22
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Lipid Lipid merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air. Sifat kelarutan lipid sangat bergantung pada struktur umumnya dan ini juga menjadi dasar penggolongan jenis lipid. Lipid dapat digolongkan menjadi tiga golongan utama yaitu: lipid sederhana (seperti gliserida dan lilin), lipid majemuk (seperti fosfolipid, sulfolipid, aminolipid dan lipoprotein) dan turunan lipid (seperti asam lemak, gliserol, sterol, lemak alkohol, lemak aldehid dan lemak keton) (Andarwulan, dkk. 2011). Jenis-jenis lipid digambarkan pada Gambar 2.1 CH3
H3C O CH2
CH(CH2)7CH3
(CH2)7CH
O C
CHCH2CH2CH2CH CH3 CH3
O CH O C(CH2)14CH3 O CH2
HO (b)
O C(CH2)14CH3
O (a)
+ CH2OPOCH2CH2NH3 O
CH3(CH2)7CH
O
CH3(CH2)18CO(CH2)21CH3
-
CH(CH2)7COCH
(d)
CH3(CH2)12CH
O CH2OC(CH2)16CH3 (c)
O
CHCH O
CH3(CH2)22CNHCH HOCH2 CH2 OO HO OH OH (e)
OH
CH3
23
CH3
CHCH2OH
CHCH2CH2C
CHCH2CH2C
CH3C
CH3
CH3
C
(f)
O
O
H2C HC
CHCH2CH2CH2C
CHCH2CH CHCH
OH
OH
CHCHCH2CH2CH2CH2CH3 OH (g)
Gambar
2.1
Jenis-jenis Lipid (a) lemak triacygliserol; (b) steroid; (c) phosphoglyceride; (d) lilin; (e) glicolipid; (f) terpene; (g) prostaglandin (Salomon, 1987)
Gliserol dan ester asam lemak adalah komponen terbesar lipid yang jumlahnya mencapai 99% dari seluruh komponen lipid yang secara alami terdapat pada lemak hewan maupun tumbuhan, dan komponen ini dinamakan lemak atau minyak. 2.2 Lemak dan Minyak Lemak dan minyak adalah bagian lipid yang berlimpah di alam. Kedua jenis senyawa ini dapat disebut sebagai trigliserida yaitu ester yang tersusun dari tiga asam lemak bergabung dengan gliserol, alkohol trihidroksida (Baum, 1982 ; Fessenden, 1989) O
R'COOH
+
HC OH
HOH
H2C O C R
H2C OH
RCOOH
katalis
O HC O C R'
+
HOH
O R"COOH tiga asam lemak
H2C OH
H2C O C R''
gliserol
trigliserida
HOH
Gambar 2.2 Reaksi pembentukan trigliserida dari asam lemak dan gliserol Lemak atau minyak dapat diperoleh dari dua sumber yaitu sumber hewani dan nabati. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan
24
gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak (Baum, 1982). Pada masingmasing sumbernya, lemak dan minyak memiliki kadar dan komposisi yang berbedabeda. Perbedaan inilah yang menyebabkan setiap jenis lemak atau minyak mempunyai karakteristik fisik-kimia yang berbeda pula. Sebagai contoh lemak hewani pada suhu kamar berwujud padat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar komponennya terdiri dari asam lemak jenuh pada rantai karbonnya. Sedangkan pada minyak nabati pada suhu kamar berwujud cair karena banyak mengandung asam lemak yang tidak jenuh. (Manurung, 2013; Wilbraham, 1992). Meskipun lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair, keduanya memiliki struktur organik dasar yang sama (Heart, 1990) Tabel 2.1 Perbedaan Umum Antara Lemak Nabati dengan Lemak Hewani Lemak hewani
Lemak nabati
Mengandung kolesterol
Mengandung filtosterol
Kadar asam lemak jenuh lebih kecil
Kadar asam lemak jenuh lebih besar
Mempunyai bilangan Reichert-meissl Mempunyai bilangan polenske lebih lebih besar
besar
Suatu lemak tertentu biasanya mengandung campuran dari trigliserida yang berbeda panjang dan derajat ketidakjenuhan asam-asam lemaknya (Cheristie, 1982). Lemak juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak esensial (essensial fatty acid = EFA). Asam lemak esensial merupakan asam lemak yang tidak dapat dibentuk tubuh dan harus tersedia dari luar (berasal dari makanan). Jenis asam lemak esensial yang memegang peranan penting bagi tubuh adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Ketiganya mengandung ikatan rangkap (dua atau lebih) termasuk ke dalam kelompok asam lemak tak jenuh poli (polyunsaturated fatty acid = PUFA) (Suharjo, dkk., 1987)
25
Satu sifat yang khas dari lemak dan minyak adalah daya larutnya dalam pelarut organik seperti karbon tetraklorida, petroleum eter, dietil eter, n-heksan (Lawson, 1985) dan ketidak larutannya dalam pelarut air (Sudarmadji, dkk., 1989). Lemak dapat diekstraksi dengan pelarut non polar. Senyawa organik ini terdapat dalam semua sel dan berfungsi sebagai sumber energi, komponen struktur sel, sebagai simpanan bahan bakar metabolik, sebagai komponen pelindung dinding sel, dan juga sebagai komponen pelindung kulit vertebrata (Girindra, 1988). 2.3 Ekstraksi Minyak dan Lemak Ekstraksi adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan mengocok menggunakan pelarut organik yang sesuai. Lemak dan minyak tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam bahan pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipid adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Penetapan minyak atau lemak dapat dilakukan dengan mengekstraksi bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut eter atau pelarut minyak lainnya setelah contoh uji dihancurkan dengan cara digiling. Prosedur yang dilakukan saat ekstraksi adalah larutan yang ingin dipisahkan ditempatkan dalam corong pemisah. Sejumlah kecil pelarut organik misalnya eter atau kloroform ditambahkan ke dalamnya. Pelarut organik yang larut dengan air akan membentuk lapisan terpisah. Mulut corong ditutup dengan stopper dan tangan mengguncangkan isi corong pemisah. Zat terlarut akan lebih larut dalam pelarut organik sehingga berpindah ke dalamnya. Lapisan pelarut kemudian dipisahkan dengan membuka keran dan mengeluarkan lapisan bawah seluruhnya. Bahan organik terlarut akhirnya diperoleh dengan penyulingan pelarut. Hasil tersebut akan lebih baik jika diekstrak dua atau ketiga kali. (Arun, 2005)
26
Ekstraksi sokletasi sangat baik digunakan untuk ekstraksi lemak dan minyak dari biji-bijian juga alkaloid dari tumbuhan. Zat organik yang akan diperoleh dari padatan dapat diekstraksi dengan pelarut organik dimana zat pengotor tidak ikut terlarut. Dalam prakteknya ekstraksi dari padatan dilakukan dengan alat khusus yaitu soxhlet (Gambar 2.3). Dengan alat soxhlet akan memperoleh hasil ekstraksi maksimum dengan jumlah pelarut yang terbatas (Arun, 2005)
Gambar 2.3 Soxhlet Menurut Wasti et al. (2013) menyatakan bahwa lemak juga dapat diekstraksi dengan memotong kecil bagian lemak kemudian lemak tersebut direndam ke dalam kloroform atau petroleum ether dan campuran tersebut diaduk pada kecepatan 200 rpm selam tiga jam. Sampel disaring dan siap untuk dianalisis 2.4 Kandungan Gizi pada Otak Sapi dan Otak Kambing Menurut Putra (2004) menyatakan bahwa otak adalah salah satu hasil ikutan dari pemotongan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Otak memiliki kadar lemak sebesar 9,3% dengan kadar air 78,3% dan kadar protein sebesar 9,8%. Lemak ini tidak digunakan sebagai sumber energi melainkan sebagai komponen struktural yang merupakan bagian integral dari jaringan otak. Lemak yang terdapat pada otak didominasi oleh kolesterol dan fosfolipid yang kaya dengan asam Asam Lemak Tak jenuh, khususnya asam lemak n-3 jenis DHA
27
(decohexaenoic acid) dan diikuti asam lemak n-6 jenis AA (arachidonic acid) (Crawford, 1993). Hal ini dapat diintepretasikan bahwa DHA dan AA merupakan factor penting dalam sifat fungsional otak dan merupakan unsur penting dalam makanan. Menurut Putra (2004), otak memiliki tekstur yang sangat lembut dengan cita rasa yang lezat. Tekstur yang lembut tersebut dipengaruhi oleh tingginya kadar air, protein dan fosfolipid untuk menjaga kestabilan emulsi lemak otak, sedangkan flavor yang lezat tersebut kemungkinan karena kadar lemak yang cukup tinggi, sehingga kelarutan bumbu menjadi lebih baik. Faktanya, otak sapi dan otak kambing mengandung nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan organ lainnya. Otak sapi dan otak kambing juga mengandung minyak alami yang sehat. Namun selain itu otak sapi dan otak kambing juga memiliki kandungan asam lemak dan kolesterol. Menurut Ensminger et al. (1994), otak sapi yang telah dimasak memiliki kadar lemak sebesar 27,5 % dengan kadar protein sebesar 24,5% dan kadar air sekitar 47%. Selain lemak dan protein, otak juga kaya akan vitamin dan mineral.
Gambar 2.4 Otak Sapi
Gambar 2.5 Otak Kambing
2.4.1 Asam Lemak Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang.
28
Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda. (Wilbraham, 1992) Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon 4-24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Johnson, et all., 1971). Asam lemak mempunyai berat molekul yang paling besar di dalam molekul gliserida yang merupakan bagian reaktif, sehingga asam lemak mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap lemak dan minyak. Asam lemak ini masih dibedakan antara asam lemak yang jenuh dan tidak jenuh. Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat diidentifikasi sebagai bagian dari lemak mempunyai atom C4 hingga C26. Asam palmitat C16 terdapat paling banyak, Senyawa tersebut merupakan bagian dari hampir semua lemak. Asam-asam lemak yang rantai karbonya mengandung ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh. Derajat ketidakjenuhan dari asam lemak tergantung pada jumlah rata-rata dari ikatan rangkap di dalam asam lemak. Pada asam lemak tak jenuh masih dibedakan antara asam yang mempunyai bentuk tunggal. Bentuk yang lain adalah asam konjugasi dimana antara atom-atom C yang tertentu terdapat ikatan tunggal dan ikatan rangkap berganti-ganti (Sastrohamidjojo, 2005) Asam lemak bentuk cis mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk trans dengan panjang rantai yang sama. Panjang rantai karbon juga mempengaruhi titik cair. Pada asam lemak jenuh, titik cair semakin meningkat dengan semakin panjangnya rantai karbon. Pada asam lemak tidak jenuh, titik cair akan semakin menurun dengan bertambahnya ikatan rangkap, sehingga asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh dengan jumlah karbon yang sama (Sastrohamidjojo, 2005). Daging dipandang sebagai sumber utama lemak dan terutama asam lemak jenuh dalam makanan (Wood, 2002). Jumlah lemak pada daging juga dipengaruhi
29
oleh
perbedaan
spesies
yakni
dalam
proses
pencernaannya
dan
perkembangbiakannya. Komposisi asam lemak juga berbeda-beda pada setiap daging hewan tegantung pada jumlah lemak yang terkandung dalam karkas dan otot setiap hewan (Wood, 2007) Menurut Hermanto, dkk (2008) pada daging sapi kandungan asam lemak rantai pendek C8-C12 sangat rendah namun berbeda dengan asam lemak jenuh rantai panjang (C16:0, C18:0 dan C20:0) kandungannya jauh lebih besar dibandingkan dengan lemak babi dan lemak ayam, sedangkan untuk asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) cukup bervariasi. Menurut Correa, (2011) daging kambing memiliki lemak jenuh yang rendah dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging babi dan daging domba. Daging kambing juga menunjukkan nilai kalori, lemak total dan kolesterol yang rendah bila dibandingkan dengan daging lainnya. Perbandingan dari komposisi nutrisi pada daging dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Komposisi Nutrisi daging kambing dan jenis daging lainnya per 3 oz (Correa, 2011) Nutrisi
Kambing
Ayam
Sapi
Babi
Domba
Kalori
122
162
179
180
175
Lemak (g)
2,6
6,3
7,9
8,2
8,1
Lemak Jenuh (g)
0,79
1,7
3,0
2,9
2,9
Protein (g)
23
25
25
25
24
Kolesterol (mg)
63,8
76,0
73,1
73,1
78,2
* oz: Ounce (Ons) dimana 1Ounce = 28,350 g, maka 3 Ounce = 85,05 g
30
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak pada sampel daging sapi, ayam, babi (Hermanto, 2008) Asam Lemak
Persentasi Asam Lemak (%) Lemak Sapi
Lemak Ayam
Lemak Babi
Asam Kaprilat C8:0
td
td
0.01
Asam Kaprat C10:0
td
td
0.04
Asam Laurat C12:0
0.34
td
0.1
Asam Miristat C14:0
4.36
0.74
1.07
AsamPalmitat C16:1
1.40
7.01
1.78
Asam Palmitat C16:0
29.40
27.24
7.01
Asam Margarat C17:0
1.74
td
0.5
Asam Linoleat C18:2
1.17
16.36
24.94
Asam Oleat C18:1
20.53
38.35
40.74
Asam Stearat C18:0
31.26
5.56
13.95
Asam Arakidonat C20:4
td
0.87
0.43
Asam Eikosenar C20:1
td
0.41
td
Asam Arakat C20:0
0.33
td
0.3
* td: tidak terdeteksi Analisis asam lemak dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain ekstraksi, metilasi, injeksi dan pembacaan sampel dengan kromatogram. Tahapan ekstraksi terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode Soxhlet. Pada tahap ini akan diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut kemudian ditimbang untuk dilanjutkan pada tahap metilasi. Pada tahapan metilasi dilakukan untuk membentuk senyawa turunan dari senyawa asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak dirubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas (Gifari, 2011)
31
Tabel 2.4 Komposisi Lemak Pada Sampel Daging Kambing per 100g (USDA National Nutrient Database for Standard Reference dalam Noor, 2008) Lemak
Nilai per 100 g
Total Asam Lemak Jenuh
0,710
Asam Kaprat 10:0
0,000
Asam Laurat 12:0
0,000
Asam Miristat 14:0
0,030
Asam Palmitat 16:0
0,330
Asam Stearat 18:0
0,330
Total asam lemak monosaturated
1,030
Asam Palmitoleat 16:1
0,040
Asam Oleat 18:1
0,940
Total asam lemak poliunsaturated
0,170
Asam Linoleat 18:2
0,100
Asam linolenat 18:3
0,020
Asam Arakidonat 20:4
0,060
Kolesterol
57 mg
2.4.2 Kolesterol Kolesterol adalah salah satu komponen lemak dan merupakan salah satu zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh selain karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral. Kolesterol merupakan metabolit yang mengandung lemak sterol (waxy steroid) yang ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam darah (Muariefin, 2013). Menurut Maynard et all (1969) kolesterol adalah sterol golongan lipida terpenting yang terdapat dalam jaringan hewan. Dengan demikian metabolism kolesterol erat hubungannya dengan metabolism lipid. Kolesterol mempunyai fungsi
32
fisiologis yang penting dan muncul pada semua jaringan-jaringan ternak baik dalam bentuk bebas ataupun bentuk ester (Price et all., 1971). Kolesterol memiliki struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.6. Dilihat dari struktur kimianya, kolesterol merupakan kelompok steroid, yaitu suatu zat yang termasuk ke dalam golongan lipid. Steroids ialah lipid yang memiliki struktur kimia khusus. Struktur ini terdiri atas 4 cincin atom karbon dan memiliki formula C27H45OH (Ganong, 1983) H2 C
H3C CH CH3 CH3 C A
D
CH2 C H2
H C
CH3
CH3
B
HO
Gambar 2.6 Kolesterol (Tai, 1999) Kolesterol merupakan produk khas hasil metabolisme hewan. Tumbuhan tidak mengandung kolesterol tetapi mengandung jenis sterol yang lain yaitu fitosterol (Brown, 2008). Kolesterol hanya terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti daging, ikan, telur, susu, otak, dan jeroan (Bennion, 2004). Kebanyakan daging dan makanan yang berasal dari produk hewani seperti telur, mentega, keju dan krim sangat kaya akan kolesterol. Pada lemak daging sapi, domba, dan babi mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan ikan dan unggas. Kolesterol memiliki keberadaan paling besar dalam membran sel dan dalam jaringan otak dan saraf. Sekitar 17 persen dari berat kering otak terdiri atas kolesterol. Dengan demikian, tanpa kolesterol, struktur otak tidak mungkin terbentuk dengan sempurna (Muariefin, 2013).
33
Tabel 2.5 Kandungan Kolesterol dalam jaringan Daging Sapi dan Daging Kambing per 3 oz (USDA Nutrient Database for Standard Reference, Release 14 (2001)) Jaringan
Kolesterol (mg)
Daging Sapi
73.1
Daging Kambing
63.8
Kandungan kolesterol dari jeroan jauh lebih tinggi dibanding daging. Jeroan juga mengandung kadar purin yang cukup tinggi, yang bisa menyebabkan penyakit asam urat. Masakan Otak Sapi adalah salah satu makanan yang mengandung kadar kolesterol dan asam lemak jenuh yang tinggi. Kandungan kolesterol dalam 10 g otak sapi adalah 2.100 mg dan kandungan asam lemak jenuhnya 1,8 g/Ons sedangkan terdapat 2,02 % kandungan kolesterol dalam 15 g otak kambing atau setara dengan 0,303 g per 15 g. Hati atau lever bahkan memiliki kadar kolesterol lebih tinggi, yaitu mencapai 564 mg per 100 gram. padahal batas konsumsi kolesterol bagi orang normal adalah 300 mg per hari. Secara umum, semua jenis jeroan memang kurang baik untuk kesehatan (Sihombing, 2013). Kolesterol yang ada dalam tubuh selain berasal dari makanan asal hewani atau eksogenus (hanya 50 persen kolesterol dari makanan dapat diserap usu, sisanya 50 persen lolos sebagai bagian dari feses) juga dapat disintesis sel-sel tubuh sendiri (endogenus) terutama oleh sel hati. (Arnim, 1992) Kolesterol tidak dapat disirkulasikan dalam aliran darah dengan sendirinya karena kolesterol tidak larut dalam cairan darah. Oleh karena itu agar dapat dikirim ke seluruh tubuh perlu dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut lipoprotein yang dapat dianggap sebagai ‘pembawa’ (carier) kolesterol dalam darah. Ada dua jenis lipoprotein yang membawa kolesterol dalam darah:
34
1. Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak didalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri. Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner sekaligus target utama dalam pengobatan. 2. Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) Kolesterol ini tidak berbahaya. Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati, untuk diproses dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah). Rendahnya level kolesterol HDL dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan melekat pada dinding arteri kemudian akan berkembang dan disebut sebagai plak. Plak dapat mempersempit dan menyebabkan pengerasan pada pembuluh darah sehingga dapat menyumbat pembuluh darah. Kondisi ini disebut dengan aterosklerosis (Wehrman, 1997) Penentuan kolesterol secara akurat menjadi suatu hal yang penting karena berhubungan erat dengan terjadinya penyakit jantung koroner. Metode untuk menganalisis kolesterol dapat dilakukan dengan prosedur untuk spektroskopi, gravimetri (Sweeney, et al., 1976). Metode yang berdasarkan proses enzimatis di gabungkan dengan spektrofometri untuk analisis kolesterol dalam darah tidak dapat dilakukan dalam bahan makanan. (Touchstone, 1986 ; Jiang, et al., 1991) 2.5 Esterifikasi dan Transesterifikasi Esterifikasi adalah tahap konversi asam lemak bebas menjadi ester, dengan mereaksikan asam lemak dengan alkohol. Asam lemak bebas yang diperoleh dari
35
sampel melalui proses hidrolisis ditambahkan dengan methanol (CH3OH) dan asam kuat H2SO4 sebagai katalis sehingga terbentuk senyawa metil ester. Proses esterifikasi ini dilakukan untuk keperluan analisis kadar asam lemak menggunakan GC-MS. Hal ini dikarenakan asam lemak yang diperoleh dari hidrolisis bersifat non-volatile (tidak mudah menguap), sementara syarat senyawa yang diperlukan untuk keperluan analisa harus bersifat volatile. Sehingga diperlukan adanya konversi asam lemak bebas menjadi senyawa metil ester. Senyawa metil ester sendiri bersifat volatile atau mudah menguap. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makanan untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo, et al., 1997). Modifikasi ester asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara : a. Esterifikasi O R C OH Asam Karboksilat
O
+
R'
OH
+
R C O R'
H O H
ester
alkohol
Pengubahan asam lemak bebas menjadi ester dengan mereaksikan asam lemak dengan alkohol b. Interesterifikasi O
O R C O R'
+ R"
ester 1
O
O
C O R* ester 2
R C OR* ester 3
+
R"
C OR' ester 4
Pertukaran gugusan antara dua buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat katalis. c. Alkoholisis O R C OR' + R" OH asam karboksilat alkohol
O R C OR" ester
+
R'
OH
Reaksi suatu asam karboksilat dengan alkohol untuk membentuk ester.
36
Kedua reaksi yang terakhir diatas dikelompokkan menjadi reaksi transesterifikasi (Gandhi, 1997). Transesterifikasi disebut juga alkoholisis adalah pertukaran antara alkohol dengan suatu ester untuk membentuk ester lain pada suatu proses yang mirip dengan hidrolisis, kecuali pada penggunaan alkohol untuk menggantikan air. Proses ini telah digunakan secara luas untuk mengurangi viskositas trigliserida. Reaksi antara minyak (trigliserida) dan alkohol disebut transesterifikasi. Alkohol direaksikan dengan ester untuk menghasilkan ester baru, sehingga terjadi pemecahan senyawa trigliserida untuk mengadakan migrasi gugus alkil antar ester. (Widyastuti, 2007) Alkoholisis adalah reaksi reversible yang terjadi pada temperatur ruang, dan berjalan dengan lambat tanpa adanya katalis. Katalis yang biasa dipergunakan untuk mempercepat reaksi ini adalah suatu asam anorganik seperti HCl dan H2SO4. O R C OH + as. karboksilat
R' OH alkohol
H2SO4 / HCL
O R C OR' ester
+
H O H
Cara lain adalah melewatkan H2SO4 ke dalam campuran reaksi tersebut dan di refluks (metode Fischer-Speier). Alkoholisis tanpa menggunakan katalis dapat juga dilakukan dengan menggunakan satu molekul asam karboksilat & satu molekul alkohol namun hasilnya sedikit, dan untuk meningkatkan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu pereaksi secara berlebihan. Pertambahan hasil juga dipengaruhi oleh dehidrasi atau menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambah pelarut non polar seperti benzene dan kloroform sehingga ester yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang digunakan. Asam organik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat tersebut yang akan berperan sebagai substrat.
37
2.6 Analisis Asam Lemak dengan GC-MS Syarat dilakukannya analisis kadar asam lemak menggunakan GC-MS adalah sampel senyawa harus bersifat volatile, sehingga jika sampel yang diperoleh dalam bentuk non volatile diperlukann adanya konversi asam lemak bebas menjadi senyawa metil ester. Kromatografi adalah metode fisika untuk pemisahan komponen-komponen yang terdistribusi antara dua fasa. Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen-komponen campuran diantara fasa stasioner dan fasa gerak (Panagan dkk., 2011). Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) adalah dua metode analisis yang dihubungkan untuk dikombinasikan menjadi metode analisa campuran suatu senyawa kimia. Dengan menggabungkan dua metode ini, maka dapat diketahui senyawa apa saja yang terkandung dalam suatu campuran, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Rochmasari, 2011) Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran (Riyanto, 2013). Kromatografi gas disini berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan spectrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Spektrometer massa merupakan alat analisis yang mempunyai kemampuan aplikasi yang paling luas, yang dapat dipergunakan untuk memperoleh informasi mengenai komposisi sampel dasar dari suatu bahan, struktur dari molekul anorganik, organik dan biologi, komposisi kualitatif dan kuantitatif dari kompleks, struktur dan komposisi dari permukaan padat dan perbandingan isotropic atom-atom di dalam sampel (Skoog et all., 1997).
38
Prinsip Kromatografi gas yaitu teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya berkisar 50-350˚C) bertujuan untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Riyanto, 2013). Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase stasioner berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003). Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solute dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Detektor akan memberikan sinyal yang kemudian ditampilkan dalam computer sebagai kromatogram. Pada kromatogram sumbu x menunjukkan waktu retensi, Rt (Retention time, waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi berakhir), sedangkan sumbu y menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor selain memberikan sinyal sebagai kromatogram, komponen yang telah terpisah akan ditembak dengan elektron elektron sehingga akan terpecah menjadi fragmen-fragmen dengan perbandingan massa dan muatan tertentu (m/z). Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk: 1. Menentukan massa suatu molekul 2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spektra) 3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya Ketika uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer massa, maka zat ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini mempunyai energi yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa sehingga akan memberikan ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+). Ion molekul
39
cenderung tidak stabil dan terpecah menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil. Fragmen-fragmen ini yang akan menghasilkan diagram batang (Dachriyanus, 2004). Fragmen-fragmen dengan m/z ditampilkan computer sebagai spektra massa, dimana sumbu x menunjukkan perbandingan m/z sedangkan sumbu y menunjukkan intensitas. Dari spektra tersebut dapat diketahui struktur senyawa dengan cara membandingkan dengan spektra massa senyawa standar dari literatur. Pendekatan pustaka terhadap spekta massa dapat digunakan untuk identifikasi bila indeks kemiripan atau Similarity Indeks (SI) ≥ 80% (Howe, et al., 1981)
Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk
analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium. Kromatografi gas merupakan kunci dari suatu teknik analitik dalam pemisahan komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah. Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan identitas atau struktur untuk setiap puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem tidak bagus (Mcnair, 2009). 2.7 Analisis Kolesterol dengan HPLC High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan pengembangan dari kromatografi kolom terbuka. HPLC digunakan untuk analisis senyawa yang non volatile dan thermolabile (Riyanto, 2013). Kadar kolesterol di dalam bahan pangan dapat diukur dengan berbagai metode, salah satunya dengan HPLC. Prosedur analisis yang dilakukan diawali dengan menyiapkan larutan standar kolesterol, menyiapkan sampel untuk memperoleh larutan sampel, dan kandungan kolesterol dapat ditentukan dengan HPLC (Setianingrum, 2011)
40
Prinsip kerja HPLC: dengan bantuan pompa fase gerak dialirkan melalui kolom ke detektor. Sampel yang dilarutkan dalam solvent, dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara injeksi. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponenkomponen campuran karena perbedaan kekuatan interaksi antara analit (solut-solut) dengan stationary phase pada kolom. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa diam maka solute-solute tersebut akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Persamaan dari penggunaan Gas Chromatography (GC) dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah keluarannya yang berupa kromatogram. Selain itu keuntungan pemakaian HPLC dibandingkan dengan pemakaian GC adalah kemampuan menganalisis sampel yang unvolatile dan labil pada suhu tinggi.