ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN YANG EFEKTIF Oleh : Darmadi A. Karim Dosen STEIN, Jakarta
Abstract There are many misconceptions happening in government institution and particular companies. We have many enquries about the control in them. What is the meaning of controlling, what to do so that the process of controlling will run efectifly. Who should control it, what should be done to control it. These are the enqueries that will be explained more.
PENDAHULUAN Control mempunyai banyak pengertian yang berbeda-beda. Oleh karena itu perlu diberi batasan, agar untuk pembahasan selanjutnya digunakan perngertian yang sama. Dalam uraian selanjutnya control akan diartikan pengendalian yaitu proses kegiatan menjaga agar pelaksanaan rencana tidak menyimpang dari sasaran yang ditetapkan sebelumnya. Dari batasan di atas jelas bahwa sebelum pengendalian dilakukan, sudah harus ada sasaran yang jelas dan sudah ditetapkan tolok ukur yang dirumuskan secara kuantitatif,
MASUKAN MASUKAN
agar dapat dipakai sebagai standar pembanding. Dalam pelaksanaan, harus diadakan kegiatan mengukur hasil kegiatan, membandingkan hasil pelaksanaan dengan tolok ukur atau standar, agar dapat diketahui ada tidaknya penyimpangan. Setelah adanya penyimpangan diketahui, perlu dicari apa sebabnya terjadi penyimpangan, lalu diadakan tindakan koreksi untuk meniadakan penyimpangan itu. Konsep PENGENDALIAN dapat digambarkan secara jelas melalui ancangan sistem dengan ikhtisar sebagai berikut :
KELUARAN
PROSES
BANDINGKAN INFO BALIK
DIUKUR
TOLAK UKUR PROSES PENGENDALIAN
Kita mengenal Masukan (input) Proses dan pengeluaran (output) atau hasil. 1. Masukan mencakup unsur-unsur tenaga kerja manusia, uang, bahan, alat-alat atau mesin, ruang waktu dan energi. 2. Proses di sini adalah jalannya kegiatan manajemen, yaitu
3.
4.
perencanaan pengorganisasian, yang urusan tenaga kerja, pengarahan dan pengendalian. Keluaran adalah hasil yang dicapai yang sedapat-dapatnya dirumuskan secara kuantatitatif agar dapat diukur. Tolok ukur adalah besaran yang dirumuskan secara kuantitatif dan meliputi satuan keluaran, atau biaya, atau waktu.
49 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
5.
Jika tidak mengkin merumuskan besaran itu secara kuantitatif. Jadi tolok ukur atau standar menggambarkan kondisi tertentu apabila hasil yang akan dicapai betul-betul tercapai secara memuaskan. Info Balik adalah hasil pengolahan laporan yang menggambarkan adanya penyimpangan pelaksaan rencana. Setelah diadakan analisis diketemukanlah sebab yang menimbulkan penyimpangan dan saran-saran untuk tindakan koreksi.
Kegiatan pengendalian dengan demikian tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perencanaan. Malah dapat dikatakan di sini, bahwa proses pengendalian tidak dapat dilakukan tanpa lebih dulu diadakan proses perencanaan dan penyusunan anggaran. Proses pengendalian dengan demikian dapat dirumuskan anggaran usaha untuk memperoleh kepastian, bahwa apa yang telah ditetapkan untuk dicapai betul-betul dapat dicapai. Selanjutnya, telah kita ketahui pula bahwa dalam menyusun suatu rencana, banyak fak tor luar yang tidak dapat kita kuasai, bahkan untuk memungkinkan menyusun suatu rencana kita banyak menggunakan berbagai asumsi. Adalah masuk akal bahwa di hari kemudian dapat saja terjadi hal-hal di luar kemampuan kita yang dapat mempengaruhi pelaksanaan suatu rencana. Dalam setiap usaha kita mengenal adanya resiko, yaitu akibat yang harus ditanggung kalau sasaran tidak dapat dicapai secara sempurna atau bahkan gagal sama sekali. Dalam proses perencanaan kita sudah harus memperhitungkan resiko itu dengan secermatnya. Kita harus mengenali masalahmasalah potensial yang dapat muncul di bidangbidang yang rawan atau kritis. Kita selanjutnya dituntut untuk mengadakan berbagai tindakan pengamanan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan dan menyediakan sarana untuk memperkecil kegawatan akibat atau kerugian yang akan terjadi. Walaupun tindakan semacam itu telah diadakan, tetap ada kemungkinan bahwa hasilnya menyimpang dari sasaran yang direncanakan. Hal ini dapat disebabkan karena asumsinya ternyata salah, sumber sarana tiak tersedia tepat pada waktu yang telah ditentukan, atau sasarnanya ternyata terlalu ambisius dan kurang realistis. Apapun yang terjadi, kita harus berusaha agar akibatnya bagi pewrusahaan tidak fatal. Untuk itu kita harus berusaha mengetahui adanya penyimpangan sedini mungkin, maka cepat makin baik dan jangan ditunda sampai terlambat. Kita dapat melaksanakan tindakan
memonitor pengendalian yang dilakukan secara periodik, untuk menemukan adanya penyimpangan pada tahap permulaan. Dengan konsep pengendalian semacam ini diharapkan hasil pelaksanaan tidak menyimpang jauh darti sasaran yang telah ditetapkan. Bentuk-bentuk Pengendalian Seorang Pimpinan Perusahaan (Eksekutif Puncak) biasanya selalu dibantu oleh banyak manajer bawahan. Kemampuan dan keahlian seorang Pimpinan Perusahaaan (Eksekutif Puncak) adalah terbatas, karenanya bagian terbesar dari wewenang Eksekutif Puncak perlu didelegasikan kepada manajer bawahan. Ekasekutif Puncak tidak melakukan sendiri segala kegiatan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu proses pengendalian, yang berarti mencari kepastian bahwa sasara yang telah ditetapkan bertul-betul tercapai badi Eksekutif Puncak merupakan kegiatan yang mutlak diperlukan. Beberapa pengendalian yang perlu diperhatikan agar dicapai hasiul yanfg efektif antara lain : Mengadakan “pengendalian secara berlebihan”, gaya ini menggambarkan atasan yang selalu ingin tahu segasla-galanya secara terperinci yang berlebih-lebihan. Biasanya tindakan demikian ini tidak efektif dan tidak perlu. Tidak cukup ada pengendalian, mulamula Eksekutif puncak merasa tahu segalagalanya, karena itu pengendalian itu dipandang tidak perlu bahkan merupakan pemborosan. Loama-lama situasi menjadi tidak terkendali, karena itu diperlukan sumber informasi yang tidak formal. Memisahkan kegiatan perencanaan dari kegiatan pengendalian. Pengendalian nyang berjalan baik akan memberi informasi yang berharga dalam proses perencanaan, di samping menilai hasil dari suatu pelaksanaan kerja. Pengendalian harus dapat merangsang setiap pelaksanaan untuk bertindak. Seorang pengawas jangan mencampuri kegiatan pelaksanaan yang bertanggung jawab atas tercapainya sasaran tertentu, dalam arti kata menggerogoti wewenangnya. Rencana dan anggaran adalah alat pengendalian yang penting dan saling melengkapi yang harus ditaati secara taat azas di waktu yang akan datang.. Pengendalian hanya dapat berjalan efektif kalau dikutdengan tindakan koreksian. Dan tindakan koreksi itu harus dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab dan mempunyai wewenang terhadap kegiatan yang terkena pengendalian. Macam informasi untuk pengendalian harus
50 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
disusun sebelumnya sesuai keperluan, tidak kurang tetapi juga tidak boleh berlebihan. Pengendalian Yang Kurang Effektif Dalam proses pengendalian, kepribadian seorang atasan sangat besar pengaruhnya pada cara mereka melakukan pengendalian. Kita uraikan beberapa contoh sebagai berikut : a. Mengadakan Pengendalian Secara Berlebihan. Teliti, tekun, selelau memperhatikan mutu adalah sikap kerja yang baiuk. Akan tetapi kalau sikap kerja yang demikian itu dilakukan secara berlebih-lebihan akan berakibat kurang efektif. Dalam situasi yang komplek kebiasaan bekerja teliti, serba terperinci secara berlebihan akan membuat orang mudah kehilangan pandangan yang menyeeeeelutuh, karena perhatiannya terpusat pada bidang yang sempit. Kalau Eksekutif Puncak satu organisasi yang besar mempunyai sikap kerja yang demikian, maka untuk pengendalian seluruh organisasi diperlukan sejumlah staf ahli di puncak yang dibertugas analisis bidang keahlian yang terbatas dan sempit. Mudah terjadi, bahkan ahli yang demikian akan meperlengkapiu bagiannya dengan mengembangkan sistem informasi yang sangat terpetinci, melebihi jumlah dan jenis yang diperlukan. Kalau sikap yang demikian ini diterapkan oleh 4 dan 5 ahli dari berbagai bidang, akan mudah dipahami mengapa bagi seorang kepala cabang yang terletak di Bandung misalnya akan selalu mengeluh karena waktunya habis disita untuk memenuhi permintaan para asisten direksi di kantor pusat untuk mengirimkan bermacam-macam laporan. Kebanyakan situasinya akan diperuncing dengan kenyataan bahwa antara bagian-bagian di kantor Pusat kurang ada koordinasi, sehingga informasi yang sama akan diminta berkali-kali pada saat yang berbeda oleh bagian-bagian yang sebenarnya kalau tidak memperoleh informasi itu juga tidak apa-apa. Kalau jumlah arus informasi itu sudah demikian banyak, maka mudah terjadi bahwa akhirnya informasi itu akan disimpan tanpa belih dulu diolah dan dianalisis untuk kemudian, dilupakan. Situasinya akan menjadi suram kalau Eksekutif Puncak terlalu menitik beratkan ketaatan mematuhi prosedur pengisian formulir yang jumlahnya demikian banyak, sehingga waktu bawahan sebagian besar disita habis untuk melayani prosedural. itu. Dapat dipahami mengapa banyak bawahan yang merasa kecewa, cenderung untuk menulis apa saja yang dipandang oleh atasan baik. Mudah timbul konflik karena sikap kaku dari orang-orang
yang tidak langsung bertanggung jawab terhadap tercapainya sasaran. Karena waktunya habis untuk mengisi formulir, ada kecenderungan kemunduran dalam mengambil inisiatif dan keberanian menilai situasi yang memerlukan tindakan segera, dan meningkatkan arus manajer yang keluar mencari pekerjaan lain yang dirasa lebih menarik dan sesuai dengan bakat dan keahliannya. Timbul gejala bahwa lebih aman menuruti kemauan atasan dalam mengisi formulir daripada melaksanakan kebijakan untuk mencapai sasaran. Akibatnya, semua akan berjalan merayap, lamban, birokrasi yang menjengkelkan. Hasilnya tentu kurang memuaskan. Sementara itu tenaga, waktu, bahan-bahan dan biaya telah diboroskan untuk sesuatu yang tidak efektif. Puncak dari pemborosan bahkan bisa terjadi, yaitu tatkala Eksekutif Puncak memerlukan informasi dan ternyata tidak ada yang dapat memberikannya. Ibaratnya seorang perwira bertempur habishabisan untuk memenangkan pertempuran, tetapi tidak mempedulikan apakah pertempurannya dapat membantu memenangkan peperangan secara keseluruhan. Kegiatan staf ahli telah menjurus kepada sikap birokratis yang lebih mementingkan arus pengumpulan laporan dari pada pentingnya informasi untuk mengambil keputusan. Kepada cabang tidak lagi mempunyai cukup waktu untuk meningkatkan volume penjualan, karena waktunya disita habis untuk mempersiapkan laporan. Demikian seterusnya dengan bagian produksi, pemasaran dan sebagainya. Secara keseluruhan efektivitas akan menurun. Akibat lebih lanjut, motivasi kerja dari berbagai bidang akan menurun pula. Tidak Ada Pengendalian Kalau diatas kita menghadapi permintaan informasi yang keliwat banyak, sebaliknya dapat juga terjadi tidak cukup tersedia alat pengendali. Seorang Eksekutif Puncak yang berhasil mencapai sukses sejak perusahaan nya masih kefcil haingga menjadi besar biasasnya menguasai semua informasi yang dipoerlukan untuk mengambil keputusan. Ia tahu informasi mengenai pasar, baik yang menyangkut pembekalan. Sumber keuangan, saluran distribusin maupun pekermbangan harga pasar.Ia rajin mengumpulkan informasi yang ia perlukan melalui ketajaman observasi, kontakkontak pribadi maupun melalui relasi terdekat. Ia tidak pernah membuat catatan secara formal dan teratur dan biasanya kurang menyukai pekerjaan tulis menulis.
51 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
Dari pengalaman keberhasilan ini ia perlukan semua pembantunya dengan pandangan, bahwa semua orang kalau mau bekerja akan pasti mencapai hasil. Setiap pembantunya yang baru ia tempatkan pada suatu tugas tertentu biasanya tanpa diberi petunjuk yang cukup mengenai tugas-tugasnya. Ibaratnya ia melemparkan pembantunya ke dalam air dan membiarkannya berusaha sendiri berenang dan menyelamatkan diri sampai mencapai tepi sungai. Itulah cara terbaik untuk belajar bekerja, ujarnya. Biarkan ia timbul tenggelam dan kadang-kadang banyak minum air. Biarkan ia berbuat salah dan biarkan dia belajar betapa berat hidup ini. Tetapi jika akhirnya Eksekutip Puncak mengalami kesukaran dalam memimpin usahanya karena informasi yang ia perlukan untuk pengendalian dan pengambil keputusan tidak tersedia, ia mulai mencari seorang pembantu yang cerdas dan yang masih muda, yang nampaknya setia dan jujur, suka bekerja keras dan tanpa banyak pertimbangan ia terus mengangkatnya menjadi Asisten Pribadi Direktur. Kalau pada suatu ketika ia perlu informasi dipanggilnya asisten dan tanpa banyak penjelasan ia minta informasi “cepat”. Asisten Direktur tahu apa yang harus dilakukan. Kalau ia sendiri minta informasi kepada orang lain pasti tidak dipenuhi. Ia dipanggil orang satu persatu dan minta atas nama Direktur informasi apa saja dalam waktu yang luar biasa cepat. Dapat digambarkan apa yang terjadi dengan instruksi seperti disebut diatas. Belum tentu informasi yang diminta tersedia, sedangkan batas waktunya terlalu singkat. Untuk memperoleh kepercayaan yang lebih kuat, ia tentu berusaha membuktikan bahwa sebagai Asisten Direktur yang biasanya datang mendadak dan waktunya selalu mendesak, setiap kali harus dilayani dengan memuaskan, dengan cara dan pengorbanan apa saja. Ia mulai menyusun dunianya sendiri, mempersenjatai diri dengan segala bentuk peralatan yang ia pandang perlu. Ia mulai merubah menjadi pusat kekuasaan tersendiri. Dalam rapat kerja Asisten selalu ikut hadir mendampingi Direktur dengan membawa semua informasi yang sewaktu-waktu dapat diperlukan. Dan mungkin sebelum rapat dimulai, Direktur sudah beberapa kali menanyakan, minta informasi, minta pendapat tentang masalah yang sedang dihadapi perusahaan. Dibanding dengan para manajer yang lain, ia telah jauh lebih siap dan lebih banyak memiliki informasi yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Tidak mustahil,
bahwa dalam rapat-rapat kerja samacam itu, peranan Asisten akan nampak menonjol. Lebihlebih setiap kali terjadi diskusi, Asistenlah yang banyak memberi kontribusi pemikiran. Perkembangan lebih lanjut, Direktur lebih suka bertanya kepada satu orang saja, yaitu Asistennya dan tidak bertanya kepada para manajer pembantunya, karena menurut pengalamannya. Asistennya selalu lebih banyak dari pada para manajernya, menyangkut bermacam-macam aspek dari masalah yang sedang dihadapi. Akhirnya para manajer menyadari bahwa yang paling aman adalah bersikap baik kepada Asisten Direktur dan bukan memusuhinya. Pengendalian perusahaan tidak lagi disalurkan melalui saluran hirarki dengan ketentuan proisedur tertentu. Semua orang hanya bergerak kalau ada permintaan dari Asiten Direktur. Pengendalian manajemen yang efektif sebenarnya sudah tidak ada lagi. Bagaimanakah bentuk Pengerndalian? Secara tehnis memang dapat dikatakan bahwa pengendalian adalah : a. menentukan tolok ukur b. membandingkan hasil dengan tolok ukur c. mencari sebab yang mengakibatkan penyimpangan d. mengadakan tindakan koreksi. Kalau demikian apa sebenarnya masalah yang dihadapi oleh Manajemen dalam proses pengendalian ini? Memang setiap orang perlu ada kejelasan tentang keluaran apa yang diharapkan dari padanya. Keluaran ini sedapat mungkin dirumuskan dengan kalikmat yang menggambarkan hasil yang harus dicapai dan dirumuskan secara kuantitatif agar dapat diukur. Ini memang tidak selalu mudah. Selanjutnya perlu pula dijelaskan dengan cara bagaimana hasil tersebut dapat dicapai secara efisien. Kalau arah dan caranya sudah jelas, bagi manejer yang bersangkutan harus jelas pula posisinya dalam organisasinya, kepada siapa ia bertanggung jawab kepadanya, dengan diapa ia harus selalu bekerjasama sampaiu berapa besar wewenangnya untuk mengambil keputusan dalam penggunaan tenaga, uang, alat-alat, dan atau mesin. Ia harus menyadari bahwa hasil karyanya merupakan bagian dari hasil perusahaan Secara keseluruhan dan bahwa hasil karyanya hanya dapat dicaspai melalui kerjasama dengan orang lain. Ia merupakan sub-sistem dari sistem keseluruhan yang lebih besar , ia tidak berdiri sendiri. Dengan demikian para manajer saling
52 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
bergantung dan saling berhubungan. Sukses seseorang dipengaruhi oleh ada tidaknya perpaduan dalam pelaksanaan tugas masingmasing. Penyimpangan yang dihadapi oleh seseorang akan mempengaruhi kelancaran tugas orang lain. Agar setiap weaktu seorang manajer dapat mengetahuii posisinya ia harus memiliki informasi yang relevan dan ada pada saat yang tepat. Ia perlu mengumpulkan informasi secara tertib dan teratur, tetapi terbatas informasi yang betul-betul ia perlukan, tidak kurang tetapi juga jangan berlebihan. Pengendalian, dengan demikian merupakan proses pemecahan persoalan dan mengambil keputusan. Setelah diambil keputusan mengenai tindakan koreksi apa yang harus dilakukan, langkah berikutnya adalah melaksanakan tindakan koreksi itu. Hanya saja kita harus selalu ingat, bahwa apapun tindakan yang kita akan lakukan, hasilnya akan mempunyai pengarus, entah besar ekecil, kepada pelaksanaan tugas dari manajer lain dalam bidangnya masing-masing. Di sinilah letak pentingnya “pengendalian”, yaitu bahwa hasil karya seseorang dalam bidang tugasnya masingmasing harus selalu diarahkan dan dipadukan dengan usaha mencapai tujuan dari organisasi secara keseluruhan. Oleh sebab itu proses “pengendalian” harus dilaksanakan secara terpadu meliputi seluruh sistem, baik datar maupun cacak, lintas fungsi dan eselon. Tolok Ukur Kalau proses pengendalian dimulai dengan mengumpulkan informasi hasil karya dan membandingkannya dengan tolok ukur, maka pertanyaan-pertanyaan berikut adalah bagaimana kita menetapkan tolok ukur. Tolok ukur atau standard of performance adalah suatu kondisi yang menggambarkan bahwa sasaran yang ingin kita capai benar-benar telah tercapai dengan memuaskan. Proses perencanaan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu pengendalian yang efektif hanya mungkin dilaksanakan dengan tuntas dan terpadu. Dengan perkataan lain, proses pengendalian suatu organisasi yang belum memiliki rencana terperinci dan terpadu adalah tidak efisien. Apalagi kalau tolok ukur belum dirumuskan, sukar dibayangkan bagaimana “pengendalian” itu harus dilakukan, baik untuk tiap-tiap fungsi maupun untuk organisasi secara keseluruhan. Siapa yang harus mengadakan tindakan koreksi? Pertanyaan diatas wajar dan sederhana tetapi cukup fundamental. Dalam praktek kita sering menjumpai suatu bagian yang diberi
nama pengawas, Inspektur, kontrol intern dan sebagainya. Timbul pertanyaan, siapakah yang bertanggung jawab atas tercapainya atau tidak suatu sasaran? Siapa yang harus mengadakan tindakan koreksi? Jawaban yang harus masuk akal adalah mereka yang mempunyai tanggungjawab untuk mencapai sasaran tersebut. Ini adalah wajar! Dengan demikian, pengendalian yang paling efektif adalah selalu yang dilakukan oleh manajer itu sendiri yang mempunyai sasaran yang telah disetujui. Yang mereka perlukan adalah adanya suatu sistem informasi yang disusun demikian rupa sehingga setiap manajer di bidang tugasnya masingmasing memperoleh informasi akurat dan diterima tepat pada waktunya. Informasi macam apa dan kapan ia perlukan adalah kunci dari proses pengendalian yang efektif. Perlunya Perencanaan dalam Pengendalian Pengalaman penulis dari hasil wawancara dengan beberapa pimpinan perusahaan dimana penulis pernah bekerja, dapat diperoleh gambaran bahwa ada di antara mereka yang telah memiliki rencana operasional yang terperinci, tetapi bagian terbesar dari mereka itu belum memilikinya. Malah ada di antara mereka yang memandang rencana itu tidak perlu, karena situasi pasar berubah-ubah terus. “Apa gunanya kita menyusun suatu rencana kalau kita tahu bahwa dalam waktu dekat sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan pasar”, ujarnya. Kebanyakan dari mereka tidak dapat membedakan antara rencana kerja dengan anggaran. Anggaran penerimaan dan biaya baru dapat disusun setelah rencana kerja ditetapkan dan tidak sebaliknya. Bagi seorang pemimpin perusahaan tidak hanya informasi tentang keuangan yang penting untuk diketahui tetapi informasi tentang perubahan permintaan pasar, informasi tentang realisasi produksi, posisi sediaan (stock), realisasi jadwal pelaksanaan produksi dan atau pemasaran dan sebagainya tidak kalah pentingnya informasi keuangan. Setiap Eksekutip Puncak memerlukan informasi tentang efektivitas hasil karya dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana. Tanpa adanya rencana yang terperinci, sukar dapat digambarkan kelancaran dan efektivitas dari proses pengendalian. Mengapa di mana-mana dirasakan kurang efektivitas proses pengendalian? Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan proses pengendalian tidak dapat berfungsi secara efektif. Salah satu faktor yang penting adalah informasi macam apa yang kita
53 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
perlukan dan jumlahnya yang tepat. Tetapi sendainya macam informasi sudah ditetapkan, masih ada kemungkinan bahwa masuknya informasi tidak tepat pada saat diperlukan. Memilih macam informasi adalah penting, tetapi ketepatan waktu penyerahan lebih penting. Malah untuk hal-hal tertentu ketetapan waktu lebih penting dari ketelitian. Bagi perusahaan yang baru saja menyusun sistem informasi untuk pengendalian, perubahan sikap ke arah ketepatan waktu ini menuntut adanya tindakan yang konsisten, misalnya dengna mengejar-ngejar sebelum terlambat. Kalau sudah ada informasi masuk perlu adanya tindak lanjut berupa mengolah dan mengevaluasikan perusahaan dengan membandingkannya dengan tolok ukur. Kebanyakan kali akan ditemukan adanya penyeimbangan. Kalau melalui analisis dapat kita temukan sebab yang menimbulkan penyimpangan maka diperlukan tindak lanjut berupa tindakan koreksi. Kalau analisis semacam ini dilakukan oileh tenaga staf ahli, maka perlu diatur agar ada kepastian tindak lanjut itu dilaksanakan oleh manajer lini. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa proses pengendalian harus selalu dibarengi dengan tindakan koreksi, agar penyimpangan tidak berjalan berlarut-larut. Selagi perusahan masil kecil, jalannya perusahan dapat dikendalikan sambil beroperasi melalui observasi langsung. Tetapi kalau perusahaan berkembang menjadi besar dan lebih kompleks pengendalian dengan observasi langsung ini tentu tidak lagi dapat dilaksanakan. Dalam perusahaan yang besar sasaran perusahaan secara keseluruhan dibagibagi ke dalam sasaran-sasaran unit dan fungsi. Wewenang pemimpin telah dilimpahkan sebagian besar kepada para manajer unit dan fungsi. Dengan demikian pentingnya bagi Eksekutif Puncak untuk setiap kali mengeahui, bahwa sasaran-sasaran dari unit dan fungsifungsi itu betul-betul telah dicapai dan tidak terjadi penyimpangan –penyipangan yang fatal. Baik untuk Eksekutif Puncak maupun untuk tiap-tiap manajer dalam posisi mereka masingmasing perlu disusun sistem informasi yang spesifik, cocok untuk masing-masing posisi dan tersedia tepat waktu. Informasi yang akurat dan tepat. Secara garis besar perlu dibedakan adanya dua macam informasi yaitu informasi untuk pengendalian dan untuk rencana tindakan. Proses pengendalian dimulai dengan proses membandingkan hasil realisasi kerja dengan tolok ukur standar hasil karya. Tanpa adanya tolok ukur yang ditetapkan sebelumnya tidak
mungkin diadakan pengendalian. Tolok ukur ini untuk hal tertentu dapat dirumuskan secara kuantitatif, tetapi sejauh mungkin perlu dinyatakan secara kuantitatif. Tolok ukur dapat juga dinyatakan dalam besarnya biaya, batas waktu terakhir (dead-line) , atau hok (hari orang kerja), jmk (jumlah jam kerja), unit produk yang dihasilkan dan sebagainya. Dari proses pembandingkan iniu kita akan menemukan adanya penyimpangan dari standar. Kalau demikian halnya kita akan berhadapan dengan suatu akibat. Kita juga mengetahui bahwa setiap akibat mesti ada hubungannya dengan suatu sebab tertentu. Kalau demikian halnya kita akan berhadapan dengan asuatu kenyataan yang sudah jadi. Kita berhadapan dengan suatu akibat. Kita mengetahui bahwa setiap akibat nesti ada hubungannya dengan suatu sebab tertentu . Kalau kita sudah dapat mengetahui sebabnya, kita dapat diharapkan mampu mengadakan tindakan koreksi untuk meniadakan akibat itu. Proses mengadakan tindakan koreksi pada hakekatnya adalah proses memilih alternatif tindakan yang terbaik untuk mengatasi deviasi atau penyimpangan itu. Proses memilih itu sendiri sebenarnya hanya dimungkinkan kalau kita telah mempunyai kreteria atau perincian sasaran yang akan dicapai. Dengan keetrangan di atas kita sampoai pada kesimpulan bahwa untuk proses pengendalian diperlukan informasi ada tidaknya penyimpangan. Informasi ini dapat berbentuk unit produk yang dihasilkan atau berupa jumlah biaya yang dikeluarkan, atau berupa sumber aya lain ayng dipakai dalam proses mencapai hasilitu. Jadi informasi itu dapat berupa biaya, jumlah rupiah hasiul penjualan, tetapi dapat juga bukan rupiah. Informasi lain untuk mengadakan tindakan koreksi disesuaikan dengan perincian criteria untuk memilih alternatif, baik berupa rupiah maupun bukan rupiah. Informasi untuk memlih criteria ini selalu terdiri dari informasi tentang hasil yang akan dicapai serta informasi tentang sumber dana dan daya yang tersedia. Disaming itu informasi itu harus cocok untuk keperluan pengendalian, factor ketepatan waktu sangat penting. Apa manfaat informasi yang disajikan secara lengkap tetapi datangnya sudah terlambat? Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa ketepatan waktu jauh lebih penting dari ketelitian. Lebih baik informasi kurang lengkap sedikit. Daripada terlambat dalam penyampaian. Bukan banyaknya laporan yang penting, kesempurnaan informasi, tetapi ketepatannya informasi tersebut.
54 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009
Penutup Proses pengendalian baru dapat dikatakan efektif kalau terhadap penyimpangnan yang terjadi telah diadakan koreksi. Oleh karena itu penyimpangan terhadap standar hasil karya selalu akan terjadi di tiaptiap bagian, unit atau fungsi, maka proses pengendalian yang mengakibatkan tindakan koreksi itu baru efektif kalau tiap manajer dalam posisinya masing-masing tahu, jelas tentang batas-batas wewenang untuk melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi pada bidang tugasnya. Konsep pengendalian yang efektif kalau demikian berarti pengendalian diri sendiri dan bukan pengendalian oleh orang lain. Pengendalian diri sendiri ini hanya dimungkinkan kalau sistem informasi telah disusun sedemikian rupa sehingga masingmasing manajer mengetahui adanya penyimpangan tepat pada waktunya dan mempunyai wewenang untuk mengadakan tindakan.koreksi. Proses pengendlian pada hakekatnya tiodak dapat dipisahkan dari proses perencanaan. Proses pengendalian baru dapat dikatakan efektif apabila terhadap penyimpangan yang terjadi secepatnya dan tidak tertunda-tunda. Oleh sebab itu proses pengendalian sebaiknya dilakukan oleh para manajer yang bertanggungjawab langsung untuk mencapai hasil karya yang telah disetujui dan ditetapkan untuk bidang tugasnya masingmasing. Untuk itu diperlukan sistem informasi yang lancar, tepat waktu dan dapat diandalkan kebenarnya datanya. Delegasi wewenang yang jelas untuk tiap-tiap posisi dalam organisasi merupakan kunci keberhasilan proses pengendalian (Darmadi A.Karim).
Brocka,B.and M.Suzanne Brocka., Quality Management : Implementing the Best Ideas of Masters, Richard D.Irwin, Inc.,Illinois, 1992 Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, Total Quality Management, Edisi Revisi, Penerbit Andi Yogyakarta, edisi keKempat, Cetakan Pertama, 2001 Handoko, H.& Tjiptono F (1996), Kepemimpinan Transformasional dan Pemberdayaan Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 11, No.1,pp 23-34. Killian, Ray A.Human Resource Management : An Roi Approach, New York, Amaccom, 1976. Patten Jr., Thomas H, Manpower Planning and The Develompent of Huma Resources, New York, John Wiley and Sons, Inc.1971. Silalahi, Bennett MB,Radical Fungtionality: An Alternative For Optimum Utilization of Human Resurses in Development Planning, Lawrence, Kansas,University of Kansas, 1977. Supranto J, Prof.Drs.MA. APU, Stastistik Teori dan Aplikasi, Jilid 2, Edisi Lima, Pennerbit Erlangga, Jakarta, 1992. Stoner, James A.F. & Freemean, Edward R, Management,Third Edition, Prentice Hall International, 1986. Tjiptono, F. (2000b), Persepektif Manajemen & Pemasaran Kontemporer, Yogyakarta, Penerbit Andi. Terry, R. George, Dasar-Dasar Manajemen, Edisi Revisi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1986. Yoshino, M.Y. Japan”s Managerial System, Cambridge, Mass, The M.I.T. Press, 1968.
DAFTAR PUSTAKA Betts, P.W. Staff Management, Grest Britain, Clkark Doble and Bredon, Ltd. 1977. Bounds, G., Lyle Yorks, Mel Adams, and Gipsie Ranney., Beyond Total Quality Management Toward the Emerging Paradigm, McGraw-Hill,Inc.New York, 194.
55 Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi VI, Januari - Juni 2009