BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Peningkatan hasil pembangunan telah dilakukan dalam memenuhi hak-hak dasar manusia dan memutus rantai kemiskinan. Upaya mewujudkan suatu sistem perlindungan sosial dilakukan untuk menghindarkan masyarakat dari risiko yang lebih buruk terus digalakkan agar dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan mereka. Namun, berbagai rintangan dan permasalahan, seperti keterbatasan anggaran, luasnya cakupan pelayanan yang masih harus diberikan, kejadian bencana alam maupun bencana sosial atau perubahan kondisi ekonomi yang besaran dan frekuensinyapun sulit diprediksi. Permasalahan tersebut mengakibatkan kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, pengangguran, dan ketunaan sosial, serta korban bencana alam. Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), khususnya mereka yang miskin dan rentan, perlu diberi bantuan dan jaminan sosial. Bantuan dan jaminan sosial itu merupakan hak dasar manusia karena apabila tidak dilakukan secara tepat akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial, yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya konflik sosial, terutama bagi kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, terisolasi dan berada di perbatasan.
Dalam menangani permasalahan sosial, Pemerintah terus mengupayakan pemberian bantuan dan jaminan sosial dengan meningkatkan pemberdayaan sosial, menyediakan pelayanan dan rehabilitasi sosial, mengembangkan kegiatan sosial melalui pendidikan dan penelitian sosial yang diharapkan mampu mengubah perilaku dan mengurangi ketergantungan masyarakat. Selain itu, pembangunan kesejahteraan sosial diupayakan pada terbentuknya sistem jaminan sosial yang berkualitas, yang dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat, dan memberdayakan mereka yang tidak mampu untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. I.
Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan sosial yang dihadapi oleh sebagian masyarakat umumnya adalah kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketuna sosialan, kerawanan sosial ekonomi, penyimpangan perilaku, keterpencilan, eksploitasi dan diskriminasi. Pembangunan sosial yang diharapkan dapat menyentuh seluruh permasalahan tersebut belum mencakup seluruh masyarakat dan masih menyisakan sejumlah persoalan menyebabkan masyarakat tertentu menjadi terabaikan. Mereka tidak dapat ikut menikmati hasil pembangunan selayaknya sehingga dikhawatirkan akan timbulnya kerawanan sosial ekonomi dan peningkatan jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di masa yang akan datang. Permasalahan terpenting terletak pada belum terpenuhinya kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan perumahan serta belum terpenuhinya aksesibilitas masyarakat yang memiliki keterbatasan kemampuan terhadap bantuan sosial, berbagai sumber pelayanan rehabilitasi dan jaminan sosial, serta pelayanan dasar lainnya. Kenaikan harga minyak mentah dunia yang akhir-akhir ini mencapai di atas USD 130 per barel berdampak pada kenaikan bahan bakar minyak. Kenaikan itu berdampak juga pada kenaikan harga barang kebutuhan pokok masyarakat. Hal itu mengakibatkan berkurangnya tingkat kemampuan konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi penurunan kesejahteraan masyarakat dan mempertahankan daya beli masyarakat, terutama, 29 - 2
terhadap kebutuhan pokok agar tidak turun, pemerintah kembali menyalurkan bantuan yang berbentuk bantuan langsung tunai (BLT) pada tahun 2008 yang dialokasikan kepada 19,1 juta rumah tangga sasaran (RTS). BLT ini pernah dilaksanakan pada tahun 2006 kepada rumah tangga miskin dengan jumlah sasaran yang sama, tetapi untuk pelaksanaan BLT tahun 2008 dilakukan penyempurnaan pendataan. Sasaran penerima BLT tersebut adalah RTS yang meliputi rumah tangga sangat miskin (RTSM)/fakir miskin, rumah tangga miskin (RTM), dan rumah tangga hampir miskin (RTHM). Belum terpenuhinya kebutuhan dasar, baik jasmani, rohani, maupun sosial mengakibatkan ketelantaran yang umumnya dialami oleh bayi, anak-anak, dan orang usia lanjut yang tanggung jawab pengasuhannya berada di pihak lain. Permasalahan lain yang masih harus dihadapi adalah terbatasnya jumlah tenaga lapangan yang terdidik dan terlatih serta berkemampuan dalam bidang pelayanan sosial dan penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Demikian pula halnya dengan keterbatasan peran tenaga kerja sukarela masyarakat (TKSM)/relawan sosial, Karang Taruna, dan organisasi sosial dalam penanggulangan kemiskinan dan pelayanan kesejahteraan sosial perlu diatasi. Kecacatan dapat menjadi kendala bagi penyandangnya untuk tumbuh kembang dan berkreasi sebagaimana manusia yang sempurna. Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menyatakan bahwa perlu upaya untuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi penyandang cacat. Selain itu, jumlah penyandang cacat seperti buta, tuli, penyakit tulang, dan kelainan mental serta akibat konflik sosial dan kontak senjata yang terjadi di suatu wilayah atau akibat kecelakaan lalu lintas cenderung meningkat. Kecacatan dapat pula terjadi akibat malnutrisi juga akibat buruknya kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Kecacatan akan menjadi permasalahan yang lebih kompleks apabila dikaitkan dengan kemiskinan. Kekurangmampuan sosial ekonomi tersebut menambah keterbatasan penyandang cacat yang dapat memengaruhi keleluasaan aktivitas fisik, kepercayaan, harga diri, dan interaksi sosial mereka, baik antarmanusia maupun lingkungan sekitarnya. Penyandang cacat memerlukan aksesibilitas dan 29 - 3
kemudahan yang disediakan bagi mereka guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Permasalahan lainnya adalah semakin lemahnya upaya pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan, dan kearifan lokal yang dapat digunakan sebagai modal sosial dalam pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Selain itu, pemanfaatan hasil penelitian dan pengkajian bidang kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk peningkatan efektivitas pelayanan kesejahteraan sosial, keterpaduan kebijakan perlindungan, dan kesejahteraan sosial bagi PMKS dirasakan belum optimal. Dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang diperkirakan masih dihadapi dalam beberapa tahun ke depan, pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial perlu diperkuat dengan lebih mengedepankan peran aktif masyarakat. Selain itu, perlu ditingkatkan profesionalisme pelayanan kesejahteraan sosial dan keserasian kebijakan kesejahteraan sosial, baik di tingkat nasional maupun daerah, termasuk penggalian dan pengembangan nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan gotong royong. II.
Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Dalam meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat, berbagai kebijakan telah ditempuh untuk kesinambungan program dan kegiatan pelayanan sosial kepada masyarakat, yaitu dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan bantuan dasar kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial, dan meningkatkan pemberdayaan fakir miskin, penyandang cacat, dan kelompok rentan sosial lainnya seperti anak, penduduk lanjut usia telantar, dan penyandang cacat. Selain itu, akan dikembangkan pula sistem perlindungan sosial nasional dengan meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat termasuk masyarakat mampu, dunia usaha, dan perguruan tinggi secara terpadu dan berkelanjutan serta menyerasikan kebijakan dalam penanganan masalah strategis yang menyangkut masalah kesejahteraan sosial. 29 - 4
Pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak, terutama diberikan kepada anak telantar, anak jalanan, anak balita, anak nakal, dan anak cacat. Kegiatan yang ditujukan untuk peningkatan kelangsungan hidup, tumbuh kembang, dan partisipasi anak diharapkan akan menghindarkan anak dari tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan diskriminatif. Untuk pelayanan bagi anak telantar, pada tahun 2005 diberikan pelayanan terhadap 65.392 anak telantar, pada tahun 2006 diberikan terhadap 64.894 anak dan tahun 2007 sebanyak 62.200 anak. Bagi anak jalanan pada tahun 2005 diberikan pelayanan terhadap 46.800 anak jalanan, tahun 2006 sebanyak 45.530 anak jalanan, dan tahun 2007 diberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada 21.700 anak jalanan. Untuk pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak balita telantar, pada tahun 2005 sampai dengan 2007 dilaksanakan pemberian bantuan dengan prioritas kegiatan pada pengadaan alat permainan edukatif (APE) kepada 50 TPA di 31 provinsi dan biaya operasional TPA di beberapa daerah. Untuk anak nakal, tahun 2005 diberikan pelayanan sosial kepada 11.080 anak, tahun 2006 sebanyak 11.760 anak, dan pada tahun 2007 sebanyak 8.340 anak nakal mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial dengan prioritas kegiatan pada bimbingan sosial. Penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak cacat diutamakan pada prioritas kegiatan untuk pembangunan jaringan kerja penanganan anak cacat. Kegiatan itu dilaksanakan dengan berbagai instansi terkait sejak tahun 2005. Pada tahun 2005 6.065 anak cacat mulai mendapatkan layanan, tahun 2006 diberikan layanan yang sama kepada 6.565 anak cacat, dan tahun 2007 layanan dalam bentuk rehabilitasi sosial diberikan kepada 6.035 anak cacat. Keputusan Presiden No. 52 Tahun 2004 tentang Komisi Nasional Lanjut Usia, yang disusun dalam melaksanakan ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, diperlukan upaya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan sosial bagi penduduk usia lanjut. Khususnya bagi usia lanjut telantar dilaksanakan pengembangan model pelayanan Day Care Services, Temporary Care, Trauma Center, pelaksanaan subsidi silang dan model persiapan pra usia lanjut serta perluasan uji coba model pemberian jaminan sosial. Pada tahun 2005 pelayanan tersebut telah diberikan kepada 15.920 usia 29 - 5
lanjut, tahun 2006 dilaksanakan pelayanan terhadap 15.290 usia lanjut, dan tahun 2007 pelaksanaan program pelayanan dan perlindungan kesejahteraan sosial ditujukan bagi 16.000 orang usia lanjut telantar di 33 provinsi. Selain itu, diberikan pula dana jaminan sosial khususnya bagi usia lanjut yang berumur 60 tahun ke atas, tidak produktif, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari lagi, menderita sakit-sakitan, bukan penyandang cacat fisik, mental dan cacat ganda, belum pernah mendapatkan perawatan/pelayanan secara permanen dan tidak sedang menerima bantuan/santunan, baik dari pemerintah maupun lembaga sosial lain serta tidak memiliki sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Untuk pelaksanaan program yang terkait dengan layanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat berupa pelayanan dalam panti dan pemberian dana jaminan sosial, tahun 2005 telah dilaksanakan kepada 37.910 penyandang cacat dengan prioritas kegiatan pada rehabilitasi berbasis masyarakat, tahun 2006 dilaksanakan kegiatan yang sama pada 28.670 penyandang cacat, dan tahun 2007 kembali dilakukan program yang sama untuk 66.580 penyandang cacat di 33 provinsi. Bagi para penyandang cacat berat yang derajat kecacatannya tidak dapat direhabilitasi, sangat tergantung kepada bantuan orang lain, tidak dapat menafkahi dirinya sendiri dan terdaftar sebagai penduduk setempat, diberi bantuan dana jaminan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal mereka. Selain itu, terdapat pula pelaksanaan kegiatan di lingkungan unit pelaksana teknis (UPT) yang tersebar di 16 provinsi untuk pelayanan dan rehabilitasi sosial yang mencakup 3 balai besar rehabilitasi sosial, 30 panti sosial dan 1 Balai Penerbitan Braille. Pada tahun 2007, layanan dan rehabilitasi sosial telah diberikan kepada 10.560 tunasosial. Program tersebut juga dilaksanakan tahun 2005 dengan sasaran 5.330 orang dan tahun 2006 dengan target 5.230 tunasosial. Layanan dan rehabilitasi sosial telah dilaksanakan kepada 4.100 korban penyalahgunaan napza pada tahun 2005 dan 2006. Pada tahun 2007, pelayanan ditingkatkan untuk 8.200 korban penyalahgunaan napza dengan prioritas kegiatan pada kampanye penanggulangan penyalahgunaan napza melalui media cetak dan elektronika serta membangun kemitraan dengan
29 - 6
berbagai instansi dalam upaya penanganan masalah penyalahgunaan napza. Sesuai dengan strategi penanggulangan HIV/AIDS tahun 2003–2007, peran aktif pemerintah, khususnya di Departemen Sosial, diarahkan kepada pemberian dukungan sosial bagi penyandang HIV/AIDS atau ODHA (orang dengan HIV/AIDS) baik di dalam panti, di lingkungan masyarakat, maupun daerah rawan HIV/AIDS. Pelayanan yang diberikan adalah komunikasi, informasi, edukasi masalah HIV/AIDS, konseling layanan pendampingan sebagai fasilitator, dan perantara untuk mengakses kebutuhan penyandang HIV/AIDS atau ODHA. Pada tahun 2005 dilaksanakan penyuluhan mengenai HIV/AIDS di 93 lokasi yang tersebar di 31 provinsi dan tahun 2006 sebanyak 122 lokasi di 33 provinsi. Tahun 2007 dilakukan kembali penyuluhan yang sama di 146 lokasi di 33 provinsi. Kondisi perekonomian yang belum membaik menyebabkan penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial masih menghadapi beberapa kesulitan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan seharihari dalam panti yang dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan dalam penyelenggaraan pelayanan sosial tersebut dan agar lembaga pelayanan dapat terjaga eksistensinya, diluncurkan program subsidi panti sosial. Program subsidi panti sosial itu diberikan kepada 149.022 klien di 3.973 panti sosial pada tahun 2005 dan tahun 2006 diberikan kepada 150.080 klien di 4.737 panti sosial. Pada tahun 2007 diberikan bantuan kebutuhan makanan untuk 150.000 orang klien di panti sosial yang tersebar di 33 provinsi. Dalam melaksanakan program pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil (KAT), dan PMKS lain, dan dalam rangka mendukung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri (PNPM-Mandiri) yang diluncurkan pada tahun 2007, dilaksanakan bantuan langsung pemberdayaan sosial (BLPS) yang ditujukan kepada fakir miskin usia produktif (15—55 tahun). BLPS merupakan bantuan modal usaha ekonomis produktif (UEP) yang diberikan kepada masyarakat miskin yang membentuk kelompok usaha bersama (KUBE) ditujukan untuk memberdayakan masyarakat miskin yang pelaksanaannya melalui mekanisme perbankan. Pada 29 - 7
tahun 2007 BLPS diberikan kepada 24.532 KK atau 2.444 KUBE di 33 provinsi, 99 kabupaten, dan 198 kecamatan. Populasi komunitas adat terpencil (KAT) berdasarkan hasil pemetaan Pusat Data dan Informasi Departemen Sosial tahun 2006 berjumlah 229.479 KK yang tersebar di 30 provinsi (kecuali di DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Lampung). Jumlah KAT yang telah diberdayakan sebanyak 64.788 KK dan sedang diberdayakan 14.805 KK relatif meningkat jika dibandingkan dengan pencapaian tahun 2006, yaitu sejumlah 68.122 KK. Angka tersebut juga sudah lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2005 yang memberdayakan sebanyak 53.283 KK. Faktor penting dalam pemberdayaan KAT meliputi, antara lain (1) perspektif kesetaraan antara warga KAT yang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh berbagai akses untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial; (2) mengurangi citra negatif akibat kesenjangan/gap dengan warga lainnya; (3) proses pembangunan nasional yang telah/sedang dilaksanakan harus dapat menyentuh semua masyarakat terutama mereka yang karena kondisi sosial budaya dan letak geografisnya sulit dijangkau; dan (4) aksesibilitas terhadap peradaban. Bencana alam yang terjadi pada tahun 2007 tercatat sebanyak 342 kali dengan korban meninggal dan hilang sejumlah 888 orang, korban yang mengungsi sejumlah 449.555 KK atau sekitar 2.122.476 jiwa, dan 271.166 unit rumah penduduk rusak. Sebagian dari korban yang tempat tinggalnya mengalami rusak berat, yaitu sejumlah 13.818 KK di 26 provinsi diberikan bantuan bahan bangunan rumah (BBR). Bantuan bangunan rumah (BBR) yang sama juga sudah pernah diberikan pada korban bencana alam sebelumnya, seperti pada tahun 2005 pada 9.444 KK dan tahun 2006 untuk 6.790 KK. Pemberian bantuan bagi korban bencana alam, berupa perlengkapan penanggulangan bencana (evacuation kit), antara lain, terdiri atas perahu evakuasi, genset, tenda, velbed, dan alat dapur umum lapangan. Selain itu, bagi para korban di tempat pengungsian diberi makanan bergizi, lauk pauk, sandang, peralatan dapur keluarga, family kit, kidware, food-ware, dan matras. Bantuan untuk penanggulangan bencana alam dilakukan mulai dari tahapan pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi sosial serta resosialisasi dan rujukan mengikutsertakan instansi terkait dan unsur 29 - 8
masyarakat, termasuk dunia usaha dan LSM. Selain itu, untuk mempersiapkan dan mendayagunakan sumber daya manusia dalam bidang penanggulangan bencana alam di daerah yang berbasiskan komunitas, sebagai tenaga andal, dilaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat, yaitu pelatihan Taruna Siaga Bencana (Tagana) sehingga bisa meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Sampai saat ini jumlah Tagana adalah 20.973 orang yang tersebar di seluruh provinsi dan kabupaten/kota rawan bencana. Dalam meningkatkan bantuan dan pelayanan sosial bagi kelompok rentan, pada tahun 2005 telah dilaksanakan layanan asuransi kesejahteraan sosial (Askesos) bagi 13.400 KK melalui 67 lembaga pelaksana dan kepada 1.900 jiwa PMKS nonpotensial melalui 95 lembaga pelaksana. Tahun 2006 Askesos diberikan melalui 101 lembaga pelaksana kepada 20.200 KK dan diberikan juga kepada 1.720 PMKS non potensial melalui 86 lembaga pelaksana. Pada tahun 2007 sebanyak 39.000 KK di 195 lembaga mendapatkan Askesos dan bantuan kesejahteraan sosial permanen (BKSP) juga diberikan kepada 2.720 jiwa di 136 lembaga PMKS nonpotensial. Sejak tahun 2007 telah dilaksanakan bantuan sosial untuk keluarga sangat miskin melalui Program Keluarga Harapan (PKH), yaitu berupa bantuan tunai bersyarat (BTB) bagi sekitar 387.947 KK RTSM yang memenuhi persyaratan tertentu. PKH diujicobakan di 48 kabupaten di 7 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Nusa Tenggara Timur). Pada tahun 2008, daerah uji coba PKH bertambah 22 kabupaten di 7 provinsi lama dan 6 provinsi baru (Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Banten, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan) bagi sekitar 244.941 RTSM. Kenaikan harga bahan bakar minyak beberapa waktu lalu yang berimbas kepada kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat menyebabkan berkurangnya tingkat kemampuan konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, untuk mempertahankan daya beli masyarakat, terutama terhadap kebutuhan pokok, pemerintah kembali meluncurkan program BLT. 29 - 9
Berdasarkan Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran, pada bulan Mei 2008 telah dilaksanakan penyaluran BLT Tahap I di 10 kota besar di Indonesia. Kemudian, pelaksanaan BLT Tahap I akan dilanjutkan daerah lainnya yang direncanakan selesai pada bulan Agustus 2008. BLT diberikan kepada RTS yang masuk dalam kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin. Program itu merupakan jangka pendek yang ditujukan untuk mencegah turunnya daya beli masyarakat miskin yang disebabkan oleh naiknya harga BBM serta diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Pada penyaluran BLT tahun 2005 yang lalu jumlah RTS yang layak menerima BLT sebanyak 19,1 juta RTS yang terdiri atas 14,9 juta RTS yang telah menerima BLT pada tahap I ditambah 4,2 juta RTS hasil verifikasi BPS terhadap usulan RTS hasil pengaduan masyarakat. BLT tahun 2008 dialokasikan kepada 19,1 juta RTS, sesuai dengan hasil pendataan oleh Badan Pusat Statistik untuk melaksanakan BLT sebelumnya yang dilakukan dengan penyempurnaan data. Selanjutnya, BPS juga akan melakukan pemutakhiran data yang berkaitan dengan PKH dan pemutakhiran data melalui sensus rumah tangga sasaran. Selain itu, PT Pos Indonesia akan melakukan penyesuaian data sehubungan dengan adanya rumah tangga sasaran yang berpindah alamat, meninggal dunia, atau tidak mengambil uang tunai pada program BLT 2005—2006. BLT tahun ini diberikan dalam dua tahap, yaitu tiga bulan pertama (Juni—Agustus) dan tahap kedua (September—Desember). Untuk mengurangi beban penduduk miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sejak tahun 1998 dilaksanakan program pembelian beras untuk rumah tangga miskin (raskin) dengan harga yang murah. Pada tahun 2007, pelaksanakan pembelian beras miskin ditujukan kepada 15,8 juta rumah tangga miskin dengan alokasi untuk tiap rumah tangga sebesar 10 kilogram per bulan selama 11 bulan. Tahun 2008 program tersebut diperluas bagi 19,1 juta RTS dengan alokasi sebanyak 10 kilogram per RTS per bulan selama 10 bulan.
29 - 10
Tahun 2005 dalam program pemberdayaan dan kelembagaan kesejahteraan sosial, telah dilaksanakan pemberdayaan terhadap 2.407 Karang Taruna, pada tahun 2006 kepada 2.267 karang taruna, dan pada tahun 2007 kepada 9.750 karang taruna. Untuk organisasi sosial/LSM-UKS, pada tahun 2005 telah diberdayakan 1.747 unit organisasi sosial/LSM-UKS, pada tahun 2006 dilaksanakan kembali untuk 1.146 unit organisasi sosial/LSM-UKS dan pada 2007 program yang sama berhasil memberdayakan 6.917 unit organisasi sosial/LSM-UKS di 330 desa. Untuk pemberdayaan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, telah dilakukan pembinaan terhadap 26.842 PSM di 33 provinsi serta 330 wahana kesejahteraan sosial berbasiskan masyarakat (WKSBM) yang melaksanakan kegiatan pemberdayaan dan kerja sama dengan dunia usaha. Selain itu, dalam rangka kerja sama kelembagaan sosial masyarakat (lintas sektor dan dunia usaha) telah dilaksanakan pembinaan kepada 273 perusahaan. Dalam pelaksanaan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial (K2KS) pada tahun 2005 dilakukan perbaikan 58 Taman Makam Pahlawan (TMP), 11 Monumen Pahlawan Nasional (MPN), dan 36 buah rumah perintis kemerdekaan/janda perintis kemerdekaan. Pada tahun 2006 dilaksanakan pembangunan 56 TMP, rehabilitasi 8 buah MPN dan bantuan perbaikan 78 buah rumah perintis kemerdekaan/janda perintis kemerdekaan; dan pemberian bantuan kepada keluarga pahlawan nasional/warakawuri 68 orang. Untuk tahun 2007 telah dilaksanakan pemeliharaan 36 unit TMP, 79 MPN, 213 rumah perintis kemerdekan serta keluarga pahlawan, serta pemugaran 2 unit TMP. Selain itu, diberikan bantuan untuk 1.384 orang janda perintis kemerdekaan, 74 orang warakawuri/keluarga pahlawan nasional, dan 435 orang perintis kemerdekaan. Dalam pelaksanaan program pendidikan kedinasan, kediklatan, dan penelitian, Departemen Sosial telah melaksanakan pendidikan kedinasan di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial di Bandung dan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial, serta melakukan kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi negeri. Tahun 2005 telah dilaksanakan program pendidikan kedinasan D-4 sebanyak 537 orang, S-2 sebanyak 104 orang, dan S-3 sebanyak 29 orang dengan capaian hasil program kediklatan adalah 29 - 11
diklat aparatur dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM) sebanyak 2.121 orang. Tahun 2006 untuk program pendidikan kedinasan adalah D-4 sebanyak 194 orang, S-2 MPM sebanyak 25 orang, SP 1 sebanyak 30 orang, S-2 sebanyak 12 orang, S-3 sebanyak 9 orang dan program kediklatan berupa diklat aparatur dan Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKSM) sebanyak 1.777 orang. Pada tahun 2007 telah dilaksanakan pendidikan kedinasan terhadap 30 orang di tingkat D-3, 100 orang di D-4, 30 orang SP 1, 25 orang MPM, 11 orang S-2, dan 7 orang S-3, serta program kediklatan berupa diklat aparatur dan TKSM bagi 2.750 orang. Selain itu, untuk program penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial telah dilaksanakan 19 kegiatan penelitian pada tahun 2005, 17 kegiatan penelitian pada tahun 2006, dan 26 kegiatan penelitian telah berhasil dilaksanakan pada tahun 2007. III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan perlindungan dan kesejahteraan sosial, tindak lanjut yang akan dilaksanakan, antara lain, adalah sebagai berikut. 1.
meningkatkan layanan dan jaminan sosial bagi usia lanjut telantar yang termasuk ke dalam usia lanjut telantar sangat miskin dan bagi penyandang cacat berat yang tidak mampu;
2.
melaksanakan pelatihan keterampilan dan praktik belajar kerja bagi anak telantar yang termasuk di dalamnya adalah anak jalanan, anak cacat, dan anak nakal;
3.
meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan sosial serta hukum bagi korban eksploitasi, perdagangan perempuan dan anak, dan korban kekerasan;
4.
meningkatkan jumlah beras murah bagi masyarakat miskin menjadi 15 kilogram per bulan bagi setiap rumah tangga sasaran;
5.
meningkatkan kegiatan kelompok usaha bersama (KUBE) dan lembaga keuangan mikro percontohan di semua provinsi bagi keluarga yang rentan terhadap kemiskinan dalam rangka
29 - 12
meningkatkan akses keluarga fakir miskin dalam program pemberdayaan fakir miskin; 6.
meningkatkan kinerja pemberdayaan keluarga fakir miskin dan melaksanakan rehabilitasi rumah tidak layak huni bagi fakir miskin yang tersebar di 33 provinsi. Juga penguatan modal usaha fakir miskin melalui lembaga keuangan mikro (LKM), dan pelatihan pendamping sosial KUBE;
7.
melaksanakan kegiatan pemberdayaan KAT yang meliputi persiapan permukiman dan penempatan warga, pemantapan lingkungan sosial, sumber daya manusia, kerja sama pemberdayaan, dan pelaksanaan lanjut yang mencakup perlindungan dan advokasi serta pengembangan kerja sama;
8.
mengupayakan terjaminnya ketersediaan bantuan darurat bagi daerah yang mengalami bencana, baik di tingkat pusat maupun daerah, antara lain, beras, lauk-pauk, sandang, peralatan dapur keluarga, tenda, dan sebagai cadangan kesiap-siagaan dalam menghadapi bencana;
9.
melaksanakan pendidikan dan pelatihan masyarakat dalam pemantapan Tagana, pelatihan petugas pada sistem jaringan komunikasi radio di pusat, dan pelatihan petugas pengolahan air;
10.
melaksanakan kerja sama dengan perguruan tinggi negeri dalam penyusunan studi pengurangan risiko bencana tsunami dan pembuatan basis data Tagana dan logistik bantuan sosial korban bencana alam;
11.
meningkatkan penyuluhan melalui media masa cetak dan elektronik serta penyebaran informasi khususnya di daerah kumuh, perbatasan, rawan konflik, dan gugus pulau.
29 - 13