけていう時と
は、ちがうでしょう。「ウー」とか「ムー」とかでは、切れ目がなく、何を いっているのかわかりません。ところが、「コレハ。。。」という時には、 一つ一つ、はっきりした切れ目ができます”, yang diterjemahkan menjadi, “Lazimnya ketika menggeluarkan suara [u] ataupun suara [mu] dan ketika berkata penggabungan antara rongga atau perpotongan dari kata [kore ha ie desu], merupakan hal yang berbeda. [u] ataupun [mu] tidak terdapat rongga atau perpotongan, yang dikatakan tidak dimengerti. Akan tetapi, ketika mengatakan [kore ha….] satu per satu, terdapat rongga atau perpotongan yang jelas”. Gambar 3.22 Pembentukan Kanji Gen「言」
Sumber: Todo dan Kurosu (1990 : 92)
117
Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Todo (2004 : 866), menurutnya kanji gen「言」merupakan penggabungan antara mulut dengan alat potong yang tajam. Dengan alat potong, kata yang dilafalkan dengan jelas secara satu per satu. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa kanji gen 「 言 」 terbentuk dari filosofi yang cukup sederhana, dalam hal ini berdasarkan filosofi sebuah mulut yang berbicara, dan kata yang dikeluarkan tersebut dapat dipenggal satu per satu dengan jelas. Apabila diperhatikan dengan seksama maka akan dapat diasumsikan bahwa mulut yang berbicara, menggeluarkan kata terpenggal satu per satu yang memiliki makna dan dapat dimengerti setiap pemenggalan katanya. Misalnya ketika berkata “kore ha ie desu”, setiap katanya dapat dipenggal satu per satu dan masing - masing memiliki makna yang jelas dan dapat dimengerti. Sehingga dari filosofi mulut yang berbicara kata per kata dengan jelas dan dapat dimengerti tersebut, terbentuklah kanji gen「言」. Yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kanji uta「詩」, kanji gen「言」lebih bermakna kata, bukan berbicara.
Dalam penbentukan kanji uta「詩」, kanji gen「言」menggalami perubahan menjadi radikal atau karakter (bushu) gen「 」. Mengenai perubahan kanji gen 「言」hingga menjadi bushu gen「 」, dikemukakan oleh Yamada (2002: 901), menurutnya, “口でものをいう意を表す。「言」をもとにしてできている漢 字 を 集 め た ” , yang diterjemahkan menjadi, “Menjelaskan arti dengan mulut berbicara suatu hal. Tersusun atas huruf kanji yang dibentuk berdasarkan bentuk asli dari kata”.
118
Gambar 3.23 Filosofi Pembentukan Bushu Gen「 」
Sumber: Tomono (1991 : 67) Berdasarkan penjelasan mengenai perubahan kanji gen「言」menjadi bushu yang terletak di sebelah kiri. Penulis menganalisis, bahwa sesuai dengan teori Henshall (1998 : xx), mengenai bushu kanji. Maka dalam pembentukan kanji uta「詩」, kanji gen「言」berubah menjadi bushu gen「 」dan terletak di sebelah kiri atau disebut gonben. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Halpern (1995 : 853), menurutnya, bushu gen「 」yang menjadi varian di sebelah kiri disebut gonben. Dari gambar di atas juga menjelaskan bahwa kanji gen「言」berubah menjadi bushu gen「 」dan menjadi varian di sebelah kiri. Meskipun menjadi gonben「 」, akan tetapi secara arti masih sama dengan kanji gen「言」. Berikut dibawah ini merupakan arti harfiah dari masing - masing kanji yang membentuk kanji uta「詩」.
119
Tabel 3.16 Arti Harfiah Kanji「言」dan Kanji「寺」
Arti Harfiah 言(いう、こと、ゲン、ゴン)
寺(てら、シ、ジ) 1. Kuil (Nelson, 2005 : 266)
1. Kata, Pernyataan 2. Pidato 3. Mengatakan, Menceritakan, Berbicara, Menyatakan 4. Menyebut, Menamakan 5. Istilah, Ungakpan 6. Bahasa, Dialek (Nelson, 2005 : 821) 1. Mengatakan, Berkata, Mengucapkan
1. Kuil
2. Pidato
2. Sebagai akhiran untuk nama kuil Buddha
3. Percakapan, Obrolan
3. Tempat beribadat
4. Kata, Pernyataan
4. Kantor pemerintahan
5. Menyatakan, Menegaskan
5. Rumah perjudian (Halpern, 1995 : 977)
6. Suara (Halpern, 1995 : 853)
形声文字 「言= (ことば)」と「寺 (音)=シ」(Yamada, 2002 : 908)
詩(うた、シ) Puisi (Nelson, 2005 : 829)
120
Dalam tabel di atas dijelaskan arti harfiah dari masing - masing kanji pembentuk kanji uta「詩」. Kedua kanji tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi setelah digabungkan akan membentuk satu kesatuan kanji dengan pengertian yang baru. Sesuai dengan teori rikusho dari Henshall (1998 : xvi), menurut analisis penulis, pembentukan kanji uta 「 詩 」 adalah secara keiseimoji, yaitu gabungan antara elemen semantik dengan elemen fonetik. Menurut Henshall (1998 : xvi - xvii), pembentukan secara keiseimoji umumnya unsur semantiknya merujuk pada sifat yang mendasar suatu objek, dan elemen fonetiknya memberikan infomasi lebih spesifik. Menurut Henshall (1998 : 86), dalam pembentukan kanji uta「詩」, bushu gen 「
」 diasosiasikan dengan kata. Dalam pembentukan kanji gen 「 言 」 ,
terbentuk dari filosofi mulut yang berbicara kata per kata dengan jelas dan dapat dimengerti, sehingga berkaitan dengan arti kata. Hal ini menunjukan bahwa arti dari kanji uta「詩」berhubungan dengan kata. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Tomono (1991 : 67), menurutnya, dalam pembentukan kanji uta「詩」, bushu gonben 「 」 berkaitan dengan makna kata. Sehingga bushu gonben 「
」
melambangkan elemen semantik dan filosofi mulut yang berbicara kata per kata dengan jelas dan dapat dimengerti juga merupakan suatu objek pemikiran yang sederhana dengan sifat mendasar. Sedangkan menurut Henshall (1998 : 86), dalam pembentukan kanji uta 「 詩 」 , kanji tera 「 寺 」 yang secara fonetis untuk menyatakan arti menggutarakan isi perasaan dan dalam bentuk sesuatu yang tetap atau konstant, seperti irama. Dan juga kanji tera「寺」yang memiliki pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」tersebut, setelah digabungkan dengan bushu gonben「 」maka akan membentuk kanji uta「詩」yang juga memiliki 121
pelafalan secara on yomi, yaitu shi「シ」atau ji「ジ」. Sehingga kanji tera「寺」 berperan dari segi fonetik dalam pembentukan kanji uta 「 詩 」 . Maka dari pembentukan kanji uta「詩」di atas, untuk menandakan bahwa kanji uta「詩」 berhubungan dengan menggutarakan isi hati melalui kata - kata yang konstant atau tetap, seperti irama. Walaupun secara arti harfiah, kanji tera「寺」tidak berhubungan dengan kanji gen「言」. Akan tetapi apabila diteliti dengan seksama, dalam pembentukan kanji uta「詩」terdapat satu hubungan antara kanji tera「寺」dengan kanji gen「言」. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.17 Makna dari Kanji「詩」 1. Puisi (Nelson, 2006 : 829) 1. Sajak 2. Puisi (Matsura, 1994 : 900) 詩
1. Puisi 2. Syair 3. Sajak 4. Verse (Ayat kitab suci) 5. Puisi China (Halpern, 1995 : 694)
122
Dari tiga sumber kamus kanji di atas, penulis menganalisis bahwa secara umum. kanji uta「詩」mengarah kepada pengertian puisi. Kemudian diikuti pengertian lainnya seperti syair, ayat kitab suci dan sebagainya. Sehingga ketika melihat kanji uta「詩」satu kesatuan asosiasi medan makna dari kanji uta「詩」. Asosiasi medan makna dari kanji uta「詩」adalah sebagai berikut.
Menurut Halpern (1995 : 853), kanji gen「言」dideskripsikan, digunakan pada karakter yang berhubungan dengan kata. Menurut Ozaki (1992 : 1635), kanji gen 「言」memiliki arti kata. Menurut Yamada (2002 : 908), 心情がことばにあらわ れたもの, yang diterjemahkan menjadi, “Menggungkapkan isi hati melalui kata kata”. Berdasarkan dari teori yang telah dikemukakan di atas, kanji yang terbentuk dari kanji gen「言」untuk menekankan bahwa kanji tersebut memiliki hubungan makna dengan kata. Penulis menganalisis hubungan dengan medan makna dari kanji uta 「詩」, bahwa kanji gen「言」yang memiliki arti harfiah kata, ketika digabungkan dengan kanji tera「寺」yang memiliki pengertian kuil, maka kedua kanji untuk menekankan pada makna menyatakan pergerakan hati melalui kata - kata, yang berhubungan dengan kuil. Hal ini sesuai dengan analisis pembentukan kanji (rikusho) di atas, yang mana ungkapan isi perasaan tersebut berupa kata - kata dalam bentuk sesuatu konstant atau tetap, seperti irama. Menurut Tomono (1991 : 67), kanji uta「詩」memiliki makna, mengucapkan puisi yang berasal dari isi perasaan. Dari pernyataan tersebut, penulis menganalisis bahwa ketika melihat sesuatu yang indah atau menakjubkan, maka hati 123
akan bergetar atau tergerak karena keindahan tersebut, kemudian isi perasaan tersebut diungkapkan ke dalam kata - kata yang konstant (berirama) sehingga dapat menggambarkan sisi keindahan dari objek tersebut, yang mana kata - kata tersebut adalah dalam bentuk puisi, yang berasal dari kuil. Hal ini sesuai dengan pendapat Henshall (1998 : 101), menurutnya, kanji uta「詩」memiliki pengertian kata - kata dari kuil merupakan puisi murni. Dari filosofi menyatakan pergerakan hati melalui kata – kata tersebut, sesuai dengan pengertian dari kanji uta「詩」yaitu puisi. Karena ketika melihat sesuatu yang membuat hati bergerak atau bergetar, maka isi perasaan tersebut akan diungkapkan melalui kata - kata yang konstant (berirama), dalam hal ini adalah puisi. Filosofi tersebut sesuai dengan pengertian puisi, karena menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (2009 : 794), puisi memiliki makna, ragam sastra yg bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Sehingga jelas bahwa ketika hati merasakan keindahan dari suatu hal, maka dapat diungkapkan melalui kata - kata yang berirama (puisi), yang mana dengan membaca atau mendengar puisi tersebut, sudah dapat juga merasakan keindahan dari objek yang digambarkan tersebut.
124
Bagan 3.8 Medan Makna dari Kanji「詩」
詩
•
Puisi (Nelson, 2006 : 829)
•
Sajak
•
Puisi (Matsura, 1994 : 900)
•
Puisi
•
Syair
•
Sajak
•
Verse (Ayat kitab suci)
•
Puisi China (Halpern, 1995 : 694)
Jadi dari analisis di atas, terbukti bahwa dengan penggabungan antara kanji gen 「言」dengan kanji tera「寺」, maka arti dari kanji uta「詩」menjadi semakin kuat, yaitu ungkapan dari pergerakan hati (isi hati atau perasaan), ketika melihat sesuatu yang indah, yang dituangkan dalam bentuk kata - kata yang konstant (berirama), dalam hal ini adalah puisi yang berasal dari kuil. Sehingga dari filosofi pergerakan hati melalui kata - kata, berdasarkan prinsip tetap atau konstant (berirama), dalam hal ini adalah puisi, membentuk arti dari kanji uta「詩」yang memiliki pengertian puisi. Maka dari itu kanji uta「詩」yang memiliki pengertian puisi termasuk dalam kanji berunsur tera「寺」, karena berhubungan dengan makna dari kanji tera「寺」sebagai kuil.
125
Dari tujuh kanji yang memiliki unsur tera「寺」yang dianalisis di atas, terlihat bahwa kanji yang memiliki unsur tera「寺」pasti akan berhubungan secara makna dengan salah satu arti dari kanji tera「寺」yaitu yang berkaitan dengan arti kuil atau dengan arti kantor pemerintahan. Berikut di bawah ini pembagian kanji berdasarkan hubungannya dengan makna yang terdapat pada kanji yang berunsur tera「寺」. Tabel 3.18 Tabel Pembagian Kanji Berdasarkan Hubungannya Dengan Makna Kanji Tera「寺」
No.
1
Kanji
Makna
侍
Orang yang melayani dalam kantor pemerintahan
等
Menyamakan beberapa batang bambu sebagai media untuk menulis dalam kantor pemerintahan
時
Penanda waktu berdasarkan pergerakan matahari yang berasal dari kuil
持
Bentuk tidak bergerak dari tangan (menggenggam) yang terjadi di dalam kuil
待
Pergi kemudian tidak bergerak (berhenti) karena bertemu dengan orang lain dan berbicara secara terbuka yang terjadi di jalan di sekitar kuil
2
特
Makna Kanji Tera「寺」
Berhubungan dengan arti sebagai kantor pemerintahan
Berhubungan dengan arti sebagai kuil
Seleksi atas sapi jantan yang berbeda di dalam kawanan sapi yang banyak, sebagai hewan yang dikemangbiakkan di dalam lingkungan kuil 126
詩
Pengungkapan isi hati yang bergetar karena melihat sesuatu yang indah, yang di ungkapan dalam bentuk kata berirama (puisi) yang berasal dari kuil
Secara pembentukan kanji (rikusho), kanji yang memiliki unsur tera「寺」hanya terbentuk melalui dua cara, yaitu secara keiseimoji atau secara kai’imoji. Berikut di bawah ini adalah tabel jumlah kanji yang menggunakan teori pembentukan kanji (rikusho). Tabel 3.19 Tabel Pembagian Kanji Berdasarkan Teori Pembentukan Kanji (Rikusho) No
Teori Pembentukan Kanji (Rikusho)
Kanji
Jumlah
1
Kai’i Moji「会意文字」
等
1
2
Keisei Moji「形声文字」
侍、時、持、 待、特、詩
6
127