BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Persepsi 2.1.1
pengertian Persepsi Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Sugihartono, dkk (2007), mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi
manusia
terdapat
perbedaan
sudut
pandang
dalam
penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi
yang
positif
maupun
persepsi
negatif
yang
akan
mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
8 Universitas Sumatera Utara
9
Bimo Walgito (2004), mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda juga. Perbedaan
tersebut
bisa dipengaruhi
oleh
banyak
faktor,
diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar kita. File itu akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada kejadian yang membukanya. Jalaludin Rakhmat (2011) menyatakan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Universitas Sumatera Utara
10
Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian. Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.
2.1.2
syarat terjadinya Persepsi Menurut Sunaryo (2010), syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut: a. adanya objek yang dipersepsi; b. adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi; c. adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus; d. saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.
2.1.3
faktor yang mempengaruhi Persepsi Menurut
Jalaludin
Rakhmat
(2011),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
11
a. faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi; b. faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan
dan
kebutuhan
sekitar,
intensitas,
ukuran,
keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.
Menurut Bimo Walgito (2004), faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu: a. objek yang dipersepsi; Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. b. alat indera, syaraf dan susunan syaraf; Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.
Universitas Sumatera Utara
12
Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang. c. perhatian; Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan
dalam
rangka
mengadakan
persepsi.
Perhatian
merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek.
Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama. Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan pengetahuannya.
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.4
proses Persepsi Menurut Jalaludin Rakhmat (2011), proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan, yaitu: a. stimulus atau rangsangan; Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya. b. registrasi; Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. c. interpretasi; Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang.
2.2 Konsep Dasar Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman (Sugihartono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
14
Raber mendefinisikan belajar dalam dua pengertian. Pertama, sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat (Sugihartono, 2007). Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap. Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu. Karena belajar merupakan aktifitas yang berproses dimana yang di dalamnya terjadi perubahan yang bertahap dan perubahan-perubahan tersebut timbul melalui fase-fase yang antara yang satu dengan lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Menurut Jerome S. Bruner dalam Syah (2011), dalam proses belajar, seorang individu menempuh tiga episode atau fase, yakni: a. Fase informasi (tahap penerimaan materi), pada tahap ini seorang individu sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari; b. Fase transformasi (tahap pengubahan materi), informasi yang telah diperoleh itu di analisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas;
Universitas Sumatera Utara
15
c. Fase evaluasi (tahap penilaian materi), seorang individu akan menilai sendiri sampai sejauhmana pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan) dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pembelajaran menurut Sudjana dalam Sugihartono, dkk (2007) merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Gulo dalam Sugihartono, dkk (2011) mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Nasution dalam Sugihartono, dkk (2007) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaikbaiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam hal ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik (Sugihartono, 2007). Menurut Bigs (dalam Sugihartono dkk, 2007), definisi pembelajaran dibagi dalam tiga pengertian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
16
a. pembelajaran dalam pengertian kuantitatif; Pembelajaran adalah penularan pengetahuan dari guru kepada murid. Dalam hal ini guru dituntut untuk menguasai pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyampaikannya kepada siswa dengan sebaik-baiknya. b. pembelajaran dalam pengertian institusional; Pembelajaran adalah penataan segala kemampuan mengajar sehingga dapat berjalan efisien. Dalam pengertian ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar untuk bermacam-macam siswa yang memiliki berbagai perbedaan individual. c. pembelajaran dalam pengertian kualitatif; Pembelajaran adalah upaya guru untuk memudahkan kegiatan belajar siswa. Dalam pengertian ini peran guru dalam pembelajaran tidak sekedar menjejalkan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga melibatkan siswa dalam aktivitas belajar yang efektif dan efisien.
Bruner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memberikan proses belajar.
Universitas Sumatera Utara
17
Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar atau upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasikan dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Teori pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel kondisi dan metode pembelajaran sebagai given, dan memeriksa hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati . atau kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung . sedangkan teori pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran ditempatkan sebagai given, dan metode yang optimal ditempatkan sebagai variabel yang diamati, atau metode pembelajaran sebagai variabel tergantung (Budiningsih, 2005). Teori preskriptif adalah goal oriented (untuk mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah goal free (untuk memeriksa hasil). Variabel yang diamati dalam pengembangan teori-teori pembelajaran yang preskriptif adalah metode
yang
optimal
untuk
mencapai
tujuan,
sedangkan
dalam
pengembangan teori-teori pembelajaran deskriptif variabel yang diamati adalah hasil sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi (Budiningsih, 2005).
Universitas Sumatera Utara
18
Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode. Dengan demikian, siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal artinya adanya perubahan perilaku peserta didik meliputi seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan motorik. Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini sangat berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai, meskipun masih ada beberapa aspek lain yang harus diperhatikan seperti tujuan pembelajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan dari siswa (Arsyad, 2007). Kegiatan belajar dan mengajar yang efektif dapat dicapai dengan cara belajar yang benar. Untuk itu perlu dipertimbangkan beberapa hal penting yang merupakan persiapan mutlak dalam proses pembelajaran, yaitu: a. persiapan belajar (pre learning preparation); Pada prinsipnya, kegiatan belajar itu harus dimulai dengan persiapan. Sebelum belajar dimulai, persiapan harus sudah ada, misalnya tujuan belajar untuk apa, apa yang menjadi pendahuluan belajar atau syaratsyaratnya sehingga dalam proses belajar nanti akan lancar dan dapat dicapai tujuan yang maksimal.
Universitas Sumatera Utara
19
b. motivasi (motivation); Berdasarkan pengalaman belajar siswa, mana yang lebih disukai agar perhatian belajarnya dapat meningkat. Dengan kata lain, bagaimana motivasi belajar siswa. c. perbedaan individual (individual difference); Dalam
penyusunan
rencana
pengajaran,
perancang
harus
mempertimbangkan dan memperhatikan perbedaan-perbedaan individual siswa sehubungan dengan perbedaan motivasi tersebut diatas. Karena itu harus diperhatikan bagaimana membuat desain berdasarkan pengalaman belajar siswa yang mennyangkut empat segi, yaitu penentuan kecepatan belajar, penentuan tingkat, penentuan kemampuan, serta bahan pelajaran apa (materi) yang paling tepat. d. kondisi pengajaran (instructional condition); Prinsip belajar juga berkaitan dengan bagaimana kondisi pengajarannya. Kondisi pengajaran yang baik sudah tentu mempengaruhi hasil belajar. Karena itu dapat disingkat bahwa: 1) belajar akan berhasil bila tujuan telah jelas dan kegiatan belajarnya sudah diatur sedemikian rupa sehingga mudah mencapai tujuan belajarnya; 2) materi yang dipelajari juga teratur (sistematis) mulai dari hal-hal yang mudah dipelajari hingga hal-hal yang kompleks.
Universitas Sumatera Utara
20
e. partisipasi aktif (active participation); Belajar adalah kegiatan transfern of knowledge / skill yang dilakukan oleh siswa.
Keaktifan
sepenuhnya
ada
pada
siswa.
Pendidik
hanya
menyediakan bahan dan menunjukkan cara belajar yang sebaik-baiknya. f. cara pencapaian yang berhasil (successful achievement); Untuk memudahkan belajar agar berhasil baik, perlu diatur sedemikian rupa sehingga tetap merangsang siswa belajar dan menggairahkan keseimbangan usaha. g. hasil yang sudah diperoleh (knowledge of results); Motivasi belajar akan bertambah bila sistem dalam belajar selalu memdapat informasi, apakah yang sedang dipelajari dapat diketahui benar tidaknya. Ini berarti bahwa siswa dapat mengecek sendiri kebenarannya. Soal yang dikerjakan selalu ada kunci jawabannya. Kunci jawaban tersebut penting untuk self-check sehingga siswa selalu mendapat informasi dan menjadi umpan balik yang mendorong untuk maju terus. Cara belajar dengan modul dan program instruction adalah mengikuti prinsip belajar itu. h. latihan (practice); Prinsip ini sanagt berkaitan dengan prinsip knowledge of results tersebut diatas. Sebab bila siswa dapat mengetahui bahwa langkah-langkah yang telah diambil pada knowledge of results positif, maka siswa diberi kesempatan untuk membuktikan kebenaran.
Universitas Sumatera Utara
21
Siswa
diajak
untuk
membuktikan
kebenaran
tersebut
dengan
mempraktekkan prinsip-prinsip yang sudah diketahui. Jadi pengetahuan maupun keterampilan yang sudah didapat hendaknya disertai latihan, praktek, dan penerapannya. i. kadar bahan yang diberikan (rate of presenting); Dalam memberikan bahan bacaan pada siswa hendaknya disesuaikan dengan kemampuan siswa. Untuk menghindari hal-hal yang akan memberatkan siswa tersebut, diharapkan pengajar dapat membantunya. Selain itu, dalam penyampaian materi perkuliahan dapat disajiakn sedemikian rupa sehingga mengundang siswa untuk aktif berpartisipatif, mendorong siswa untiuk membuktikan, menerapkan, mengecek sendiri dalam mengerjakan (self-testing) dan mempraktekkan. j. sikap pengajar (instructur’s attitude). Sikap positif pengajar dengan segala ketulusan bimbingan, bantuan, dan dedikasi pengabdian pengajar, sangat mempengaruhi sikap belajar siswa (Harjanto, 2005).
Secara global, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar dan pembelajaran, yaitu: a. faktor internal (faktor dari dalam diri individu),
yakni keadaan atau
kondisi jasmani dan rohani individu;
Universitas Sumatera Utara
22
b. faktor eksternal (faktor dari luar diri individu), yakni kondisi lingkungan sekitar individu; c. faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar individu yang meliputi strategi dan metode yang digunakan individu untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran (Syah, 2011).
Secara umum, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran hendaknya mengacu pada pencapaian kompetensi yang diharapkan dari peserta didik yaitu: a. berfokus pada siswa (Student Centered), artinya orientasi pembelajaran berfokus pada siswa; b. terpadu
(Integrated
Learning),
artinya
pengelolaan
pembelajaran
dilakukan secara integratif; c. individu (Individual Learning), artinya siswa memiliki peluang untuk pembelajaran secara individual; d. ketuntasan belajar (Mastery Learning), artinya pembelajaran mengacu pada ketuntasan belajar dalam pencapaian kompetensi dasar; e. pemecahan masalah (Problem Solving), artinya proses dan hasil mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di masyarakat, yaitu dengan menggunakan pendekatan-pendekatan kontekstual;
Universitas Sumatera Utara
23
f. Experience-Based Learning, artinya pembelajaran dilaksanakan melalui pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam pencapaian kompetensi dasar tertentu (Sanjaya, 2011).
2.3 Konsep Pembelajaran Problem Based Learning 2.3.1
defenisi Pembelajaran problem based learning Metode pembelajaran problem based learning adalah strategi pembelajaran
baru
yang
menitikberatkan
pembelajaran
pada
mahasiswa, pembelajaran berpusat pada mahasiswa (student centered learning). Model pembelajaran ini dirancang untuk graduate bidang kesehatan oleh Barrows Howard pada tahun 1969, kemudian diadaptasi dalam bidang pendidikan. Problem based learning merupakan model pembelajaran yang menghadapkan mahasiswa pada masalah dunia nyata (real world) dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada mahasiswa.
2.3.2
karakteristik Pembelajaran Problem based learning Menurut Arends, berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah
telah
memberikan
model
pengajaran
itu
memiliki
karakteristik sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
24
a. pengajuan pertanyaan atau masalah; Masalah harus berakar pada kehidupan nyata mahasiswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu, masalah harus dirumuskan dengan jelas dan mudah dipahami serta mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan dan masalah bermanfaat bagi mahasiswa itu sendiri. b. berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu; Masalah yang diajukan hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu. c. penyelidikan autentik (nyata); Dalam penyelidikan mahasiswa menganalisis dan merumuskan masalah,
mengembangkan
mengumpulkan
dan
dan
menganalisis
meramalkan
hipotesis,
informasi,
melakukan
eksperimen, membuat kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir. d. menghasilkan produk dan memamerkannya; Mahasiswa bertugas menyusun hasil belajarnya dalam bentuk karya. e. kolaboratif. Dalam hal ini, tugas-tugas belajar berupa masalah diselesaikan bersama-sama antar mahasiswa (Trianto, 2010).
Universitas Sumatera Utara
25
2.3.3
teori yang melandasi Problem based learning Dalam perkembangannya, pembelajaran problem based learning dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan kognitif, dan teori belajar penemuan Jerome Bruner. a. Teori belajar konstruktivisme Teori ini menyatakan bahwa mahasiswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya apabila aturanaturan itu tidak sesuai lagi. Agar mahasiswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatunya sendiri, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri. Menurut teori konstruktivisme ini, bahwa dosen tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada mahasiswa namun mahasiswa juga harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. b. Teori perkembangan kognitif Teori belajar kognitif pertama kali diperkenalkan oleh Piaget. Menurutnya, perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh
manipulasi
dan
interaksi
aktif
individu
dengan
lingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
26
Piaget yakin bahwa pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Teori ini memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana individu secara aktif membangun sistem makna dan memahami realitas melalui pengalaman dan interaksi mereka. c. Teori penemuan Jerome Bruner Teori belajar yang paling melandasi pembelajaran problem based learning adalah teori belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner pada tahun 1966. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya akan memberi hasil yang paling baik dan pengetahuan yang benarbenar bermakna (Trianto, 2010).
2.3.4
tahap-tahap Pembelajaran Problem based learning Pelaksanaan pembelajaran problem based learning terdiri dari 5 tahap proses, yaitu: a. tahap pertama adalah proses orientasi peserta didik pada masalah dimana dosen menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah dan mengajukan masalah;
Universitas Sumatera Utara
27
b. tahap kedua adalah mengorganisasi peserta didik, dimana pada tahap ini dosen membagi peserta didik ke dalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah; c. tahap ketiga merupakan tahap membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, dimana dosen mendorong peserta didik untuk mengumpulkan
informasi
yang
dibutuhkan,
melaksanakan
eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah; d. tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil, dosen membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya; e. tahap kelima merupakan tahap menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah, dimana peserta didik melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.
2.3.5
kelebihan dan kelemahan Pembelajaran Problem based learning Sebagai suatu model pembelajaran, problem based learning memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
28
a. menantang kemampuan mahasiswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi mahasiswa; b. meningkatkan motivasi dan aktifitas pembelajaran mahasiswa; c. membantu mahasiswa dalam mentransfer pengetahuannya untuk memahami masalah dunia nyata; d. membantu mahasiswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan serta dapat mendorong mahasiswamelakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya; e. mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan dengan pengetahuan baru; f. memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki di dunia nyata; g. mengembangkan minat mahasiswa untuk terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir; h. memudahkan mahasiswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata (Sanjaya, 2011).
Disamping kelebihan di atas, pembelajaran problem based learning (PBL) juga memiliki kelemahan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
29
a. manakala mahasiswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan
bahwa
masalah
yang
dipelajari
sulit
untuk
dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya; b. keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan waktu yang cukup banyak; c. tanpa pemahaman mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (Sanjaya, 2011). Seperti yang telah dikemukakan di awal bahwa metode sangat mempengaruhi
proses
pembelajaran
yang
akan
membantu
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang biasa digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran termasuk strategi pembelajaran problem based learning. Beberapa metode tersebut diantaranya metode ceramah, metode demonstrasi, metode diskusi, metode simulasi. Metode yang paling sering digunakan adalah metode ceramah (Sanjaya, 2011). Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok pelajar. Metode ceramah merupakan metode yang sangat sering digunakan oleh setiap pendidik atau instruktur (Sanjaya, 2011).
Universitas Sumatera Utara
30
Hal ini disebabkan selain oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari pendidik maupun pelajar. Pendidik biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga pelajar, mereka akan belajar manakala ada pendidik yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah (Sanjaya, 2011). Ada beberapa alasan mengapa metode ceramah sering digunakan. Alasan ini sekaligus menjadi keuntungan metode ini, yaitu: a. ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Murah dalam hal ini berarti proses ceramah tidak memerlukan peralatanperalatan yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi dan peragaan. Dikatakan mudah karena memang ceramah hanya mengandalkan suara pendidik, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit; b. ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh pendidik dalam waktu yang singkat; c. ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya, pendidik dapat mengatur pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai;
Universitas Sumatera Utara
31
d. melalui ceramah, pendidik dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggungjawab pendidik yang memberikan ceramah; e. organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit (Sanjaya, 2011). Disamping beberapa kelebihan diatas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: a. materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai pendidik. Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan, sebab apa yang diberikan pendidik adalah apa yang dikuasainya; b. ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah “penyakit” yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah. Oleh karena itu dalam proses penyajiannya, pendidik hanya mengandalkan bahasa verbal dan siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Sedangkan disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda termasuk dalam ketajaman menangkap materi pelajaran melalui pendengarannya; c. pendidik yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan;
Universitas Sumatera Utara
32
d. melalui ceramah sangat sulit diketahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan pendidik atau belum (Sanjaya, 2011). Metode ceramah tidak lantas dapat dilakukan dengan begitu saja. Ada beberapa langkah dalam menggunakan metode ceramah ini, yaitu: a. tahap persiapan; 1) merumuskan tujuan yang ingin dicapai; 2) menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan; 3) mempersiapkan alat bantu. b. Tahap pelaksanaan; 1) Langkah pembukaan Langkah pembukaan dalam metode ini merupakan langkah yang menentukan keberhasilan pelaksanaan ceramah. di tahap awal pendidik harus meyakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai. Selanjutnya lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. 2) Langkah penyajian Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan cara bertutur. Agar ceramah berkualitas pendidik harus menjaga perhatian siswanya dengan cara menjaga kontak mata secara terus menerus dengan siswa, menggunakan bahasa yang komunikatif
Universitas Sumatera Utara
33
dan mudah dicerna oleh siswa, menyajikan materi pelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat, tanggapi respon siswa dengan segera, jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar. 3) Langkah mengakhiri atau menutup ceramah Ceramah harus ditutup agar materi pelajaran yang sudah dipahami dan dikuasai siswa tidak dilupakan kembali. Hal ini dapat dilakukan dengan
membimbing
siswa
untuk
menarik
kesimpulan
atau
merangkum materi pelajaran yang baru saja disampaikan, merangsang siswa untuk menanggapi atau memberi semacam ulasan tentang materi pembelajaran yang telah disampaikan, melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang baru saja disampaikan (Sanjaya, 2011).
Universitas Sumatera Utara