BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN
3.1
Taman Nasional Kepulauan Seribu 3.1.1
Sejarah Pengelolaan Laut Kepulauan Seribu Sudah sejak lama wilayah laut dikenal sebagai wilayah yang tidak mempunyai status hukum kepemilikan (property right), sehingga sumberdaya perairan laut tersebut menjadi suatu obyek yang bersifat terbuka (openly accessed) bagi semua pihak. Khusus di Kepulauan Seribu, usaha pengaturan wilayah perairan lautnya sudah cukup lama dilakukan, baik melalui peraturan daerah maupun melalui peraturan pusat. Pengaturan
pemanfaatan
wilayah
Kepulauan
Seribu
dari
pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan dimulai oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, antara lain sebagai berikut : 1. PERDA Kotapraja Jakarta Raya Nomor 7 tahun 1962 tanggal 30 Maret 1962 tentang Pengambilan batu barang, basir, batu dan kerikil dari pulau-pulau dan beting-beting karang dalam wilayah lautan Kotapraja Jakarta Raya. 2. Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/3/26/1969 tanggal 3 Desember 1969 tentang Pengamanan penggunaan tanah di Kepulauan Seribu.
50
51
3. Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ca.19/1/44/1970 tanggal 6 Nopember 1970 tentang Penutupan perairan di sekeliling taman-taman karang di gugusan Kepulauan Seribu untuk penangkapan ikan oleh Nelayan-Nelayan sebagai mata pencaharian (profesional). 4. Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ea.6/1/36/1970 tanggal 31 Desember 1970 tentang Larangan penangkapan ikan dengan mempergunakan alat bagan di lautan/perairan dalam wilayah Daerah Ibukota Jakarta. 5. Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Da.11/24/44/1972 tanggal 27 September 1972 tentang Ketentuan
dan
persyaratan
pemberian
izin
penunjukkan
penggunaan tanah untuk mengusahakan/ menempati pulau-pulau di Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dengan memperhatikan adanya indikasi potensi kawasan dan pemanfaatan sumberdaya alam laut di wilayah Kepulauan Seribu yang tinggi, Pemerintah Pusat melakukan beberapa pengaturan antara lain sebagai berikut :
1. Keputusan
Menteri
Pertanian
Nomor
527/Kpts/Um/7/1982
tanggal 21 Juli 1982, yang menetapkan wilayah seluas 108.000 hektar Kepulauan Seribu sebagai Cagar Alam dengan nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu.
52
2. Pernyataan Menteri Pertanian pada Konggres Taman Nasional SeDunia ke III tahun 1982 di Bali, Nomor 736/Mentan/X/1982 tanggal 10 Oktober 1982, yang menyatakan Cagar Alam Laut Pulau Seribu seluas 108.000 hektar sebagai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. 3. Keputusan Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan Nomor 02/VI/TN-2/SK/1986 tanggal 19 April 1986 tentang Pembagian zona di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 tanggal 21 Maret 1995 tentang Perubahan fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu yang terletak di Kotamadya Daerah Tingkat II Jakarta Utara Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas +/- 108.000 (Seratus delapan ribu) hektar menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. 5. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 220/Kpts-II/2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang Penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta seluas 108.475,45 (Seratus delapan ribu empat ratus tujuh puluh lima koma empat puluh lima) hektar. 6. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Penetapan kawasan pelestarian alam
53
perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 (Seratus tujuh empat ratus delapan puluh sembilan) hektar di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 7. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004 tentang Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
3.1.2
Deksripsi Taman Nasional Kepulauan Seribu
1. Letak, Luas dan Pulau
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 hektar, merupakan kawasan perairan laut sampai batas pasang tertinggi, pada geografis antara 5°24' - 5°45' LS dan 106°25' - 106°40' BT, termasuk kawasan darat Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur seluas 39,50 hektar.
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem Pulau-Pulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar 2.136 hektar (Reef flat 1.994 ha, Laguna 119 ha, Selat 18 ha dan Teluk 5 ha), terumbu karang
54
tipe fringing reef, Mangrove dan Lamun bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m.
Dari jumlah pulau yang berada di dalam kawasan TNKpS yang berjumlah 78 pulau, diantaranya 20 pulau sebagai pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan sisanya dikelola perorangan atau badan usaha.
2. Demografi dan Potensi Makro
Penduduk Kepulauan Seribu berjumlah 4.920 KK (660 Keluarga Pra Sejahtera), diantaranya 65 % bermukim di Pulau Pemukiman (Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, dan Pulau Harapan) yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Mata Pencaharian Pokok Masyarakat adalah Nelayan Tangkap 70,99 %, utamanya Nelayan Tangkap termasuk Nelayan Jaring MUROAMI (jaring yang tidak ramah lingkungan karena merusak karang) dan sebagian kecil masih menggunakan racun potasium sianida dan atau dinamit.
Berdasarkan kriteria kegiatan budidaya perikanan berupa kondisi fisik geofisik (keterlindungan, kedalaman perairan, dan substrat dasar laut), oceanografis (kecepatan arus), dan kualitas air (kecerahan dan salinitas), kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan budidaya
55
perikanan laut seluas 904,17 ha, diantaranya 622,49 ha (66 %) dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
Berdasarkan kriteria kepariwisataan berupa keindahan alam, keaslian panorama alam, keunikan ekosistem, tidak adanya gangguan alam yang berbahaya, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan pariwisata seluas 872,06 ha dengan kapasitas pengunjung 2.318 Orang per hari, diantaranya 795,38 ha dan 1.699 Orang per hari (73 %) adalah kapasitas dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
3. Potensi Sumber Daya Alam
TNKpS mempunyai sumber daya alam yang khas yaitu keindahan alam laut dengan ekosistem karang yang unik seperti terumbu karang, ikan hias dan ikan konsumsi, echinodermata, crustacea, molusca, penyu, tumbuhan laut dan darat, mangrove, padang lamun, dan lain-lain.
Terumbu karang di kawasan perairan ini membentuk ekosistem khas daerah tropik, pulau-pulaunya dikelilingi terumbu karang tepian (fringing reef) dengan kedalaman 1 - 20 meter.
Terumbu karang merupakan salah satu sub sistem ekosistem perairan laut yang produktif, yaitu dengan produktivitas primernya mencapai sekitar 10.000 gram Carbon/m2/tahun, sangat tinggi bila
56
dibandingkan dengan produktivitas perairan laut lepas pantan hanya sekitar 50-100 gram Carbon/m2/tahun.
Jenis-jenis karang yang dapat ditemukan adalah jenis karang keras (hard
coral)
seperti
karang
batu
(massive
coral)
misalnya Monstastrea dan Labophyllia; karang meja (Table coral); karang kipas (Gorgonia); karang daun (Leaf coral); karang jamur (Mushroom coral); dan jenis karang lunak (Soft coral).
Jenis ikan hias yang banyak ditemukan diantaranya adalah jenisjenis yang termasuk dalam famili Chaetodontidae, Apogonidae dan Pomancanthidae, sedangkan jenis Ikan konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi antara lain adalah Baronang (Family Siganidae), Ekor Kuning (Family Caesiodiae), Kerapu (Family Serranidae) dan Tongkol (Eutynus sp.).
Echinodermata yang banyak dijumpai diantaranya adalah Bintang Laut, Lili Laut, Teripang dan Bulu Babi yang juga merupakan indikator kerusakan terumbu karang. Crustacea yang banyak dikonsumsi antara lain Kepiting, Rajungan (Portumus sp.) dan Udang Karang (Spiny lobster).
Moluska
(binatang
lunak)
yang
dijumpai
terdiri
dari Gastropoda, Pelecypoda, termasuk jenis yang dilindungi diantaranya adalah Kima Raksasa (Tridacna gigas) dan Kima Sisik (Tridacna squamosa).
57
Kawasan
TNKpS
merupakan
habitat
bagi
Penyu
Sisik
(Eretmochelys imbricata) yang dilindungi, dan keberadaannya cenderung semakin langka. Dalam upaya pelestarian satwa ini, selain dilakukan perlindungan terhadap tempat-tempat penelurannya seperti Pulau Peteloran Timur, Penjaliran Barat, Penjaliran Timur dan Pulau Belanda, telah dilakukan juga pengembangan pusat penetasan, pembesaran dan pelepasliaran Penyu Sisik di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa.
Kegiatan di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa tersebut dilakukan dengan cara mengambil telur dari pulau-pulau tempat bertelur untuk ditetaskan secara semi alami. Anak penyu (tukik) hasil penetasan tersebut kemudian sebagian dilepaskan kembali ke alam, dan sisanya dipelihara untuk dilepaskan secara bertahap.
Untuk jenis tumbuhan laut, Kawasan TNKpS ditumbuhi jenis lamun (seagrass) seperti thalasia dan enhalus, dan ganggang laut/ algae/rumput laut (seaweed) seperti Halimeda, Sargassum dan Caulerpa . Jenis-jenis tumbuhan darat yang banyak ditemukan antara lain adalah Kelapa (Cocos nucifera), Mengkudu (Morinda citrifolia), Ketapang (Terminalia catappa), Butun (Baringtonia asiatica), Sukun (Artocarpus atilis ), Pandan Laut (Pandanus tectorius), Sentigi (Pemphis acidula), dan Cemara Laut (Casuarina equisetifolia).
58
Di beberapa pulau juga ditemukan ekosistem mangrove yang di dominasi oleh jenis-jenis Bakau (Rhizophora sp.), Api-api (Avicenia sp.), Tancang (Bruguiera sp.), Temu dan Prepat (Sonneratia sp.).
4. Pembagian Zonasi
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004 tentang Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Taman Nasional Kepulauan Seribu terbagi atas 4 zonasi (wilayah). Yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata dan Zona Pemukiman. Masing-masing zona memiliki luas area dan fungsi masing-masing. 1. Zona Inti Zona inti memiliki luas 4449 Ha. Zona Inti sendiri memiliki fungsi sebagai wilayah yang sangat dilindungi dan dilarang adanya perubahan karena tangan manusia. 2. Zona Perlindungan Zona
Perlindungan
memiliki
luas
26284,50
Ha.
Zona
Perlindungan berfungsi untuk melindungi Zona Inti dan hanya diperbolehkan untuk keperluan wisata terbatas, pendidikan dan pengembangan sumberdaya alam yang terdapat di Taman Nasional Kepulauan Seribu.
59
3. Zona Pemanfaatan Wisata Zona Pemanfaatan wisata memiliki luas 59634,50 Ha. Zona Pemanfaatan wisata berfungsi untuk wisata alam dan wisata pendidikan di Taman Nasional Kepulauan Seribu. 4. Zona Pemukiman Zona Pemukiman memiliki luas 17121 Ha. Zona Pemukiman berfungsi sebagai tempat bermukim masyarakat yang berada di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Masyarakay yang berada di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu kebanyakan bermatapercaharian sebagai nelayan tangkap. Pusat pemerintahan Kepulauan Seribu juga terdapat di Zona Pemukiman. Pada peta, zonasi di Taman Nasional Kepulauan Seribu digambarkan dengan simbol kotak. Titik sudut dari kotak tersebut merupakan koordinat lintang dan bujur yang telah ditentukan. Penggunaan simbol kotak ini dikarenakan luas dan letak zonasi yang mutlak dan tidak akan berubah. Jika penggambaran zonasi ini menggunakan radius atau simbol lain, maka dikhawatirkan akan adanya zona yang tidak bersinggungan dan menyebabkan tidak semua pulau yang terdapat di Taman Nasional Kepulauan Seribu masuk ke dalam zonasi.
60
3.2
Organisasi Pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu
3.2.1 Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS)
Balai TNKpS adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berada dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan.
Tugas Balai Taman Nasional adalah melaksanakan pengelolaan ekosistem kawasan taman nasional dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Fungsi dalam pelaksanaan tugas Balai Taman Nasional adalah :
1. Penyusunan rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional. 2. Pengelolaan taman nasional. 3. Pengawetan dan pemanfaatan secara lestari taman nasional. 4. Perlindungan, pengamanan dan penanggulangan kebakaran taman nasional. 5. Promosi dan informasi, bina wisata dan cinta alam, serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 6. Kerjasama pengelolaan taman nasional. 7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
61
3.2.2
SDM Penegak Hukum
Sesuai Pasal 51 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terdapat pejabat kehutanan yang diberikan kewenangan KEPOLISIAN KHUSUS, yaitu POLHUT TNKpS dan Struktural Balai TNKpS, dengan kewenangan untuk : •
Mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan taman nasional atau wilayah hukumnya.
•
Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan/laut di dalam kawasan taman nasional atau wilayah hukumnya.
•
Menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.
•
Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.
•
Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap untuk diserahkan kepada yang berwewenang, dan
•
Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.
62 •
Sesuai Pasal 77 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terdapat Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNKpS yang diberi wewenang khusus sebagai PENYIDIK, untuk :
•
Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.
•
Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.
•
Memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan, kawasan taman nasional atau wilayah hukumnya.
•
Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
•
Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.
•
Menangkap ddan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara RI sesuai KUHAP.
•
Membuat dan menandatangani berita acara.
63 •
Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.
3.2.3
Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/KptsII/2002 tanggal 10 Juni 2002, unit manajemen/organisasi pengelola Taman Nasional Kepulauan Seribu dengan pimpinan unit dijabat oleh Kepala Balai TNKpS (esselon IIIa). Pejabat KTU oleh operasional pejabat Tata Usaha (KSBTU/esselon IVa ), 3 pejabat Kepala Seksi Wilayah/Seksi Wilayah I, II, dan III setara esselon IVa) dan Pejabat Fungsional (Polisi Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan).
Untuk operasional yang efektif selanjutnya Taman Nasional Kepulauan Seribu menetapkan struktur organisasi operasional Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu yang meliputi lingkup Tata Usaha, Seksi Konservasi Wilayah I, II, dan III sebagaimana gambar di bawah ini:
64
KEPALA BALAI
KEPALA SUB BAGIAN TATA USAHA
KEPALA SPTNW I
Kelompok Pejabat Fungsional
KEPALA SPTNW II
Kelompok Pejabat Fungsional
KEPALA STPNW III
Kelompok Pejabat Fungsional
Kelompok Pejabat Fungsional
Penata Usaha Keuangan
Penata Kawasan dan Perlindungan
Penata Usaha Perlengkapan dan Rumah Tangga
Penata Kerjasama dan Hubungan Masyarakat
Penata Usaha Kepegawaian
Penyaji Evaluasi dan Pelaporan
Penata Usaha Umum
Penelaah dan Penyusunan Data Perencanaan
Pengetik/Operator Radio Komunikasi
Penata Bina Wisata Alam dan Kader Konservasi
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
Pejabat Pengendali Ekosistem Hutan dan Fungsional Polisi Kehutanan secara hirarki berada di bawah kendali Kepala Balai Taman Nasional, sedangkan Kepala Pelaksana Urusan sesuai bidangnya langsung di bawah kendali Pejabat Struktural KSBTU, atau Kepala Seksi Konservasi Wilayah.
65
3.2.4
Rencana strategis
Memperhatikan
kondisi
aktual
dan
tantangan
konservasi
sumberdaya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya, pengembangan pariwisata bahari, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pembangunan daerah, diperlukan beberapa kegiatan terobosan yang rasional yang berkaitan dengan (1) pemberdayaan dan pensinergian berbagai sumber daya dan potensi yang ada, dan (2) manajemen kerjasama yang berkeadilan, transparan dan satu visi, misi dan langkah dari multistakeholder pelaku pembangunan.
1. Filosofi dan Paradigma •
Filosofi pengelolaan taman nasional laut adalah No Forest (ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang lamun), No Future.
•
Paradigma pengelolaan taman nasional adalah Resource and Community Base Development.
2. Visi dan Misi a. Visi •
Mewujudkan kelestarian manfaat Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu
bagi
berkesinambungan dan berkeadilan.
masyarakat
secara
66
b. Misi •
Melindungi dan mengamankan ekosistem Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
•
Mengawetkan dan memelihara keragaman hayati dan ekosistem Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
•
Menemu-kenali
dan
mengembangkan
pola-pola
pemanfaatan lestari keragaman hayati dan ekosistem Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. •
Menegakkan hukum dan peraturan perundangan secara tegas, konsisten dan konsekuen.
3. Kebijakan, Strategi, Slogan, dan Budaya Kerja a. Kebijakan •
Penggalian informasi potensi sumberdaya alam dan peluang kemanfaatan yang optimal dan berkesinambungan.
•
Pengaturan
pemanfaatan
sumberdaya
alam
yang
mengedepankan kepentingan masyarakat, dunia usaha dan pemda, yang ekonomis, ekologis, berkeadilan dan sinergis. •
Pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam yang bertitik tolok pada daya dukung sumber daya alam dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
67 •
Pembinaan sumberdaya manusia yang jujur bermoral dan profesional, serta pengembangan teknologi yang efektif, efisien dan ramah lingkungan.
•
Penegakan hukum merupakan alat pendukung konservasi sumberdaya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya.
b. Strategi •
Kolaborasi manajemen konservasi sumberdaya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya.
•
Pemantapan
kawasan
Taman
Nasional
Laut,
dan
pemaduserasian sistem zonasi dan RTRWK. •
Pembangunan sistem monitoring evaluasi dan neraca sumber daya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya.
•
Pemulihan kualitas sumberdaya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya.
•
Pembangunan obyek dan atraksi wisata bahari di pulau-pulau pemukiman, dan pembinaan usaha industri kepariwisataan masyarakat.
•
Pemberdayaan masyarakat dengan bertitik tolak pada potensi dan daya dukung sumberdaya alam dan IPTEK yang ramah lingkungan.
•
Komunikasi dan kerjasama dari berbagai pelaku usaha (multistakeholders) pada RENLAKDAL pemanfaatan dan
68
konservasi
sumberdaya
alam
secara
transparan
dan
berkeadilan. •
Pengembangan prinsip ketauladanan dan percontohan polapola pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal dan lestari secara konsisten dan konsekuen.
•
Peningkatan prioritas pengelolaan ke bagian utara Taman Nasional Laut, dalam upaya perlindungan dan pengawetan zona inti.
•
Penegakan hukum yang mengedepankan upaya persuasif dan pembinaan, sebelum represif yang tegas, konsekuen, dan konsisten.
c. Slogan •
Lestarikan
Terumbu
Karang,
Padang
Lamun,
Hutan
Mangrove, Hutan Pantai, dan Ekosistemnya. •
Selamatkan Penyu Sisik, Elang Bondol dan Biota Laut Langka Kepulauan Seribu.
•
Manfaatkan Taman Nasional Kepulauan Seribu melalui Wisata Bahari di Resort Pulau Wisata, Wisata Pendidikan dan Konservasi di Pulau Permukiman, dan Budidaya Kelautan Alami Tradisional di Zona Pemukiman-nya.
d. Budaya Kerja •
Kerja untuk Kemanfaatan yang lestari.
69 •
Sehat sebagai Dasar Kerja.
•
Silahturahmi sebagai Strategi Kerja Efektif dan Manusiawi.
•
Ilmu sebagai Modal Kerja.
•
Ikhlas sebagai Motivasi Batiniah yang bernilai Ibadah.
4. Strategi Operasional •
Pembinaan Internal melalui Rakor dan Pembinaan SDM 2 Mingguan.
•
Kemitraan Mutualistik.
•
Pemberdayaan Masyarakat berbasis budaya lokal dan sesuai dengan daya dukung SDA-nya.
3.3
•
Wisata Pendidikan dan Konservasi Laut.
•
Sertifikasi dan Legalisasi Pemanfaatan Tradisional.
Sistem Yang Sedang Berjalan
Mangrove dan lamun (seagrass) ini sangat penting keberadaannya, di samping sebagai kelengkapan komponen ekosistem laut, sumber makanan bagi jenis-jenis ikan herbivora dan penyu, juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Dalam rangka menjaga kelestarian dan pemanfaatan mangrove dan lamun (seagrass)
agar dapat berlangsung sebaik-baiknya maka diperlukan sistem
informasi yang jelas mengenai keberadaan flora laut tersebut, sehingga produktivitasnya dapat berkelanjutan.
70
Sistem yang sekarang masih dipakai oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu tentang lokasi persebaran lamun dan mangrove adalah sistem konvensional dengan menggunakan media kertas. Dimana dalam setiap penelitian lokasi dan jenis lamun atau mangrove yang dilakukan hasilnya berupa laporan dalam bentuk kertas yang kemudian akan dibukukan menjadi inventarisasi. Dalam inventarisasi tersebut terdapat pula gambar lokasi dari persebaran lamun dan mangrove.
3.4
Permasalahan Yang Dihadapi
Dengan penggunaan cara tersebut maka ada beberapa masalah yang dihadapi antara lain : 1. Jumlah informasi persebaran mangrove dan lamun yang tersedia terbatas karena menggunakan media kertas berupa laporan. Salah satunya bila ada penggunaan gambar maka gambar tersebut harus diperkecil karena ukuran kertas sehingga sulit untuk dibaca. 2. Karena informasi yang disajikan menggunakan kertas dan lokasinya diberikan dalam bentuk koordinat dan peta sederhana, maka lokasi keberadaan mangrove dan lamun menjadi kurang jelas karena peta tidak interaktif. 3. Pencarian informasi tentang persebaran mangrove dan lamun sulit didapat karena berbentuk laporan inventarisasi dan sering hilang.
71
3.5
Usulan Pemecahan Masalah
Dari adanya masalah dari sistem yang ada maka pemecahan masalah adalah dengan merancang suatu sistem informasi geografis yang menyediakan fasilitas sebagai berikut : •
Dengan adanya aplikasi Sistem Informasi Geografis yang akan dibuat maka jumlah informasi yang ditampung lebih banyak, ukuran informasi yang akan dimasukkan ke dalam sistem tidak akan menjadi masalah.
•
Pada sistem yang baru maka peta menjadi lebih interaktif, bisa melihat dimana saja lokasi mangrove dan lamun di kawasan TNKpS.
•
Dengan adanya aplikasi Sistem Informasi Geografis yang akan dibuat, peta berupa peta digital yang mudah diakses secara cepat dan akurat.
3.6
Perancangan Sistem Dalam merancang Sistem Informasi Geografis yang baik maka diperlukan sumber data yang lengkap, tepat dan cepat, dan up-to-date agar dapat memberikan output informasi yang sesuai dengan keinginan pengguna. Melihat akan kebutuhan dan tujuan yang dicapai, serta keperluan database ruang (spasial) yang memegang peranan penting dalam sistem yang dirancang ini. Karena SIG merupakan sistem yang cocok untuk diterapkan dalam kondisi ini. Pada tahap ini dilakukan pembuatan sistem informasi geografis pada kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Rancangan yang dilakukan terdiri
72
dari rancangan proses, rancangan basis data, rancangan layar (interface), dan pengkodean.
3.6.1
Diagram Konteks
Gambar 3.2 Diagram Konteks
73
3.6.2
Diagram Nol
Gambar 3.3 Diagram Nol
3.6.3
Kamus Data DetailMangrove = KdMangrove (PK) + KdPulau (PK) + Tahun + KoordLintang + KoordBujur + LuasTutupan DetailLamun = KdLamun (PK) + KdPulau (PK) + Tahun + KoordLintang + KoordBujur + LuasTutupan MsMangrove
=
KdMangrove
(PK)
+
NamaMangrove
KdJenisMangrove MsLamun = KdLamun (PK) + NamaLamun + KdJenisLamun MsJenisMangrove = KdJenisMangrove (PK) + NamaJenisMangrove MsJenisLamun = KdJenisLamun (PK) + NamaJenisLamun
+
74
MsPulau = KdPulau (PK) + NamaPulau + LuasPulau MsZona = KdZona (PK) + NamaZona + LuasZona + KdPulau
3.6.4
Perancangan Database Tabel menampung data dalam bentuk record yang terdiri dari field-field. Masing-masing field berisi data tunggal. Tabel-tabel tersebut antara lain :
1. Tabel Lamun Nama Tabel = MsLamun Deskripsi = Berisi informasi tentang nama-nama Lamun Primary Key = KdLamun Nama Field
Tipe
KdLamun
Number
NamaLamun
String
KdJenisLamun
Number
Panjang
Keterangan
5 Kode lamun 30 Nama lamun 5 Kode jenis lamun
Tabel 3.1 Tabel MsLamun
2. Tabel Jenis Lamun Nama Tabel = MsJenisLamun Deskripsi = Berisi informasi tentang jenis Lamun Primary Key = KdJenisLamun
75
Nama Field
Tipe
KdJenisLamun
Number
NamaJenisLamun
String
Panjang
Keterangan
5 Kode jenis lamun 30 Nama jenis lamun
Tabel 3.2 Tabel MsJenisLamun
3. Tabel Mangrove Nama Tabel = MsMangrove Deskripsi = Berisi informasi tentang nama-nama Mangrove Primary Key = KdMangrove Nama Field
Tipe
KdMangrove
Number
NamaMangrove
String
KdJenisMangrove
Number
Panjang
Keterangan
5 Kode mangrove 30 Nama mangrove 5 Kode jenis mangrove
Tabel 3.3 Tabel MsMangrove
4. Tabel Jenis Mangrove Nama Tabel = MsJenisMangrove Deskripsi = Berisi informasi tentang jenis Mangrove Primary Key = KdJenisMangrove
76
Nama Field
Tipe
KdJenisMangrove
Number
NamaJenisMangrove String
Panjang
Keterangan
5 Kode jenis mangrove 30 Nama jenis mangrove
Tabel 3.4 Tabel MsJenisMangrove
5. Tabel Pulau Nama Tabel = MsPulau Deskripsi = Berisi informasi tentang nama-nama pulau di Taman Nasional Kepulauan Seribu Primary Key = KdPulau Nama Field
Tipe
Panjang
Keterangan
KdPulau
Number
5 Kode pulau
NamaPulau
String
30 Nama pulau
LuasPulau
Number
15 Luas Pulau
Tabel 3.5 Tabel MsPulau
6. Tabel Zona Nama Tabel = MsZona Deskripsi = Berisi informasi tentang pembagian zonasi di Taman Nasional Kepulauan Seribu Primary Key = KdZona
77
Nama Field
Tipe
Panjang
Keterangan
KdZona
Number
5 Kode pulau
NamaZona
String
30 Nama pulau
LuasZona
Number
15 Luas zona
KdPulau
Number
5 Kode pulau
Tabel 3.6 Tabel Zona
7. Tabel Detail Mangrove Nama Tabel = DetailMangrove Deskripsi = Menyambungkan informasi-informasi dari tabel MsMangrove Primary Key = KdMangrove, KdPulau
Nama Field
Tipe
Panjang
Keterangan
KdMangrove
Number
5 Kode mangrove
KdPulau
Number
5 Kode pulau
Tahun
Number
5 Tahun penelitian
KoordBujur
String
15 Koordinat bujur
KoordLintang
String
15 Koordinat lintang
LuasTutupan
Number
15 Luas tutupan mangrove
Tabel 3.7 Tabel Detail Mangrove
78
8. Tabel Detail Lamun Nama Tabel = DetailLamun Deskripsi = Menyambungkan informasi-informasi dari tabel MsLamun Primary Key = KdLamun, KdPulau Nama Field
Tipe
Panjang
Keterangan
KdLamun
Number
5 Kode lamun
KdPulau
Number
5 Kode pulau
Tahun
Number
5 Tahun penelitian
KoordBujur
String
15 Koordinat bujur
KoordLintang
String
15 Koordinat lintang
LuasTutupan
Number
15 Luas tutupan lamun
Tabel 3.8 Tabel Detail Lamun
79
3.6.5 ERD MsZona PK
KdZona
FK1
NamaZona LuasZona KdPulau
1..1
DetailMangrove PK,FK1 PK,FK2
KdMangrove KdPulau Tahun KoordLintang KoordBujur LuasTutupan
DetailLamun PK,FK1 PK,FK2
1..* MsPulau
1..1
1..1
1..*
PK
KdPulau
1..*
KdLamun KdPulau Tahun KoordLintang KoordBujur LuasTutupan
1..1
NamaPulau LuasPulau
1..1
1..*
1..*
MsMangrove
MsLamun
PK
KdMangrove
PK
KdLamun
FK1
NamaMangrove KdJenisMangrove
FK1
NamaLamun KdJenisLamun
1..1
1..1
1..*
1..*
MsJenisMangrove PK
MsJenisLamun
KdJenisMangrove
PK
NamaJenisMangrove
KdJenisLamun NamaJenisLamun
Gambar 3.4 ERD
80
3.6.6 Perancangan Layar •
Layar Halaman Pembuka SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERSEBARAN MANGROVE DAN LAMUN DI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU BALAI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU Jl. Salemba Raya No. 9 Lt. III Jakarta Pusat 10440 Telp. (021) 3915773 - 3103574
Logo TNKpS
Lanjut Gambar 3.5 Layar Halaman Pembuka
•
Layar Utama 1
2
3
4
List menu 1
List menu 2
Layer-layer yang akan ditampilkan Peta TNKpS
Kembali Gambar 3.6 Layar Menu Utama
5
6
7
8
81
Keterangan : •
(1) Kursor untuk menunjuk (point tools)
•
(2) Tools untuk zoom in
•
(3) Tools untuk zoom out
•
(4) Tools untuk menggeser tampilan peta
•
(6) Search box
•
(7) Tombol enter untuk search box
•
(8) Help tools
•
Layar Menu Tahun 1
2
3
4
List menu 1
List menu 2
5
Pilihan Tahun Pilihan Tahun Peta TNKpS Pilihan Tahun
Kembali Gambar 3.7 Layar Menu Tahun
Keterangan : •
(1) Kursor untuk menunjuk (point tools)
6
7
8
82 •
(2) Tools untuk zoom in
•
(3) Tools untuk zoom out
•
(4) Tools untuk menggeser tampilan peta
•
(6) Search box
•
(7) Tombol enter untuk search box
•
(8) Help tools
•
Layar Menu Mangrove 1
2
3
4
List menu 1
List menu 2
5
Pilihan Mangrove Pilihan Mangrove Peta TNKpS Pilihan Mangrove
Kembali Gambar 3.8 Layar Menu Mangove
Keterangan : •
(1) Kursor untuk menunjuk (point tools)
•
(2) Tools untuk zoom in
•
(3) Tools untuk zoom out
6
7
8
83 •
(4) Tools untuk menggeser tampilan peta
•
(6) Search box
•
(7) Tombol enter untuk search box
•
(8) Help tools
•
Layar Menu Lamun 1
2
3
4
List menu 1
List menu 2
5
Pilihan Lamun Pilihan Lamun Peta TNKpS Pilihan Lamun
Kembali Gambar 3.9 Layar Menu Lamun Keterangan : •
(1) Kursor untuk menunjuk (point tools)
•
(2) Tools untuk zoom in
•
(3) Tools untuk zoom out
•
(4) Tools untuk menggeser tampilan peta
•
(6) Search box
•
(7) Tombol enter untuk search box
6
7
8
84 •
(8) Help tools
•
Layar Menu Pulau 1
2
3
4
List menu1
List menu 2
5
Pilihan Pulau Pilihan Pulau Peta TNKpS Pilihan Pulau
Kembali Gambar 3.10 Layar Menu Pulau
Keterangan : •
(1) Kursor untuk menunjuk (point tools)
•
(2) Tools untuk zoom in
•
(3) Tools untuk zoom out
•
(4) Tools untuk menggeser tampilan peta
•
(6) Search box
•
(7) Tombol enter untuk search box
•
(8) Help tools
6
7
8
85
3.6.7
Diagram Hierarki
HALAMAN PEMBUKA
MENU UTAMA
TAMPILAN PETA TAMAN NASIONAL
TAMPILAN TAMAN NASIONAL
TAMPILAN PETA ZONA PEMANFAATAN WISATA
TAMPILAN ZONA PEMANFAATAN WISATA
TAMPILAN PETA ZONA PERLINDUNGAN
TAMPILAN ZONA PERLINDUNGAN
TAMPILAN PETA ZONA PEMUKIMAN
TAMPILAN ZONA PEMUKIMAN
TAMPILAN PETA ZONA INTI
TAMPILAN ZONA INTI
TAMPILAN TAHUN
TAMPILAN PETA PER TAHUN
TAMPILAN LAMUN
TAMPILAN PETA LAMUN
TAMPILAN MANGROOVE
TAMPILAN PETA MANGROOVE
TAMPILAN PULAU
TAMPILAN PETA PER PULAU
Gambar 3.11 Diagram Hierarki
86
3.6.8 STD Pilih Browser
WINDOWS
BROWSER Jalankan program Tampilkan “HALAMAN PEMBUKA”
HALAMAN PEMBUKA Klik “Lanjut” Tampilkan “Menu Utama”
TAMPILAN TAMAN NASIONAL
TAMPILAN ZONA PEMANFAATAN WISATA
TAMPILAN ZONA PERLINDUNGAN
TAMPILAN ZONA PEMUKIMAN
TAMPILAN ZONA INTI
Klik “Taman Nasional” Tampilkan “Tampilan Taman Nasional”
MENU UTAMA
Klik “Zona Pemanfaatan Wisata” Tampilkan “Tampilan Zona Pemanfaatan Wisata”
Klik “Pulau” Tampilkan “Tampilan Pulau”
Klik “Tahun” Tampilkan “Tampilan Tahun”
TAMPILAN PULAU
TAMPILAN TAHUN
Klik “Zona Perlindungan” Tampilkan “Tampilan Zona Perlindungan” Klik “Lamun” Tampilkan “Tampilan Lamun” Klik “Zona Pemukiman” Tampilkan “Tampilan Zona Pemukiman” Klik “Mangrove” Tampilkan “Tampilan Mangrove”
Klik “Zona Inti” Tampilkan “Tampilan Zona Inti”
Klik “Kembali”
Gambar 3.12 STD Tampilan Awal
Gambar 3.13 STD Pilihan Tahun
TAMPILAN LAMUN
TAMPILAN MANGROVE
87
Gambar 3.14 STD Pilihan Mangrove
Gambar 3.15 STD Pilihan Lamun
Gambar 3.16 STD Pilihan Pulau
Gambar 3.17 STD Taman Nasional
88
Gambar 3.18 STD Zona Pemanfaatan Wisata
Gambar 3.19 STD Zona Perlindungan
Gambar 3.20 STD Zona Pemukiman
Gambar 3.21 STD Zona Inti
89
3.6.9
Perancangan Spesifikasi Proses Modul main Sub main Tutup semua windows yang ada Panggil menu utama Akhir sub
Modul menu utama Sub menu Tampilkan list menu pada layer Pilih modul Tahun Pilih sub modul tahun Panggil sub modul tahun Lamun Pilih sub modul lamun Panggil sub modul lamun Mangrove Pilih sub modul mangrove Panggil sub modul mangrove Pulau Pilih sub modul pulau Panggil sub modul pulau
90
Zona perlindungan Pilih sub modul zona perlindungan Panggil sub modul zona perlindungan Zona Pemanfaatan wisata Pilih sub modul zona pemanfaatan wisata Panggil sub modul zona pemanfaatan wisata Zona pemukiman Pilih sub modul zona pemukiman Panggil sub modul zona pemukiman Zona inti Pilih sub modul zona inti Panggil sub modul zona inti Taman nasional Pilih sub modul taman nasional Panggil sub modul taman nasional Akhir sub
Modul tahun Sub tahun penelitian Tampilkan peta per tahun Akhir sub
91
Modul lamun Sub lamun Tampilkan checkbox jenis lamun Tampilkan peta persebaran lamun Akhir sub
Modul mangrove Sub mangrove Tampilkan checkbox jenis mangrove Tampilkan peta persebaran mangrove Akhir sub
Modul pulau Sub pulau Tampilkan checkbox nama pulau Tampilkan peta per pulau Akhir sub Modul zona perlindungan Zona perlindungan Tampilkan peta zona perlindungan Akhir sub
Modul zona pemanfaatan wisata
92
Zona pemanfaatan wisata Tampilkan peta zona pemanfaatan wisata Akhir sub
Modul zona pemukiman Zona pemukiman Tampilkan peta zona pemukiman Akhir sub
Modul zona inti Zona inti Tampilkan peta zona inti Akhir sub
Modul taman nasional Taman nasional Tampilkan peta taman nasional Akhir sub