BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 TINJAUAN TPA 2.1.1 Pengertian Tempat Penitipan Anak (TPA) dikenal juga dengan sebutan Daycare Centre (DCC). Ada beberapa pengertian TPA dari para ahli yaitu sebagai berikut. a. TPA adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilaksanakan pada saat jam kerja. TPA merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh anak-anak di luar rumah mereka selama beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Dalam hal ini, pengertian TPA hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan sebagai pengganti asuhan orang tua (Perserikatan Bangsa-bangsa, 1990), b. TPA sebagai suatu wahana yang merupakan lembaga sosial melaksanakan usaha kesejahteraan anak melalui kegiatan sosialisasi, rawatan, asuhan dan pendidikan anak khususnya balita, sebagai upaya yang menunjang keluarga dalam melaksanakan sebagian fungsinya untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anaknya, (Direktorat Bina Kesejahteraan Anak, Keluarga, dan Lanjut Usia, 1995 : 4-5) c. Panti Sosial Tempat Penitipan Anak (PSTPA) adalah wahana kesejahteraan sosial yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk waktu tertentu bagi anak yang orang tuanya berhalangan (bekerja, mencari nafkah atau halangan lain) sehingga tidak berkesempatan memberikan pelayanan kebutuhan kepada anaknya melalui penyelenggaraan sosialisasi dan pendidikan prasekolah bagi anak usia 3 bulan sampai memasuki pendidikan dasar. (Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial – RI. 1998:3) Dari semua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa : TPA adalah suatu wadah pembinaan kesejahteraan anak yang memberikan pelayanan kepada para ibu-ibu bekerja atau orang tua bekerja, yang memiliki anak dalam
7
usia balita sampai usia prasekolah yang mencakup pertumbuhan dan kesejahteraan anak baik jasmani maupun rohani dan sosialnya. Dari hasil rapat koordinasi "usaha kesejahteraan anak" departemen sosial Republik Indonesia, dikemukakan pengertian TPA yaitu: lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak-anak balita yang dikhawatirkan akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya, karena ditinggalkan orang tua atau ibunya bekerja. Pelayanan ini diberikan dalam bentuk peningkatan gizi, pengembangan intelektual, emosional dan sosial. Sarana TPA ini biasanya dirancang secara khusus baik program, pelayanan staf, maupun penyediaan alat-alatnya. Semula sarana TPA diperuntukkan bagi ibu dari kalangan keluarga kurang beruntung, sedangkan sekarang sarana ini lebih banyak diminati oleh keluarga tingkat menengah dan atas yang umumnya disebabkan kedua orang tuanya bekerja. Pada kenyataannya di lapangan ada beberapa alasan dari para ibu yang menyerahkan anaknya kepada TPA, antara lain: Kebutuhan untuk melepaskan diri sejenak dari tanggung jawab dalam hal mengasuh anak secara rutin, Keinginan untuk menyediakan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi dengan teman seusianya dan tokoh pengasuh lain, Agar anak mendapat stimulasi kognitif secara baik, Agar anak mendapat pengasuhan pengganti sementara ibu bekerja.
2.1.2 SEJARAH TPA pertama kali terbentuk karena adanya desakan ekonomi yang terjadi pada saat revolusi industri dan perang berkepanjangan yang melanda dunia barat (Eropa dan Amerika), sehingga terjadi kemiskinan, pengangguran dan kelaparan dimana-mana. Oleh karena itu ibu-ibu yang baru melahirkan terpaksa meninggalkan bayinya untuk ikut membantu suami dalam mencari nafkah.
8
Pada mulanya penitipan anak diselenggarakan secara sosial dan tidak ada wadah khusus yang tetap, hanya berupa persetujuan antara ibu-ibu di satu lingkungan tempat tinggal untuk secara bergiliran menjaga anak-anak mereka selagi yang lain sibuk bekerja. Menjamurnya TPA sejenis di Amerika menarik perhatian pemerintahnya, sehingga dimulai suatu wadah resmi pemerintah untuk TPA yang diberi nama Head Start Project pada tahun 1965 dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan fisik, spontanitas, keingintahuan, disiplin diri, mempertinggi kemampuan untuk mengerti dan mengkomunikasikan konsep dengan orang lain, kepercayaan diri, hubungan personal yang lebih baik, serta mempertinggi perasaan harga diri dan nilai diri. Proyek ini menekankan diri pada pendidikan, kesehatan, keterlibatan orang tua, serta pelayanan sosial. Dengan program ini, diharapkan keuntungan jangka panjang berupa semakin sedikitnya anak putus sekolah, pengangguran dan menuntun individu dalam hidup yang lebih berguna dan positif (Pepalia, 1989). Dengan suksesnya, Head Start Project maka makin berkembang proyek-proyek serupa dengan berbagai macam nama dan tujuan, misalnya Village Children’s Centre Seattle, Sand Point Child Development Center Seattle, Vincent Massey Child Care Centre Ontario, dll. Secara umum alasan menitipkan anak di luar rumah adalah salah satu dari sebabsebab berikut.
Peningkatan jumlah ibu yang bekerja dengan anak usia sekolah,
Adanya penyakit di dalam keluarga,
Rumah yang kumuh,
Terlalu sempitnya ruang gerak dalam rumah,
Orang tua tunggal (Gordon, 1956).
Di Indonesia berdirinya TPA disebabkan karena banyak karyawati yang bekerja di lembaga Pemerintahan maupun Swasta yang mempunyai masalah tentang pengasuhan anak makin mendorong segera dibentuknya Lembaga Kesejahteraan Anak. Sehingga pada tahun 1963 Departemen Sosial mulai mengembangkan TPA sebagai Lembaga Kesejahteraan
9
Sosial Anak. Dengan terbitnya peraturan pemerintah No.27 tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah serta peraturan pemerintah No.73 tahun 1991 tentang pendidikan luar sekolah. Memperkuat fungsi TPA sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (Daycare Centre) yang melaksanakan usaha kesejahteraan sosial khususnya kesejahteraan anak dibawah lima tahun. TPA akhirnya berkembang sampai sekarang dengan berbagai nama yang berbeda-beda. (Direktorat Bina Kesejahteraan Anak, Keluarga, dan Lanjut Usia, 1995)
2.1.3 FUNGSI TPA TPA sebagai lembaga kesejahterahan untuk anak, mempunyai peranan sebagai berikut. a. Pelayanan Kesejahterahan Anak Sebagai tempat pelayanan kesejahterahan anak, TPA berfungsi dalam keempat strategi pembinaan anak, yaitu: Survival : pemenuhan kebutuhan kelangsungan hidup dan pertumbuhan anak, Development : pengembangan potensi, daya cipta, kreatifitas dan inisiatif serta pembentukan kepribadian anak, Protection : perlindungan anak dari keterlantaran dan perlakuan kasar, Preventif : mencegah tumbuh kembang yang menyimpang dan kesalahan dalam pembentukan pribadi anak (Henrietta, 1956).
b. Tempat konsultasi orang tua dalam melaksanakan usaha kesejahterahan anak di keluarganya dan membantu memantapkan orang tua untuk melaksanakan ke delapan fungsi keluarga, yaitu: Fungsi Keagamaan Keluarga mempunyai fungsi untuk mendorong anggotanya menjadi unsur beragama dengan penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
10
Fungsi Sosial Budaya Keluarga merupakan transformator nilai-nilai budaya antar generasi sehingga mampu melestarikan nilai-nilai sosial budaya yang bermutu, Fungsi Cinta Kasih Keluarga merupakan landasan untuk mengikat batin anggota-anggotanya sehingga saling mencintai, menghargai baik dengan penciptaannya, sesama maupun dengan lingkungan, Fungsi Reproduksi Keluarga merupakan wadah untuk melanjutkan kehidupan manusia dari generasi ke generasi dan merawatnya menjadi manusia yang berkualitas, Fungsi Pendidikan dan Sosialisasi Keluarga merupakan tempat untuk mendidik anak keturunannya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan social dan alam sekitar dan mengembangkan potensinya secara optimal, Fungsi Ekonomi Keluarga menjadi sumber pendukung dan pemenuhan kebutuhan anggota-anggotanya untuk dapat mandiri dan mengarahkan kehidupannya, Fungsi Melindungi Keluarga merupakan tempat perlindungan/unit sosial yang dapat mengayomi, memberi rasa damai, aman dan bahagia, Fungsi Pembina Lingkungan Keluarga merupakan tempat mendidik anggota-anggotanya untuk memelihara keserasian lingkungan dengan factor penyangga kehidupan (Henrietta, 1956).
2.1.4 JENIS-JENIS TPA Memilih pengaturan perawatan anak adalah keputusan yang sangat pribadi bagi orang tua. Ini adalah salah satu keputusan yang paling penting orang tua dapat membuat sejak perawatan anak-anak menerima mempengaruhi perkembangan masa depan mereka.
11
Secara keseluruhan, TPA dapat dibagi beberapa jenis berdasarkan beberapa kategori. Adapun pembagiannya sebagai berikut. a. Berdasarkan tujuan dan maksud pendirian. Berdasarkan tujuan dan maksud pendiriannya, TPA dibagi menjadi nursery centre (temporer) dan daycare centre (sehari penuh). Keduanya sama-sama melayani anak prasekolah dan mempunyai program-program aktivitas yang sama. Perbedaannya adalah:
Tujuan nursery adalah meningkatkan perkembangan sosial anak prasekolah. Nursery ditujukan untuk anak yang siap secara emosional untuk aktivitas-aktivitas sosial tersebut selama beberapa jam dengan anak-anak seumurnya. Kurikulumnya didesain untuk membantu mereka belajar bekerja dan bermain bersama dalam jangka waktu kurang lebih 3 (tiga) jam,
Tujuan utama daycare adalah menyediakan pengasuhan bagi anak-anak sewaktu orang tua mereka bekerja dengan menyediakan wadah khusus, atau untuk anak yang tidak diawasi dalam waktu yang cukup lama. Daycare menyediakan penggantian pengasuhan orang tua (Henrietta, 1956).
b. Berdasarkan tempat/wadah Berdasarkan tempat/wadahnya, TPA terdiri dari dua tipe yaitu dalam rumah (home/family) daycare atau di tempat tertentu (group). Perbedaannya adalah:
Home/family daycare adalah program dalam menempatkan anak dalam pengasuhan keluarga lain (tetangga/kenalan) dalam waktu sehari penuh. Program ini paling baik untuk anak berusia di bawah 3 tahun karena anak-anak tersebut masih harus mendapat perhatian dan kasih sayang penuh oleh seseorang yang merupakan pengganti ibunya sementara waktu, walaupun sebaiknya anak berusia di bawah 2 tahun belum boleh dititipkan karena kasih sayang emosional ibu-anak sangat penting dan sebaiknya rasa aman anak tidak terganggu,
Group daycare diperuntukkan bagi anak-anak berusia di atas 3 tahun untuk meningkatkan kemampuan mereka dan mengurangi beban akibat perpisahan dengan
12
orang tua mereka selama bekerja. Mereka juga dapat menikmati aktivitas kelompok yang sesuai dengan umur mereka, seperti klub, perjalanan pendidikan khusus (ke museum, dll) dan program rekreasi (Henrietta L, 1956).
c. Berdasarkan penyandang dana/pendiri Berdasarkan siapa penyandang dana atau pendiri, TPA dibagi berdasarkan hal-hal berikut.
TPA yang dibiayai oleh dana dan sumbangan dari komunitas (masyarakat). Jumlah uang sekolah didasari oleh ukuran keluarga, pendapatan, dan kemampuan membayar. Tujuan utamanya adalah untuk menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan sehat. Ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah,
TPA yang dibantu oleh negara (2/3) dan uang sekolah (1/3). Tujuannya untuk masyarakat berpenghasilan rendah,
TPA swasta, privat dan bergabung dengan Taman Kanak-kanak. Ditujukan pada
keluarga
menengah
ke
atas,
dibiayai
sepenuhnya
oleh
individu.
Memungkinkan ibu untuk mempunyai pekerjaan, mengikuti klub dan aktivitas sosial,
Kelompok yang disponsori oleh tempat ibadah. Non profit, biasanya setengah hari, selama 2-3 kali seminggu. Membantu anak untuk berkembang secara rohani,
TPA yang diafiliasi oleh sekolah. Didesain untuk mempersiapkan keluarga yang setia pada yayasan pendidikan tersebut,
Kelompok kerjasama orang tua. Setiap ibu bergiliran menjaga anak-anak kelompoknya bersama beberapa guru sementara yang lain bekerja,
Penitipan anak setempat (Back yard group), menitipkan anak secara bersamasama pada seorang tetangga untuk bermain secara reguler (Todd & Heffernan, 1964).
d. Berdasarkan lokasi TPA dibedakan menjadi:
TPA kantor yaitu TPA yang berlokasi di perkantoran ataupun sekitar lingkungan kantor untuk melayani orang tua/ibu-ibu yang bekerja di kantor,
13
TPA pasar yaitu TPA yang berlokasi di pasar,
TPA lingkungan yaitu TPA yang berlokasi di daerah pemukiman penduduk, apartemen atau tempat lainnya.
e.
Berdasarkan status kepemilikan, jenis TPA dibagi atas:
Sistem pelayanan terbuka, dimana TPA yang dimaksud memberikan pelayanan untuk masyarakat luas,
Sistem pelayanan tertutup, dimana TPA yang hanya memberikan pelayanan untuk kalangan terbatas, misalnya TPA kantor yang hanya melayani karyawan perusahaan saja.
2.1.5 FASILITAS TPA mempunyai standart kelengkapan ruangan yang diperlukan di TPA (Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial RI, 1998:31-33), yaitu: 1.
Ruang pengasuhan anak Ruang makan anak Ruang pemeriksaan kesehatan Ruang tidur anak Ruang isolasi/sementara (bagi anak yang mendadak sakit) Ruangan orang tua untuk memberi ASI
2.
Ruang bimbingan belajar/pendidikan prasekolah Ruangan belajar membaca, menulis dan berhitung Ruangan bermain musik, melukis, kreatifitas Ruangan perpustakaan anak dan orang tua Ruangan pendidikan agama/bimbingan rohani
14
3.
Ruangan bermain/sosiodramatik (bermain sesuatu peran dengan cara berpurapura/sandiwara) terdiri dari: Ruangan bermain dilantai Ruangan bermain “pura-pura” (sosiodramatik/panggung sandiwara) Ruangan tempat penyimpanan peralatan bermain
4.
Halaman/tempat bermain diluar ruangan (outdoor)
5.
Ruangan administrasi perkantoran terdiri dari: Ruangan pimpinan Ruangan untuk pembahasan Ruangan konsultasi Ruangan tamu/ruangan tunggu orang tua Ruangan tata usaha Ruangan data dan informasi Ruangan serbaguna
6.
Ruangan penunjang lainnya Ruangan dapur Ruangan cuci/setrika WC/kamar mandi petugas WC/kamar mandi/toilet anak Ruangan penjaga/satpam
2.1.6 PRO KONTRA TPA Ada beberapa keuntungan yang bisa dirasakan orang tua dengan menitipkan anak di TPA. Kebanyakan TPA memiliki program yang mengajarkan berbagai pendidikan dan keterampilan yang dapat membantu meningkatkan kemampuan belajar anak, bukan hanya
15
bermain sepanjang hari. Selain itu, dengan berkumpul bersama teman-teman sebayanya di tempat tersebut, anak-anak juga menjadi terbiasa dan terpacu untuk bisa bersosialisasi. Meskipun demikian, menitipkan anak di TPA juga memiliki beberapa kelemahan. Anak biasanya tidak mendapatkan perhatian penuh, seperti yang biasa anak dapatkan dari orangtuanya, karena petugas di tempat tersebut harus memperhatikan anak-anak lainnya. Selain itu, anak juga lebih mudah terserang sakit karena tertular oleh anak lain yang sedang sakit. Belum lagi jika bicara masalah peraturan yang terlalu ketat atau biaya yang cukup mahal dan memberatkan orangtua. Menurut Newman (1975) keuntungan TPA, adalah: Lingkungan lebih memberikan rangsangan terhadap panca indera, Anak-anak akan memiliki ruang bermain (baik di dalam maupun diluar ruang) yang relatif lebih luas bila dibandingkan ruang mereka sendiri, Anak-anak lebih memiliki kesempatan berinteraksi atau berhubungan dengan teman sebaya yang akan membantu perkembangan kerja sama dan ketrampilan berbahasa, Para orang tua dari anak-anak mempunyai kesempatan saling berinteraksi dengan staf TPA yang memungkinkan terjadi peningkatan ketrampilan dan pengetahuan dan tata cara pengasuhan anak, Anak akan mendapat pengawasan dari pengasuh yang bertugas, Pengasuh adalah orang dewasa yang sudah terlatih, Tersedianya beragam peralatan rumah tangga, alat permainan, program pendidikan dan pengasuh serta kegiatan yang terencana, Tersedianya komponen pendidikan seperti anak belajar mandiri, berteman dan mendapat kesempatan mempelajari berbagai ketrampilan.
16
Adapun Papousek (1970) dan Newman (1975) mengemukakan bahwa kelemahan TPA adalah sebagai berikut. Pengasuhan yang rutin di TPA kurang bervariasi dan sifatnya kurang memperhatikan pemenuhan kebutuhan masing-masing anak secara pribadi karena pengasuh kurang memiliki waktu yang cukup, Anak-anak ternyata seringkali kurang memperoleh kesempatan untuk mandiri atau berpisah dari kelompok, Sosialisasi lebih mengarah pada kepatuhan daripada otonom, Para orang tua cenderung melepaskan tanggung jawab mereka sebagai pengasuh kepada TPA, Kurang diperhatikan kebutuhan anak secara individual, Berganti-gantinya pengasuh yang seringkali menimbulkan kesulitan pada anak untuk menyesuaikan diri dengan pengasuh, Anak mudah tertular penyakit dari orang lain. Bagi orang tua, pemilihan TPA juga harus menjadi bahan pertimbangan penting karena harus melihat kualitas dari pengasuhan dan fasilitas yang tersedia. Oleh karena itu, banyak ahli berpandangan memasukkan anak dalam TPA akan banyak menghabiskan biaya, namun tidak seimbang dengan kualitasnya. Selain itu, sulit menemukan TPA yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan setiap anak yang punya problem berbeda-beda pada masanya dan yang menuntut penanganan yang spesifik pula. Faktor kebersihan dan kesehatan lingkungan juga perlu menjadi bahan pertimbangan, karena di situ berkumpul banyak anak-anak yang mungkin saja mempunyai penyakit tertentu yang mudah menular pada anak lain, seperti flu, hepatitis, diare, distentri, dll. Kemungkinan besar, tidak semua pengasuh ataupun pekerja di TPA tersebut dibekali dengan latihan dan pengetahuan yang memadai tentang kesehatan, kebersihan, penyakit dan penanganannya. Kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan pola perilaku anak yang masih tidak karuan dan masih belum bisa diatur. Jadi, dalam TPA, akan besar kemungkinannya bagi setiap anak untuk terkena atau tertular penyakit.
17
Penelitian yang dilakukan oleh Laurence D. Steinberg dan Jay Belsky pada tahun 1984, menemukan bahwa ternyata pengalaman ataupun bimbingan yang diberikan selama berlangsungnya TPA, tidak menghambat ataupun mendorong perkembangan intelektual anak. Namun, memang TPA terbukti dapat menolong anak-anak dari golongan ekonomi lemah ataupun lingkungan yang beresiko tinggi dari penurunan IQ akibat dari penanganan/pendidikan yang tidak memadai. Lebih lanjut penemuan mereka juga membawa fakta, bahwa anak-anak yang ikut serta dalam program TPA, akan memperlihatkan peningkatan interaksi, baik dalam bentuk positif maupun negatif dengan teman-teman mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Belsky di tahun 1984 menemukan bahwa bayi yang menghabiskan rata-rata sebanyak 20 jam seminggunya dalam program pengasuhan nonmaternal (seperti halnya daycare) selama tahun pertama kehidupannya, beresiko tinggi mengalami insecure attachment terhadap sang ibu dan peningkatan agresivitas, ketidaktaatan, atau bahkan kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial pada saat mereka memasuki tahap preschool dan sekolah dasar. Namun perlu ditekankan, bahwa situasi demikian tidak berlaku bagi anak yang usianya 1 tahun ke atas. Belsky berpandangan, bagaimana pun juga, preschool yang benar-benar berkualitas memang memberikan kontribusi secara positif pada perkembangan anak. Salah satu penelitian yang dilakukan di Amerika menampilkan salah satu faktanya, bahwa anak-anak yang diikutsertakan dalam program TPA dalam rentang waktu yang cukup lama menunjukkan peningkatan agresivitas terhadap sesama dan terhadap orang dewasa, dan menunjukkan penurunan sikap kooperatif terhadap orang dewasa. Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan peneliti masih berpendapat bahwa TPA yang benar-benar berkualitas memang dapat menjadi alternatif program pengasuhan terhadap anak-anak. Adapun pengaruh dari TPA tergantung dari kualitas, lamanya waktu keikutsertaan, serta kualitas yang sebenarnya terjalin antara anak dengan orang tua di luar waktu TPA.
18
2.1.7 KETENTUAN / SYARAT Di Indonesia, pendirian TPA merupakan salah satu perwujudan dari UU RI no 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, dimana yang dimaksud dengan kesejahteraan anak menurut pasal 1 ayat 1a adalah suatu kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Selain itu, di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1993 dan buku Repelita VI serta Surat Keputusan Menteri Sosial RI nomor 14 tahun 1993, TPA disebut juga sebagai Sasana Bina Balita, dimana tempat ini tidak hanya sekedar sarana yang disediakan untuk menitipkan anak, tetapi juga sebagai sarana untuk membina anak dalam mempersiapkan diri memasuki dunia pendidikan dan mengembangkan seluruh kemampuan untuk membentuk manusia yang berkualitas. Salah satu dasar TPA adalah karena anak sebagai bagian dari generasi muda dan merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa serta sumber daya manusia dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangannya harus dilakukan secara terarah, menyeluruh dan terpadu, karena pada hakekatnya pembinaan dan pengembangan generasi muda adalah tanggungjawab semua pihak. Generasi muda diharapkan dapat tumbuh menjadi manusia pembangunan yang mampu mandiri dan mengembangkan serta mewujudkan kreativitas mereka secara bebas, konstruktif dan bertanggungjawab (Citra Anak Indonesia, 1987). Kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembinaan anak usia 0-6 tahun melalui TPA yang belum memadai ini mungkin didasari pada anggapan bahwa: Sebelum usia 7 tahun, anak dipandang belum siap ikut pendidikan formal, Pendidikan formal yang diberikan sebelum usia 7 tahun tidak ada pengaruhnya terhadap pendidikan selanjutnya, Biaya terlalu mahal untuk menyelenggarakan pendidikan sebelum 7 tahun ditinjau dari cost benefit, karena dipandang kurang menguntungkan (Citra Anak Indonesia, 1987).
19
Peraturan dan perundangan mengenai pelaksanaan TPA tidak boleh menyimpang dari Deklarasi Hak-Hak Anak telah ditetapkan secara internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1959, yang juga mengatur tentang kesejahteraan anak, antara lain yang berkaitan dengan pendirian TPA: Anak berhak memperoleh perlindungan khusus, dan diberi kesempatan dan kemudahan melalui hukum dan cara-cara lain yang memungkinkannya berkembang – fisik, mental, moral, spiritual dan sosial – secara sehat dan wajar serta dalam kondisi kebebasan dan diakui martabatnya, Anak berhak memperoleh jaminan sosial: ia harus dimungkinkan tumbuh kembang dengan sehat. Untuk tujuan ini perawatan dan perlindungan khusus perlu diberikan baik terhadap dirinya maupun terhadap ibunya, termasuk perawatan yang sesuai sebelum dan sesudah bayi lahir. Begitu pula anak berhak mendapat pelayanan gizi, kesehatan, perumahan dan rekreasi, Demi perkembangan secara utuh dan serasi dari kepribadiannya, seorang anak memerlukan cinta dan pengertian. Sedapat mungkin ia tumbuh dalam asuhan dan tanggungjawab orang tuanya, dan dalam suasana afeksi dan keamanan moral dan material (psikis dan fisik): anak dalam usia rawan seharusnya tidak, kecuali dalam keadaan luar biasa, dipisahkan dari ibunya. Perhatian khusus perlu diberikan kepada anak-anak tanpa keluarga dan kepada mereka yang tidak mempunyai jaminan tunjangan yang cukup. Bantuan perlu diberikan pula bagi pemeliharaan anak-anak dari keluarga besar. Anak berhak mendapat pendidikan, yang pada tingkat dasar seharusnya bebas dan wajib (wajib belajar Bahasa Indonesia). Anak perlu diberi pendidikan yang akan mengembangkan kebudayaannya, dan memungkinkan atas dasar kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuan, pertimbangan pribadi, serta rasa tanggungjawab moral dan sosial, dan menjadi anggota masyarakat yang berguna, Dalam asas ini ditekankan pentingnya untuk mendapat kesempatan penuh untuk bermain dan rekreasi yang harus diarahkan kepada tujuan yang sama seperti pendidikan. Hak-Hak Psikologis Anak (yang ditetapkan di York 1979) menambahkan
20
bahwa seorang perlu diberi kesempatan untuk berkhayal (menggunakan daya imajinasinya), karena bermain dan berkhayal adalah kebutuhan inheren dari anak, dan melalui bermain dan berkhayal kreativitasnya dipupuk, Anak berhak dilindungi dari praktek-praktek yang dapat memupuk diskriminasi rasial, agama atau setiap bentuk diskriminasi lainnya. Ia harus diasuh dan dibesarkan dalam jiwa/semangat saling pengertian, tenggang rasa dan persahabatan antar manusia, perdamaian dan persaudaraan universal dan dalam kesadaran penuh bahwa tenaga dan bakat-bakatnya harus diabdikan untuk pelayanan sesama manusia (UNICEF/6601)
2.2 TINJAUAN KELOMPOK BERMAIN (KB) Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakkan dasar-dasar perkembangan fisik, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama, sehingga upaya pengembangan seluruh potensi anak usia dini harus dimulai agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Salah satu bentuk program pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang ada di masyarakat adalah Kelompok Bermain atau biasa disebut dengan Play Group. Kelompok Bermain/Play Group adalah salah satu bentuk program pendidikan prasekolah pada jalur pendidikan luar sekolah yang bertujuan untuk meletakkan dasar kearah perkembangan, sikap, pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pada umunya usia anak Kelompok Bermain/Play Group adalah 3-5 tahun atau sebelum anak memasuki masa pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK). Bahkan ada tempat pendidikan yang menerima usia Kelompok Bermain/Play Group jauh lebih muda yaitu 2 tahun. Ini tergantung dari kebijakan dan tujuan pendidikan yang ditawarkan. Karena
21
sifatnya adalah preschool, jadi Kelompok Bermain/Play Group ini bertujuan hanya untuk mengarahkan anak-anak dalam bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Pada usia Kelompok Bermain/Play Group pada umumnya tidak diberi materi yang terlalu memberatkan seperti membaca atau menulis selayaknya pada umur anak di Taman Kanak-kanak (TK). Pengenalan dasar seperti angka dan huruf dapat diberikan lewat bermain sambil belajar yang menyenangkan. Selain itu waktu sekolah yang baik untuk usia Kelompok Bermain/Play Group ini juga tidak terlalu padat misalnya hanya hanya sekitar 1 - 1,5 jam/hari. Biasanya jenis Kelompok Bermain/Play Group ini tidak hanya menawarkan pendidikan dan bermain saja, tetapi lebih kepada kebutuhan penitipan anak. Banyak tempat yang menyediakan Kelompok Bermain/Play Group sekaligus tempat penitipan dan pengasuhan anak selagi kedua orangtuanya bekerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa Kelompok Bermain mempunyai pengertian wadah anak-anak usia dini atau prasekolah melakukan kegiatan bermain dengan tujuan mengarahkan, membimbing dan mengembangkan kepribadian, kecerdasan, bakat, kemampuan, prestasi, dan minat serta ketrampilan mereka bersama pembimbing belajarnya dengan tujuan untuk diarahkan pada pemahaman terhadap sesuatu yang ingin dimengerti oleh anak.
2.3 PERBEDAAN TPA DAN KB Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal (Pasal 28 ayat 2). Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Bentuk lain yang sederajad yang selanjutnya dikategorikan sebagai satuan PAUD sejenis dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan PAUD lainnya.
22
1. Tempat Penitipan Anak (TPA) adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal (PAUD Non Formal dan Informal). TPA selain sebagai wahana kesejahteraan yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu bagi anak yang orangtuanya bekerja, juga sekaligus menyelenggarakan program pendidikan (termasuk pengasuhan) terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun (dengan prioritas anak usia empat tahun ke bawah) 2. Kelompok Bermain adalah salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal (PAUD non formal) yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia dua tahun sampai dengan usia enam tahun (dengan prioritas anak usia dua tahun sampai usia empat tahun).
2.4 TINJAUAN ANAK 2.4.1 Psikologi Perkembangan Anak Psikologi perkembangan anak adalah psikologi yang diterapkan dalam proses perkembangan anak. Tiap pendidik bertugas untuk membimbing dan mengarahkan perkembangan pribadi, perkembangan mental dan perkembangan moral anak didiknya. Agar dapat melakukan tugas dengan baik, tiap pendidik diharuskan memahami psikologi anak dalam fase-fase perkembangannya (Eksiklopedia, 1989:427). Pendidik
tidak hanya perlu mengetahui prinsip-prinsip yang berguna untuk
mencapai tujuan akhir pendidikan, tetapi juga harus mengetahui prinsip-prinsip yang diperlukan pada tiap tahap perkembangan anak didik. Seorang anak didik yang akhir proses pendidikan tidak menyadari kalau dirinya sedang mengalami proses perkembangan menuju kedewasaan, padahal setiap aktifitasnya mempunyai arti tersendiri dan sangat mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya. Pendidik yang berada diluarnya mempunyai tugas sedapat mungkin mengarahkan perkembangan itu, jadi selama masih berhadapan dengan anak didik, pendidik selalu memperhatikan psikologi perkembangan.
23
2.4.2 Pembagian Usia Anak dan Karakteristik Menurut buku seperti G. Kaluger dan M.F. Kaluger tahun 1974 membagi usia anak dalam beberapa tahap sesuai perkembangannya yaitu: a. Usia 0-1 tahun disebut sebagai bayi (Infancy) b. Usia 1-3 tahun disebut batita c. Usia 3-5 tahun disebut sebagai masa kanak dini (Early Chilhood) atau balita d. Usia 6-8 tahun disebut masa anak-anak pertengahan e. Usia 9-11 tahun disebut masa menjelang remaja f. Usia 12-15 tahun disebut masa remaja permulaaan g. Usia 16-18 tahun disebut remaja h. Usia 19 tahun disebut dewasa Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut : a. Usia 0 – 1 tahun Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain : 1. Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan. 2. Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
24
3. Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.
b. Usia 2 – 3 tahun Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain : 1. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan. 2. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran. 3. Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
b.1. Perkembangan Fisik KEMAMPUAN
IMPLIKASI
Keseimbangan ke depan
Jika jatuh mengenai dahi
Pengendalian otot sesuai
Belajar memakai kamar mandi,
kemauan sendiri
menyayangi permainan air
Berlari, menyeret
Mendorong, membawa barang-barang
25
Mendorong, menarik Memutar pergelangan tangan
Senang mencocokkan bagian-bagian Dapat membuka pintu, mengisi dan mengosongkan
Mengelus, menepuk
Senang bermain boneka
Dapat menendang sesuatu
Menendang bola besar
Menginjak di tempat seharusnya
Mendaki dengan menginjak kembali
Sumber : Tood & Herffernan, 1964
Tabel 2.1 Perkembangan Fisik Anak 2-3 tahun
b.2. Perkembangan Sosial KEMAMPUAN Rasa memiliki kuat Tidak cepat akrab dengan orang dewasa yang baru ditemui
IMPLIKASI Memegang, menimbun dan tidak mau membagi kepunyaannya Menginginkan orang dewasa yang dikenal
Tidak dapat bekerja sama
Memilih bermain sendiri, melihat
dalam bermain
orang lain Sumber : Tood & Heffernan, 1964
Tabel 2.2 Perkembangan Sosial Anak 2-3 tahun
26
b.3. Perkembangan Emosional KEMAMPUAN Senang menyentuh
IMPLIKASI Senang berpindah ke tempat yang masih asing Menonton orang lain, meniru,
Menyenangi orang-orang
mengerti bahwa orang lain memerlukan sesuatu
Bergantung pada ibu
Bermain dengan boneka bayi, rumah-rumahan Sumber : Tood & Heffernan, 1964
Tabel 2.3 Perkembangan Emosional Anak 2-3 tahun
b.4. Perkembangan Intelektual KEMAMPUAN Peningkatan pengendalian bahasa
IMPLIKASI Belajar kata-kata dengan mudah, mengobrol sebagai bagian bermain
Mempunyai konsentrasin
Menggunakan kesempatan yang
perhatian yang singkat
singkat untuk bermain
Memperhatikan beberapa kata
Bereaksi terhadap perintah
dalam satu kalimat panjang
singkat Sumber : Tood & Heffernan, 1964
Tabel 2.4 Perkembangan Intelektual Anak 2-3 tahun
27
b.5. Perkembangan bermain pada umur 2-3 tahun : dunia pura-pura Perubahan tekanan dari permainan sensorimotor menjadi permainan simbolis karena perkembangan imajinasi. Permainan pura-pura berkembang dari pura-pura yang sederhana sampai pada memainkan
peranan utuh dan
permainan
sosiodramatis. Mulai terlihat permainan pararel, kemudian permainan sosial. Senang bermain berdampingan, saling memperhatikan, tetapi masih kurangnya kemampuan untuk mengkoordinasikan permainan mereka (Alexandria, 1987). b.6. Perkembangan dan karakteristik permainan Berbicara lebih jelas, menggunakan banyak variasi kata, dan menggunakan struktur kalimat yang lebih rumit, Lebih banyak berbicara pada diri sendiri sewaktu bermain atau menjelang tidur, Peningkatan kemampuan aktifitas fisik (mengangkat, membawa, mendaki, melompat, berlari, bersepeda roti tiga), Mengorganisasikan permainan pura-pura sekitar aktifitas yang sering dilihat (membersihkan
rumah,
mengendarai
mobil,
menyiapkan
makanan,
menyampaikan surat), Memulai permainan sosiodramatik dengan meniru: bermain berbagai peran lebih terorganisir dan diperpanjang, Dapat mengulang susunan kejadian sesuai waktunya, memberi makan, membuka baju, meletakkan bayi ke dalam tempat tidurnya (Alexandria, 1987). b.7 Permainan dengan alat Lebih memilih mainan yang mempunyai penampilan realistis untuk permainan pura-pura, Menyenangi mainan yang dapat dirakit dan dilepaskan,
28
Dapat membangun menara dari balok-balok. Dapat meletakkan lingkaran berwarna ke dalam tempatnya sesuai dengan susunannya, Menyenangi permainan puzzle sederhana, Memimpin fantasi dimana mainan dapat bereaksi satu sama lain, Mulai mengapresiasi mainan edukasi/mendidik (Alexandria, 1987). b.8 Permainan social dan game Permainan paralel mendominasi (dimana setiap anak tidak berinteraksi satu sama lain), Ingin menjadi pengendali permainan, Enggan berganti peran dari yang bersembunyi menjadi yang mencari (Alexandria, 1987). b.9 Permainan ekspresif Menyenangi permainan menggunakan crayon, Menggambar freehand lingkaran berulang, menggunakan garis untuk menciptakan bentuk, dapat memberi nama bentuk tersebut, Melukis seluruh area kertas, Dapat membentuk tanah liat menjadi bola, ular, pancake, kereta, Belajar menempelkan benda-benda ke dalam tanah liat sebagai detail (mata, kancing), Suka mendengarkan lagu dan rekaman, Bersenandung, tetapi mungkin tidak dapat mengikuti nada yang tepat, Bernyanyi beberapa frasa dari satu lagu tanpa pengiring, mengenali beberapa melodi, Mengikuti deklamasi dari sajak kanak-kanak, Senang dibacakan dan mendengarkan cerita, Senang menampilkan tarian dan berjungkir balik (Alexandria, 1987).
29
b.10 Mainan untuk anak umur 2-3 tahun Puzzle kayu 24 bagian, gunting tumpul, bola yang berbeda ukuran, lebih banyak balok, truk yang dapat diisi, kereta mainan sederhana, rekaman musik rakyat dan anak klasik, paku payung mainan beserta papannya, sepatu kayu, pemukul bola, alat lukis tangan, sajak kanak-kanak, buku cerita bergambar dengan tema yang dikenal, boneka yang dapat berbicara dengan cara menarik tali, baju-baju peran dengan topik, mainan yang meniru kegiatan orang dewasa (alat rumah tangga, alat makan, alat minum teh, kereta boneka, mobil-mobilan), perahu plastik kecil, kereta yang dapat diisi dan ditarik, mainan pemotong rumput (Alexandria, 1987). c. Usia 3-4 tahun Perkembangan kehidupan khayalan, ketakutan yang tidak realistik, tertarik dengan peranan orang dewasa, keras kepala, negatif, tetapi lebih baik dalam memperlakukan saudara. Tanda awal orientasi produk dalam bermain. Imajinatif, takut kegelapan, monster, suara keras. Menyukai permainan drama. Lebih baik dalam membagi dengan orang lain, menunggu giliran, bekerja sama dengan orang dewasa dan saudara. Membuat sesuatu untuk diperlihatkan pada orang lain (Hughes, 1979).
c.1 Perkembangan Fisik KEMAMPUAN
IMPLIKASI
Keseimbangan lurus
Jika jatuh dapat mematahkan gigi
Berganti kaki, berdiri dengan satu kaki
Dapat naik tangga, belajar melompat Melompat, berjalan dan berlari diiringi
Mengembangkan koordinasi
musik,
membuka
dan
mengancingkan,
menggelindingkan bola, melempar dengan
30
tangan dari bawah, merasa ingin ke toilet sewaktu makan, bermain dan berbicara Sumber : Todd & Heffernan, 1964
Tabel 2.5 Perkembangan Fisik Anak 3-4 tahun
c.2 Perkembangan Sosial KEMAMPUAN
IMPLIKASI Membagi mainan, tetapi tidak mau
Belajar membagi
membagi ruang bermain. Membawa mainan untuk dibagi bersama
Lebih sensitif dengan orang lain
Mencoba untuk membuat senang dan mentaati. Merasa simpati, menyenangi menebak-nebak, senang berdandan Sumber : Todd & Heffernan, 1964
Tabel 2.6 Perkembangan Sosial Anak 3-4 tahun c.3 Perkembangan Emosional KEMAMPUAN
IMPLIKASI
Memperlihatkan
Istirahat selama 10 menit, menunggu
pengendalian diri
giliran, menunggu waktu
Mengembangkan
Meninggalkan ibunya untuk pergi ke
kemandirian
sekolah bermain, bermain sendiri
Bangga dengan apa yang
Senang untuk membawanya ke rumah
telah dibuat
tetapi kadang kala melupakannya Sumber : Todd & Heffernan, 1964
Tabel 2.7 Perkembangan Emosional Anak 3-4 tahun 31
c.4 Perkembangan Intelektual KEMAMPUAN
IMPLIKASI Bereaksi terhadap pertanyaan dan
Memulai perhatian terhadap kata-kata
saran orang dewasa, senang berbicara dengan orang dewasa, mendengarkan cerita lebih lama, senang humor sederhana
Membandingkan dua objek
Membangun 3 balok jembatan
Penggunaan banyak kata-
Berbicara tentang perjalanan studi
kata, partisipasi dalam
mendatang, mencoba kata-kata
merencanakan
secara dramatis
Dapat menghitung sampai tiga Sumber : Todd & Heffernan, 1964 Tabel 2.8 Perkembangan Intelektual Anak 3-4 tahun c.5 Perkembangan Bermain Umur 3-4 Tahun : Perkembangan Wawasan. Sosialisasi yang cepat, perpindahan yang cepat ke tahap bermain yang asosiatif atau kolaboratif dua orang atau lebih terlibat aktifitas yang sama tetapi melanjutkan waktu senggang mereka dengan lebih atau kurang mandiri. Setiap orang mengasumsikan peran mereka dan membentuk agenda tersendiri. Dapat pinjam meminjam
dengan
bebas,
tetapi
mempunyai
keinginan
kecil
untuk
mengkoordinasikan permainan mereka. Permainan asosiatif berkembang menjadi simbolis dan lebih imajinatif (Alexandria, 1987).
32
c.6 Perkembangan dan Karakteristik Permainan Memainkan kembali pengalaman mereka (baik dan buruk) dan mengganti hasilnya sesuai dengan tujuan sendiri, Menyenangi aktifitas luar dan permainan konstruktif, Senang berdandan dan bermain pura-pura, memperlihatkan perasaan dan emosi lebih banyak, Pura-pura sebagai pahlawan dan karakter TV, Mengorganisasikan permainan dalam tema umum (bermain rumah-rumahan, penjaga toko), Dapat menirukan bermacam-macam karakter (orang tua, anak), Terlibat dalam percakapan telepon pura-pura, Menggunakan lebih banyak kata-kata dan komunikasi dengan gerakan isyarat serta ekspresi muka untuk membantu penghayatan kata-kata, Jangka waktu konsentrasi yang lebih lama, Lebih tertarik dengan gerak fisik, Sangat ingin tahu tentang bagaimana dan mengapa sesuatu terjadi (Alexandria, 1987). c.7. Permainan dengan Alat Penggunaan mainan realistis dalam permainan pura-pura, Berpura-pura boneka sebagai orang biasa dengan keinginan masing-masing, Menyenangi permainan air, Menggunakan waktu lebih lama di tempat bermain fisik (gymnasium, luncuran, ayunan, dan jungkat-jangkit), Menyenangi mainan konstruksi. c.8. Permainan Sosial dan Game Kemampuan sosial dengan cepat dan mengembangkan lingkaran persahabatan,
33
Peningkatan permainan asosiatif mendominasi sewaktu anak-anak bermain bersama, membagi mainan tetapi menempuh tujuan individu, Memperoleh simpati terhadap orang lain dan mampu mengendalikan emosinya dengan lebih baik, Permainan partisipan (mengikuti pemimpin) dimana satu orang anak suatu saat mendominasi aktifitas, Menyenangi memilih dan mencocokkan sesuatu (kancing dan koin) (Alexandria, 1987). c.9 Permainan Ekspresif Lebih tertarik dengan lukisan sendiri sebagai karya yang selesai daripada hanya menikmati proses penciptaan, Membangun cerita tentang serangkaian gambar dan mengikutsertakan bentuk kasar orang dalam hasil karyanya, Melukis dengan konsentrasi dan ketepatan yang lebih baik, warna menjadi penting, Menyenangi mewarnai buku dengan krayon dan mungkin mewarnai di dinding dan furniture, Membentuk tanah liat ke dalam desain yang rata, kur dan garis, Mulai mengenal nada tetapi kadang tidak tepat, tidak malu-malu dalam menyanyi bersama. Mengenali beberapa melodi dan mempunyai beberapa yang favorit, Bereksperimen dengan instrumen musik tetapi tidak dapat memproduksi melodi, Dapat naik kuda, berlari, melompat, berjalan dengan iringan musik, Mulai menggunakan gunting dan senang membuat bentuk hasil menggunting (Alexandria, 1987). c.10 Mainan untuk Anak 3-4 Tahun Permainan imajinatif (pakaian emas), mainan miniature asli, teka-teki, papan permainan sederhana, alat-alat seni (cat air, kuda-kuda kanvas, masker pen, krayon),
34
kacamata plastik, seperangkat alat pencukur dari kayu atau plastik, permainan alat dokter, make up, truk mainan, pom bensin, boneka, rumah boneka, kapal ruang angkasa, balok structural (bangunan, jalan, terowongan) (Hughes, 1979). Mainan kayu atau balik plastik yang dapat berkait, alat menjahit, buku mewarnai dank rayon, manic-manik dan benang, kertas, gunting, lem, kanvas dan cat air, boneka tangan, radio kaset dan rekaman, sepeda roti tiga, boneka dengan baju yang dapat ditukar, simbal, tongkat ritme, bel, marakas (Alexandria, 1987). d. Usia 4-5 tahun Merasa aman, percaya diri, butuh perhatian orang tua dan izin dalam membesarbesarkan diri, mengambil resiko, dan membuat diri sendiri lucu. Pengendalian motorik halus yang sempurna dalam menggunting, melukis dan menjahit. Lebih imajinatif dalam membangun balok-balok yang lebih kecil. Keseimbangan yang lebih baik : berdiri dengan satu kaki, bersepatu roda, mengendarai sepeda roda tiga. Kemampuan untuk mengancingkan baju dan tali sepatu, menggambar, menggunting, melukis, mewarnai, menaruh perhatian pada perbedaan maskulin dan feminism (panjang rambut, tipe berpakaian), mampu menyemangati orang lain (Hugnes, 1979). d.1 Perkembangan Fisik KEMAMPUAN Memanjat dengan mudah Melompat dan berlari secara aktif Mampu berjalan lebih jauh
IMPLIKASI Belajar menggunakan tangga pemadam kebakaran Mampu berjalan lebih jauh Belajar untuk melompat, menggergaji, menggunting garis, melempar dari atas kepala
35
Mempunyai koordinasi lebih
Berbicara sambil makan, berbicara sambil
baik
bermain Sumber : Todd & Heffernan, 1964 Tabel 2.9 Perkembangan Fisik Anak 4-5 tahun
d.2 Perkembangan Sosial KEMAMPUAN
IMPLIKASI Menganggap orang tua sebagai penguasa, tidak menyenangi isolasi dari kelompok, belajar
Sensitivitas berkelanjutan
mengekspresikan simpati, suka untuk
pada orang lain
berdandan dan bermain drama. Berbicara tentang mengundang atau tidak seseorang untuk melakukan sesuatu Bermain dalam kelompok kecil dan mungkin
Bekerja sama lebih baik
tidak akan mengajak orang lain dalam kelompoknya Sumber : Todd & Heffernan, 1964
Tabel 2.10 Perkembangan Sosial Anak 4-5 tahun d.3 Perkembangan Emosional KEMAMPUAN Keluar dari ikatan tertentu Belajar tentang batas-batas
IMPLIKASI Senang menyombongkan diri, dapat menggambar bebas Senang pergi keluar, berlari mendahului lalu
36
menunggu di sudut, tertarik dengan peraturan, merencanakan sesuatu dengan orang dewasa, berkelakuan konyol hingga lelah Sumber : Tood & Heffernan, 1964 Tabel 2.11 Perkembangan Emosional Anak 4-5 tahun
d.4 Perkembangan Intelektual KEMAMPUAN
IMPLIKASI
Bereksperimen dengan kata- Membentuk kata-kata dan pantun, menyenangi kata
kata-kata baru, mendengarkan cerita lebih lama
Bertanya
tentang Berbicara
tentang
satu
“Mengapa”, “Bagaimana”
menyenangi penjelasan
Senang berkhayal
Melakukan
banyak
topik
permainan
tertentu,
dramatik,
belajar membedakan fakta dan khayalan Mempunyai cara pikir yang Tertarik dengan kematian, perubahan tema bertahap
dalam menggambar Sumber : Tood & Heffernan, 1964 Tabel 2.12 Perkembangan Intelektual Anak 4-5 tahun
d.5 Perkembangan bermain pada usia 4-5 tahun, permainan pertama Permainan sosial menjadi permainan kooperatif untuk tujuan umum. Dapat mengikuti aturan, menunggu giliran, bergantung pada aktifitas, mengasumsikan peranannya dan berbagi mainan, atmosfir yang terjadi adalah harmoni dan sebagai aksen adalah kesenangan (Alexandria, 1987). 37
d.6 Perkembangan dan Karakteristik Permainan Terlibat dalam permainan rough and tumble (permainan berkelahi dengan maksud bercanda/tidak serius), berpura-pura menjadi monster atau hantu, Memakai pakaian orang dewasa, Menemukan jalan imajinatif untuk mempertahankan permainan imajinatif. Berperan secara utuh dalam permainan dramatik, Menetapkan peranan sebelum bermain. Menyenangi permainan dengan peran nyata (astronot, koboi), Menyenangi permainan diluar ruangan secara aktif (berenang, bermain sepatu roda), Mengantisipasi kejadian akan datang (ulang tahun, liburan), Mengarang cerita (Alexandria, 1987). d.7 Bermain dengan alat Penggunaan mainan dengan cara lebih rumit, menciptakan bagian cerita dengan boneka Peningkatan ketertarikan terhadap TV, kadang-kadang bermain di depan TV Menyenangi mainan yang bervariasi (boneka, luncuran, domino, puzzle, permainan kartu sederhana dan buku) Membangun struktur yang rumit dengan mainan konstruksi Senang menyembunyikan dan mengubur sesuatu di dalam pasir (Virginia, 1987). d.8 Permainan Sosial dan Game Tampilnya permainan kooperatif dalam aktifitas kelompok Mengkategorikan yang mana teman dan yang mana tidak Peningkatan rasa kasihan dan tanggungjawab. Kadang-kadang mau menolong orang lain tetapi juga bersaing Memperlihatkan keperdulian terhadap perbedaan peranan jenis kelamin Senang memilah-milah dan menyamakan warna, bentuk dan gambar
38
Mempunyai rahasia dan senang kejutan Mengganti peranan dengan sukarela Mulai bermain permainan papan sederhana dan aktifitas kooperatif lain Dapat memanggil nama atau mengancam secara fisik tanpa membahayakan (Alexandria, 1987). d.9. Permainan Ekspresif Perkembangan keakuratan dalam karya seni, menggambarkan figure garis-garis Membanggakan karya sendiri dan mencari kekaguman dari orang lain Lebih memilih menggambar bebas dalam bekerja di buku mewarnai Dapat memegang kuas seperti orang dewasa dan bekerja dalam waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan karyanya Bernyanyi keseluruhan lagu dengan benar dan dengan nada yang benar Menunggu giliran dalam bernyanyi secara kelompok Menyukai eksperimen kombinasi not di piano Terlibat dalam permainan kata-kata dan membuat kata-kata konyol sendiri Membuat objek umum dari tanah liat dan memberikannya pada orang lain sebagai hadiah Menyenangi menari (Alexandria, 1987). d.10 Mainan untuk anak usia 4-5 tahun Figur dan pemandangan plastik atau kayu dengan skala kecil, truk dan mobil kecil yang realistik, boneka tangan dan wayang, puzzle 20 bagian, balok nosaik plastik, lego, rumah boneka dan mebelnya, permainan papan sederhana, domino, buku dengan cerita yang lebih mendetail, cat air dan kuas, papan sketsa magnetic. Membuat material, papan tulis, dapur mainan, peralatan dokter mainan, baju drama yang lebih rumit, ayunan, jungkat-jangkit, papan keseimbangan, skuter, bola sepak, sepatu roda (Alexandria, 1987).
39
e. Usia 5 – 6 tahun Anak usia 5 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain : 1. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar. 2. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu. 3. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat. 4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama. e.1 Perkembangan Fisik KEMAMPUAN Pengendalian motorik lebih baik
IMPLIKASI Mampu duduk tenang lebih lama
Dapat menyeberang jalan
Mulai mengeksplorasi lingkungan rumah,
dengan aman
melakukan acara bepergian sederhana
Memiliki pengendalian mata-
Belajar untuk menalikan sepatu,
tangan lebih baik
menggunakan tangga panjat, kiri dan kanan
Sumber : Todd & Heffernan, 1964 Tabel 2.13 Perkembangan Fisik Anak 5-6 tahun 40
e.2 Perkembangan Sosial KEMAMPUAN
IMPLIKASI Bermain bersama lebih sering, menyenangi permainan rumah-rumahan dengan boneka bayi, dapat bersama-sama lebih baik dalam
Lebih sosial
kelompok kecil, mengerti ide-ide orang dewasa, meminta pertolongan jika dibutuhkan
Sumber : Todd & Heffernan, 1964 Tabel 2.14 Perkembangan Sosial Anak 5-6 tahun
e.3 Perkembangan Emosional KEMAMPUAN
IMPLIKASI
Pengendalian diri, bangga dengan apa yang dilakukan
Belajar berpikir apa yang baik untuk
dan tidak, menyukai
dilakukan dan mengatakannya
peraturan
Sumber : Todd & Heffernan, 1964 Tabel 2.15 Perkembangan Emosional Anak 5-6 tahun
41
e.4 Perkembangan Intelektual KEMAMPUAN
IMPLIKASI
Ketertarikan bertambah
Mengenali beberapa angka dan huruf, tertarik
besar
dengan jam dan waktu
Berpikir dengan konsentrasi
Mempunyai tujuan
Fleksibel
Bertanya “apa” dan “bagaimana”, belajar tentang alamat dan telepon rumah Menggambar ide dalam pikirannya pada saat itu Tidak mengkhawatirkan dengan inkonsistensi
Sumber : Todd & Heffernan, 1964 Tabel 2.16 Perkembangan Intelektual Anak 5-6 tahun
e.5 Perkembangan bermain pada usia 5-6 tahun : Permulaan Aturan Pelajaran secara kumulatif dalam bermain membuat anak mempunyai pengetahuan dan pengalaman, peralihan menjadi pemain yang imajinatif dan sosial dengan tubuh yang terkoordinasi dengan baik. Senang bersama-sama dengan teman bermain. Lebih mudah mengikuti peraturan dan senang dengan permainan dan tantangan fisik, termasuk tujuan tujuan yang khusus. Secara keseluruhan menggambarkan kesukarelaan bermain dengan orang lain dalam tingkah laku yang berstruktur (Alexandria, 1987).
42
e.6 Perkembangan dan Karakteristik Permainan Merencanakan aktifitas permainan peran yang melibatkan orang lain Terlibat dalam permainan dramatik nyata yang rumit (pemadam kebakaran, guru, suster) dan tertarik pada karakter yang penuh khayalan (penjelajah angkasa, raja, ratu) Bergantung pada imajinasi untuk menciptakan suasana dan bagian cerita, tidak lagi berdasarkan pendukung realistis Penggunaan bahasa secara efektif untuk mengatur permainan dan teman bermain Mempertahankan ketertarikan dalam bermain dalam waktu yang lebih lama. Mengulangi aktifitas yang sama untuk beberapa hari Melanjutkan aktifitas luar ruang (bersepatu roda, berayun, melompat, berenang) Memerankan perasaan berkuasa atau takut dalam permainan dramatik Membedakan kanan dan kiri Memilih bermain dengan yang berjenis kelamin sama, tertarik dengan jenis kelamin lain (Alexandria, 1987). e.7. Bermain dengan alat Bermain dengan baju, rumah, benteng, puri, pertanian boneka Melakukan anyaman dan jahitan sederhana Terpesona dengan mainan ilmu pengetahuan (magnet, kompas) Siap untuk belajar bersepeda (Alexandria, 1987). e.8. Permainan Sosial dan Game Permainan kooperatif meningkat Memainkan permainan yang mempunyai serangkaian peraturan Berlatih peran terkoordinasi dalam bermain pura-pura (guru-murid, dokter-pasien, suami-istri) Mengatasi sesuatu dengan permainan yang melibatkan penerimaan dan penolakan
43
Menikmati permainan kejar-kejaran dan permainan lain yang bersifat perburuan (polisi-penjahat, koboi-indian) dan permainan yang melibatkan penyerangan dan ketergantungan Lebih sabar dan terorganisir dalam permainan papan (Alexandria, 1987). e.9. Permainan Ekspresif Penggunaan alat sederhana untuk model tanah liat Peningkatan orientasi detail dalam karya seni. Menggambar tangan dengan lima jari, serta lutut Menyukai menjiplak gambar Memulai gambar dengan ide terlebih dahulu. Tema seni : orang, rumah, perahu, kereta api, mobil, dan lain-lain Dapat bertepuk tangan dan melompat sesuai dengan musik, melompat dengan satu kaki dan menari sesuai irama Bernyanyi melodi pendek dengna nada yang tepat Menikmati lagu dan tarian yang didasari peraturan Senang membuat sesuatu dan menyukai kerajinan tangan (Alexandria, 1987).
e.10 Mainan untuk anak usia 5-6 tahun Puzzle 100 bagian, tongkat untuk mengambil sesuatu, prajurit mainan beserta bentengnya, magnet, kompas, mikroskop, stepler, pelubang kertas, perlengkapan kantor, mesin kasir dan mesin tik (mainan atau asli), kapur berwarna, buku dengan bagian-bagian, resep anak, permainan papan yang rumit, instrument musik udara (harmonika, rekorder), walkie-talkie, kamera, computer, permainan panahan dengan ujung karet, tali untuk melompat, tenda untuk kemping, layangan, sepatu roda, sepeda (Alexandria, 1987).
44
f. Usia 7 – 8 tahun Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain : 1. Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan induktif. 2. Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya. 3. Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi. 4. Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.
2.4.3 Anak sebagai Kolektor Anak-anak mempunyai karakteristik khusus sebagai kolektor, dimana mereka mempunyai ketertarikan dasar terhadap objek yang menjadi koleksinya, antara lain : kartu permen karet, buku, komik, stiker, perangko, batu, uang logam, boneka, daun, dll. Koleksinya mungkin digunakan juga dalam bermain. Manfaat menjadi kolektor sangat penting untuk perkembangan sosial, intelektual dan kepribadian anak, yaitu: Nilai sosialnya dapat meningkatkan popularitas anak dalam Kelompok Bermainnya. Selain itu anak seringkali membagi atau menukar miliknya. Pinjam-meminjam mengajarkan anak untuk lebih bertanggungjawab dan menghargai milik orang lain.
45
Tukar-menukar mengajarkan keahlian bernegosiasi sebagai konsep kesamaan dan keadilan Nilai intelektual : belajar tentang material dalam koleksi mereka. Sebagai permulaan koleksi, anak memerlukan pengetahuan dan informasi yang terus bertambah seiring dengan koleksinya. Selain itu menambah kemampuan mereka untuk menghitung, konsep yang matang tentang klarifikasi yang logis, serta pengertian bahwa koleksi mereka dapat dipisah-pisahkan dalam kelompok dalam berbagai sudut pandang Nilai kepribadian : koleksi dapat menyempurnakan kepribadian dalam keyakinan diri dengan memberikan mereka perasaan dapat mengolah (Fergus Hughes, 1979)
2.4.4 Pendidikan Anak Usia Dini Penelitian mutakhir tentang otak memberikan informasi yang semakin akurat dan kaya, juga pemahaman yang mendalam terkait dengan perkembangan otak manusia dan cara-cara yang tepat untuk menumbuhkembangkannya. Informasi tersebut diperoleh berkat pemanfaatan teknologi canggih pemindai otak yang dapat meneliti dengan cermat otak manusia sejak dari dalam kandungan ibu dan perkembangan selanjutnya dengan kerincian dan akurasi yang luar biasa. Pemanfaatan teknologi cangih inilah yang membedakan pelelitian otak mutahir dengan penelitian otak tempo dulu. Berkat teknologi cangih itu kini diketahui dengan rinci perkembangan otak sekaligus mengoreksi berbagai pendapat yaitu sebagai berikut. Tempo dulu, di rumah sakit bersalin kamar bayi biasanya diberi warna serba putih dan dijaga agar tetap tenang, sedapat mungkin bebas dari suara. Kini keadaannya sama sekali berbeda. Kamar-kamar bayi di rumah sakit bersalin atau rumah sakit ibu dan anak dihiasi dengan warna warni cerah ceria dan diramaikan dengan musik, kebanyakan musik klasik. Perubahan yang sangat ekstrem ini terjadi berkat temuan baru tentang tumbuh kembang otak bayi. Otak bayi akan tumbuh kembang dengan baik jika dirangsang dengan warna dan suara, terutama suara ibunya dan musik. Musik ternyata mempengaruhi
46
pekembangan otak secara positif (Paul & Oliver, 2010: 78-80; 84-87; Sweeney, 2009: 112115; Djohan, 2009: 64 & 157; Musbikin, 2009: 6-8). Banyak orang tua yang percaya bahwa “baby walker” (kereta yang digunakan untuk berjalan) dapat membantu mempercepat bayi belajar berjalan. Penelitian terkini tentang otak menunjukan bahwa pengunaan “baby walker” itu sangat buruk pengaruhnya bagi pertumbuhan otak bayi. Bayi harus dibiarkan, bahkan mesti dirangsang untuk merangkak. Merangkak secara fisik terbukti memperkuat otot besar dan otot kecil, menguatkan tangan dan leher, merangsang sensifitas sentuhan. Namun, yang lebih penting adalah merangkak melatih dua belahan otak, merangsang dan mengingkatkan sambungan jaringan saraf, dan meningkatkan peroduksi myelin. Anak yang tidak atau kurang merangkak potensial mengalami gangguan keseimbangan, konsentrasi dan kesulitan belajar. Ahli Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Ibuka, 2009) menulis, studi psikologi serebral pada satu sisi dan psikologi anak pada sisi yang lain menunjukan dengan jelas bahwa kunci perkembangan intelegensia tergantung pengalaman saat anak berusia 3 tahun, yakni selama masa perkembangan masa otak. Tidak ada seorang anak jenius atau bodoh sesudah lahir. Semua tergantung pada rangsangan sel-sel otak selama masa krusial. Otak anak usia dini secara structural dan fungsional berbeda. Seperti yang disebutkan peneliti otak, Marian Diamond (Diamond & Hopson, 1998) bahwa energy yang digunakan oleh otak kanan usia dua tahun setara dengan orang dewasa. Selanjutnya, hal ini akan terus meningkat sampai usia 3 tahun, otak anak dua kali lebih aktif dari pada orang dewasa. Kritik, kerja, dan nyala sel otak ini akan terus berkembang dengan kecepatan dua kali orang dewasa sampai usia 9 atau 10 tahun; disaat itu, metabolism mulai turun dan mencapai tahap dewasa di usai 18 tahun. Disaat bersamaan, anak usia dini memiliki banyak dendrit (hubungan antar – neuron) yang mengalami proses pemangkasan bagian yang tidak berguna, yakni hubungan neuron diperkuat atau di buang bergantung pada jenis rangsang yang diterima anak atau tidak diterima dari lingkungannya (Chugani, 1998). Faktor social dan emosional disekitar anak sangat penting bagi pekembangan otak (Siagel, 2001).
47
Termasuk dalam kategori pengalaman dan perlakuan adalah pengasuhan, asupan nutrisi, stimulus aktif dan penataan lingkungan. Di Baylor College of Medicine Houston US, Para peneliti membuktikan anak yang kurang di stimulasi otaknya lebih kecil 30% dibanding anak yang mendapat stimulasi maksimal. Dalam konteks pentingnya menata lingkungan dan memberikan pendidikan pada anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan sinapsis yang super cepat ini, Ibuka menegaskan masa krusial adalah masa sejak anak lahir hingga berusia 3 tahun. Maka, pendidikan TK sudah dinyatakan kadaluarsa untuk pendidikan anak usia dini (Ibuka, 2009). Secara substansial ditekankan bahwa anak pada usia 0-5 tahun jika tidak mendapatkan pengasuhan, perangsangan, intervensi, perhatian, dan aktivitas yang tepat dan bermakna, maka akan terjadi banyak masalah pada tahap perkembangan selanjutnya. Karena kemungkinan bagi tumbuh kembangnya berbagai keterampilan-keterampilan dasar sebagai manusia normal seperti berbicara, berpikir, bersosialisasi, bahkan keterampilan elementer yang sangat penting seperti melihat, mendengar dan merasa tidak dapat berkembang maksimal jika tidak diasah pada usia tersebut.
2.4.5 Tujuan Pendidikan Anak Tujuan pendidikan anak secara khusus adalah untuk mengembangkan hal hal berikut.
Perkembangan
intelektual
:
meningkatkan
penggunaan
bahasa,
membantu
mempelajari bagaimana cara belajar, menstimulasi keingintahuan dan meningkatkan perkembangan kemampuan menggunakan konsep,
Perkembangan sosial dan emosional : membantu membentuk hubungan antar manusia yang stabil, meningkatkan rasa tanggungjawab, mempertimbangkan orang lain, percaya diri, mandiri, dan mampu mengendalikan diri,
48
Perkembangan estetis: kesempatan untuk bereksperimen dengan bermacam-macam material dalam seni dan musik, meningkatkan kreatifitas, dan menumbuhkan kesadaran dan apreasiasi tentang keindahan
Perkembangan fisik : membantu penggunaan
tubuh secara efektif dengan
memberikan udara segar, tempat bermain dan tidur, makanan yang bergizi.
2.4.6 Kebutuhan Dasar Anak Di luar negeri sendiri pada umumnya orang tua memasukkan anak mereka dalam program Tempat Penitipan Anak dari usia 4 bulan ke atas, karena tuntutan bahwa ibunya harus mulai bekerja setelah melahirkan. Namun di Indonesia kebanyakan anak-anak yang mengikuti progam tersebut sudah pada usia yang cukup besar, sekitar 1 tahun ke atas. Menurut salah seorang ahli psikologi perkembangan anak yaitu Erik Erikson, kebutuhan dasar anak pada masa bayi (baru lahir) sampai dengan kurang lebih 1 tahun adalah kebutuhan yang bersifat biologis dan psikologis. Kebutuhan biologis, seperti makan, minum, pakaian, dan segala urusan pencernaan. Kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman, merasa diri dicintai dan diperhatikan, dan kebutuhan untuk dilindungi. Untuk itu lanjut Erikson, diperlukan figur orang tua dan pola pengasuhan yang konstan dan stabil sehingga sang anak bisa mempercayai dan meyakini bahwa orang tuanya selalu siap menanggapi kebutuhannya. Jika ternyata dalam prosesnya terjadi hambatan yang menyebabkan hubungan antara keduanya terganggu, misalnya karena orang tua meninggal, terlalu sibuk, sakit, atau situasi yang menyebabkan terpisahnya hubungan antara anak dengan orang tuanya, maka sang anak akan berpikir bahwa dirinya tidak lagi dicintai. Anak berpikir begitu karena pola pikir mereka yang masih egosentris. Masalahnya, anak yang tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang konstan di tahun pertama kehidupannya, dalam diri anak tersebut akan tumbuh basic mistrust. Ia akan merasa kurang percaya diri (karena dia menghadapi kenyataan berdasarkan persepsinya bahwa dirinya ditolak atau pun diabaikan) dan kurang dicintai
49
oleh orang tuanya. Anak tersebut juga akan tumbuh menjadi orang yang sulit mempercayai orang lain karena semasa kecilnya ia tidak menerima kehadiran orang tua yang konstan, stabil dan predictable. Ketidakmampuan untuk mempercayai baik diri sendiri maupun orang lain berpotensi menjadi masalah di kemudian hari jika persoalan ini tidak diselesaikan sejak dini. Sebagai contoh tanda-tanda anak yang tidak mengalami kedekatan yang stabil dengan orang tua sehingga dalam dirinya tidak tumbuh basic trust seperti : Takut atau tidak mau ditinggal sendirian, harus selalu nempel orang tua, Lebih suka menyendiri dari pada bermain bersama teman-teman yang lain, Kurang percaya diri/minder, Tidak berani keluar rumah, Takut terhadap orang asing, jika didekati langsung menangis atau menarik diri, Bisa jadi tidak menunjukkan ekspresi apa-apa waktu ditinggal orang tua karena sudah biasa ditinggal, atau bahkan tidak ingin dipeluk atau didekati ibunya sendiri, Terlalu sering menangis / cengeng, mudah ketakutan, mudah cemas, Dalam perkembangan usia selanjutnya, berpotensi mengalami masalah dalam pelajaran / sekolah, entah karena kesulitan belajar, hambatan intelektual, atau pun hambatan interaksi sosial dengan teman-temannya.
50