BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Metode Amenorea Laktasi 2.1.1
Pengertian Metode Amenorea Laktasi Lactational Amenorrhea Method (LAM) atau Metode Amenorea Laktasi
(MAL) adalah metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya (Proverawati, 2010). Penelitian menyatakan bahwa wanita yang memberikan ASI secara eksklusif dan belum mendapatkan menstruasinya maka biasanya tidak akan mengalami kehamilan selama masa 6 bulan setelah melahirkan (Marimbi, 2011). MAL dapat dipakai sebagai alat kontrasepsi, apabila : 1. Menyusui secara penuh (full breast feeding), lebih efektif jika diberikan minimal 8 kali sehari. 2. Belum mendapat haid. 3. Umur bayi kurang dari 6 bulan. Bila ketiga kondisi ini terpenuhi, maka pemberian ASI dapat memberikan perlindungan 98% dari kehamilan pada 6 bulan pertama setelah persalinan.Bahkan beberapa penelitian menyebutkan perlindungan terhadap kehamilan dapat lebih dari 6 bulan. Pemberian ASI dapat memberikan perlindungan 10% - 30% pada 12 bulan pertama, dimana bayi setelah 6 bulan diberikan makanan tambahan. Menurut Labbok 9
Universitas Sumatera Utara
(2008,dalam Suparmi 2010), berikut adalah alogaritma LAM sebagai metode kontrasepsi:
Apakah pernah menstruasi setelah persalinan?
Tidak Ya Apakah bayi diberi makanan Apakah bayi diberi tambahan?
Ya
makanan tamba Tidak
Gunakan metode kontrasepsi lain
Ya
bayi berusia ApakahApakah bayi berusia lebih dari 6 bulan?
lebih dari 6 bulan? Ti Tidak
Kemungkinan untuk hamil 1-2%
Ketika salah satu jawaban berubah menjadi “ya” (Labbok,1994) Gambar 2.1 Alogaritma Lactational Amenorrhea Method (LAM) Dalam Alogaritma tersebut, ibu pascapersalinan ditanyakan “Apakah pernah mengalami menstruasi setelah persalinan?”. Bila jawaban “Ya”,maka ibu disarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi lain. Bila jawaban “Tidak”, kemudian ibu ditanyakan “Apakah bayi diberi makanan tambahan?”. Bila jawaban “Ya”, maka ibu 10
Universitas Sumatera Utara
disarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi lain. Bila jawaban “Tidak”, kemudian ibu ditanyakan “Apakah bayi berusia lebih dari 6 bulan?”. Bila jawaban “Ya”, maka ibu disarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi lain. Bila jawaban “Tidak”, maka kemungkinan ibu tersebut untuk mengalami kehamilan adalah 1-2%. 2.1.2
Cara Kerja Cara kerja dari MAL adalah menunda atau menekan terjadinya ovulasi.Pada
masa laktasi/menyusui, hormon yang berperan adalah prolaktin dan oksitosin. Semakin sering menyusui, maka kadar prolaktin meningkat dan hormon gonadotropin melepas hormon penghambat (inhibitor). Hormon penghambat dapat mengurangi kadar esterogen, sehingga ovulasi tidak terjadi. 2.1.3
Efektifitas Efektifitas MAL sangat tinggi sekitar 98% apabila digunakan secara benar
dan memenuhi persyaratan yaitu digunakan selama 6 bulan pertama setelah melahirkan, belum mendapat haid pasca melahirkan dan menyusui secara eksklusif (tanpa memberikan makanan tambahan). Efektifitas dari metode ini juga sangat tergantung pada frekuensi dan intensitas menyusui. 2.1.4
Manfaat
MAL memberikan manfaat kontrasepsi maupun non kontrasepsi : 1. Manfaat kontrasepsi Manfaat kontrasepsi dari MAL antara lain : 11
Universitas Sumatera Utara
a. Efektifitas tinggi (98%) apabila digunakan selama enam bulan pertama pasca melahirkan, belum mendapat haid dan meyusui eksklusif. b. Dapat segera dimulai setelah melahirkan. c. Tidak memerlukan prosedur khusus, alat maupun obat. d. Tidak memerlukan pengawasan medis. e. Tidak mengganggu senggama. f. Mudah digunakan. g. Tidak perlu biaya. h. Tidak menimbulkan efek sampinhg sistematik. i. Tidak bertentangan dengan budaya maupun agama. 2. Manfaat Non Kontrasepsi Manfaat non kontrasepsi dari MAL antara lain: a. Untuk bayi: 1. Mendapatkan kekebalan pasif., 2. Peningkatan gizi. 3. Mengurangi resiko penyakit menular. 4. Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi air, susu formula atau alat minim yang dipakai. b. Untuk ibu: 1. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan. 2. Membantu proses involusi uteri (uterus kembali normal). 12
Universitas Sumatera Utara
3. Mengurangi resiko anemia. 4. Meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi (Proverawati, 2010). 2.1.5
Keterbatasan Pada dasarnya, penggunaan MAL menjadi terbatas dan kurang efektif karena
beberapa hal berikut: 1. Banyaknya persiapan sejak perawatan kehamilan agar ibu dapat segera menyusui bayi pada 30 menit pasca persalinan. 2. Pengaruh kondisi sosial. 3. Efektifitas tinggi hingga menstruasi datang kembali atau 6 bulan. 4. Tidak mampu melindungi dari IMS, termasuk virus hepatitis B/HVB, dan HIV/AIDS (Prasetyono, 2012). 2.1.6
Yang Dapat Menggunakan MAL MAL dapat digunakan oleh wanita yang ingin menghidari kehamilan dan
memenuhi criteria sebagai berikut: 1. Wanita yang menyusui secara eksklusif. 2. Ibu pasca melahirkan dan bayinya kurang dari 6 bulan. 3. Wanita yang belum mendapat haid pasca melahirkan. Wanita yang menggunakan MAL, harus menyusui dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dilakukan segera setelah melahirkan . 13
Universitas Sumatera Utara
2. Frekuensi menyusui sering dan tanpa jadwal. 3. Pemberian ASI tanpa botol atau dot. 4. Tidak mengkonsumsi suplemen. 5. Pemberian ASI tetap dilakukan baik ketika ibu atau bayi sedang sakit. 2.1.7
Yang Tidak Dapat Menggunakan MAL MAL tidak dapat digunakan oleh: 1. Wanita pasca melahirkan yang sudah mendapat haid. 2. Wanita yang tidak menyusui secara eksklusif. 3. Wanita yang bekerja dan terpisah dari bayinya lebih dari 6 jam. 4. Wanita yang harus menggunakan metode kontrasepsi tambahan., 5. Wanita yang menggunakan obat yang mengubah suasana hati. 6. Bayi sudah berumur lebih dari 6 bulan. 7. Bayi yang mempunyai gangguan metabolisme (Proverawati, 2010).
2.2 Program Keluarga Berencana Nasional 2.2.1
Pengertian Keluarga Berencana Menurut WHO (1970), dikutip dalam Hartanto (2004) keluarga berencana
adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapat objek tertentu, yaitu : (1) Menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, (2)
Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, (3) Mengatur interval di antara kehamilan, (4) Menentukan jumlah anak dalam keluarga. Mochtar (1995) mengatakan keluarga berencana adalah suatu usaha 14
Universitas Sumatera Utara
menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga berencana adalah usaha-usaha yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun individu untuk
mengatur
jarak
kelahirannya
dengan
menggunakan
alat
atau
metodekontrasepsi. Secara umum tujuan keluarga berencana adalah untuk mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera dalam upaya untuk menjarangkan kehamilan dan membatasi jumlah anak dua orang saja, upaya ini juga dapat menyehatkan sosial ekonomi keluarga (Saifuddin, 2003). 2.2.2
Perkembangan Keluarga Berencana Di Indonesia Permulaan pemikiran tentang KB di Indonesia tidak mempersoalkan angka
kelahiran tetapi tingginya angka kematian ibu akibat terlalu sering melahirkan, berkisar pada 800 per 100.000 kelahiran, bahkan tidak jarang ibu meninggal bersama bayinya. Hal inilah yang menggugah Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia kala itu Sarwono Prawirohardjo untuk mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tanggal 25 Desember 1957. Konsep yang dikembangkan PKBI adalah kesehatan ibu dan anak memberi inspirasi bagi pendirian Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang kemudian di kelola oleh Pemerintah Orde Baru.Keputusan pemerintah untuk menjadikan KB sebagai program nasional dan dinyatakan sebagai bagian integral dari 15
Universitas Sumatera Utara
pembangunan nasional, disusul dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1970 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Memasuki Pelita V, pemerintah dalam hal ini BKKBN telah memperkenalkan satu program baru yang disebut dengan Gerakan KB Mandiri. Dengan program yang baru ini pemerintah memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi organisasi profesi serta sektor swasta lainnya dalam memberikan pelayanan KB. Proses pembangunan konsep KB mandiri berawal dari diperkenalkannya konsep alih peran kemudian berkembang menjadi alih kelola dan selanjutnya mengkristalkan menjadi KB mandiri. Falsafah KB mandiri pada hakekatnya merupakan keadaan dan sikap mental dari pemerintah maupun pengelola/pelaksana KB secara individu maupun kelompok dalam mengelola dan melaksanakan KB atas kemauan sendiri tanpa tergantung dari orang lain dalam memelopori menjadi peserta KB. Dengan demikian ketergantungan program KB terhadap pemerintah semakin berkurang. Agar masyarakat mau membiayai sendiri pelayanan KB, maka beberapa hal yang menyangkut tersedianya pelayanan yang mudah dicapai dan dijangkau masyarakat serta kualitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat perlu diusahakan (BKKBN, 1990). Untuk menunjang pelaksanaan KB Mandiri pada tahun 1988 telah dicanangkan program KB Lingkaran Biru (LIBI) dan akhirnya dilontarkan suatu kegiatan
pemasaran
sosial
LIBI
lengkap
dengan
logonya
guna
16
Universitas Sumatera Utara
memperkenalkansederetan pelayanan swasta maupun alat kontrasepsi untuk KB. Untuk memperluas pilihan alat kontrasepsi terhadap kebutuhan ber-KB, maka tanggal 1 Juli 1992 telah diresmikan oleh Presiden Suharto sebuah lambang baru yaitu Lingkaran Emas (LIMAS). Pemasaran KB LIMAS bukan satu pengganti pemasaran kontrasepsi LIBI, tetapi suatu usaha yang bersamaan untuk lebih memberikan banyak pilihan kontrasepsi diharapkan memberikan kepuasan kepada akseptor (BKKBN, 1992). 2.3 Kontrasepsi 2.3.1
Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi adalah alat atau obat yang digunakan untuk menunda,
menjarangkan kehamilan serta menghentikan kesuburan. Kotrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang telah matang dengan sperma yang akan mengakibatkan kehamilan. Maka kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dan sperma tersebut. 2.3.2
Kontrasepsi Periode Menyusui Selama
kehamilan,
kadar
prolaktin mengalami
peningkatan,
terjadi
perangsangan terhadap pertumbuhan payudara dan kelenjar mammae. Peningkatan kadar prolaktin berhubungan dengan disfungsi ovulasi dan infertilitas. Pada proses 17
Universitas Sumatera Utara
laktasi, hal tersebut berperan penting dalam menunda kembalinya ovulasi setelah persalinan.Setelah persalinan, prolaktin bertindak sebagai hormon utama yang mendukung produksi ASI, terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron beserta efek inhibitornya terhadap prolaktin secara bermakna. Refleks isap bayi akan merangsang prolaktin dan mempertahankan produksi ASI. Kembalinya siklus menstruasi setelah persalinan merupakan salah satu indikator kembalinya kemampuan reproduksi, tetapi terjadinya mentruasi tidak selalu berarti terjadi ovulasi. Pada wanita yang memilih untuk tidak menyusui, kadar gonadotropin tetap rendah selama 2-3 minggu pertama masa nifas dan kembali ke normal pada minggu ke-3 dan ke-5 saat kadar prolaktin mengalami penurunan di bawah kadar normal.8 Rerata waktu terjadinya ovulasi pertama kali pada wanita AS adalah 45±3.8 hari (rentang 25-72 hari) (Kemenkes RI, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Afifi (2003) yang menyatakan bahwa dari 1934 responden hampir 28% dari ibu menyusui dengan bayi di bawah 6 bulan yang memberikan ASI eksklusif, terlepas dari status amenorea mereka. Dari responden, hampir 86,4% mengalami amenorea. Enam bulan selanjutnya, hanya 3 kasus masih dilaporkan memberikan ASI eksklusif pada bayinya, dari salah satu kasus (33,35%) mengalami amenorea. Mereka yang dilaporkan tidak menyusui secara eksklusif menunjukkan tren penurunan status amenorea (Afifi, 2008).
18
Universitas Sumatera Utara
Ada berbagai alternatif metode kontrasepsi pasca persalinan. Hal ini dapat terlihat jelas pada bagan berikut:
Gambar 2.2 Metode kontrasepsi pasca persalinan (Shegaw, 2007 dalam Suparmi, 2010). Berdasarkan bagan diatas, pemberian ASI merupakan salah satu metode kontrasepsi pada wanita menyusui.Menurut WHO (dalam Kemenkes RI, 2010), penggunaan kontrasepsi pada masa pascapersalinan dibagi menjadi dua yaitu wanita pascapersalinan yang menyusui dan wanita pascapersalinan yang tidak menyusui. Masa menyusui yang dimaksud adalah masa pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian berbasis populasi dan literatur kedokteran lainnya, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak persalinan merupakan cara paling optimal untuk memberikan makanan kepada bayi. Setelah 6 bulan menyusui 19
Universitas Sumatera Utara
memberikan ASI eksklusif, bayi dapat mulai mengkonsumsi makanan tambahan selain tetap mendapat ASI sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih. ASI merupakan makanan alami pertama untuk bayi, ASI menyediakan seluruh energi dan nutrisi yang diperlukan bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI setelah 6 bulan pascakelahiran mencukupi lebih dari setengah kebutuhan nutrisi bayi pada setengah tahun kedua, serta menyediakan lebih dari sepertiga kebutuhan nutrisinya selama tahun kedua kehidupan. WHO dan UNICEF (dalam Kemenkes RI, 2010) telah merumuskan rekomendasi mengenai pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pascapersalinan bagi ibu menyusui, yaitu sebagai berikut : a) Proses menyusui bayi pertama kali dilakukan oleh ibu dalam 1 jam pertama pascapersalinan, atau lazim dikenal sebagai inisiasi menyusui dini (IMD); b) Proses menyusui ASI eksklusif berarti bayi mendapat asupan nutrisi hanya dari ASI selama 6 bulan pertama pascakelahiran, tanpa pemberian makanan atau minuman tambahan apapun (tidak terkecuali air putih); c) Ibu memberikan ASI sesuai kebutuhan/semau bayi (on demand) yaitu sesegera mungkin ketika bayi minta disusui, siang dan malam; d) Tidak diperkenankan pemakaian botol susu, dot atau kempeng. Pemberian ASI eksklusif mengharuskan bayi disusui secara on demand (menurut kebutuhan bayi) dengan bayi dibiarkan mengisap sampai bayi sendiri yang melepaskan isapannya. Saat menyusui, bayi dibiarkan menyelesaikan mengisap dari 20
Universitas Sumatera Utara
satu payudara sebelum memberikan payudara lain, supaya bayi mendapat cukup banyak susu akhir (hind milk). Bayi hanya membutuhkan sedikit ASI dari payudara berikut atau sama sekali tidak memerlukan lagi. Ibu dapat memulai dengan memberikan payudara lain saat menyusui berikutnya sehingga kedua payudara memproduksi banyak ASI. Waktu antara 2 pengosongan payudara tidak lebih dari 4 jam. American Academy of Pediatrics/AAP (1997, dalam Kemenkes RI,2010) merekomendasikan frekuensi menyusui perhari (24 jam) sebanyak 8-12 kali dengan durasi menyusui selama 10-15 menit untuk tiap payudara. Pada minggu pertama pasca kelahiran, meskipun bayi tidak memberi tanda ingin menyusu, bayi tetap rutin diberi ASI setiap 4 jam setelah menyusui terakhir. Tidak diperbolehkan suplementasi makanan dan minuman apapun, kecuali obat-obatan atas indikasi medis. Menyusui bayi akan menstimulasi perkembangan sistem sensorik dan kognitif, serta melindungi bayi dari penyakit infeksi dan penyakit kronik. Pemberian ASI eksklusif menurunkan mortalitas bayi terhadap penyakit diare atau pneumonia, serta mempercepat masa penyembuhan. Dampak ini dapat diukur pada sumber daya masyarakat miskin dan kaya. Menyusui berkontribusi terhadap kesehatan dan kesejahteraan ibu, membantu dalam pengaturan jarak kehamilan, menurunkan risiko terhadap kanker ovarium dan
21
Universitas Sumatera Utara
kanker payudara, meningkatkan sumber daya keluarga dan negara, serta merupakan metode pemberian makan yang aman terhadap bayi dan lingkungan. 2.4
Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Metode Amenorea Laktasi Pemberian ASI ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa makanan dan minuman
lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan. Menurut Suraatmadja (1997,dalam Suparmi 2010), faktor – faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI antara lain : 1. Perubahan sosial budaya, antara lain: a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan lainnya b. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol c. Merasa ketinggalan jaman jika menyusui bayinya 2. Faktor psikologis, misalnya takut kehilangan daya tarik seorang wanita dan tekanan batin 3. Faktor fisik ibu 4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI 5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI Faktor sosial budaya juga dikemukakan oleh Suradi (1989, dalam Suparmi, 2010) sebagai salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan
laktasi.
Pengaruh kemajuan teknologi, perkembangan industri, urbanisasi serta pengaruh 22
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan barat menyebabkan terjadinya pergeseran sosio budaya masyarakat setempat. Memberi susu botol dianggap kebiasaan modern dan menempatkan ibu pada kedudukan sama dengan ibu-ibu golongan atas. Faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI menurut Suradi adalah faktor ekonomi, tata laksana rumah sakit dan kesehatan ibu dan bayi. Moehyi (2008), menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan laktasi, yaitu: a. Proses pertumbuhan jaringan pembuat ASI b. Dimulainya produksi ASI setelah bayi lahir c. Kelangsungan atau kontinuitas produksi ASI d. Refleks pengeluaran ASI Terdapat beberapa kesukaran atau masalah yang mungkin terjadi dalam kegiatan menyusui. Kesukaran tersebut dapat dilihat dari faktor ibu maupun faktor anak. Kesukaran pemberian ASI dari faktor ibu adalah : a. Puting susu nyeri/lecet Sekitar 57% dari ibu menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada putingnya. Hal ini kebanyakan disebabkan kesalahan pada teknik menyusui . b. Payudara bengkak (engorgement) Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat. Terjadinya pembengkakan itu mengakibatkan ibu merasa
sakit sewaktu
menyusui bayinya. 23
Universitas Sumatera Utara
c. Saluran susu tersumbat Suatu keadaan dimana terjadi sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus. Penyebabnya adalah tekanan jari pada waktu ibu menyusui, pemakaian BH yang terlalu ketat dan komplikasi payudara bengkak yaitu susu yang terkumpul tidak segera dikeluarkan sehingga terjadi sumbatan. d. Mastitis Mastitis adalah radang pada payudara. Penyebabnya adalah payudara bengkak yang
tidak
disusu
secara
adekuat,
akhirnya
akan
menyebabkan
terjadinyamastitis. e. Kelainan anatomis pada putting susu Kelainan puting susu karena tidak tumbuh sempurna juga merupakan kesukaran ibu dalam menyusui bayinya. f. Adanya penyakit kronis tertentu seperti tuberkulosa, malaria merupakan alasan tidak menganjurkan ibu menyusui bayinya. Demikian juga dengan ibu yang gizinya tidak baik, akan menghasilkan ASI dalam jumlah yang relatif sedikit dibandingkan ibu sehat yang gizinya baik. Faktor anak, kesukaran/kegagalan dalam menyusui antara lain adalah anak premature atau anak dengan berat badan yang sangat rendah, karena bayi mungkin masih lemah apabila harus menghisap ASI dari buah dada ibunya. Faktor anak lannya
24
Universitas Sumatera Utara
yang mengakibatkan kegagalan pemberian ASI adalah trauma persalinan, infeksi, kelainan congenital misalnya celah palatum dan bayi kembar. Pemberian ASI dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor bayi itu sendiri, faktor ibu, faktor komunitas sosial, faktor pelayanan kesehatan dan tempat kerja serta kebijakan dan dukungan pemerintah (Labbok,2008).
Gambar 2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelangsungan Pemberian ASI
2.5 Landasan Teori Lactational Amenorrhea Method (LAM) atau Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya. Pada masa menyusui, kadar hormon prolaktin meningkat dan hormon gonadotropin melepas hormon penghambat (inhibitor). Jika sering menyusui maka dapat mengurangi kadar esterogen sehingga ovulasi tidak terjadi.
25
Universitas Sumatera Utara
Kondisi yang harus terpenuhi agar menyusui dapat memberikan efek kontrasepsi adalah: 1. Belum mengalami menstruasi kembali setelah persalinan (perdarahan pada massa nifas tidak diperhitungkan) 2. Bayi berusia kurang dari 6 bulan 3. Bayi diberi ASI eksklusif. Bila ketiga kondisi ini terpenuhi, maka pemberian ASI dapat memberikan perlindungan 98% dari kehamilan pada 6 bulan pertama setelah persalinan (Kennedy, 1998). Bahkan beberapa penelitian menyebutkan perlindungan terhadap kehamilan dapat lebih dari 6 bulan. Pemberian ASI dapat memberikan perlindungan 10% - 30% pada 12 bulan pertama, dimana bayi setelah 6 bulan diberikan makanan tambahan. Menurut penelitian yang dilakukan Suparmi (2010) faktor-faktor yang berhubungan dengan amenorea laktasi : a. Frekuensi Pemberian ASI Isapan bayi yang terus menerus akan meningkatkan kadar hormon prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi tersebut akan berefek pada hipotalamus dan ovarium. Di hipotalamus akan terjadi sekresi beta-endorphin, yang akan menimbulkan hambatan sekresi GnRH dan mengakibatkan rendahnya kadar FSH dan LH. Sedangkan di ovarium tidak terjadi fase folikuler dan tidak terjadi sintesis estrogen. Sehingga, siklus menstruasi akan terhambat. Sintesis estrogen akan dimulai secara bertahap sejak bulan ke 4 postpartum pada wanita yang memberikan ASI kepada bayinya. 26
Universitas Sumatera Utara
Tetapi, keadaan ini bervariasi antara ibu menyusui yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, semakin tinggi frekuensi menyusui maka semakin banyak sekresi beta- endorphin, sehingga durasi amenorrhea laktasi akan semakin lama (Karim, 2002). b. Pemakaian Kontrasepsi Kontrasepsi hormonal seperti pil, IUD, suntik yang mengandung estrogen dapat menurunkan produksi ASI (Hasanah, 2006). Sekitar 0,2 - 1% kandungan hormon dalam kontrasepsi akan terekskresi dalam ASI. Hasil penelitian RCT (Randomized Controled Trial) menyebutkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal berpengaruh terhadap volume, inisiasi, lama menyusui dan perkembangan bayi (Miller, 1970). Menurut Diaz (1996), wanita yang menggunakan kontrasepsi progrestin memiliki durasi amenorrhea laktasi lebih panjang (4-5 bulan) dibandingkan menggunakan IUD atau LAM. c. Paritas Paritas adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran
hidup
dengan usia kehamilan > 28. Masalah-masalah yang sering terjadi pada masa menstruasi terdapat pada ibu primipara. Paritas memiliki hubungan negatif dengan lama amenorrhea menstruasi dengan risiko relatif sebesar 0,88 (95%CI: 0,83-0,94). Dengan demikian, tiap kenaikaan satu kelahiran risiko untuk terjadi menstruasi kembali menurun sebesar 12% (P=0,001) (Karim, 2002). 27
Universitas Sumatera Utara
d. Umur ibu Umur merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Segala kegiatan di dalam siklus manusia banyak ditentukan oleh umurnya. Banyak masalah yang dihadapi ibu-ibu yang berumur belasan tahun baik dalam kehamilan, persalinan maupun waktu menyusui. Kembalinya menstruasi pada ibu yang berumur diatas 30 tahun lebih lama yaitu sebesar 27% dibandingkan ibu yang berumur dibawah 20 tahun. Umur ibu memiliki hubungan negatif dengan kembalinya massa menstruasi dengan risiko relatif sebesar 0,98 (P=0,01). Dengan demikian, semakin bertambah usia maka risiko untuk mengalami menstruasi kembali menurun sebesar 2% (Karim,2002). e. Pendidikan Ibu Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk memberi pengaruh positif terhadap perkembangan anak didik, dengan cara memberikan pengalaman dan pengetahuan. (Notoatmodjo, 1993) semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang, semakin banyak pengetahuannnya. Hal ini mengakibatkan semakin terbuka dan tanggap mereka terhadap ide-ide serta tata cara kehidupan baru, termasuk tata cara pemberian ASI sebagai salah satu metode kontrasepsi untuk memperpanjang lama menstruasi. f. Pekerjaan ibu 28
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Tesfayi berdasarkan data DHS (Demographic and Health Surveys) di Indonesia (2008) hanya membagi ibu menjadi dua, yaitu ibu bekerja dan tidak bekerja. Diperoleh hasil bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki risiko 0,98 kali lebih lama untuk kembali menstruasi dibandingkan ibu yang tidakbekerja (Tesfayi, 2008). g. Sosial ekonomi Penelitian Tesfayi berdasarkan data DHS (Demographic and Health Surveys) pada ibu yang amenorea di 12 bulan pertama setelah kelahirannya di Dominika, diperoleh
hasil HR lebih kecil yaitu 1,10 (1,03-1,17 95% CI) untuk ibu yang
memiliki status sosial ekonomi menengah dan 1,12 (1,40 – 1,20 95% CI) yang memiliki status sosial ekonomi kaya (Tesfayi, 2008). Hasil cross tabulasi antara pekerjaan ibu dan status sosial ekonomi menunjukkan bahwa 67,55% ibu yang berstatus sosial ekonomi miskin adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja), dengan demikian mereka akan memiliki waktu lebih lama untuk bayinya. Ibu dengan status sosial ekonomi rendah cenderung memilikiakses yang kurang untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi bayinya. Sehingga mereka akan memberikan ASI dengan frekuensi lebih sering dan durasi yang lebih lama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Meningkatnya frekuensi dan durasi pemberian ASI akan mengakibatkan durasi amenorrhea laktasi menjadi lebih panjang (Suparmi, 2010)
29
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan konsep tersebut maka kerangka teorinya adalah sebagai berikut: pemberian ASI Metode Amenorea Laktasi
Frekuensi pemberian ASI
Faktor demografi (pengetahuan, pendidikan, pekerjaan) dan tingkat sosial ekonomi.
Kebutuhan KB terpenuhi (penjarangan kehamilan, memperkecil jumlah anggota keluarga
Penggunaan kontrasepsi
Gambar 2.4 Kerangka Teori Labbok (2008, Peng.1998, dalam Suparmi 2010)
30
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Konsep Variabel independen dalam penelitian ini adalah kondisi pemberian ASI, faktor demografi (pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, paritas) dan sosial ekonomi sedangkan variabel dependen adalah pemakaian metode amenorea laktasi sebagai kontrasepsi. Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan pada bagan berikut ini : Variabel Independen Kondisi Pemberian ASI
Variabel Dependen Pemakaian Metode Amenorea Laktasi Sebagai Kontrasepsi
Faktor demografi (pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, paritas ) dan sosial ekonomi
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
31
Universitas Sumatera Utara