Bab 3 Analisis Data
3.1 Analisis Pengaruh Buddha Pada Boneka Daruma Bagi masyarakat Jepang, pemakaian boneka Daruma dalam kehidupan mereka sudah menjadi hal yang umum dilihat setiap tahunnya. Pada bulan Februari, di Jepang diadakan perayaan boneka Daruma di Daruma Hall ( Aula Daruma ) di kota. Penjualan boneka Daruma di kuil-kuil Buddha dapat dijumpai pada saat Perayaan Tahun Baru. Ratusan bahkan ribuan orang akan mengunjungi kuil-kuil Buddha untuk melakukan ritualnya pada awal tahun, kemudian membeli boneka Daruma yang dijual di bazaar di masing-masing kuil tersebut, selain sebagai hadiah pemberian pada Perayaan Tahun Baru, boneka Daruma juga dipakai sebagai boneka pengharapan untuk mencapai kesuksesan sepanjang tahun tersebut bagi masyarakat, terutama pada dunia politik di Jepang. 3.1 Boneka Daruma
Sumber: http://www.jun-gifts.com/specialcollections/darumadolls/darumadolls.htm
Gambar 3.1 merupakan boneka Daruma yang belum dilukis pada kedua bola matanya. 23
Masing-masing pembeli dapat menghiasi salah satu bola mata pada boneka Daruma tersebut setelah mereka membuat pengharapan mereka masing-masing. Kemudian sepanjang tahun boneka daruma akan diletakkan di atas Butsudan, yaitu altar Buddha yang dibuat di rumah-rumah masyarakat Jepang. Jika dalam tahun tersebut pengharapan mereka berhasil atau sesuai dengan yang diharapkan, mereka akan mewarnai bola mata yang satunya. Kemudian pada akhir tahun, suatu kebiasaan mereka akan membawa boneka Daruma tersebut ke kuil dan dibakar di api suci atau bonfire. Hal ini sesuai dengan Daruma Doll dalam GNU Free Documentation License, yaitu: Using black ink, one fills in a single circular eye while thinking of a wish. Should the wish later come true, the second eye is filled in. Until then the daruma is displayed in a high location in one's home, typically close to other significant belongings such as a Butsudan (a Buddhist praying box). Terjemahan: Dengan menggunakan tinta hitam, dilukiskan dengan sebuah lingkaran kecil pada sebuah mata sambil memikirkan sebuah permohonan. Apabila permohonan nanti terkabulkan, mata yang kedua juga dilukis. Kemudian boneka Daruma diletakkan di tempat yang tinggi di rumah, biasanya berdekatan dengan benda-benda penting lainnya seperti Butsudan ( sebuah kotak altar Buddha ). Hal ini juga sesuai dengan Japanese Buddhist Statuary ( 2006 ) yaitu: Many politicians, at the beginning of an election period, will buy a Daruma doll, paint in one eye, and then, if they win the election, paint in the other eye. At year end, it is customary to take the Daruma doll to a temple, where it is burned in a big bonfire. Terjemahan: Banyak politikus-politikus pada awal masa pemilihan, mereka membeli boneka Daruma, mewarnai sebelah matanya, kemudian apabila mereka memenangkan pemilihan tersebut, mereka akan mewarnai mata yang berikutnya. Pada akhir tahun, sudah menjadi kebiasaan untuk membawa boneka Daruma ke kuil, dan dibakar di api suci. 24
Hal ini juga sesuai dengan Okaya International Exchange Association, yaitu: The Daruma Matsuri is held every year in February at the city's Daruma Hall. A variety of large and small Daruma dolls are sold at the market and at the same time, the old Daruma dolls are purified by fire during a memorial service. The Daruma Hall is crowded with many people who want to share the good luck of the auspicious Nanakorobi Yaoki Daruma. Terjemahan: Perayaan boneka Daruma diselenggarakan setiap tahunnya pada bulan Februari di Daruma Hall ( Aula Daruma ) di kota Jepang. Berbagai macam jenis boneka Daruma yang besar dan kecil dijual di pasar dan di saat yang bersamaan, boneka Daruma yang lama akan dibakar dengan api pada saat acara kremasi. Daruma Hall ramai dikunjungi oleh orang-orang yang ingin berbagi keberuntungan akan ramalan Nanakorobi Yaoki Daruma. 3.2 Pembakaran Boneka Daruma Pada Tahun Baru.
Sumber: http://wadaphoto.jp/japan/oume.htm
Gambar 3.2 yang berjudul Burning Old Daruma Dolls on New Year menunjukkan sisa-sisa pembakaran boneka Daruma yang telah dihiasi bola matanya, yang dilakukan pada Tahun Baru ( akhir tahun ).
Menurut analisis saya, pembakaran pada api suci atau bonfire dalam agama Buddha dapat berarti untuk menyampaikan pesan atau benda-benda yang dibakar kepada leluhur mereka. Boneka Daruma yang dibakar pada api suci dilakukan dalam 25
festival Obon pada perayaan awal tahun dimaksudkan untuk memberitahukan kepada Kami akan pengharapan mereka. Biasanya dalam ajaran agama Buddha pembakaran merupakan suatu hal suci dalam kehidupan, termasuk dalam kematian dengan cara kremasi. Api dalam agama Buddha tidak hanya melambangkan matahari dan penerangan dunia, tetapi juga melambangkan penerangan akan setiap hati dan setiap rumah. Hal ini sesuai dengan pendapat Meyer ( 2006 ), yaitu: The Bon Festivals are held to pray for the repose of the souls of ancestors. Deceased family members are believed to revisit the homestead during Bon to be reunited with their family. To guide the souls back, a small bonfire is lit outside the house. This is called the mukae-bi, or welcoming flame. Then, the house is cleaned and fruits and vegetables are offered at family altars. When Bon ends, the spirits are sent off with another bonfire, called okuri-bi. Some regions release small lanterns down rivers or into the sea as part of the okuri-bi ritual. Terjemahan: Perayaan Bon diselenggarakan dengan tujuan untuk mendoakan arwah-arwah para leluhur. Keluarga yang telah meninggal dipercayai akan datang kembali ke rumah selama perayaan Bon untuk bertemu kembali dengan keluarganya. Untuk membawa arwah-arwah kembali, sebuah api suci kecil dinyalakan diluar rumah. Hal ini disebut mukae-bi, atau api penyambutan. Kemudian, rumah akan dibersihkan serta buah dan sayuran dihidangkan di atas altar keluarga. Ketika perayaan Bon berakhir, roh-roh akan dikirim kembali bersamaan dengan api suci tersebut, hal ini disebut okuri-bi. Beberapa agama melepaskan lampion-lampion kecil ke sungai-sungai atau ke laut sebagai bagian dari okuri-bi. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Rinpoche ( 1998 ) yaitu: "Light . . . signifieAs the stability and clarity of patience, the beauty which dispels all ignorance. The light offering is made to the eyes of all the enlightened beings, who see clearly without mistake. Some people feel patience is showing weakness or pessimism. But, actually, patience shows the strength and clarity of mind, which are based on wisdom and compassion."
26
Terjemahan: “Cahaya…menandakan kestabilan dan kesederhanaan akan kesabaran, keindahan dimana melenyapkan segala kekhawatiran. Pencahayaan dibuat untuk semua pencerahan melalui mata yang melihat dengan jelas tanpa kesalahan. Beberapa orang merasakan kesabaran adalah menunjukkan kelemahan atau rasa pesimis. Tetapi, sebenarnya kesabaran menunjukkan kekuatan dan kesederhanaan akan pikiran, yang didasari pada kebijaksanaan dan keharuan. Berdasarkan hal tersebut di atas, pembakaran boneka Daruma yang dilakukan pada akhir tahun bertujuan untuk memberitahukan kepada Kami bahwa para pemohonnya tidak menyerah apabila permohonan mereka tidak dikabulkan, tetapi mereka tetap akan berusaha dengan jalan lain untuk mencapai permohonan tersebut. Kami di Jepang tidak hanya dipercaya sebagai Dewa dalam agama Shinto, namun Kami juga dipercaya dalam agama Buddha. Menurut analisis saya, di Jepang agama Shinto telah terbaur dengan agama yang masuk dari China, salah satunya adalah agama Buddha. Masing-masing agama ini memiliki aspek-aspek yang tidak berbeda satu sama lainnya. Perayaan-perayaan dalam agama Shinto juga banyak dirayakan oleh agama Buddha di Jepang. Sesuai pada landasan teori pada bab dua, bahwa masyarakat Jepang lebih cenderung untuk mengatakan bahwa mereka tidak memeluk agama apapun, bahkan satu orang di Jepang dapat dikatakan memeluk agama Shinto sekaligus agama Buddha. Di Jepang ada salah satu kuil Shinto di Ise yang kemudian menjadi kuil Buddha. Kedua agama ini sama-sama menganut kepercayaan pada dewa-dewa mereka yang disebut Kami. Hal ini sesuai dengan pendapat Hooker ( 1996 ) sebagai berikut: Shinto during most of Japanese history was combined with other religions and world views. Gradually Japanese Buddhists began to incorporate Shinto 27
rituals and festivals into their practices. In 768, the greatest and most sacred Shinto shrine at Ise also became a Buddhist temple; eventually most Shinto shrines would be overseen by Buddhist monks or priests. Buddhism and Shinto would come to be regarded as equivalent religions, so each one took on aspects of the other. This union was called Ryobu Shinto , or "Dual Shinto, and was made possible by a doctrine called honji suijaku. The gods of Shinto were regard as "traces" of Buddha, that is, they were avatars of the various bodhisattvas, or previous incarnations of the Buddha. From that point onwards, Shinto would incorporate many of the ceremonies, spells, and teachings of Shingon, or True Words, Buddhism. Terjemahan: Shinto dalam kebanyakan sejarah Jepang telah digabung dengan agama-agama lainnya dan pandangan dunia. Lulusan Buddhis Jepang mulai untuk bekerja sama dalam ritual-ritual dan perayaan-perayaan Shinto dalam kegiatan mereka. Pada tahun 768, Kuil Shinto terbesar dan tersuci di Ise juga menjadi kuil Buddha; terkadang beberapa kuil Shinto lebih terlihat para biarawan Buddha. Agama Buddha dan Shinto dihubungkan menjadi agama yang sama, jadi semua aspek berhubungan satu dengan yang lainnya. Perserikatan ini disebut dengan Ryobu Shinto, atau Dual Shinto, dan ini dikemukan oleh doktrin yang disebut Honji Suijaku. Dewa-Dewa Shinto dihubungkan sebagai “bekas” dari Buddha, yaitu Dewa-Dewa pengantar Bodhisattvas ( konsep Buddha yang mengajarkan cinta kasih ), atau inkarnasi Buddha sebelumnya. Dari hal tadi, Shinto dapat menggabungkan berbagai upacara, musim, dan ajaran Shingon, atau dengan istilah yang tepat adalah Buddhisme. 3.3 Kuil Daruma-ji di Takasaki dan Gambar Posisi Zazen Bodhidharma.
Sumber: http://daruma.jp/yahoo/history-of-daruma-doll.html 28
Gambar 3.3 yang berjudul History of Daruma Doll menunjukkan kuil Daruma-ji di kota Takasaki yang didirikan oleh Pendeta Shinetsu dan posisi duduk meditasi ( zazen ) yang dilakukan oleh Bodhidharma. Menurut analisis saya, boneka Daruma mengandung nilai-nilai agama Buddha dengan dijadikannya sebagai boneka pengharapan untuk mencapai kesuksesan sepanjang tahun bagi masyarakat Jepang, karena boneka Daruma mencerminkan sosok seorang biarawan Buddha yaitu Bodhidharma yang melakukan olah rohani dengan cara Sadhana ( meditasi ) dengan Bhakti ( penyerahan diri ) untuk mencapai pencerahan seperti yang terdapat dalam ajaran agama Buddha, yaitu melakukan meditasi atau perenungan atas apa yang terjadi dalam hidup untuk menumbuhkan suatu pandangan dan pikiran baik. Di dalam agama Buddha pandangan dan pikiran yang baik disebut dengan pandangan benar dan pikiran benar. Hal ini sesuai dengan Menumbuhkan Pandangan Benar dan Pikiran Benar dalam Cen Fo Indonesia ( 2007 : 7 ), yaitu : Bagi kehidupan seorang Buddhis, pandangan benar dan pikiran benar itu harus senantiasa diusahakan dan ditumbuhkan misalnya dengan selalu mengadakan refleksi diri dan refleksi segala sesuatu di dalam kehidupan sehari-hari, karena segala sesuatu baik buruknya, benar salahnya atau penderitaan manusia itu tergantung bagaimana pikiran kita bekerja dan cara pandang kita. Menurut Japanese Daruma Doll Figures Red&White dalam Ebay.com, biasanya boneka Daruma yang dijual di kuil-kuil Buddha sudah ditandai dengan cap masing-masing kuil, karena kebanyakan dari kuil-kuil di Jepang tidak menerima untuk membakar boneka Daruma yang bukan dibeli dari kuil tersebut. Hal ini untuk mencegah keramaian pada saat pembakaran di api suci atau bonfire. Tempat 29
penjualan boneka Daruma yang terbesar dan terkenal di Jepang terletak di Darumadera, sebuah kuil di Takasaki kira-kira 100 km barat laut dari Tokyo. Menurut analisis saya, boneka Daruma memiliki pengaruh ajaran agama Buddha karena selain mengandung nilai-nilai agama Buddha, nama boneka daruma juga diambil dari nama seorang biarawan Buddha bernama Bodhidharma. Bodhidharma adalah seorang putera ketiga dari Raja Simharvarman di India, yang diberi nama Jayavarman, yang berarti “dia yang membawa kejayaan dan kemenangan bagi keluarga besar Varman”. Nama Bodhidharma adalah nama yang didapat di China ketika Ia menyebarkan ajaran agama Buddha. Sebagai pangeran, Jayavarman tidak kekurangan sesuatu apapun apabila hidup di dalam istana, bahkan Ia mempunyai kesempatan untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja, namun Ia memilih untuk pergi dari istana, mencari pencerahan dalam ajaran Buddha. Krishna ( 2005 : 4 ), mengemukakan bahwa: Dalam tradisi Zen, banyak yang bahkan percaya bahwa Bodhidharma “tidak pernah ada“, bahwasanya Bodhidharma bukanlah nama seorang petapa, melainkan “esensi tapa“ itu sendiri. Sosok seorang pangeran dari Dinasti Pallava di India Selatan yang meninggalkan istana setelah pencerahannya, kemudian berlayar menuju China atas undangan kaisar Wu sekitar 500 tahun SM itu mereka anggap tidak penting. Yang penting adalah pesannya! Pesan itu pula yang kemudian mereka beri nama “ Bodhidharma “- Dharma Buddha.
Menurut analisis saya, nama boneka Daruma berasal dari Bodhidharma, yaitu seorang putera ketiga dari Raja Simharvarman di India, yang diberi nama Jayavarman, yang berarti “dia yang membawa kejayaan dan kemenangan bagi
30
keluarga besar Varman”. Sedangkan nama Bodhidharma adalah nama yang didapat di China ketika Ia menyebarkan ajaran agama Buddha. Selain itu juga memiliki arti sebagai pedoman hidup untuk mencapai kesadaran, sebagaimana menurut Krishna ( 2004 : 6 ), nama Bodhidharma yang diberikan kepada Jayavarman oleh masyarakat China berarti Dharma Buddha. Dharma dapat diartikan sebagai “kebajikan” ataupun “pedoman”. Buddha juga bukanlah nama seseorang. Siddharta Gautama yang biasa disebut Buddha, memperoleh sebutan itu karena “kesadaran“ yang dicapainya. Buddha berarti “kesadaran“. Oleh karena itu kata “Bodhidharma” dapat diartikan sebagai pedoman bagi hidup berkesadaran atau pedoman untuk mencapai kesadaran atau juga perilaku orang yang berkesadaran. Boneka Daruma sebagai salah satu boneka tradisional Jepang yang masih tetap eksis sampai hari ini, dapat dijumpai di rumah-rumah penduduk, restoran-restoran, perkantoran dan berbagai tempat lainnya di Jepang. Di rumah-rumah masyarakat Jepang biasanya boneka Daruma yang sudah dihiasi sebelah bola matanya, sepanjang tahun akan diletakkan di rumah di atas altar Buddha atau yang disebut Butsudan. Butsudan ( 仏壇 ) merupakan sebuah altar Buddha yang biasanya diletakkan di tempat-tempat suci seperti di kuil. Namun belakangan ini altar Buddha ini dapat dilihat di rumah-rumah masyarakat Jepang pada umumnya. Butsudan berasal dari kata Butsu ( 仏 ) yang berarti Buddha, dan Dan ( 壇 ) yang berarti rumah. Jadi Butsudan adalah rumah milik Buddha. Di atas Butsudan ini biasanya diletakkan benda-benda suci seperti gambar Buddha, beberapa papan yang bertuliskan kata-kata
31
atau pesan-pesan Buddha dan beberapa persembahan dan benda penting lainnya, seperti makanan berupa nasi dan buah-buahan serta minuman berupa teh, dan juga bunga. Terkadang juga diletakkan foto-foto milik keluarga yang telah meninggal dunia. Boneka Daruma sebagai boneka pengharapan yang melambangkan Buddha juga diletakkan di atas Butsudan. Butsudan biasanya diletakkan di sebuah ruangan terpisah yang dapat digunakan untuk berdoa. Namun keadaan rumah-rumah di Jepang yang sempit, menjadikan Butsudan dapat diletakkan dimana saja, terutama di tempat yang tinggi. Menurut analisis saya, pengaruh nilai-nilai agama Buddha pada benda-benda suci persembahan kepada Buddha serta boneka Daruma yang diletakkan di atas Butsudan di rumah adalah agar umat Buddha ‘meletakkan’ segala sesuatu yang berhubungan dengan Sang Buddha di tempat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya dan di atas segala-galanya. Mengingat pesan-pesan dan ajaran-ajaran Sang Buddha dalam kehidupan manusia dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, namun bukan sebagai ajang pamer akan keindahan sebuah Butsudan, atau untuk meningkatkan harga diri dan kesombongan bagi pemiliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ven ( 1998 ), yaitu: A proper altar holds images or representations of the Buddha's enlightened body, speech and mind which serves as reminders of the goal of Buddhist practice -- to develop these qualities in oneself so as to be able to fully benefit all sentient beings. The reason for setting up an altar is not for fame, for showing off wealth, or to increase pride, but rather it is to reduce one's mental afflictions and to seek the ability to help all sentient beings.
32
Terjemahan: Sebuah altar yang benar memberikan gambaran atau menampilkan tubuh pencerahan dari Sang Buddha, kata-kata dan pikiran yang ada sebagai -pengingat akan kesuksesan dari latihan-latihan Buddhis- untuk meningkatkan kualitas dari seseorang untuk dapat memenuhi semua kebaikan dalam kehidupan antar sesama manusia. Alasan untuk mendirikan sebuah altar bukanlah untuk popularitas, untuk pamer kekayaan, atau untuk meningkatkan harga diri, tetapi lebih kepada mengurangi rasa penderitaan seseorang dan untuk meningkatkan kemampuan kita dalam membantu sesama manusia. Boneka Daruma memiliki ciri-ciri yang khas dan mengandung sifat-sifat dari Bodhidharma itu sendiri. Menurut analisis saya, boneka Daruma melambangkan sifat-sifat yang terdapat pada Bodhidharma, yang terdapat dalam 10 Paramita atau kebaikan-kebaikan utama dalam agama Buddha, yakni Shila, Khanti dan Aditthana yang berarti sifar-sifat disiplin diri, penuh kesabaran, tekad yang bulat, keseimbangan diri dan kasih dalam kehidupan sesama manusia. Ketika melakukan zazen selama sembilan tahun, Bodhidharma dalam mencapai pencerahan menjadikan Shila, Khanti dan Aditthana bagian dalam meditasinya. Dengan meditasi, keseimbangan diri dalam menghadapi berbagai cobaan hidup dapat dijalani dengan penuh kasih terhadap sesama. Menurut analisis saya hal ini sesuai dengan ajaran agama Buddha yang terdapat dalam 10 Paramita, yakni melaksanakan Sadhana atau meditasi dengan Shila, Khanti dan Aditthana yang berarti disiplin, kemampuan untuk menahan diri, dan kebulatan tekad. Bodhidharma selama melakukan Sadhana atau meditasi Bodhidharma menyebut enam Paramita. Bagi Bodhidharma keseimbangan diri atau upekha adalah hasil meditasi, yang kemudian berbunga menjadi metta atau kasih.
33
Buahnya adalah: 1. Adhitthana, yang berarti kebulatan tekad. 2. Satya, yang berarti kebenaran. 3. Virya, yang berarti kekuatan dan Khanti, yang berarti kesabaran, digabung menjadi satu. 4. Pragyaan, yang berarti kebijaksanaan. 5. Nishkama, yang berarti berkarya tanpa pamrih dan Dana, yang berarti amal saleh. 6. Shila, yang berarti disiplin diri. Ciri khas boneka Daruma adalah tidak memiliki kedua bola mata, bentuk badannya yang bulat dan berat di bagian bawahnya, tidak memiliki kedua tangan dan kaki serta seluruh tubuh berwarna merah pada umumnya. Menurut analisis saya, ciri-ciri fisik sebagai ciri khas dari boneka Daruma mengandung nilai-nilai agama Buddha. Pada sub bab berikut di bawah ini, saya akan menganalisis nilai-nilai agama Buddha pada ciri khas boneka Daruma, yakni pada ciri-ciri fisiknya.
3.1.1
Analisis Pengaruh Agama Buddha Pada Boneka Daruma Yang Tidak Memiliki Bola Mata Boneka Daruma yang dijual luas di Jepang biasanya tanpa kedua bola mata.
Hal ini dimaksudkan agar para pembeli dapat mengecat bola mata pada boneka Daruma sesuai dengan pengharapan para pembeli.
34
Menurut analisis saya, di Jepang boneka Daruma pada awalnya dibuat lengkap dengan kedua bola matanya, karena boneka Daruma pada saat itu dijual dengan tujuan sebagai boneka hadiah pemberian pada Perayaan Natal, Perayaan Tahun Baru dan Perayaan Hari Ulang Tahun. Pada awalnya di Perfektur Kanto, boneka Daruma dibuat dengan tanpa bola mata, dijual di pasar-pasar terutama bazaar pada kuil-kuil Buddha pada saat Tahun Baru. Boneka Daruma yang dibuat tanpa bola mata pada kedua matanya, dapat dihiasi sendiri oleh orang-orang yang membeli boneka tersebut dengan pengharapannya masing-masing. Hal ini sesuai dengan pendapat Greve ( 2002 ) bahwa pada awalnya boneka Daruma selalu dibuat dengan kedua matanya. Tetapi di daerah Kanto sekitar Tokyo, boneka Daruma dengan mata berwarna putih dijual di pasar-pasar dan kuil-kuil menjelang Tahun Baru. Menurut analisis saya, boneka Daruma dibuat tanpa memiliki bola mata pada kedua matanya mengandung nilai-nilai agama Buddha, hal ini disebabkan karena Bodhidharma pada saat melakukan meditasi selama sembilan tahun di Gunung Suuzan(嵩山) tepatnya di Kuil Shourinji ( 少林寺 ) tidak dapat menahan rasa kantuknya sehingga berkali-kali Ia jatuh tertidur sesaat dan hal ini menurutnya sangat mengganggu konsentrasinya dalam bermeditasi, sehingga Ia memotong kedua kelopak matanya. Hal ini sesuai dengan pedapat Goodin ( 2003 ) yang menyatakan bahwa: Naturally, Bodhidharma fell asleep from time to time during his effort. He became so irritated by this that legend says that he cut off his eyelids and tossed them to the ground.
35
Terjemahan: Sudah sewajarnya, Bodhidharma tidak dapat menahan rasa kantuknya sehingga berkali-kali Ia jatuh tertidur sesaat. Menurut legenda Ia merasa terganggu dengan hal ini, sehingga Ia memotong kedua kelopak matanya dan membuangnya ke tanah. Ada beberapa alasan mengapa boneka Daruma dibuat tanpa kelopak mata, antara lain: 1. Pada saat melakukan meditasi, Bodhidharma tidak menggunakan kedua matanya untuk mencapai pencerahan, melainkan memakai mata batinnya. 2. Gambaran dari Sang Buddha mengatakan bahwa untuk datang dalam kehidupan adalah pada saat mata diwarnai.
3.1.2
Analisis Pengaruh Agama Buddha Pada Bentuk Tubuh Boneka Daruma Boneka Daruma dibuat dengan bentuk yang bulat dengan bagian bawahnya
lebih berat. Orang-orang dapat menyebutnya Tumbler Doll, atau boneka yang dapat berdiri kembali apabila disenggol atau jatuh. Di Jepang disebut juga Okiagari Koboshi ( 起き上がり小法師 ). Menurut analisis saya, hal ini dimaksudkan oleh pembuat boneka Daruma supaya semua orang bersemangat ketika menghadapi kegagalan atau keterpurukan sekalipun. Untuk terus berusaha dan tidak pantang menyerah untuk meraih kesuksesan. Hal ini sesuai dengan Japanese Daruma Doll Figures Red&White dalam Ebay.com, yang mengemukakan: Because of their low centers of gravity, some types of daruma doll return to the upright position after being tilted to one side. As such, the daruma has become symbolic for optimism, persistence, and strong determination. 36
Terjemahan: Karena bentuk boneka Daruma yang berat pada bagian bawahnya, beberapa tipe dari boneka Daruma akan kembali ke posisi semula setelah disenggol pada salah satu sisinya. Oleh karena itu, boneka Daruma telah menjadi simbol untuk optimisme, ketekunan, dan keteguhan hati yang kuat. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lindquist ( 2007 ), yaitu: Daruma-san symbolizes the patience and determination it takes to achieve a worthwhile goal. Daruma-san is often represented by a roly-poly doll that, no matter how it's tipped, bobs back upright. As the Japanese say, "Seven times you may fall, but eight times you rise up again!" Terjemahan: Daruma merupakan simbol dari kesabaran dan kebulatan tekad dalam meraih kesuksesan. Tuan Daruma sering dipresentasikan dengan sebuah boneka roly-poly, tidak peduli bagaimanapun boneka tersebut disenggol, akan kembali ke posisi semula. Seperti ungkapan di Jepang, “Tujuh kali kamu jatuh, tetapi delapan kali kamu akan bangkit lagi”. Goodin ( 2003 ) mengemukakan bahwa setiap boneka Daruma mengandung pesan bagi pemiliknya sebagai berikut: 「 七転びやおき、人生はこれからだ。 」 ( Jatuh 7 kali, bangkit 8 kali, hidup dimulai dari sekarang. ) Menurut analisis saya, dari bentuk boneka Daruma tersebut, mengandung unsur-unsur kebaikan dari sepuluh kebaikan utama atau yang dikenal dengan sebutan Paramita dalam tradisi Budhhis, yaitu: -
Nishkama, yang berarti berkarya tanpa pamrih.
Contoh: Meditasi untuk mencapai pencerahan diri dilakukan oleh Bodhidharma merupakan sebuah persembahan kepada Buddha yang tulus dari dirinya untuk merenungkan segala perbuatan yang telah
37
dilakukan serta perbuatan baik yang akan dilakukan bagi sesama manusia sesuai dengan ajaran Buddha itu sendiri. -
Virya, yang berarti energi, tenaga dan semangat.
Contoh: Dalam agama Buddha, energi, tenaga dan semangat merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan meditasi, karena hal-hal tersebut merupakan kekuatan bagi manusia untuk mencapai pencerahan diri. -
Khanti, yang berarti kemampuan untuk menahan diri, untuk bersabar.
Contoh: Dalam ajaran agama Buddha, bersabar dan menahan diri dalam kehidupan menjadi landasan yang kuat bagi manusia untuk menahan ego nya masing-masing dalam tercapainya kesejahteraan. -
Adhitthana, yang berarti kebulatan tekad. Bulatkan tekad untuk tetap bertahan pada kebenaran, apapun konsekuensinya.
Contoh: Dalam ajaran agama Buddha, kejujuran serta kebulatan tekad untuk tetap bertahan pada kebenaran sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Apapun yang akan terjadi, manusia harus mempertahankan kebenaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Krishna ( 2005 : 105 ), bahwa bahwa dalam tradisi Buddhis dikenal sepuluh kebaikan-kebaikan utama atau yang dikenal dengan sebutan “Paramita”, yaitu: 1. Dana, yang berarti bukan sekedar amal saleh, tetapi amal saleh yang dilakukan tanpa harapan akan imbalan. Dana berarti memberi dan melupakan. Dana juga berarti mengingat setiap kebaikan yang dilakukan oleh orang lain terhadap diri
38
kita. 2. Shila, yang berarti disiplin atau beraturan dalam melunakan jiwa; disiplin yang kita terapkan atas kesadaran kita sendiri, bukan karena dipaksa; peraturan yang kita terima atau kita buat sendiri untuk mengatur diri. 3. Nishkama, yang berarti berkarya tanpa pamrih. 4. Pana atau Pragyaan yang berarti kebijaksanaan, kemampuan untuk menentukan tindakan mana yang dan tindakan mana yang tidak tepat. 5. Virya, yang berarti energi, tenaga, semangat. 6. Khanti, yang berarti kemampuan untuk menahan diri, untuk bersabar. 7. Satya atau Sacca, yang berarti kebenaran. Mempersatukan pikiran, tindakan dan ucapan adalah langkah pertama dalam kebenaran. Langkah berikutnya adalah memperluas wawasan dan melihat kebenaran dari setiap sudut pandang, melihat kesatuan dibalik perbedaan. Langkah terakhir adalah menemukan inti kebenaran atau kasunyatan. 8. Adhitthana, yang berarti kebulatan tekad. Bulatkan tekad untuk tetap bertahan pada kebenaran, apapun konsekuensinya. 9. Metta, yang berarti kasih sayang, kebersamaan, persahabatan. 10. Upekha, yang berarti keseimbangan.
3.1.3
Analisis Pengaruh Agama Buddha Pada Boneka Daruma Yang Tidak Memiliki Kedua Kaki dan Tangan Boneka Daruma memiliki ciri khas fisik tidak memiliki kedua tangan dan
39
kaki. Menurut analisis saya, nilai-nilai agama Buddha pada boneka Daruma yang tidak memiliki kedua tangan dan kaki merupakan cermin fisik dari Bodhidharma yang kedua tangan dan kakinya melayu sehingga tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya karena melakukan meditasi selama sembilan tahun lamanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Goodin ( 2003 ) bahwa boneka Daruma dibuat dengan bentuk tanpa kedua kaki dan kelopak mata. Dahulu ketika Bodhidharma melakukan meditasi di Gunung Suuzan(嵩山)
tepatnya di Kuil Shourinji(少林寺)untuk mencapai
pencerahan, ia mempraktekan posisi duduk dalam meditasi atau yang dikenal dengan sebutan Zazen yang dilakukannya selama sembilan tahun, sehingga lengan dan kakinya melayu dan tidak dapat berfungsi lagi selamanya. Dalam agama Buddha, meditasi juga dimaksudkan agar manusia dapat menghargai segala sesuatu yang ada di dalam dirinya masing-masing. Tidak hanya mengejar segala sesuatu yang menurut ajaran agama Buddha adalah kesenangan sesaat saja yang ada di dunia ini. Bodhidharma sebagai seorang anak Raja rela melepaskan dirinya dari segala kesenangan duniawi yang telah Ia miliki dan melakukan meditasi hingga kedua kaki dan tangannya melayu, namun hal ini tidak membuat Ia menyesali keadaannya itu, tidak murka terhadap keadaannya dan tetap ikhlas untuk melanjutkan meditasinya. Menurut analisis saya, segala sesuatu yang terjadi pada Bodhidharma tidaklah membuat dirinya ragu untuk terus melanjutkan meditasi untuk mencapai pencerahan. Segala sesuatu yang dijalani dengan setulus hati tanpa sedikitpun keluhan dalam mencapai pencerahan diyakininya akan menjadikan contoh yang baik bagi
40
sesamanya. Menurut Krishna ( 2004 : 34 ), memasuki alam meditasi melalui Jalan Pengabdian berarti melakoni empat hal utama yang merupakan satu kesatuan: kemampuan untuk menerima ketidakadilan, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, berhenti mengejar sesuatu, dan menerjemahkan dharma atau kebajikan dalam hidup sehari-hari. Dalam
The
History
of
Daruma,
ketika
mencapai
pencerahannya,
Bodhidharma melakukan meditasi menghadap dinding di dalam sebuah goa di Gunung Suuzan( 嵩山 ) tepatnya di Kuil Shourinji ( 少林寺 ). Untuk mencapai kekosongan dalam meditasi atau yang dikenal “kasunyatan”, Bodhidharma menatap tembok. Dalam salah satu dialek China dikenal dengan sebutan Pai Piak yang berarti Penyembah Tembok. Bodhidharma menghadap tembok dalam konsentrasinya untuk mencapai suatu kekosongan atau kasunyatan karena menurut dirinya setiap sudut kekosongan terpenuhi oleh-Nya.
3.1.4
Analisis Pengaruh Agama Buddha Pada Warna Boneka Daruma Di Jepang boneka Daruma dahulu hanya dikenal dengan satu warna, yakni
warna merah. Kemudian boneka Daruma dibuat dengan lima warna,yaitu warna hijau, kuning, merah, putih dan hitam. Boneka Daruma dengan lima warna sudah dijual pada abad ke-17 terutama dalam industri kain sutra. Hal ini sesuai dengan pendapat Baten ( 1992 : 68 ), yaitu: The five color daruma have been sold since the 17th century as protective charms for all aspects of the silk industry, ranging from the initial silkworm 41
raising to the final weaving of the thread. Terjemahan: Boneka Daruma dengan lima warna sudah dijual sejak abad ke-17 sebagai boneka pelindung dalam segala aspek pada industri kain sutra, dimulai dari ulat sutra kemudian meningkat hingga pada akhir menenun benang. Menurut analisis saya, lima warna yang digunakan pada boneka Daruma berasal dari filosofi Buddhis, yang disebut dengan Goshiki. Hal ini sesuai dengan The Great Buddhist Dictionary ( 仏教大辞典、小学館 ), dalam Buddhanet ( 2002 ) bahwa dapat dipelajari lima warna dalam Daruma, yaitu: warna hijau, kuning, merah, putih, dan hitam. Warna-warna tersebut berhubungan dengan the Five Skandhas ( Goshiki 五識 ), the Five Wisdoms atau Lima Pengharapan ( Gochi 五知 ), atau the Five Buddhas atau Lima Buddha ( Gobutsu 五佛 ) sebagai ekpresi dari berbagai macam ajaran-ajaran agama Buddha.
Menurut Greve ( 2002 ) dalam filosofi Buddhis, warna-warna pada boneka Daruma memiliki teori sebagai berikut: Melambangkan lima panca indra pada tubuh manusia yaitu mata, telinga, hidung, lidah dan kulit, dimana kelima indra tersebut dalam Buddhis antara lain melambangkan: a.
Kesadaran penglihatan atau Ganshiki ( 眼識 ) yang dilambangkan dengan warna putih.
b.
Kesadaran pendengaran atau Mimisatoshi ( 耳 識 ) yang dilambangkan dengan warna biru ( terkadang dapat digantikan dengan warna hitam ).
c.
Kesadaran penciuman atau Hanasatoshi ( 鼻識 ) yang dilambangkan dengan 42
warna kuning. d.
Kesadaran pengecap atau Shitasatoshi ( 舌識 ) yang dilambangkan dengan warna merah.
e.
Kesadaran perasa atau Misatoshi ( 身識 ) yang dilambangkan dengan warna hijau.
Selain dalam filosofi Buddhis, Baten ( 1992 : 68 ) mengemukakan bahwa ada tiga versi yang menjelaskan mengenai lima warna atau yang dikenal dengan Goshiki, yaitu: The first says that they are symbolic of the gift of coarse silk of five colors offered to the Shinto gods. Second says that they relate to the words of Buddha, “ one flower opens to five petals and bears fruit according to its own nature”. The third simply says that they represent the five primary colors used in silk dyeing although the five colors are not always the same from set to set. Terjemahan: Yang pertama dikatakan bahwa lima warna tersebut merupakan simbol dari pemberian akan lima warna sutra kasar yang diserahkan pada dewa-dewa Shinto. Yang kedua dikatakan bahwa mereka berhubungan dengan kata-kata Buddha, “ sebuah bunga terbuka untuk lima daun bunga dan buahnya secara alaminya”. Yang ketiga dikatakan bahwa mereka mewakilkan lima warna dasar yang digunakan pada pencelupan sutra walaupun ke-lima warna tersebut tidak selalu sama dari satu set ke set yang lainnya. The Concept Goshiki ( 2002 ), mengemukakan bahwa: 五色だるま張子はその難しい問題を忘れさせないように作られていま す。 Terjemahan: Boneka Daruma dibuat dalam lima warna dimaksudkan agar manusia tidak melupakan masalah-masalah yang sulit. 43
Menurut The Great Buddhist Dictionary ( 仏教大辞典、小学館 ), dalam Buddhanet ( 2002 ) bahwa dapat dipelajari lima warna dalam Daruma, yaitu: warna hijau, kuning, merah, putih, dan hitam. Warna-warna tersebut berhubungan dengan the Five Skandhas ( Goshiki 五識 ), the Five Wisdoms atau Lima Pengharapan ( Gochi 五知 ), atau the Five Buddhas atau Lima Buddha ( Gobutsu 五佛 ) sebagai ekpresi dari berbagai macam ajaran-ajaran agama Buddha. Menurut Greve ( 2002 ), warna-warna pada boneka Daruma menampilkan warna-warna pada bendera-bendera Tibet yang melambangkan masing-masing elemen dalam alam semesta. Warna biru melambangkan langit, warna putih melambangkan awan, warna merah melambangkan api, warna hijau melambangkan air, dan warna kuning melambangkan bumi.
3.2
Analisis Pemakaian Boneka Daruma Dalam Dunia Politik Jepang Negara Jepang adalah negara Kerajaan Berdasarkan UUD dimana kekuasaan
seorang Kaisar sangat terbatas. Kepala dari pemerintahan Jepang adalah seorang Perdana Menteri. Seorang Perdana Menteri ditunjuk oleh Kaisar Jepang setelah mendapat persetujuan dari anggota-anggota kongres. Boneka Daruma dalam dunia politik Jepang mempunyai peranan yang penting sebagai boneka pengharapan, pembawa semangat dan keberuntungan, serta simbol kemenangan dalam pemilihan kepemimpinan maupun politisi-politisi Jepang. Menurut analisis saya, sifat dan perilaku yang ada pada Bodhidharma sesuai dengan ajaran Buddha dapat dilihat pada pemakaian boneka Daruma sampai hari ini
44
dalam dunia politik Jepang yang membantu orang-orang yang bergerak dalam dunia politik Jepang tersebut untuk memiliki sifat maupun perilaku yang diajarkan dalam ajaran Zen, sesuai dengan harapan masyarakat sebagai pemilih para pemimpin dan para politisi, sehingga menjadi keberuntungan bagi masyarakat, dan juga sebagai kemenangan bagi pemimpin dan politisi-politisi yang terpilih serta bagi masyarakat yang telah memilih para pemimpin dan politisi-politisi tersebut. Hal ini sesuai dengan Priastana ( 2004 ), bahwa di tengah arus kehidupan politik yang semakin terbuka dan demokratis, mengandung daya tarik dan semarak ini, sudah sepantasnya bila setiap warga negara dapat memahami hakekat politik yang sesungguhnya, politik yang tidak terpisahkan dari moralitas, etika dan nilai-nilai agama. Selain itu juga menurut Reeve ( 2005 : 26 ) yang mengemukakan bahwa Zen menyebar di Jepang pada akhir abad ke-12 hingga abad ke-13 dan berpengaruh sangat besar bagi masyarakat Jepang terutama prajurit atau samurai pada masa itu. Suseno ( 1994 ) mengemukakan manusia sebagai individu merupakan juga makhluk sosial yang berpolitik atau zoon-politicon seperti dinyatakan oleh Aristoteles ( 384-348 ). Dimensi sosial politik manusia itu menyatakan dirinya dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan, diantaranya adalah negara. Masing-masing negara membutuhkan seorang pemimpin dan orang-orang pintar di dalamnya untuk membangun negaranya. Pintar tidak hanya dalam edukasi, tetapi juga pintar
dalam menjalankan nilai-nilai agama. Manusia hidup
berdampingan dan saling membutuhkan satu sama lainnya. Kebutuhan manusia
45
hanya dapat dipenuhi dalam kebersamaan dengan orang lain, pemenuhan kebutuhan itu menjadi sangat dipermudah apabila diusahakan dalam bekerja sama, dimana perilaku dalam hubungan sosialnya berlangsung secara terstruktur. Usaha bersama-sama itu merupakan aktivitas tertinggi kehidupan manusia, seperti yang tercermin dalam kehidupan sosial politisnya, dalam aktivitas politis atau partisipasinya dalam kehidupan berbangsa dan negara. Menurut analisis saya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dibutuhkan seorang pemimpin ataupun politisi-politisi yang dapat memajukan kesejahteraan bangsa dan negaranya tersebut. Untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan menjalankan hukum negara, maka rakyat harus mencari dan menemukan seorang pemimpin bagi negaranya melalui pemilu. Hal ini sesuai dengan Mahathera dalam Priastana ( 2004 : 29 ), pemilu adalah instrumen pembaharuan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpinnya, dan suatu sarana yang mencerminkan demokrasi, kedaulatan rakyat, pemerintahan yang berdasarkan suara rakyat. Ada pertalian yang erat sekali antara agama Buddha dengan demokrasi. Menurut analisis saya, ajaran Zen meluas dari bagian ilmu filsafah, kemasyarakatan, faktor-faktor sejarah, dan keharuan. Semuanya merupakan kebajikan agama yang menerapkan kepada semua manusia untuk tidak hanya memuja kesenangan duniawi saja, tetapi juga mengajarkan kepada semua orang untuk hidup bahagia dan penuh kedamaian antara sesama manusia. Menurut ajaran agama Buddha seorang pemimpin harus memiliki landasan yang kuat dari ajaran
46
Buddha yaitu ketidakputusasaan, keikhlasan, kesabaran, serta ketekunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ives ( 2005 ), yaitu: The systems of social ethics in Japanese Zen have been shaped largely by epistemological, sociological, and historical factors, and compassion should best be understood as a "theological virtue" that historically has gained specificity from those other factors. Terjemahan: Sistem dari etika sosial dalam Zen Jepang telah meluas oleh bagian ilmu filsafah, kemasyarakatan, faktor-faktor sejarah, dan keharuan atau yang lebih dimengerti sebagai “kebajikan agama” yang secara sejarah telah meraih kekhususan dari factor-faktor tadi. Hal ini juga sesuai dalam “Following the Buddha’s Footsteps” yang mengemukakan bahwa: Because the Buddha knew what was in the hearts of children and human kind, he taught everyone how to live a happy and peaceful life. Buddhism is not learning about strange beliefs from faraway lands. It is about looking at and thinking about our own lives. It shows us how to understand ourselves and how to cope with our daily problems. Terjemahan: Karena Buddha mengetahui apa yang ada di dalam hati seorang anak kecil dan manusia pada umumnya, Sang Buddha mengajarkan kepada semua orang untuk hidup bahagia dan penuh kedamaian di dalam hidup. Buddhisme bukan belajar mengenai kepercayaan asing dari negeri yang jauh. Tetapi mengajarkan untuk melihat dan memikirkan tentang kehidupan kita masing-masing. Hal ini menunjukkan kepada kita untuk mengerti akan diri kita sendiri dan bagaimana untuk mengatasi masalah sehari-hari kita.
Menurut analisis saya, ajaran-ajaran Buddha yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin maupun politisi-politisi juga terdapat dalam ajaran Zen. Ajaran Zen tidak dapat hanya melalui peraturan- peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang telah ada saja, namun lebih ditekankan pada pencerahan diri untuk mencapai suatu
47
kebebasan diri yang tidak lepas dari ajaran Buddha itu sendiri. Meditasi juga merupakan suatu aspek penting dalam praktik Buddhis. Krishna ( 2005 : 17 ) mengemukakan bahwa: Many roads lead to the Path, but basically there are only two: reason and practice. To enter by reason means to realize the essence through instruction and to believe that all living things share the same true nature, which isn’t apparent because it should by sensation and delusion. Terjemahan: Banyak jalan menuju Jalan Raya. Tetapi, sesungguhnya hanya ada dua jalan: Jalan Pengetahuan dan Jalan Pengabdian. Memasuki alam meditasi lewat jalur pengetahuan berarti menyadari “inti kehidupan” lewat instruksi; meyakini bahwa pada hakikatnya segala bentuk kehidupan memiliki “inti” yang sama. Bila “tampak dan terasa” berbeda, hal itu semata-mata karena sensasi yang kita peroleh. Sesungguhnya perbedaan itu hanyalah ilusi, khayalan.
The Path atau Jalan Raya yang dimaksud oleh Krishna ( 2005 : 17 ) adalah dhyana, chang, zen, meditasi. Bagi Bodhidharma meditasi bukanlah salah satu jalan, melainkan satu-satunya jalan. Oleh karena itu untuk mencapai pencerahan, Ia melakukan meditasi. Krishna ( 2005 : 22 ) mengemukakan Jalan Pengetahuan ( Gyaana Maarga ) mewakili otak atau pikiran, menuntut analisis, dan Jalan Pengabdian ( Bhakti Maarga ) mewakili hati atau perasaan, menuntut penyerahan diri. Di Jepang, salah satu boneka tradisionalnya yaitu boneka Daruma sering kali dipakai sebagai simbol kemenangan dalam dunia politik. Sampai saat ini, bagi masyarakat Jepang boneka Daruma dijadikan sebagai gambaran akan sebuah kedisiplinan, ketetapan hati, kesabaran atau penahanan nafsu. Menjelang Tahun Baru akan banyak perusahaan-perusahaan membeli boneka Daruma dan mewarnai mata 48
sebelah kirinya sebagai simbol untuk mencapai kesuksesan pada tahun berikutnya dan apabila telah tercapai, maka mata sebelah kanan akan dicat dengan bentuk yang sama pula. Hal ini dimaksudkan ketika sebuah perusahaan ingin mencapai sebuah target yang diharapkan dalam tahun tersebut, maka akan membeli sebuah boneka Daruma dan mewarnai sebelah matanya sebagai simbol pengharapan dan kemudian akan mewarnai mata yang berikutnya pada akhir tahun ketika target yang diharapkan telah tercapai. Menurut analisis saya, tantangan, musibah, rasa putus asa, merupakan suatu hal yang sudah pasti menjangkiti seorang pemimpin dalam menghadapi berbagai situasi dalam suatu negara yang maju seperti negara Jepang. Sebagai pemimpin atau politisi, boneka Daruma membawakan semangat bagi mereka dalam menjalankan aktivitas sosialnya demi kemajuan bangsa dan negara. Boneka Daruma ukuran besar dengan sebelah mata yang sudah diwarnai lazim dijumpai di kantor-kantor politisi pada saat pemilihan wakil negara tersebut. Hal ini sesuai dengan Goodin ( 2003 ), bahwa boneka Daruma memiliki pesan sebagai berikut:「
七転びやおき、人生は
これからだ。 」Artinya: Jatuh 7 kali, bangkit 8 kali, hidup dimulai dari sekarang. Yang berarti Daruma mengajarkan kepada kita untuk mau mempersembahkan dan gigih, serta bangkit walaupun kita sudah tersandung hingga jatuh, tidak menyerah dan tidak pernah berputus asa. Hal ini juga sesuai dengan kitab-kitab suci dalam Krishna ( 2005 : 48 ), “Bila menghadapi musibah, janganlah engkau berkeluh kesah, karena apapun yang terjadi bukanlah tanpa alasan”. Ayat ini mengajak kita untuk bertanggung jawab akan segala
49
perbuatan kita, bertanggung jawab penuh atas apapun yang terjadi pada kita, tidak mencari kambing hitam. Menurut analisis saya, Krishna ( 2005 : 83 ) bermaksud menjelaskan bahwa tantangan maupun musibah yang datang, sebagai seorang pemimpin harus siap untuk menyerahkan jiwa, raga serta harta tanpa beban sekalipun untuk kepentingan masyarakatnya. Sambil melakoni Dharma dan mempertahankan kesadaran diri, seorang pemimpin harus memberi tanpa pamrih, berbagi tanpa keterikatan, dan membantu tanpa pilih kasih. Hal ini sesuai dengan pendapat Krishna ( 2005 : 83 ) yang mengemukakan bahwa: Since that which is real includes nothing worth begrudging, they give their body, life, and property in charity, without regret, without the vanity of giver, gift, or recipient, and without bias or attachment. And to eliminate impurity they teach others, but without becoming attached to form. Thus, through their own practice they’re able to help others and glorify the Way of Enlightenment. Terjemahan: Sadar akan hakikat yang tak pernah berkurang, mereka senantiasa siap sedia untuk menyerahkan jiwa, raga serta harta tanpa penyesalan maupun rasa angkuh sebagai pemberi, sebagai sebuah pemberian atau sebagai penerima. Untuk menghilangkan kekotoran mereka mengajari satu sama lain, tetapi dengan tanpa menjadi terikat akan suatu bentuk. Demikian mereka memuliakan Jalan menuju Pencerahan.
3.2.1
Analisis Pemakaian Boneka Daruma Dalam Dunia Politik Jepang Sesuai Dengan Ciri-Ciri Fisik Dari Boneka Daruma Berikut ini beberapa gambar dan berita mengenai pemakaian boneka Daruma
dalam dunia politik di Jepang, yang kemudian penulis akan menganalisis gambar dan berita tersebut berdasarkan ciri-ciri fisik dari boneka Daruma : 50
a.
3.4 Menteri Lingkungan Yuriko Koike Dalam Pemilihan Pada Parlemen Tahun 2005
Sumber:
http://martinjapan.blogspot.com/2005_08_01_archive.html
Gambar 3.4 di atas, Yuriko Koike sedang melukis sebuah mata pada boneka Daruma sambil mendoakan kemenangannya dalam pemilihan pada parlemen tahun 2005 di Jepang, sebagaimana dikemukakan oleh Frid ( 2005 ): The election campaign has begun. The photo shows environmental minister Yuriko Koike, painting an eye of a papier mache Daruma doll. It is a fun tradition for good luck. If she wins a seat in the parliament, she can paint the other eye as well. Terjemahan: Kampanye pemilihan telah dimulai. Foto di atas menunjukkan Menteri Lingkungan Yuriko Koike, melukis salah satu mata boneka Daruma yang terbuat dari kertas minyak. Hal ini adalah suatu tradisi yang menarik untuk membawa keberuntungan. Jika ia menang salah satu kursi di parlemen, Ia dapat mengecat salah satu mata berikutnya. b.
3.5 Gubernur Tokyo Shintaro Ishihara di Kantor Kampanye-nya pada 8 April 2007
Sumber: http://www.gulf-times.com/site/topics/article.asp
Gambar 3.5 di atas, Shintaro Ishihara melukis bola mata yang ke-dua pada 51
boneka Daruma setelah mendapat laporan bahwa ia akan dipilih ulang dalam pemilihan Gubernur tahun 2007 di Tokyo, sesuai dengan Nationalist wins polls for Tokyo dalam Gulf Times Newspaper ( 2007 ) : Tokyo Governor Ishihara waves after he painted in an eye of a daruma doll for good luck at his campaign office in Tokyo yesterday. He had just received reports that he was sure to be re-elected. Terjemahan: Gubernur Tokyo Ishihara melambaikan tangannya setelah ia melukis sebuah mata pada boneka Daruma sebagai simbol keberuntungan di kantor kampanye-nya di Tokyo kemarin. Ia menerima laporan bahwa dirinya yakin akan dipilih ulang. c.
Peristiwa Politik Dalam Berita:
Menurut The Right Eye of Daruma ( 2007 ), pada 3 Februari 1967 di pusat kota Tokyo pada Pesta Perayaan Demokrasi Liberal, Perdana Menteri Eisaku Sato menggambar bola mata pada boneka Daruma dalam pemilihannya sambil mengatakan “menggambar sebesar bola mataku”. Dari pemakaian-pemakaian boneka Daruma dalam dunia politik di atas, penulis akan menganalisis pengaruh agama Buddha pada boneka Daruma berdasarkan ciri-ciri fisik boneka Daruma.
3.2.1.1 Analisis Pengaruh Agama Buddha Pada Pemakaian Boneka Daruma Dalam Dunia Politik Jepang Dengan Ciri Fisik Tanpa Mata. Boneka Daruma bagi masyarakat Jepang selain sebagai simbol semangat dan simbol pengharapan dalam mencapai kesuksesan, dipakai juga sebagai simbol kemenangan dalam dunia politik Jepang. Boneka Daruma biasanya dijual pada awal tahun dan kemudian dibakar pada akhir tahun setelah permohonan tercapai maupun 52
tidak tercapai. Dalam dunia politik Jepang, membeli boneka Daruma sudah menjadi hal yang lumrah dilihat di kantor-kantor masing-masing pemimpin maupun politisi-politisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Conway ( 2006 ) yang mengemukakan bahwa: At New Year time, many Japanese individuals and corporations buy a Daruma doll, make a resolution, and then paint in one of the eyes. If, during the year, they are able to achieve their goal, they paint in the second eye. Many politicians, at the beginning of an election period, will buy a Daruma doll, paint in one eye, and then, if they win the election, paint in the other eye. At year end, it is customary to take the Daruma doll to a temple, where it is burned in a big bonfire. Terjemahan: Pada saat Tahun Baru, banyak masyarakat Jepang dan perusahaan-perusahaan membeli boneka Daruma, membuat pengharapan, kemudian melukis sebuah mata pada boneka tersebut. Jika dalam tahun tersebut, mereka dapat meraih kesuksesan, mereka akan melukis mata yang satunya. Banyak politisi-politisi, pada awal masa pemilihan, akan membeli boneka Daruma, melukis pada sebuah matanya, kemudian jika mereka memenangkan pemilihan, melukis mata yang satunya lagi. Pada akhir tahun, sudah menjadi suatu kebiasaan untuk membawa boneka Daruma ke kuil, dimana akan dibakar di api suci yang besar. Pada gambar 3.4 Yuriko Koike melukis sebelah mata boneka Daruma dalam pengharapannya untuk memenangkan kedudukan sebagai Menteri Lingkungan dalam parlemen di Jepang pada tahun 2005. Menurut analisis saya, selain sebagai pengharapan Yuriko Koike akan kemenangannya sebagai Menteri Lingkungan dalam parlemen tersebut, melukis sebelah mata pada boneka Daruma juga mengingatkan dirinya serta menyampaikan kepada masyarakat yang mendukung bahwa dirinya ketika menang sebagai Menteri Lingkungan nanti akan melakoni Dharma serta menggunakan mata batinnya untuk melestarikan lingkungan demi 53
kesejahteraan bangsa dan negaranya. Pada gambar 3.5 Shintaro Ishihara melukis bola mata yang kedua pada boneka Daruma pada 8 April 2007 ketika ia mendapat laporan bahwa ia akan ikut pada pemilihan berikutnya dalam pemilihan Gubernur Tokyo. Menurut analisis saya, menggambar bola mata yang kedua pada boneka Daruma tersebut, merupakan simbol keberuntungan bahwa Ishihara telah masuk dalam pemilihan ulang Gubernur Tokyo dan berharap dapat menang dalam pemilihan yang akan datang tersebut. Pada pemilihan ini mengingatkan dirinya maupun masyarakat kota Tokyo yang memilih dirinya untuk melakoni Dharma melalui kedudukannya sebagai Gubernur untuk kemajuan kota Tokyo. Pada berita The Right Eye of Daruma ( 2007 ), Perdana Menteri Eisaku Sato melukis sebelah mata pada boneka Daruma pada Pesta Perayaan Demokrasi Liberal mengharapkan agar dirinya terpilih menjadi Perdana Menteri untuk periode berikutnya. Menurut analisis saya, hal ini mengingatkan dirinya sebagai Perdana Menteri pada periode sekarang, yang telah melihat dengan matanya bagaimana kehidupan dan berbagai masalah-masalah yang menghadapi negaranya, apabila ia terpilih pada periode berikutnya dapat lebih mempertajam penglihatannya menggunakan mata batin untuk memajukan bangsa dan negaranya setelah apa yang belum selesai ia laksanakan pada periode sekarang ini. Menurut analisis saya, mata merupakan indra yang utama dalam hidup manusia dan memiliki arti yang sangat penting. Menggambar bola mata pada boneka Daruma dalam peristiwa politik di atas bertujuan agar selain manusia dapat melihat
54
kehidupan ini dengan kedua matanya, tetapi juga melihat dengan mata batin manusia tersebut untuk melakoni Dharma dalam kehidupan sesama manusia. Hal ini sesuai dengan latar belakang boneka Daruma dibuat tanpa bola mata dalam ajaran agama Buddha, dalam What is Daruma? yang mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa boneka Daruma dibuat tanpa bola mata, antara lain: 1. Pada saat melakukan meditasi, Bodhidharma tidak menggunakan kedua matanya untuk mencapai penceraham, melainkan mamakai mata batinnya. 2. Gambaran dari Sang Buddha mengatakan bahwa untuk datang dalam kehidupan adalah pada saat mata diwarnai.
Jepang telah menjadikan agama Buddha sebagai agama besar setelah agama Shinto, sesuai dengan Shinto dalam Allaboutsikh ( 2007 ), di Jepang, ada dua agama besar yang dianut oleh masyarakatnya. Agama Buddha disebut sebagai agama yang datang dari luar Jepang atau Gairaishukyo dan agama Shinto disebut sebagai agama tradisional atau Dentotekishukyo. Oleh karena itu menurut analisis saya, dibutuhkan seorang pemimpin atau politisi yang dapat melakoni Dharma dalam pemerintahan di Jepang.
Pemakaian boneka Daruma dalam dunia politik Jepang sudah menjadi hal yang lumrah. Akan tetapi hal ini pernah ditentang oleh sekelompok lembaga masyarakat di Jepang. Pada Daruma Doll dalam Wikipedia, the free encyclopedia ( 2007 ) mengemukakan bahwa pada akhir tahun 1990, beberapa kelompok perwakilan dari HAM di Jepang menyatakan bahwa praktek-praktek dalam membuat
55
boneka Daruma tanpa mata berarti mendiskriminasi melawan orang-orang buta, walau siapapun yang melakukan hal ini bisa diperdebatkan. Beberapa media dan organisasi ingin sekali menunjukan dukungan mereka pada kebenaran politik untuk berhenti mempertunjukan keadaan boneka Daruma tanpa mata. Hal ini tidak berlangsung lama, karena boneka Daruma mempunyai arti akan ajaran Buddha yang dibawa oleh Bohidharma dan dapat dimengerti oleh masyarakat Jepang, sehingga boneka Daruma masih tetap eksis sampai hari ini dalam dunia politik Jepang.
Menurut analisis saya, kelompok perwakilan dari HAM di Jepang akhirnya menyadari bahwa praktek-praktek membuat boneka Daruma tanpa mata tidak memiliki arti diskriminasi melawan orang-orang buta. Setelah dapat memahami bahwa boneka Daruma mempunyai arti akan ajaran Buddha yang mengajarkan nilai-nilai serta ajaran-ajaran agama Buddha, yakni melalui ajaran cinta kasih atau Bodhisatvas. Hal ini sesuai dengan pendapat Jordan ( 2007 ), mengatakan bahwa boneka Daruma dibuat dengan bentuk yang menyerupai ciri-ciri fisik serta mengandung arti akan sifat-sifat dari Bodhidharma selama menyebarkan pencerahannya dalam ajaran Buddha. Melalui pemakaian boneka Daruma di setiap pemilihan-pemilihan pemimpin dan politisi-politisi di Jepang dengan mewarnai mata boneka Daruma, selain sebagai simbol pengharapan dan kemenangan pada kampanye-kampanye yang diadakan, namun juga mengingatkan kepada para pemimpin dan politisi-politisi untuk mengingat pesan-pesan Sang Buddha supaya melakoni Dharma sesuai mata batin mereka masing-masing, tidak hanya melalui peraturan-peraturan yang tertulis 56
maupun praktek-praktek dari sebuah sistem yang telah ada selama ini dan kemudian diharapkan agar mewujudkan aspirasi rakyat tanpa melihat keuntungan untuk diri pribadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Clearly ( 1988 : xv ) yang mengemukakan bahwa : Setelah beberapa generasi bereksperimen dengan Buddhisme, para guru Zen menemukan bahwa pencerahan tidak dapat dicapai hanya dengan ketaatan harafiah kepada dogma atau dengan praktek- praktek mekanis dari sistem baku. Dengan kembali ke sumber Buddhisme lewat pengalaman pencerahan pribadi, ajaran Zen menekankan pada pemerdekaan kapasitas mental yang haus dari kungkungan kebiasaan berpikir yang terkondisikan dan dari kecenderungan psikologis yang dangkal.
Melakoni Dharma tidak hanya dapat dilakukan melalui contoh-contoh perbuatan. Bodhidharma selama menyebarkan agama Buddha melakoni Dharma kepada masyarakat di China dan Jepang melalui perumpamaan-perumpamaan yang dapat dengan mudah dimengerti dan diterima oleh masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Chah ( 2006 : i ), yaitu: Kita harus membahas Dharma dengan cara ini, menggunakan perumpamaan, karena Dharma tidak mempunyai bentuk. Apakah itu berbentuk persegi atau melingkar? Anda tidak bias mengatakannya. Satu-satunya cara untuk membahasnya adalah melalui perumpamaan. Salah satu contoh perumpamaan tersebut dalam ajaran Buddha yang terdapat dalam agama Buddha menurut Goodin ( 2003 ) adalah: 「 七転びやおき、人生はこれからだ。 」Artinya: Jatuh 7 kali, bangkit 8 kali, hidup dimulai dari sekarang. Yang dimaksud dengan melakoni Dharma di sini tidak lain mengamalkan ajaran-ajaran Buddha termasuk di dalamnya adalah sepuluh Paramita, dan sadar
57
bahwa perilaku yang menimbulkan kebajikan sangat dibutuhkan dalam kehidupan antar sesama termasuk dalam dunia politk di Jepang. Hal ini sesuai dengan Krishna ( 2005 : 5 ) mengemukakan bahwa Bodhidharma berarti Dharma Buddha. Kata Dharma berarti kebajikan dan kata Buddha berarti kesadaran. Oleh karena itu Bodhidharma dapat diartikan sebagai “ pedoman bagi hidup berkesadaran “ atau “ pedoman untuk mencapai kesadaran “ atau “ perilaku orang yang berkesadaran “.
3.2.1.2 Analisis Pengaruh Agama Buddha Pada Pemakaian Boneka Daruma Dalam Dunia Politik Jepang Dengan Ciri Fisik Bentuk Tubuh Yang Bulat. Pada gambar 3.4 Yuriko Koike melukis sebelah mata pada boneka Daruma yang berbentuk sedikit bulat dan memiliki berat di bagian bawahnya sehingga tidak akan jatuh apabila disenggol. Menurut analisis saya, hal ini dimaksudkan supaya Yuriko Koike bersemangat untuk mendapatkan simpati masyarakat serta tidak akan berputus asa untuk berusaha dalam mencapai kemenangan pada parlemen tersebut. Kemudian juga mengingatkan kepada dirinya apabila menang sebagai Menteri Lingkungan, dirinya akan berusaha sekuat tenaga untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi bangsa dan negaranya. Pada gambar 3.5 boneka Daruma yang telah dilukis oleh Shintaro Ishihara pada kedua matanya, menurut analisis saya hal ini mengisyaratkan bahwa Ishihara telah mencapai kesuksesan akan pengharapannya untuk masuk dalam pemilihan ulang pada kampanye tersebut, tetapi juga memberi pesan bahwa Ishihara tidak boleh puas
58
diri bahkan harus lebih bersemangat lagi untuk mencapai kedudukan sebagai Gubernur Tokyo serta melakoni Dharma dengan penuh semangat pantang menyerah dan tidak pernah berputus asa demi kesejahteraan masyarakat Tokyo. Pada berita The Right Eye of Daruma ( 2007 ), Perdana Menteri Eisaku Sato memakai boneka Daruma yang berbentuk bulat dalam kampanye tahun 2007. Menurut analisis saya, boneka Daruma yang berbentuk bulat tersebut merupakan simbol pengharapan dan kemenangan, juga memberikan pesan bagi Perdana Menteri Eisaku Sato untuk lebih bersemangat lagi pada periode berikutnya dalam menjalankan tugas-tugasnya sehingga mencapai hasil yang lebih baik dari periode sebelumnya. Menurut analisis saya, sesuai dengan boneka Daruma yang dibuat dengan bentuk yang bulat dan berat di bagian bawahnya, serta memiliki makna dan pesan tersendiri yaitu supaya Daruma mengajarkan kepada kita untuk mau memberi dan gigih, serta bangkit walaupun kita sudah tersandung hingga jatuh, tidak menyerah dan tidak berputus asa, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Bodhidharma selama menyebarkan ajaran Zen, sehingga apabila kita mau berusaha dengan giat, kita akan meraih kesuksesan, kesehatan dan kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Goodin ( 2003 ), yaitu 「 : 七転びやおき、人生はこれからだ。 」Artinya: Jatuh 7 kali, bangkit 8 kali, hidup dimulai dari sekarang. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Nakayama ( 2007 ), yaitu: A daruma doll whose bottom is round and weighted, is designed to regain an upright position even when pushed over. This falling and arising movement symbolizes his teachings. As they arise again and again, daruma dolls are considered to bring luck, happiness, health and goodness. 59
Terjemahan: Boneka Daruma yang memiliki bentuk bulat dan berat dibagian bawahnya, dirancang untuk meraih posisi semula bahkan ketika ia di dorong sekalipun. Kejadian jatuh dan bangkit ini mensimbolisasikan ajarannya ( Bodhidharma ). Seperti halnya boneka tersebut bangkit dan bangkit lagi, boneka Daruma dipertimbangkan membawa keberuntungan, kebahagiaan, kesehatan dan kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Gilles ( 1983 : 35 ), yaitu: One more aspects to Daruma that bears mentioning is weighting at the base so that however much it veers to one side or the other, it always rights itself. Daruma of this type are also called Okiagari Koboshi, which literally means the bonze ( monk ) who gets up easily. The saying “ nana korobi yaoki” or 7 falls and 8 rises stands for the try, try again spirit synonymous, with the undaunted Daruma. Terjemahan: Satu lagi aspek dari Daruma yang penting adalah berat pada bagian bawahnya sehingga ketika sebanyak apapun boneka tersebut membelok ke satu sisi maupun sisi yang lainnya, boneka tersebut akan berdiri dengan sendirinya. Tipe boneka Daruma seperti ini disebut Okiagari Koboshi, yang berarti biarawan yang dapat bangkit dengan mudah. Ucapan “ nana korobi yaoki ” atau tujuh kali jatuh dan mencoba bangkit delapan kali, yang searti dengan semangat mencoba lagi, dengan boneka Daruma yang tak gentar. Menurut analisis saya, seperti kita ketahui menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah dalam menghadapi berbagai tekanan baik dari bangsanya sendiri maupun dari negara lain sehingga sebuah negara membutuhkan seorang pemimpin yang tangguh. Oleh karena itu, pemakaian boneka Daruma di setiap pemilihan-pemilihan pemimpin dan politisi-politisi di Jepang dengan bentuk tubuh boneka Daruma tersebut melambangkan supaya para pemimpin dan politisi-politisi tangguh ketika menghadapi cobaan atau musibah seberat apapun demi memajukan negaranya masing-masing. Diharapkan supaya pemimpin dan politisi-politisi di Jepang mempersembahkan baktinya kepada bangsa dan negaranya, berjuang dengan gigih, 60
serta bangkit dari segala musibah dan keterpurukan sekalipun. Hal ini sesuai dengan Japanese Daruma Doll Figures Red&White dalam Ebay.com yang mengemukakan: Because of their low centers of gravity, some types of daruma doll return to the upright position after being tilted to one side. As such, the daruma has become symbolic for optimism, persistence, and strong determination. Terjemahan: Karena bentuk boneka Daruma yang berat pada bagian bawahnya, beberapa tipe dari boneka Daruma akan kembali ke posisi semula setelah disenggol pada salah satu sisinya. Oleh karena itu, boneka Daruma telah menjadi simbol untuk optimisme, ketekunan, dan keteguhan hati yang kuat.
3.2.1.3 Analisis Pengaruh Agama Buddha Pada Pemakaian Boneka Daruma Dalam Dunia Politik Jepang Dengan Ciri Fisik Tanpa Kaki Dan Tangan. Meditasi yang dilakukan Bodhidharma selama sembilan tahun dapat diambil hikmahnya bagi masyarakat Jepang terutama para pemimpin maupun politisi-politisi untuk dapat menenangkan pikiran ketika menghadapi suatu masalah yang sulit, sehingga dapat berpikiran jernih, membebaskan diri sendiri dari keserakahan serta kebencian terhadap orang lain. Pada gambar 3.4 Yuriko Koike melukis sebelah mata pada boneka Daruma dengan ciri fisik tanpa kedua kaki dan tangan. Menurut analisis saya, hal ini dimaksudkan supaya Yuriko Koike dalam pengharapannya tersebut menang dalam pemilihan sebagai Menteri Lingkungan di Jepang, serta apabila menang nanti dirinya mengambil makna dari meditasi Bodhidharma, melakukan Dharma dengan kesadaran untuk mencapai pencerahan serta menjalankan sepuluh Paramita sesuai tradisi Buddhis.
61
Pada gambar 3.5 Gubernur Tokyo Shintaro Ishihara melukis mata kedua pada boneka daruma di kantor kampanyenya karena ia mendapat kabar bahwa ia akan masuk dalam pemilihan Gubernur Tokyo periode berikutnya. Pada hal ini, boneka Daruma tersebut mengisyaratkan kepada Shintaro Ishihara untuk menjalankan sepuluh Paramita dengan lebih penuh disiplin diri serta kebulatan tekad demi memajukan kota Tokyo lebih dari periode sebelumnya sebagai Gubernur. Pada berita The Right Eye of Daruma ( 2007 ), Perdana Menteri Eisaku Sato memakai boneka Daruma dalam kampanye-nya pada Pesta Perayaan Demokrasi Liberal untuk pemilihan kembali dirinya sebagai Perdana Menteri Jepang periode berikutnya. Dalam situasi ini, boneka Daruma dengan bentuk tanpa kedua kaki dan tangan ini mengisyaratkan kepada Perdana Menteri Eisaku Sato untuk mengemban tugasnya tersebut dengan mengamalkan kebulatan tekad dan disiplin diri yang dilakukan oleh Bodhidharma selama meditasi dan menjalankan ajaran-ajaran Buddha dalam memajukan bangsa dan negaranya dengan lebih baik lagi pada periode mendatang. Menurut analisis saya, pemakaian boneka Daruma yang dibuat tanpa kedua kaki dan tangan dalam dunia politik di Jepang di dalam gambar ini dimaksudkan supaya para pemimpin maupun politisi-politisi di Jepang dapat menjalankan segala tugasnya sebagai Menteri Lingkungan, Gubernur Tokyo dan Perdana Menteri dengan penuh kebulatan tekad dan disiplin diri, seperti kebulatan tekad dan disiplin diri yang dilakukan Bodhidharma selama meditasinya, serta dapat menenangkan pikiran ketika menghadapi suatu masalah yang sulit, sehingga dapat berpikiran jernih,
62
membebaskan diri sendiri dari keserakahan serta kebencian terhadap orang lain, demi kemajuan bangsa dan negaranya, tidak menganggap rivalnya dalam parlemen sebagai musuh dalam kehidupan mereka. Hal ini sesuai dengan latar belakang dibuatnya boneka daruma tanpa kedua tangan dan kaki menurut Goodin ( 2003 ), yaitu: Boneka Daruma dibuat tanpa kedua kaki dan tangan karena Bodhidharma ketika melakukan meditasi di Gunung Suuzan(嵩山) tepatnya di Kuil Shourinji (少林寺)untuk mencapai pencerahan, ia mempraktekan posisi duduk dalam meditasi atau yang dikenal dengan sebutan Zazen yang dilakukannya selama sembilan tahun, sehingga lengan dan kakinya melayu dan tidak dapat berfungsi lagi selamanya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat dalam buku Cerita-cerita Kebijaksanaan Zen ( 2005 : 8 ) mengemukakan bahwa meditasi atau latihan pikiran merupakan satu aspek penting dari praktik Buddhis. Meditasi bukan sekedar menenangkan pikiran tetapi juga tentang membebaskan diri sendiri dari keserakahan, kebencian, dan delusi yang telah berlangsung dari sekian lama. Hal ini juga sesuai juga dengan pendapat Krishna ( 2005 : 105 ) dalam tradisi Buddhis akan kebaikan-kebaikan utama atau Paramita, yaitu: 1. Dana, yang berarti bukan sekedar amal saleh, tetapi amal saleh yang dilakukan tanpa harapan akan imbalan. Dana berarti memberi dan melupakan. Dana juga berarti mengingat setiap kebaikan yang dilakukan oleh orang lain terhadap diri kita. 2. Shila, yang berarti disiplin atau beraturan dalam melunakkan jiwa; disiplin yang kita terapkan atas kesadaran kita sendiri, bukan karena dipaksa; peraturan yang kita terima atau kita buat sendiri untuk mengatur diri.
63
3. Nishkama, yang berarti berkarya tanpa pamrih. 4. Pana atau Pragyaan yang berarti kebijaksanaan, kemampuan untuk menentukan tindakan mana yang dan tindakan mana yang tidak tepat. 5. Virya, yang berarti energi, tenaga, semangat. 6. Khanti, yang berarti kemampuan untuk menahan diri, untuk bersabar. 7. Satya atau Sacca, yang berarti kebenaran. Mempersatukan pikiran, tindakan dan ucapan adalah langkah pertama dalam kebenaran. Langkah berikutnya adalah memperluas wawasan dan melihat kebenaran dari setiap sudut pandang, melihat kesatuan dibalik perbedaan. Langkah terakhir adalah menemukan inti kebenaran atau kasunyatan. 8. Adhitthana, yang berarti kebulatan tekad. Bulatkan tekad untuk tetap bertahan pada kebenaran, apapun konsekuensinya. 9. Metta, yang berarti kasih sayang, kebersamaan, persahabatan. 10. Upekha, yang berarti keseimbangan.
3.2.1.4 Analisis Pengaruh Agama Buddha Pada Pemakaian Boneka Daruma Dalam Dunia Politik Jepang Dengan Ciri Fisik Warna Merah. Di Jepang warna merah merupakan warna yang suci. Warna merah dipakai di Jepang diperkirakan pada abad ke-7 dan ke-8, karena mendapat pengaruh dari China. Boneka Daruma pada awalnya dibuat dengan warna merah. Menurut analisis saya, hal ini dikarenakan warna merah melambangkan kemeriahan, digunakan pada saat ucapan selamat, dan berbagai ritual keagamaan. Oleh karena itu boneka Daruma 64
warna
merah
digunakan
dalam
dunia
politik
Jepang,
yakni
dalam
pemilihan-pemilihan pemimpin maupun politisi-politisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Fukuda ( 2000 : 8 ) yang mengemukakan bahwa: For many cultures, red is the color of ritual and the warding off of evil, of prayer and of congratulation. Psychologically speaking, it is warm color : the color too, of excitement and passion. In Japan as elsewhere, red is also the color of the sacred. In the 7th and 8th centuries, indigenous Japanese use of red came under Chinese influence. Terjemahan: Untuk banyak kebudayaan, merah adalah warna untuk ritual dan menangkal setan, berdoa dan ucapan selamat. Secara psikis mengatakan, warna merah merupakan warna yang hangat. Warna ini juga sebagai kegembiraan dan hasrat. Di Jepang seperti dimanapun, merah merupakan warna yang suci. Pada abad ke-7 dan ke-8, pemakaian warna merah pada masyarakat pribumi Jepang berasal dari pengaruh China.
3.6 Boneka Daruma
Sumber: http://www.jun-gifts.com/specialcollections/darumadolls/darumadolls.htm
Gambar 3.6 menunjukkan boneka Daruma warna merah yang belum dihiasi pada kedua bola matanya, yang sering dipakai oleh para pemimpin maupun politisi-politisi di Jepang dalam kampanye politiknya.
65
Warna-warna pada boneka Daruma dibuat dengan lima warna, yaitu warna kuning, hijau, putih, merah dan biru ( terkadang diganti dengan warna hitam ). Menurut analisis saya, warna-warna pada boneka Daruma tersebut melambangkan lima panca indera pada tubuh manusia, sesuai dengan Greve ( 2002 ) dalam filosofi Buddhis, yaitu melambangkan mata, telinga, hidung, lidah dan kulit, dimana kelima indra tersebut dalam Buddhis antara lain melambangkan: a. Kesadaran penglihatan atau Ganshiki ( 眼識 ) yang dilambangkan dengan warna putih. b. Kesadaran pendengaran atau Mimisatoshi ( 耳識 ) yang dilambangkan dengan warna biru ( terkadang dapat digantikan dengan warna hitam ). c. Kesadaran penciuman atau Hanasatoshi ( 鼻 識 ) yang dilambangkan dengan warna kuning. d. Kesadaran pengecap atau Shitasatoshi ( 舌識 ) yang dilambangkan dengan warna merah. e. Kesadaran perasa atau Misatoshi ( 身識 ) yang dilambangkan dengan warna hijau.
Hal ini juga sesuai dengan pendapat Color Symbolism in Buddhism dalam Religion Fact ( 2004 ), yaitu:
Warna Arti
Biru
Hitam
Putih
Merah
Hijau
Kuning
Kesejukan, tak
Kegelapan,
Pembelajaran,
Darah, api,
Keseimbangan,
Tidak berakar,
66
Umum
berkesudahan,
kebencian,
pengetahuan,
mencapai posisi
masa lalu
yang lebih tinggi,
kekuatan,
harmonis,
penolakan,
kemurnian, umur
kehidupan,
kekuatan, masa
bumi
panjang
pemeliharaan,
muda, tindakan
kemurnian,
sesuatu yang
penyembuhan
keramat
Anggota Tubuh
Telinga
-
Mata
Lidah
Kepala
Hidung
Unsur
Udara
Udara
Air
Api
-
Tanah
Sekarang ini boneka Daruma sudah dibuat dengan beraneka ragam warna, hal ini dimaksudkan oleh penjual untuk menarik minat para pembeli terutama anak-anak. Menurut
analisis
saya,
boneka
Daruma
warna
merah
dipakai
pada
pemilihan-pemilihan pemimpin maupun politikus-politikus di Jepang selain karena warna merah melambangkan api sebagai semangat yang berkobar untuk berusaha dalam memenangkan pemilihan-pemilihan pada kampanye-kampanye di Jepang, juga melambangkan lidah dalam Tibetan Buddhist dimaksudkan supaya para pemimpin maupun politisi-politisi di Jepang menjaga setiap ucapan yang keluar dari mulut mereka masing-masing serta bertanggung jawab dengan apapun yang telah mereka ucapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Greve ( 2002 ), yakni warna merah dalam filosofi Buddhis melambangkan kesadaran pengecap atau Shitasatoshi ( 舌 識 ). Sesuai juga dengan pendapat pada Color Symbolism In Buddhism dalam Religion Facts ( 2004 ) yaitu: Red color in Tibetan Buddhism general meanings are life force, preservation, the sacred, blood, and fire. Red color in human body part is tongue. Terjemahan: Warna merah merah Buddhis Tibet pada dasarnya berarti kekuatan, penjagaan, kesucian, darah, dan api. Warna merah dalam bagian tubuh manusia adalah bagian lidah. 67
Pada gambar 3.4 Yuriko Koike memakai boneka Daruma berwarna merah dalam kampanye politiknya tahun 2005 sebagai Menteri Lingkungan. Menurut analisis saya, hal ini menandakan semangat berkobar yang dilambangkan dengan warna merah yang sering dipakai dalam dunia politik Jepang, sehingga boneka Daruma yang berwarna merah tersebut memiliki pesan untuk tetap semangat dan berjuang. Warna merah dalam Tradisi Buddhis juga melambangkan lidah yang berarti berhati-hati serta bertanggung jawab atas janji-janji. Dalam kampanye politik ini, warna merah pada boneka Daruma memiliki pesan agar Yuriko Koike sebagai calon Menteri Lingkungan bertanggung jawab atas janji-janji yang diucapkannya untuk memajukan lingkungan di seluruh kota Jepang. Pada gambar 3.5 Shintaro Ishihara juga memakai boneka Daruma berwarna merah dalam kampanye politiknya tahun 2007 sebagai Gubernur Tokyo. Menurut analisis saya, boneka Daruma yang digunakan Ishihara memiliki pesan untuk semangat dalam menjalankan tugas-tugasnya dan menjaga setiap ucapan di depan masyarakat karena ia harus mempertanggung jawabkan setiap ucapannya tersebut, serta menghindari sikap-sikap yang akan merugikan dirinya sendiri serta masyarakat luas. Pada berita The Right Eye of Daruma ( 2007 ), Perdana Menteri Eisaku Sato memakai boneka Daruma berwarna merah dalam kampanyenya pada Pesta Perayaan Demokrasi Liberal tahun 2007 untuk pemilihan kembali dirinya sebagai Perdana Menteri Jepang periode berikutnya. Warna merah pada boneka Daruma tersebut melambangkan semangat serta menjaga segala ucapannya di depan khalayak ramai
68
serta mempertanggung jawabkan ucapannya tersebut, serta mengambil makna suci dari warna merah untuk bertindak sesuai dengan ajaran Buddha untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan bangsa dan negara. Korupsi merupakan hal yang sudah lumrah terjadi dalam dunia politik di negara manapun di dunia termasuk Jepang. Pemerintahan yang bebas dari korupsi sangat dibutuhkan untuk kemajuan suatu bangsa. Peran agama Buddha melalui semangat
Bodhidarma
yang
diwakilkan
melalui
boneka
Daruma
sangat
mempengaruhi dunia politik Jepang, selain itu juga perlu ditumbuhkan Public Shame ( rasa malu secara public ). Hal ini sesuai dengan pendapat Priastana ( 2004 : 45 ), korupsi biasanya menjangkiti pemimpin, karena seorang pemimpin berarti memiliki kekuasaan. Untuk mengatasi kesalahan koruptor perlu ditumbuhkan Public Shame ( rasa malu secara publik ). Boneka Daruma warna merah disamping sebagai simbol kemenangan, semangat dan berhati-hati dalam ucapan dan janji-janji yang diucapkan oleh para pemimpin maupun politisi, juga memiliki pesan akan ajaran agama Buddha agar para politisi maupun seorang pemimpin mengingat bahwa mereka seharusnya memiliki Hiri dan Ottapa yakni rasa malu berbuat jahat dan rasa malu akibat perbuatan jahat. Hal ini sesuai dengan Priastana ( 2004 : 46 ), Buddhadharma mengingatkan agar orang memiliki Hiri dan Ottapa yakni rasa malu berbuat jahat dan rasa takut akibat perbuatan jahat. Oleh karena itu menurut analisis saya, bagi umat Buddha public shame juga sejalan dengan ajaran Sang Buddha mengenai Hiri dan Ottapa, dan karenanya pantas
69
dilakukan warga negara beragama Buddha sebagai wujud tanggung jawabnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk menjadi negara yang maju dibutuhkan seorang pemimpin dengan kriteria atau sifat-sifat tertentu yang baik menyangkut kualitas fisik, psikis, moralitas, spiritualis, intelektualitas dan kecakapan dalam mewujudkan aspirasi rakyatnya. Dalam Buddha Dharma diungkapkan mengenai adanya kualitas atau sifat dan kecakapan tertentu yang harus dipenuhi oleh para raja atau pemimpin. Hal ini sesuai dengan Priastana ( 2004 : 38 ) yang menyebutkan mengenai Dasa Raja Dhamma yaitu kualitas-kualitas ideal yang dibutuhkan bagi seorang pemimpin yang sekiranya dapat menghantarkan masyarakat mencapai kesejahteraannya. Dasa Raja Dhamma, sifat-sifat yang sepantasnya untuk pemimpin atau raja itu terdiri dari: 1. Dana, yang berarti dermawan. 2. Sila, yang berarti bermoral. 3. Pariccaga, yang berarti rela berkorban. 4. Ajjava, yang berarti berhati tulus. 5. Maddava, yang berarti sopan santun. 6. Tapa, yang berarti sederhana dan bersahaja. 7. Akkodha, yang berarti tidak gampang gusar atau tidak mendendam. 8. Ahimsa, yang berarti tanpa kekerasan. 9. Khanti, yang berarti mempunyai kesabaran. 10. Avirodha, yang berarti tidak bertentangan, tidak suka mencari permusuhan atau sesuai dengan aspirasi masyarakat.
70