BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pengendalian Intern Agoes (2009:232) Pengendalian intern berkaitan dengan proses-proses dan praktik-praktik dengan mana manajemen suatu organisasi berusaha untuk memastikan bahwa keputusan-keputusan dan aktivitas-aktivitas yang disetujui benar-benar diambil dan dilaksanakan. Arens (2006:370) manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam melaksanakan sistem pengendalian intern yang efektif adalah: 1.
Reliabilitas Pelaporan Keuangan. Dalam hal ini manajemennya bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi para investor, kreditor, dan pemakai lainnya.
2.
Ketaatan pada Hukum dan Peraturan. Section 404 mengharuskan semua perusahaan publik mengeluarkan laporan tentang keefektifan pelaksanaan pengendalian intern atas laporan keuangan.
3.
Efisiensi dan Efektifitas Operasi. Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong pemakaian sumber daya secara efisien dan efektif untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan.
Menurut Hermawan (2008:1) pengendalian intern merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalagunaan, memastikan bahwa informasi perusahan akurat dan memastikan bahwa perundang-undangan dan peraturan dipatuhi sebagai mana mestinya. 2.1.2 Sistem pengendalian intern. Menurut Mulyadi (1993:165) meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipenuhinya kebijakan manajemen. Berdasarkan tujuannya sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a.
Pengendalian akuntansi yang meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.
b.
Pengendalian intern administratif yang meliputi struktur organisasi, metoda dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensien dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
2.1.3 Tujuan Pengendalian Intern
Tunggal (2000:2) menyatakan bahwa tujuan pengendalian intern yang efektif dapat digolongkan sebagai berikut: 1.
Untuk menjamin kebenaran data akuntansi, manajemen harus memiliki data akuntansi yang dapat di uji ketepatannya untuk melaksanakan operasi perusahaan.
2.
Untuk mengamankan harta kekayaan dan catatan pembukuannya, pengendalian intern dibentuk guna mencegah atau menemukan harta yang hilang dan catatan pembukuan pada saat yang tepat.
3.
Untuk menggalakan efisiensi usaha, pengendalian dalam suatu perusahaan juga dimaksudkan untuk menghindari pekerjaan-pekerjaan berganda yang tidak perlu, mencegah pemborosan terhadap semua aspek usaha termasuk pencegahan terhadap penggunaan sumbersumber dana yang tidak efisien.
4.
Untuk mendorong ditaatinya kebijakan pimpinan yang telah di gariskan, dalam hal ini manajemen menyusun prosedur dan peraturan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengendalian intern memberikan jaminan akan ditaatinya prosedur dan peraturan tersebut oleh perusahaan.
2.1.4 Unsur-unsur Pengendalian Intern Unsur- unsur sistem pengendalian intern menurut Mulyadi (2001:165) terdiri atas: 1.
Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.
Pembagian
tanggung
jawab
fungsional
dalam
organisasi
ini
didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: a. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi. b. Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap transaksi. 2.
Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kelayakan, utang, pendapatan dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terdiri atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui transaksi tersebut. Formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan wewenang untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi dalam organisasi. Disamping itu merupakan dokumen yang dipaakai sebagai dasar pencatatan dalam catatan akuntansi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin alat yang direkam dalam formulir dicatat dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalannya yang tinggi. Denagn demikian sistem otorisasi akan menjamin dihasilkannya dokumen pembukuan yang dapat dipercaya bagi proses akuntansi.
3.
Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang serta prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak dicipatakan cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat dalam pelaksanaanya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah: a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak. b. Pemeriksaan mendadak. c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi. d. Perputaran jabatan. e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. f. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatanya. Pembentukan unit organisasi yang bertugas mengecek efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian intern yang lain. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Jika perusahaan memiliki
yang kompeten
dan jujur, unsur
pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas minimum, dan perusahaan tetap mampu
menghasilkan pertanggung jawaban
keuangan yang dapat diandalkan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi tanggung jwawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efisien dan efektif.
2.1.5 Batas-batas Pengendalian Intern Pengendalian intern suatu perusahaan memiliki keterbatasan bawaan yang melekat, Sunarto (2003: 139): 1. Kesalahan dalam pertimbangan. Sering kali manajemen dan personel lain, dapat melakukan kesalahan dalam melakukan pertimbangan keputusan bisnis yang di ambil atau dalam melaksanakan tugas rutin, karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain. 2. Gangguan. Gangguan lain dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan. 3. Kolusi Tindakan yang dilakukan bersama-sama oleh beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan bobolnya pengendalian intern yang dibangun untuk melindungi kekayaaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian intern yang dirancang. 4. Pengabaian manajemen
Manajemen dapat mengabaiakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu. 5. Biaya versus manfaat Biaya diperlukan untuk mengoprasikan pengendalian intern yang tidak boleh melebihi manfaat yang dihaapkan dari pengendalian intern tersebut. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupuan manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan, manajemen harus memeperkirakan dan memeprtimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaat pengendalian intern. Oleh karena itu, walaupun pengendalian intern untuk suatu hal diperlukan namun, kadang-kadang tidak diterapkan oleh perusahaan karena biaya penyelenggaraan atau pengorbanan tidak sepadan dengan manfaatnya. 2.1.6 Prinsip-prinsip Pengendalian Intern. Adapun prinsip-prinsip pengendalian intern yang pokok dapat diterapkan pada semua perusahaan, Tujuh prinsip pengendalian intern yang pokok, menurut AlJusup (2005:4) meliputi: 1. Penetapan tanggung jawab secara jelas. Untuk menciptakan pengendalian intern yang baik, manajemen harus menciptakan tanggung jawab secara jelas. Setiap orang memiliki tanggung jaawab tidak jelas dan terjadi kesalahan, maka akan sulit untuk mencari siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Sebagai berikut, bila duaorang bertugas bagian penjualan menggunakan
satu buah peti penyimpanan uang yang sama dan terjadi kekurangan kas, maka akan sulit untuk mencari petugas mana yang telah melakukan kesalahan, biasanya mereka akan saling menyalahkan, dan saling melempar tanggung jawab. Untuk mengatasi hal semacam itu, manajamen dapat menyediakan peti penyimpanan uang yang khusus untuk setiap petugas, atau salah satu petugas diberi tanggung jawab untuk menangani pemberian uang kembali. 2. Penyelenggaraan pencatatan yang memadai. Untuk melindungi aktiva danmenjamin bahwa semua karyawan melaksanakan prosedur yang ditetapkan, diperlukan pencatatan yang baik. Catatan yang bisa dipercaya akan menjadi sumber informasi yang dapat digunakan manajemen untuk memonitor operasi perusahaan. 3. Pengasuransian kekayaan dan karyawan perusahaan. Kekayaan
perusahaan
harus
diasuransikan
dengan
jumlah
pertanggungan yang memadai. Demikian pula karyawan yang menangani kas dan surat-surat berharga harus dipertanggungkan. Salah satu cara memepertanggungkan karyawan ialah dengan membeli polis asuransi atas kerugian akibat pencurian oleh karyawan. Cara seperti ini akan dapat mengurangi pencurian, karena perusahaan asuransi (penanggung) akan melakukan pengusutkan, seandainya terjadi kekurangan (kehilangan kas). 4. Pemisahan pencatatan dan penyimpanan aktiva
Prinsip pokok pengendalian intern mensyaratkan bahwa pegawai yang menyimpan atau bertanggung jawab atas aktiva tertentu tidak diperkenan kan mengurusi catatan akuntansi atas aktiya yang bersangkutan.
Apabila
bertanggung jawab
atas
prinsip
ini
diterapkan,
pegawai
yang
suatu aktiva cenderung untuk
tidak
memanipulasi atau mencuri aktiva yang menjadi tanggung jawabnya, karena ia tahu bahwa ada orang lain yang menyelenggarakan pencatatan atas aktiva tersebut. Di lain pihak, pegawai yang menyelenggarakan pencatatan tidak mempunyai alasan untuk membuat catatan yang tidak benar, karena kativa yang bersaangkutan berada ditangan orang ain. Prinsip ini harus dapat diterobos melalui persengkokolan. 5 Pemisahan tanggung jawab atas transaksi yang berkaitan. Pertanggung jawaban atas transaksi yang berkaitan atau bagian-bagian dari transaksi yang berkaitan harus ditetapkan pada orang-orang atau bagian-bagian dalam perusahaan, sehingga pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang akan diperiksa oleh orang lain. Cara seperti itu tidak perlu mengakibatkan duplikasi pekerjaan, karena pegawai tidak perlu mengulangi pekerjaan yang telah dilakukan oleh orang lain. 6. Penggunaan peralatan mekanis (jika memungkinkan). Apabila keadaan memungkinkan, sebaiknya perusahaan menggunakan peralatan-peralatan mekanis. Seperti kas register, check protector, mesin pencatat waktu, danperalatan mekanisme lainnya. Kas register yang memiliki pita pencatat terkunsi didalamnya, akan mencatat semua
transaksi penjualan tunai. Check protector yang dapat membuat perforasi menegnai jumlah rupiah setiap check, akan bermanfaat untuk menghindari terjadinya penggantian angka rupiah pada cek. Mesin pencatat waktu akan dapat mencatat dengan tepat saat pegawai mulai masuk kerja dan meninggalkan tempat kerjanya. 7. Pelaksanaan pemeriksaan secara independen. Apabila suatu sistem pengendalian intern telah dirancang dengan baik, penyimpanan tetap mungkin terjadi sepanjang waktu. Apabila terjadi penggantian karyawan atau karyawan mengalami kelelahan, maka prosedur yang telah ditetapkan mungkin diabaikan atau dilangkahi. Oleh karenaitu perlu dilakukan pengkajian ulang secara teratur, untuk memastikan bahwa prosedur-prosedur telah diikuti dengan benar. Pengkajian ulang itu harus dilakukan oleh pemeriksa intern yang tidak terlihat langsung dalam operasi perusahaan. Apabila pemeriksaan intern berkedudukan independen, maka ia dapat melakukan evaluasi mengenai efisiensi operasi secara menyeluruh dan efektif tidaknya sistem pengendalian intern. 2.1.7 Komponen Pengendalian Intern. Laporan COSO mengidentifikasikan lima komponen pengendalian intern yang saling berhubungan. Setiap komponen tersebut mencakup sejumlah kebijakan dan prosedur pengendalian yang diperlukan untuk mencapai tujuan entitas dalam masing-masing tiga kategori dari tujuan
yang sebelumnya diidentifikasikan, pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi. Dalam bukunya “Modern Auditing” edisi ketujuh . Boyton et al. menjelaskan setiap komponen sebagai berikut: 1.
Lingkungan pengendalian Lingkungan pengendalian menetapkan suasana dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orangorangnya. Lingkungan pengendalian merupakan pondasi dari semua kompenen pengendalian intern lainnya yang menyediakan disiplin dan terstrukur. Sejumlah faktor membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas yang diantaranya adalah sebagai berikut: a. Intergritas dan nilai etika Bagian dari bisnis seperti karyawan, pelanggan, pemasok dan masyarakat umum meminta peningkatan standar yang tinggi dari intergritas dan nilai etika sebagai bagian dari manajer bisnis. Laporan COSO mencatat bahwa manajemen dari entitas yang dikelola dengan baik telah semakin menerima pandangan bahwa “etika dibayar bahwa prilaku yang etis merupakan usaha yang baik”. Dalam rangka menekankan pentingnya integritas dan nilai etika diantara semua personel dalam organisasi, CEO dan anggota manajemen puncak lainnya harus:
1. Menetapkan
suasana
melalui
contoh
mendemonstrasikan
integritas dan mempraktikan standar yang tinggi dari prilaku etis. 2. Mengkomunikasikan kepada semua karyawan, baik secara verbal maupun melalui pernyataan kebijakan tertulis dan kode etik prilaku. 3. Memberikan Bimbingan moral kepada karyawan yang memiliki latar belakang moral kurang baik. 4. Mengurangi danmenghilangkan insentif dan godaan yang dapat mengarahkan individu untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, melawan hukum, atau tidak etis. b. Komitmen terhadap kompetensi. Untuk mencapai tujuan entitas, personel di setiap tingkat organisasi harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang diperlukan, dan bauran dari intelegensi, pelatihan, dan pengalaman yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Komitmen terhadap kompetensi mencakup pertimbangan manajemen atas pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan. c. Dewan direksi dan komite audit Komposisi dari dewan direksi dan komite audit dan cara melaksanakan tanggung jawab atas kekuasaan dan kekeliruan memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan pengendalian. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dari dewan direksi
dan komite audit termasuk independensi mereka dari manajemen, yang berhubungan dengan proporsi direksi dari luar perusahaan, pengalaman dan status dari anggota, sifat dan luasnya keterlibatan mereka dalam aktivitas manajemen serta pengamatan mereka terhadap aktivitas manajemen; kesesuaian tindak tanduk; tingkat dimana mereka memberikan dan mencari pernyataan yang sulit dengan manajemen; serta sifat dan luasnya interaksi mereka dengan auditor internal dan auditor eksternal. d. Filosofi dangaya operasi manajemen Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar (basic beliefs) yang menjadi parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Filosofi memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan; apa yang menjadi alasan perusahaan dalam bisnis?, bagaimana perusahaan melkukan bisnis?, apa yang dilakukan dan apa yang yang seharusnya tidak dilakukan sebagai bisnis perusahaan?. Gaya operasi mencerminkan ide manajer bagaimana operasi suatu entitas harus dilakukan. Karakteristik yang membentuk bagian filosofi dan memiliki dampak terhadap lingkungan pengendalian adalah: 1) Pendekatan untuk mengambil dan memonitor risiko bisnis 2) Mengandalkan pada pertemuan formal secara langsung (face to face) dengan manajer kunci dibanding dengan sistem formal dalam
kebijakan
pengecualian.
tertulis,
indikator
kerja
dan
laporan
3) Sikap dan tindakan terhadap pelaporan keuangan. 4) Pemilihan secara selektif dan agresif dari prinsip-prinsip akuntansi yang tersedia. 5) Kesadaran dan konservatisme dalam mengembangkan estimasi akuntansi. 6) Kesadaran dan pemahaman terhadap risoko yang dihubungkan dengan teknologi informasi. 7) Sikap terhadap pemrosesan informasi dan fungsi akuntansi serta personel. e. Struktur organisasi Organisasi di bentuk oleh manusia untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Berkontribusi terhadap kemampuan suatu entitas untuk memenuhi suatu tujuan dengan menyediakan kerangka kerja menyeluruh atas perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan aktivitas suatu entitas. Mengembangkanstruktur organisasi suatu entitas melibatkan penentuan bidang kunci dari wewenang dan tanggung jawab, serta garis pelaporan yang tepat. f. Penetapan wewenang dan taggung jawab. Mencakup penjelasan mengenai bagaimana dan kepada siapa wewenang dantanggung jawab untuk semua kativitas entitas dibebankan, dan harus memungkinkan setiap individu untuk mengetahui:
1.
Bagaimana tindakannya saling berhubungan dengan individu lainnya dalam memberikan kontribusi terhadapa pencapaian tujuan entitas, dan.
2.
Setiap individu akan bertanggung jawab atas hal apa. Faktor ini mencakup kebijakan berkenaan dengan praktik bisnis yang sesuai, pengetahuan dan pengalaman personel kunci, dan sumber daya yang tersedia untuk melaksanakan tugas.
g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia yang ditetapkan akan menjamin bahwa personel entitas memiliki integritas, nilai etika, dan kompetensi yang diharapkan. Praktik tersebut mencakup kebijakan perekrutan dan proses penyeleksian yang dikembangkan dengan baik; orientasi personel baru terhadap budaya dan gaya operasi entitas, kebijakan pelatihan yang mengkomunikasikan peran prospektif dan tanggung jawab; tindakan pendisiplinan untuk pelanggaran
terhadap
prilaku
yang
tidak
diharapakan;
pengevaluasian, konseling, dan mempromosikan orang berdasarkan penilaian kinerja periodik; serta program kompensasi yang memotivasi dan memberikan penghargaan atas kinerja yang tinggi sambil menghindari disensitif terhadap prilaku etis. 2.
Penilaian risiko Penilaian risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis. Dan pengelolaan risiko suatu entitas yang relevan dengan
penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penaksiran risiko manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan adalah penaksiran risiko yang terkandung dalam asersi tertentu dalamlaporan keuangan dan
desain
serta
implementasi
aktivitas
pengendalian
yang
ditunjukkan untuk mengurangi risiko tersebut pada tingkat minimum, dengan memeprtimbangkan biaya dan manfaat. Penilaian risiko oleh manajemen juga harus mencakup pertimbangan khusus atas risiko yang dapat muncul dari perubahan kondisi seperti: a. Perubahan dalam lingkungan operasi. b. Personel baru. c. Sistem informasi yang baru atau dimodifikasi. d. Pertumbuhan yang cepat. e. Teknologi baru. f. Lini, produk, atau aktivitas baru. g. Perubahan standar akuntansi. h. Restrukturisasi perusahaan. i. Operasi di luar negeri. 3.
Informasi dan komunikasi Sistem informasi dan komunikasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang memasukkan sistem akuntansi, terdiri dari metode-metode
dan
catatan-catatan
yang
diciptakan
untuk
mengidentifikasi, menganalisis, mengklasifikasikan, mencatat, dan
melaporkan akuntabilitas
transaksi-transaksi dari
aktiva
dan
entitas
dan
kewajiban
untuk yang
memelihara berhubungan.
Komunikasi melibatkan penyediaan suatu pemahaman yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab individu berkenaan dengan pengendalian intern atas pelaporan keuangan. Sistem akuntansi entitas harus menyediakan jejak audit atau jejak transaksi yang lengkap untuk setiap transaksi. Konsep jejak audit merupakan dasar untuk merancang dan mengaudit sistem informasi akuntansi. Dokumen dan catatan mewakili suatu aspek dari sistem informasi dan komunikasi yang menyediakan bukti audit yang penting. Dokumen menyediakan bukti atas keterjadian transaksi dan harga, dan syarat dari transaksi. Dokumen juga menyediakan suatu dasar untuk menetapkan tanggung jawab untuk pelaksanaan dan pencatatan transaksi. Oleh karena itu, sistem akuntansi yang efektif dapat memberikan keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat atau terjadi adalah: a. Setiap transaksi yang dicatat adalah salah (validitas) b. Setiap transaksi diotorisasi dengan tepat (otorisasi) c. Setiap transaksi yang terjadi dicatat(kelengkapan) d. Setiap transaski dinilai wajar (penilaian) e. Setiap transaksi di klasifikasikan (digolongkan) dengan tepat (klasifikasi) f. Setiap transaksi dicatat pada waktu yang tepat (ketepatan waktu)
g. Setiap transaksi dimasukkan dengan tepat ke dalam buku pembantu dan diikhtisarkan dengan benar (posting dan ikhtisar) (standar Profesi Akuntan Publik, 2001) Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua personel yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaiatan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi. Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan penyimpangan kepada pihak yang lebih tinggi dalam entitas. Pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan, daftar akun, dan memo juga merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi dalam pengendalian intern. 4.
Aktivitas pengendalian. Merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa
perintah
manajemen
telah
dilaksanakan.
Aktivitas
pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko telah diambil untuk pencapaian tujuan entitas. Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan untuk diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasional dan fungsional. Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan, menurut Standar Profesional Akuntan Publik akan dikategorikan dalam berbagai cara, salah satu cara adalah sebagai brikut: a.
Pengendalian pengelolaan informasi.
Banyak
perusahaan
kini
menggunakan
komputer
untuk
pengelolaan informasi umumnya dan terutama informasio akuntansinnya. Pengendalian pengelolaan informasi
dibagi
menjadi dua: 1) Pengendalian umum. 2) Pengendalian aplikasi Pengendalian aplikasi memepunyai dua tujuan berikut ini: a) Menjamin bahwa semua transaksi yang telah diotorisasi telah diproses sekali saja secara lengkap. b) Menjamin bahwa data transaksi lengkap dan teliti. c) Menjamin bahwa pengelolahan data transaksi benar dan sesuai dengan keadaan. d) Menjamin bahwa hasil pengelolahan data dimanfaatkan untuk tujuan yang telah ditetapkan. e) Menjamin bahwa aplikasi dapat terus menerus berfungsi. Pengendalian aplikasi terhadap pengelolahan transaksi tertentu dikelompokan menjadi: 1. Prosedur otorisasi yang memadai. Setiap transasksi hanya dapat terjadi atas dasar otorisasi dari yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. 2. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang cukup.
Formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan
wewenang
utnuk
memberikan
otorisasi
terlaksananya transaski di dalam organisasi. Prosedur pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam di dalam formulir dicatatan di dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan yang tinggi. Dalam perancangan dokumen dan catatan, unsur pengendalian intern yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut: a. Diberi nomer urut cetak (prenumbered) untuk mencegah adanya dokumn yang hilang dan untuk membantu melacaknya kembali apabila dibutuhkan di masa datang. b. Dibuat pada saat yang sama ketika terjadi transaksi atau segera sesudahnya. Apabila ada tenggang waktu, kemungkinan untuk terjadi kesalahan lebih besar dan catatan kurang dapat di percaya. c. Sukup sederhana, agar dokumen dapat dimengerti dengan jelas. d. Sedap[at mungkin dokumen dirancang untuk memenuhi berbagai keperluan sekaligus. e. Perancangan dokumen dan catatan yang mendorong pengisian data yang benar. 3. Pengecekan secara independen
Pengecekan
secara
independen
mencakup
verifikasi
terhadap pekerjaan yang dilakukan sebeblumnya oleh individu atau departemen lain atau penilaian semestinya terhadap jumlah yang dicatat. Hal penting yang diperlukan dalam pelaksanaan verifikasi intern ini adalah independensi karyawan yang melaksanakan verifikasi tersebut. b. Pemisahan fungsi yang memadai. Struktur organisasi merupakan kerangka pembagian tugas kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatankegiatan pokok perusahaan. Pembagian tugas adalam organisasi didasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini: 1.
Pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dari fungsi akuntansi.
2.
Pemisahan fungsi otorisasi transaksi dari fungsi penyimpanan aktiva yang bersangkutan.
3.
Pemisahan fungsi otorisasi dari fungsi akuntansi.
Tujuan pokok pemisahan fungsi adalah untuk mencegah dan untuk dapat dialkukan deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan kepada seseorang. c. Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan. Cara yang paling baiak dalam pelindungan kekayaan dan catatan adalah dengan menyediakan perlindungan secara fisik, misalnya menggunakan almari besi tahan api untuk menyimpan uang dan surat berharga. Perlindungan fisik juga diperlukanuntuk catatan dan
dokumentasi. Pembuatan kembali catatan yang rusak akan memerlukan biaya yang besar dan waktu yang banyak. d. Review atas kinerja. Review atas kinerja mencakup review dan analisis yang dilakukan oleh manajemne atas: 1.
Laporan yang meringkas rincian jumlah yang tercantum dalam akun buku pembantu.
2.
Kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan jumlah menurut anggaran, perkiraan, atau jumlah tahun yang lalu.
3.
Hubungan antara serangkaian data, seperti data keuangan dan data non keuangan.
5
Pemantauan. Adalah suatu proses yang menilai kualitas kinerja pengendalianintern pada suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan pengoperasian pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Kualitas pengendalian dapat terganggu dengan berbagai cara termasuk kurangnya ketaatan, kondisi yang berubah atau bahkan salah pergantian. Pemantauan dapat dilaksanakan melalui aktivitas yang berkelanjutan.
Hal
ini
juga
menandakan
suatu
lingkungan
pengendalian yang penuhb kesadaran. Pemantauan dapat juga dilaksanakan melalui pengevaluasian periodik secara terpisah. 2.1.8 Efektifitas Penjualan
2.1.8.1 Pengertian Efektifitas Efektifitas selalu berkaitan dengan tujuan perusahaan. Kegiatan suatu pusat pertanggung jawaban atau unit organisasi dapat diakatakan efektif sejalan dengan kontribusi yang diberikan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Efektifitas menurut Mardiasmo (2005:132) adalah sebagia berikut: Efektifitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektifitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasarn yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). 2.1.8.2 Penjualan Istilah penjualan sering kali tertukar dengan istilah pemasaran. Sebenarnya kedua istilah tersebut memiliki runag lingkup yang berbeda. Pemasaran meliputi kegiatan yang luas, sedangkan penjualan hanyalah merupakan satu kegiatan saja di dalam pemasaran. Pemasaran menurut Stanton dan Futrell (dalam Swatha, 2009:8) adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditunjukkan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang, jasa ide kepada pasar sasaran agar dapat mencapai tujuan organisasi. Dengan definisi diatas dapat dilihat bahwa proses pemasaran dimulai jauh sejak sebelum barang-barang diproduksi, tidak dimulai pada saat produksi selesai, juga tidak berakhir dengan penjualan. Semua keputusan
yang diambil di bidang pemasaran harus ditujukan untuk menentukan produk dan pasarnya, harga, serta promosinya. Pengertian penjualan menurut Winardi (1991:131) adalah: Proses dimana sang penjual memastikan, mengaktivasi, dan memuaskan kebutuhan atau keinginan sang pembeli agar dicapai manfaat, baik bagi sang penjual maupun sang pembeli yang berkelanjutan yang menguntungkan kedua pihak. Jadi dapat disimpulkan bahwa penjualan merupakan suatu proses pertukaran barang/jasa antara penjual dan pembeli dengan harapan penjual memperoleh laba dari transaksi tersebut. 2.1.8.3 Efektifitas penjualan Efektifitas penjualan adalah pencapaian volume penjualan dan tercapainya laba maksimal. Efektifitas penjualan dapat terlaksana dengan baik apabila dalam fungsi penjualan terdapat perencanaan, pengendalian yang baik pula. Namun efektifitas penjualan tidak hanya dilakukan oleh pelaksana penjualan, melainkan diperlukan kerjasama yang baik antar bagian perusahaan. 2.1.8.4 Tujuan penjualan Dalam suatu perusahaan kegiatan penjualan merupakan kegiatan yang paling penting karena dengan adanya kegiatan penjualan tersebut terbentuklah laba yang dapat menjamin kontinuitas perusahaan. Menurut Bayu Swastha (2001:80), biasanya perusahaan memiliki tiga tujuan umum dalam penjualannya, yaitu : 1) Mencapai volume penjualan tertentu.
2) Mendapatkan laba tertentu, dan 3) Menunjang pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan ketiga tujuan penjualan yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari aktivitas penjualan adalah untuk mendapatkan laba, mempertahankan bahkan berusaha menungktakan laba untuk kelangsungan hidup perusahaan.
2.1.8.5 Prosedur penjualan Dalam melaksanakan aktivitas penjualan diperlukan suatu prosedur penjualan, dengan adanya prosedur penjualan, maka kegiatan dalam penjualan dapat dilaksanakan berdasarkan urutan yang telah ditentukan sehingga kegiatan penjualan akan berjalan dengan lancar dan teratur. Pada umumnya terdapat dua macam prosedur penjualan yang ada dalam suatu perusahaan yaitu prosedur penjualan tunai dan prosedur penjualan kredit. Menuruit Mulyadi (2008:469) prosedur penjualan tunai adalah sebagai berikut : 1.
Prosedur order penjualan
2.
Prosedur penerimaan kas
3.
Prosedur penyerahan barang
4.
Prosedur pencatatan penjualan tunai
5.
Prosedur penyetoran kas ke Bank
6.
Prosedur pencatatan penerimaan kas
7.
Prosedur pencatatan harga pokok penjualan Menurut Mulyadi (2001:470) Jaringan prosedur yang membentuk
sistem penerimaan kas dari penjualan tunai adalah: 1.
Prosedur Order penjualan. Dalam prosedur ini fungsi penjaulan menerima order dari pembeli dan membuat faktur penjualan tunai untuk memungkinkan pembeli melakukan pembayaran harga barang ke fungsi kas dan untuk memungkinkan fungsi gudang dan fungsi pengiriman menyiapkan barang yang akan diserahkan kepada pembeli.
2.
Prosedur penerimaan kas. Dalam prosedur ini fungsi kas menerima pembayaran harga barang dari pembeli danmemberikan tanda pembayaran (berupa pita registrasi kas dan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai) kepda pembeli untuk memungkinkan pembeli tersebut melakuakn pengambilan barang yang dibelinya dari fungsi pengiriman.
3.
Prosedur penyerahan barang. Dalam prosedur ini fungsi pengiriman menyerahkan barang kepada pembeli.
4.
Prosedur pencatatan penjualan tunai. Dalam prosedur ini fungsi akuntansi melakukan pencatatn transaksi penjualan tunai dalam dalam jurnal penjualan dan jurnal penerimaan
kas. Disamping itu fungsi akuntansi juga mencatat juga mencatat berkurangnya persediaan barang yang dijual dalam kartu persediaan. 5.
Prosedur penyetoran kas ke bank. Sistem pengendalian intern terhadap kas mengharuskan penyetoran dengan segera kas ke bank semua kas yang diterima pada suatu hari. Dalam prosedur ini fungsi kas menyetorkan kas yang diterima dari penjualan tunai ke bank dalam jumlah penuh.
6.
Prosedur pencatatan penerimaan kas. Dalam prosedur ini fungsi akuntansi mencatat penerimaan kas ke dalam jurnal penerimaankas berdasar bukti setor bank yang diterima dari bank melalui fungsi kas.
7.
Prosedur pencatan harga pokok penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi membuat rekapitulasi harga pokok penjualan berdasarkan data yang dicatat dalam kartu persediaan. Berdasarkan rekapitulasi harga pokok penjualan ini. Fungsi akuntansi membuat bukti memorial sebagai dokumen sumber untuk pencatatan harga pokok penjualan ke dalam jurnal umum. Menurut Mulyadi (2001:462) Fungsi yang terkait dalam sistem
penerimaan kas dari penjualan tunai adalah: 1.
Fungsi Penjualan.
Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab menerima order dari pembeli, mengisi faktur penjualan tunai, dan menyerahkan faktur tersebut kepada pembeli untuk kepentingan pembayaran harga barang ke fungsi kas. Fungsi ini berada di tangan order penjualan. 2.
Fungsi Kas. Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab sebagai penerima kas dan pembeli. Fungsi ini berada di tangan bagian kasa.
3.
Fungsi Gudang. Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyiapkan barang yang dipesan oleh pembeli, serta menyerahkan barang tersebut ke fungsi pengiriman. Fungsi ini berada di tangan bagian gudang.
4.
Fungsi pengiriman. Dalam transaksi fungsi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab untuk membungkus barang dan menyerahkan barang yang telah dibayar harganya kepada pembeli. Fungsi ini berada di tangan fungsi pengiriman.
5.
Fungsi akuntansi.
Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, fungsi ini bertanggung jawab sebagai pencatat transaski penjualan dan penerimaan kas dan pembuatan laporan penjualan. Fungsi ini berada di tangan bagian jurnal. Sedangkan prosedur penjualan kredit menurut Mulyadi (2008:209) adalah sebagai berikut: 1.
Prosedur order penjualan
2.
Prosedur pengiriman barang
3.
Prosedur pencatatan hutang
4.
Prosedur penagihan
5.
Prosedur pencatatan penjualan Menurut Mulyadi (2001:219) jaringan prosedur yang membentuk
sistem penjualan kredit adalah sebagai berikut: 1.
Prosedur oder penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima orderdari pembeli dan menambahakan informasi penting pada surat order dari pembeli. Fungsi penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan mengirimkannya
kepada
berbagai
fungsi
yang
lain
untuk
memungkinkan fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli. 2.
Prosedur persetujuankredit. Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan ke kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit.
3.
Prosedur pengiriman. Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order pengiriman yang diterima dari fungsi pengiriman.
4.
Prosedur penagihan. Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannnya kepada pembeli dalam,etode tertentu faktur penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ni membuat surat order pengiriman.
5.
Prosedur pencatatan piutang. Dalam prosedur ini fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan kedalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi sebagai catatan piutang.
6.
Prosedur distribusi penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi akuntasi mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.
7.
Prosedur pencatatan harga pokok penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.
Menurut Mulyadi (2001:211) fungsi yang terkait dalam penjualan kredit adalah: 1.
Fungsi penjualan. Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jwab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut, meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dandari gudang mana barang akan dikirim, dan mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk membuat “back order” pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan.
2.
Fungsi kredit. Fungsi ini berada dibawahfungsi keuangan yang dalam transaski penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit pada pelanggan. Karena hampir semua penjualan dalam perusahaan manufaktur merupakan penjualan kredit, maka sebelum order dari pelanggan
dipenuhi,
harus
lebih
dahulu
diperoleh
otorisasi
penjualankredit dari fungsi kredit. Jika penolakan pemberian kredit sering terjadi, pengecekan status kredit perlu dilakukan sebelum fungsi penjualan mengisi surant order penjualan. Untuk mempercepat pelayanan kepada pelanggan, surat order pengiriman di kirim
langsung ke fungsi pengiriman sebelum fungsi penjualan memperoleh otorisasi kredit dari fungsi kredit. Namun, tembusankredit harus dikirimkan ke fungsi kredit untuk mendapatkan persetujuan kredit dari fungsi tersebut. Dalam hal otorisasi kredit tidak dapat diberikan, fungsi penjualan memberitahu fungsi pengiriman untuk membatalkan pengiriman barang kepada pelanggan. 3.
Fungsi gudang. Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang danmenyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.
4.
Fungsi pengiriman. Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jwab untuk menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar dari perusahaantanpa ada otorisasi dari yang berwenang. Otorisasi ini dapat berubah surat order pengiriman yang telah ditandatangani oleh fungsi penjualan, memo debit yang di tandatangani oleh fungsi penjualan untuk barang yang dikirmkan kembali ke pemasok (retur pembelian), surat perintah kerja dari fungsi produksi mengenai penjualan/pembuangan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai lagi.
5.
Fungsi penagihan. Dalam transaski penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat danmengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.
6.
Fungsi akuntansi. Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjuala kredit da membuat serta mengirimkanpernyataanpiutang kepada para debitur serta membuat laporan penjualan. Disamping itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.
2.1.8.6
Klasifikasi Penjualan Macam-macam klasifikasi transaksi penjualan menurut La Midjan
(2001:170) adalah sebagai berikut : 1. Penjualan secara Tunai 2. Penjualan secara Kredit 3. Penjualan secara tender 4. Penjualan ekspor 5. Penjualan secara konsinyasi 6. Penjualan secara grosir
Berdasarkan klasifikasi penjualan di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Penjualan secara tunai Yaitu penjualan yang bersifat cash and carry, pada umumnya terjadi secara kontan. Dapat pula terjadi pembayaran selama satu bulan juga di anggap kontan.
2.
Penjualan secara kredit Yaitu penjualan rata-rata dengan tenggang waktu di atas satu tahun.
3.
Penjualan secara tender Yaitu penjualan yang dilaksanakan melalui prosedur tender untuk memenuhi permintaan pihak pembeli yang membuka tender tersebut.
4.
Penjualan secara ekspor Yaitu penjualann yang dilaksanakan dengan pihak pembeli luar negeri yang mengimpor barang dari suatu badan usaha dalam negeri. Biasanya penjualan ekspor memanfaatkan prosedur Letter of Credit.
5.
Penjualan secara konsinyasi Yaitu transaksi penjualan yang menjual barang secara “titipan” kepada pembeli yang juga sebagai penjual. Apabila barang yang dititipkan tersebut tidak laku, maka akan dikembalikan.
6.
Penjualan secara grosir Yaitu penjualan yang tidak langsung kepada pembeli, tetapi melalui pelanggan perantara. Grosir berfungsi menjadi perantara antara pabrik atau importir dengan pedagang atau toko eceran.
2.1.8.7 Pengendalian Intern dalam hubungannya dengan efektivitas penjualan. Pada dasarnya penjualan merupakan aktivitas utama dalam perusahaan yang secara serius harus diperhatikan, karena dengan adanya penjualan ini dapat mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan secara langsung. Pentingnya aktivitas penjualan bagi perusahaan maka diperlukan pengendalian atas penjualan dengan baik, aktivitas penjualan harus dapat direncanakan secara efektif dan seefisien mungkin agar pendapatan laba perusahaan tercapai pada titik optimal serta perusahaan dapat menangani dan mengendalikan aktivitas penjualan dengan baik untuk persaingan bisnis. Menurut Azhar Susanto (2008:17) “ Suatu perusahaan beroperasi dengan tujuan untuk mendapatkan laba. Banyak faktor mempengaruhi pencapaian laba tersebut diantaranya efisiensi, efektivitas, pengendalian, dan resiko. Pernyataan lainnya dari La Midjan dan Azhar Susanto (2001:170) “Aktivitas penjualan merupakan sumber pendapatan perusahaan, kurang dikelolanya aktivitas penjualan dengan baik, secara langsung akan merugikan perusahaan karena selain sasaran penjualan tidak tercapai juga pendapatan akan berkurang.” Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara pengendalian intern dengan efektivitas penjualan. Efektivitas penjualan dapat tercapai apabila pengendalian intern
dapat terlaksana dengan baik dan terkendali sesuai dengan kriteria-krietria yang telah di di tentukan oleh pihak manajemen. Seperti pengendalian lingkungan, pengawasan, informasi dan komunikasi, penilaian risiko danjuga aktivitas pengendalian. Maka dari itu pengendalian intern sangat berperan terhadap efektivitas penjualan. a. Lingkungan
pengendalian
dalam
hubungannya
dengan
efektivitas
penjualan Lingkungan pengendalian merupakan atmosfer dari semua komponen pengendalian intern lainnya yang menciptakan suasana kedisiplinan yang terstruktur baik kedisiplinan karyawan, maupun pihak
manajemen
perusahaan. Lingkungan pengendalian harus dapat dilaksanakan dengan baik agar operasional perusahaan dapat terus berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak manajamen itu sendiri, lingkungan perusahaan juga meliputi nilai etika dan integritas seperti halnya Menetapkan suasana melalui contoh mendemonstrasikan integritas dan mempraktikan standar yang tinggi dari prilaku etis, Adanya komunikasi yang baik antara manajemen dengan karyawan, Mengurangi dan menghilangkan insentif dan godaan yang dapat mengarahkan individu untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, melawan hukum, atau tidak etis untuk dilakukan. Adanya Komitmen terhadap kompetensi mencakup pertimbangan manajemen atas pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan oleh karyawan guna meningkatkan etos kerja karyawan, dalam meningkatkan
efektivitas penjualan lingkungan pengendalian sangat berperan karena tanpa adanya lingkungan pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan maka operasional perusahaan tidak akan berjalan dengan baik terlebih pada fungsi penjualan. Pada penelitian terdahulu yang dibuat oleh Parno (2005) dengan judul “pengaruh efeektifitas sistem pengendalian inten terhadap keberhasilan usaha Koperasi” bahwa lingkungan pengendalian ada kaitanya dengan keberhasilan usaha
koperasiapabila lingkungan pengendalian dapat
diterapkan dengan sebaik mungkin. Pada penelitian yang dibuat oleh Martina cristy (2011) dengan judul “Evaluasi pengendalian internal atas fungsi penjualan, piutang, dan penerimaan kas” Faktor-faktor dari lingkungan pengendalian sebaiknya harus berjalan dan dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan karena lingkungan pengendalian merupakan fondasi dari pengendalian internal. Tanpa adanya pengendalian yang efektif, maka perusahaan tidak akan memiliki suatu pengendalian intern yang kuat dan memadai. Berdasarkan
uraian
di
atas
maka
Lingkungan
pengendalian
merupakan atmosfer yang menciptakansuasana yang koheren mengenai pengendalian dalam satu organisasiuntuk mencapai keefektifitasan kegiatan usaha perusahaan. H1 : Lingkungan pengendalian, berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan.
b. Penilaian risiko dalam hubungannya dengan efekltivitas penjualan. Fungsi penjualan sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup perusahaan, untuk menjalankan fungsi penjualan selalu ada pertimbangan resiko baik yang berhubungan dengan sumber pasokan, tindakan pesaing dan kondisi perekonomian. Untuk mengetahui penilaian resiko yang terjadi perlu adanya identifikasi resiko yang relevan dan analisis resiko untuk meningkatkan tujuan penjualan yaitu mencapai laba yang optimal. Pada penelitian terdahulu yang dibuat oleh Parno (2005) dengan judul “pengaruh efeektifitas sistem pengendalian inten terhadap keberhasilan usaha Koperasi” dalam menilai suatu resiko koperasi memerlukan sistem dan prosedur baru hal ini ada kaitannya dengan menjalankan suatu bisnis usaha.Penelitian yang dilakukan oleh Ryhanto Biduan Sihombing (2008) dengan judul “Peranan pengendalian intern dalam menunjang efektivitas penjualan”. Dalam menilai penilaian risiko manajemen bagian penjualan harus mengantisipasi terhadap kemungkinan transaksi yang tidak dicatat,dan memilih risiko guna meminimumkan kesalahan dan ketidak beresan. Berdasarkan uraian diatas, efektivitas suatu bisnis dapat tercapai apabila manajemen dapat mengidentifikasi risiko dengan baik. H2 : Penilaian resiko, berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan.
c. Informasi dan komunikasi dalam hubungannya dengan efektivitas penjualan.
Dalam menjalankan bisnis informasi dan komunikasi ini sangat penting karena tanpa adanya komunikasi. operasional perusahaan tidak akan pernah berjalan dengan
baik, terlebih pada fungsi penjualan
informasi dan komunikasi harus berjalan dengan dua arah karena fungsi ini sangat berpengaruh pada operasional perusahaan, dalam hal ini pihak manajemen dengan karyawan harus saling terbuka. Informasi yang dibutuhkan dalam menjalankan penjualan seperti halnya informasi tentang anggaran, target penjualan, produktivitas penjualan pencatatan akuntasi dan dokumen tentang penjualan. Pada penelitian terdahulu yang dibuat oleh Parno (2005) dengan judul “pengaruh efeektifitas sistem pengendalian inten terhadap keberhasilan usaha
Koperasi”
bahwa
informasi
menyangkut
pengurusan
dan
pengendalian sumber-sumber ekonomi koperasi, sedangkan komunikasi menyangkut penyampaian informasi kepada personel intern maupun ekstern koperasi.Sedangkan penelitian yng dilakukan oleh Ryanto Biduan Sihmbing (2008) dengan judul “peranan pengendalian intern dalam menunjang efektivitas penjualan”. Sistem informasi yang relevan meliputi sistem akuntansi, yang terdiri dari metode pencatatan atas transaksi perusahaan sedangkan komunikasi meliputi sistem akuntansi yang sesuai dengan prosedur-prosedur yang melibatkan transaksi penjualan yang kemudian dilaporkan. Berdasarkan uraian di atas maka informasi dan komunikasi sangat berperan penting dalam peningkatan efektivitas suatu bisnis.
H3 : Informasi dan komunikasiberpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan.
d. Aktivitas pengendalian dalam hubungannya dengan efektivitas penjualan. Untuk menjalankan fungsi penjualan yang baik guna mencapai keefektivitasan penjualan maka diperlukan aktivitas pengendalian pada fungsi penjualan, seperti pencatatan dokumen penjualan, otorisasi setiap dokumen, pengecekan kembali dokumen, sampai pemostingan setiap dokumen ke dalam buku besar. Pada penelitian terdahulu yang dibuat oleh Parno (2005) dengan judul “pengaruh efeektifitas sistem pengendalian inten terhadap keberhasilan usaha Koperasi” aktivitas pengendalian yang diterapkan pada koperasi sesuai dengan prosedur yang ada.Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ryantho Biduan Sihombing (2008) dengan judul “Peranan pengendalian intern dalam menunjang efektivitas penjualan” aktivitas pengendalian yang dilakukan adalahsetiap transaksi penjualan harus dibuat rangkapanya agar memperkuat pengendalian yang dilakukan, metode pengendalian yang dilaksanakan oleh perusahan adalah administratif dan secara fisik. Berdasarkan uraian di atas aktivitas pengendalian memang diperlukan pada setiap instansi karena pada dasarnya setiap intansi mempunyai kesamaan dalam melakukan pengendalian. Hal ini berhubungan dengan keefektivitasan suatu penjualan karena apabila aktivitas pengendalian tidak
dapat terlaksana dengan baik maka akan berdampak pada operasional suatu perusahaan. H4 : Aktivitas pengendalian berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan. e. Pengawasan dalam hubungannya dengan efektivitas penjualan. Komponen terakhir dalam pengendalian intern ini adalah pengawasan, pengawasan sangat perlu sekali di perhatikan karena pengawasan berperan penting dalam menjaga lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Pengawasan dalam hubungannya dengan peningkatan efektivitas penjualan yaitu pengawasan yang mencakup kegiatan penjualan, seperti pengecekan barang persediaan, dan memonitoring terus menerus dalam kelangsungan operasi perusahaan, adanya staf yang berpengalaman dan kompeten untuk melaksanakan audit internal. .Pada Pada penelitian terdahulu yang dibuat oleh Parno (2005) dengan judul
“pengaruh
efeektifitas
sistem
pengendalian
inten
terhadap
keberhasilan usaha Koperasi”. Pengawasan suatu proses penilaian kualitas kinerja strukturpengendalian intern sepanjang masa, untuk menentukan bahwasistem
pengendalian
intern
telah
berjalan
sesuai
dengan
yangdikehendaki.Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Martina Christy (2011) dengan judul “Evaluasi pengendalian nternal fungsi penjualan, piutang dan penerimaan kas”. Untuk melakukan pemantauan atau pengawasan koordinator bagian marketing melakukan pemantauan terhadap staf apakah cara kerja sesuai dengan prosedur
perusahaan, dan memantau perkembangan konsumen yang berminat untuk melakukan transaksi dengan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka pengawasan sangat penting dalam keberhasilan usaha karena tanpa adanya pengawasan operasional perusahaan tidak akan berjalan dengan baik. H5 : Pengawasanberpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan.
2.1.9 Penelitian terdahulu Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu No 1
Judul dan Peneliti Evaluasi Atas Prosedur pemeriksaan Operasional Dalam meningkatkan Efektivitas Pengendalian Intern Penjualan. Peneliti: Iriyadi, 2004. Jurnal Ilmiah Ranggagading
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bahwa pengendalian intern penjualan telah
berjalan
secara efektif.
Metode penelitian Kualitatif
Hasil penelitian Pengendalian intern penjualan efektif
2
3
Evaluasi Sistem Pengendalian Intern penjualan Jasa Perawatan Lift. Peneliti: Rima Pulasari 2010.
Untuk
Pengaruh
Untuk
Efektivitas Sistem pengendalian
SPI
Menilai Kuantitaif: penjualan proporsiona
berjalan secara l sampling efektif
usaha (KPRI) di Semarang
Kota
pada
fungsi penjualan sangat memadai dan efektif sebesar 95%
Kuantitatif :
mengetahui ada Dengan tidaknya
Intern terhadap pengaruh keberhasilan
SPI
metode penelitian
efektifitas
Cluster
pengendalian
Random
intern terhadap Sampling keberhasilan usaha KPRI
Keberhasilan Usaha KPRI kota Semarang dipengaruhi oleh efektivitas sistem pengendalian intern sebesar 71,9 %
Besar
bobot
Untuk
sumbangan efektivitas
mengetahui seberapa
sistem
besar
pengendalian
pengaruh
intern terhadap
efektifitas
keberhasilan
pengendalian
usaha
intern terhadap
KPRI
sebesar 33,20 % sedangkan
keberhasilan
sisanya
usaha KPRI
66,80% yang dipengaruhi oleh
faktor
lain. 4
Evaluasi pengendalian Internal fungsi penjualan
Untuk
Metode
mengevaluasi
Kualitatif
pelaksanaan
Pengendalian intern berjalan dengan baik
kredit, piutang pengendalian
dan
dan
dengan
Intern
penerimaan kas pada PT. Nusaprima Martina Christy (2011)
fungsi penjualan,
Grahadaya Peneliti
pada
:
piutang, penerimaan kas apakah berjalan dengan baik.
sesuai
prosedur yang ditetapkan oleh perusahaan
5
Peranan pengendalian intern
dalam
Untuk
Metode
mengetahui
penelitian
seberapa
menunjang efektivitas penjualan perusahaan
peranan
anaslisis,
pengendalian
dan
PT internal
pada SOSRO Peneliti
:
Ryantho Biduan
kuat deskriptif
dalam koefisien
menunjang
korelasi
efektivitas
rank
penjualan
spearman
Hubungan peranan pengendalian intern
dan
efektivitas penjualan termasuk sangat
kuat
sebesar 0.605 atau sebesar 60,5%
Sihombing (2008)
2.2.
Rerangka Pemikiran
Pengendalian Intern (X)
Lingkungan Pengendalian (X1) Penilaian Resiko (X2) Informasi dan Komunikasi (X3) Aktivitas Pengendalian (X4)
Efektivitas Penjualan (Y)
Pengawasan (X5)
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Fungsi penjualan berperan penting sebagai sumber penghasilan perusahaan untuk mendapat keuntungan atau laba perlu adanya pengendalian yang memadai, selain itu pengendalian yang memadai juga berfungsi untuk melindungi danmengawasi aset-aset perusahaan dari penyelewengan dan kesalahan. Maka dalam kegiatan penjualan tersebut perlu diterapkannya pengendalian intern. Dengan adanya pengendalian intern yang meliputi pengendalian lingkungan, penilaian Risiko, Informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian dan juga pengawasan maka dapat membantu aktivitas penjualan berjalan dengan baik walaupun pada dasarnya tidak ada pengendalian yang dapat menjamin untuk benar-benar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan perusahaan, tetapi setidaknya dengan adanya pengendalian intern ini dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan tersebut. 2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan Landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1 : Lingkungan pengendalian, berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan. H2 : Penilaian resiko, berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan. H3 : Informasi dan komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan.
H4 : Aktivitas pengendalian berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan. H5 :Pengawasanberpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas penjualan.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Dan Gambaran Dari Populasi (Obyek) Penelitian Menurut
Sugiyono
(2008:1)
menyatakan
metode
penelitian
merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu dan kegunaan tertentu. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode causal comporatif. Alasan penggunaan metode ini karena permasalahan yang diteliti merupakanpengaruh yang ditimbulkan oleh satu variabel terhadap variabel lain yang di analisis secara terstruktur, faktual dan akurat