BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1
Pengukuran Kinerja
2.1.1
Pengertian Pengukuran Kinerja Menurut M. Mahsun (2007:161) pengukuran kinerja merupakan suatu
aktivitas penilaian pencapaian target – target tertentu dari tujuan strategis organisasi. Jadi pengukuran kinerja harus berbasis pada strategi organisasi. Pemilihan indikator dan ukuran kinerja dan penetapan target untuk setiap ukuran ini merupakan upaya konkret dalam memformulasikan tujuan strategis organisasi sehingga lebih berwujud dan terukur. Indikator dan ukuran kinerja finansial dan nonfinansial untuk target – target operasional tertentu memberikan garis pedoman bagi manajemen menengah dan bawah. Hasil aktual yang dicapai untuk setiap indikator dan ukuran kinerja, menunjukkan tingkat ketercapaian manajemen atas strategi yang telah dipilih. Pengukuran kinerja juga harus didasarkan pada karakteristik operasional organisasi. Hal ini terutama diperlukan untuk mendefinisikan indikator dan ukuran kinerja yang digunakan. Menurut Indra Bastian (2001:329) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Menurut Robertson, 2002 (dalam M.Mahsun 2007:157) Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan 7
8
pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Pengukuran kinerja bukanlah tujuan akhir melainkan merupakan alat agar dihasilkan manajemen yang lebih efisien dan terjadi peningkatan kinerja. Hasil dari pengukuran kinerja akan memberitahu kita apa yang telah terjadi, bukan mengapa hal itu terjadi atau apa yang harus dilakukan. (M.Mahsun 2007:179)
2.1.2
Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Menurut M. Mahsun (2007:158) berdasarkan pada berbagai definisi diatas,
dapat disimpulkan elemen – elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain: 1.
Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai
organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi yang selanjutnya mampu menentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat.
9
2.
Merumuskan indikator dan ukuran kinerja. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung
yaitu hal – hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi – indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.
3.
Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran – sasaran organisasi. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan ukuran kinerja yang
telah ditetapkan. Analisis antara hasil actual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.
4.
Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas) Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi
mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward-punishment, penilaian kemajuan
10
organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. a) Feedback Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya. Selain itu, hasil ini pun bisa dijadikan landasan pemberian reward and punishment terhadap manajer dan anggota organisasi.
b) Penilaian Kemajuan Organisasi Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang telah dicapai organisasi. Dengan membandingkan hasil aktual yang tercapai dengan tujuan organisasi yang dilakukan secara berkala (triwulan, semester, tahunan) maka kemajuan organisasi bisa dinilai. Jika pada suatu periode, kinerja yang dicapai ternyata lebih rendah daripada periode sebelumnya, maka harus diidentifikasi dan ditemukan sumber penyebabnya dan alternatif solusinya.
c) Meningkatkan Kualitas Pengambilan Keputusan dan Akuntabilitas Pengukuran kinerja menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen maupun stakeholders. Keputusan – keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis sangat membutuhkan dukungan informasi kinerja ini. Informasi kinerja juga membantu menilai keberhasilan manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan mengurus organisasi.
11
2.1.3
Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja Menurut Mardiasmo (2002:122) secara umum, tujuan sistem pengukuran
kinerja adalah: a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up); b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian stategi; c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence (kesesuaian antara tujuan individu dengan tujuan organisasi); dan d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
2.1.4
Manfaat Pengukuran Kinerja Menurut Mardiasmo (2002:122) manfaat pengukuran kinerja adalah:
a.
Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.
b.
Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan
c.
Untuk
memonitor
dan
mengevaluasi
pencapaian
kinerja
dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja
12
d.
Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati
e.
Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi
f.
Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
g.
Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah ; dan
h.
Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
2.2
Balanced Scorecard
2.2.1
Pengertian Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2007: 3) Balanced scorecard merupakan contemporary
management tool (suatu alat manajemen yang kontemporer) yang didesain untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam melipat gandakan kinerja keuangan yang luar biasa secara berkesinambungan. Oleh karena perusahaan pada dasarnya merupakan institusi pencipta kekayaan, pemanfaatan balanced scorecard dalam pengelolaan menjanjikan peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan perusahaan dalam penciptaan kekayaan. Sedangkan kartu stok berimbang (Balanced Scorecard) menurut John A. Pearce dan Richard B. Robinson (2009:254) merupakan sekelompok ukuran yang berkaitan langsung dengan strategi suatu perusahaan. Diciptakan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton, balanced scorecard mengarahkan suatu perusahaan untuk mengaitkan strategi jangka panjangnya dengan sasaran dan tindakan yang nyata.
13
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Balanced Scorecard
merupakan suatu kumpulan dari empat ukuran yang berkaitan
langsung dengan strategi suatu perusahaan yang terdiri dari: kinerja keuangan, pengetahuan mengenai pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
2.2.2
Konsep Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2001:1) Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu:
(1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan. Kartu berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu jika kartu skor personel digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personel tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang serta antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern.
14
2.2.3
Perkembangan Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2001) Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan
untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya, Balanced Scorecard mengalami perkembangan implementasinya; tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik. Pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya, fokus perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif untuk mengabaikan kinerja non-keuangan, seperti kepuasan customers, produktivitas dan cost-effectiveness proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan customers. Dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif ke kinerja non-keuangan, ukuran kinerja eksekutif menjadi komprehensif. Balanced Scorecard memperluas ukuran kinerja eksekutif ke dalam empat perpektif; keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Dengan menambahkan ukuran kinerja non-keuangan, seperti kepuasan pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran, eksekutif dipacu untuk memperhatikan dan melaksanakan usaha-usaha yang merupakan pemacu sesungguhnya (the real drives) untuk mewujudkan kinerja keuangan.
15
Menurut Mulyadi (2007) Setelah mencatat keberhasilan penerapan Balanced Scorecard sebagai perluasan kinerja eksekutif, Balanced Scorecard kemudian diterapkan ke tahap manajemen yang lebih strategik sebelum penilaian kinerja. Dalam sistem perencanaan, pengukuran kinerja terjadi pada tahap awal pengimplementasian
rencana.
Personel
tidak
akan
dapat
dimintai
pertanggungjawaban atas kinerjanya jika pada tahap perencanaan, personel tersebut tidak merencanakan kinerja yang akan diwujudkan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, menyusul keberhasilan penerapan Balanced Scorecard di tahun 1922, pendekatan Balanced Scorecard kemudian diterapkan dalam proses perencanaan strategik. Pada tahap perkembangan ini Balanced Scorecard tidak hanya berkaitan dengan kartu yang dipakai untuk mencatat skor eksekutif. Balanced Scorecard lebih dimanfaatkan sebagai alat yang efektif untuk perencanaan strategik, yaitu sebagai alat untuk menerjemahkan visi, misi, tujuan, keyakinan nilai dasar, dan strategi perusahaan ke dalam rencana tindakan (action plans) yang komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Kekuatan sesungguhnya Balanced Scorecard bukan terletak pada kemampuannya sebagai pengukur kinerja eksekutif, namun justru pada kemampuannya sebagai alat perencanaan strategik.
2.2.4
Aspek – Aspek yang diukur dalam Balanced Scorecard Kaplan & Norton (2000) menyatakan bahwa di dalam Balanced Scorecard
terdapat 4 perspektif yang digunakan dalam menilai suatu kinerja perusahaan, yaitu:
16
A. Perspektif Keuangan (financial) Memberikan penilaian terhadap target keuangan yang dicapai oleh organisasi dalam mewujudkan visinya. Tujuan finansial menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif scorecard lainnya. Scorecard harus menjelaskan strategi perusahaan, dimulai dengan tujuan finansial jangka panjang, dan kemudian mengaitkannya dengan berbagai urutan tindakan yang harus diambil berkenaan dengan proses finansial, pelanggan, proses internal, dan para pekerja serta sistem untuk menghasilkan kinerja ekonomis jangka panjang yang diinginkan oleh perusahaan. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton (2000:42) terdapat tiga tahap yang teridentifikasi dalam perspektif finansial, yaitu:
1. Bertumbuh (growth) Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus hidup perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini, mereka harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru yang; membangun dan memperluas fasilitas produksi; membangun kemampuan operasi menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global; dan memelihara serta mengembangkan hubungan yang erat dengan pelanggan.
17
2. Bertahan (sustain) Sebagian besar unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin berada pada tahap bertahan (sustain) yaitu situasi dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Unit bisnis seperti ini diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap tumbuh tahun demi tahun. Kebanyakan unit bisnis pada tahap bertahan ini akan menetapkan tujuan finansial yang terkait dengan profitabilitas. Tujuan seperti ini dapat dinyatakan dengan memakai ukuran yang terkait dengan laba akuntansi seperti laba operasi dan marjin kotor.
3. Menuai (harvest) Sebagian unit bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam siklus hidupnya, tahap dimana perusahaan ingin “menuai” investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya. Tujuan utamanya adalah untuk memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi. Tujuan finansial keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai adalah arus kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
B. Perspektif Pelanggan (Customer). Dalam perspektif pelanggan, perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan finansial perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan
18
penting – kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi, dan profitabilitas dengan pelanggan
dan
segmen
pasar
sasaran.
Perspektif
pelanggan
ini
juga
memungkinkan perusahaan melakukan identifikasi dan pengukuran, secara eksplisit, proporsi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Proporsi nilai ini merupakan faktor pendorong, lead indicator, untuk ukuran pelanggan penting. Dalam perspektif pelanggan ini, selain keinginan untuk memuaskan dan menyenangkan pelanggan, para manajer unit bisnis juga harus menterjemahkan pernyataan misi dan strategi ke dalam tujuan yang disesuaikan dengan pasar dan pelanggan yang spesifik. Dengan demikian, perspektif pelanggan pada balanced scorecard ini menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan yang spesifik dan berkenaan dengan pelanggan dan segmen untuk dikomunikasikan ke dalam seluruh perusahaaan. Dalam perspektif pelanggan ini Kaplan dan Norton menemukan kelompok ukuran yang pada umumnya sama dan digunakan untuk semua jenis perusahaan. Kelompok pengukuran ini terdiri dari: a) Pangsa Pasar Mengukur pangsa pasar dapat segera dilakukan bila kelompok pelanggan sasaran atau segmen pasar sudah ditentukan. Kelompok industri, asosiasi perdagangan, data statistik pemerintah, dan sumber publik lainnya sering dapat memberikan estimasi ukuran pasar secara keseluruhan.
b) Retensi pelanggan
19
Jelas bahwa cara yang disukai untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa
pasar
dalam
segmen
pelanggan
sasaran
diawali
dengan
mempertahankan pelanggan yang ada di segmen tersebut. Penemuan riset pada rantai keuntungan jasa telah menunjukkan pentingnya retensi pelanggan. Perusahaan yang dapat dengan segera melakukan identifikasi seluruh pelanggan dapat mengukur retensi pelanggan dari periode ke periode. Selain mempertahankan
pelanggan,
banyak
perusahaan
menginginkan
dapat
mengukur loyalitas pelanggan melalui presentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini.
c) Akuisisi Pelanggan Secara umum, perusahaan yang ingin menumbuhkan bisnis menetapkan sebuah tujuan berupa peningkatan basis pelanggan dalam segmen sasaran. Ukuran akuisisi pelanggan mengukur, dalam bentuk absolut dan relatif, kekuatan unit bisnis menarik dan memenangkan pelanggan atau bisnis baru. Akuisisi pelanggan dapat diukur dengan banyaknya jumlah pelanggan baru atau jumlah penjualan kepada pelanggan baru di segmen yang ada. Perusahaan dapat mengukur biaya yang dikeluarkan untuk satu pelanggan baru yang diperoleh, dan rasio pendapatan dari pelanggan baru untuk setiap usaha penjualan atau untuk setiap dolar yang dikeluarkan bagi usaha pemasaran.
d) Kepuasan Pelanggan Retensi dan akuisisi pelanggan ditentukan oleh usaha perusahaan untuk dapat memuaskan berbagai kebutuhan pelanggan. Ukuran kepuasan pelanggan
20
memberikan umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan melakukan bisnis. Pentingnya kepuasan pelanggan bukanlah sesuatu yang dibesarbesarkan. Riset baru-baru ini menunjukkan bahwa sekedar memenuhi kepuasan pelanggan tidaklah cukup untuk mendapatkan loyalitas, retensi, atau profitabilitas yang tinggi. Hanya jika pelanggan menilai pengalaman pembeliannya
sebagai
pengalaman
yang
amat
memuaskan,
barulah
perusahaan dapat mengharapkan para pelanggan melakukan pembelian ulang.
e) Profitabilitas Pelanggan Berhasil dalam empat ukuran pelanggan utama (pangsa, retensi, akuisisi, dan kepuasan) bagaimanapun juga bukanlah jaminan bahwa sebuah perusahaan memiliki pelanggan yang menguntungkan. Sudah tentu suatu cara untuk memperoleh pelanggan yang sangat terpuaskan (atau para pesaing yang marah) adalah menjual produk dan jasa dengan harga yang sangat rendah. Karena kepuasan pelanggan dan pangsa pasar yang besar hanyalah sebuah alat untuk mencapai pengembalian finansial yang lebih tinggi, perusahaan mungkin berharap untuk dapat mengukur tidak hanya besaran bisnis yang dilakukan dengan pelanggan, tetapi juga profitabilitas dari bisnis ini, terutama dalam segmen pelanggan sasaran. Sistem biaya berdasarkan aktivitas memungkinkan
perusahaan
mengukur
profitabilitas
pelanggan
secara
perorangan maupun keseluruhan. Ukuran profitabilitas pelanggan dapat mengungkapkan pelanggan sasaran tertentu yang tidak memberi keuntungan. Hal ini terutama mungkin terjadi dengan pelanggan baru, dimana berbagai
21
usaha akuisisi masih harus dikurangkan dari marjin yang didapat dari penjualan produk dan jasa kepada pelanggan baru.
PANGSA PASAR
AKUISISI PELANGGAN
PROFITABILITAS PELANGGAN
RETENSI PELANGGAN
KEPUASAN PELANGGAN
Sumber: Kaplan & Norton (2000) Gambar 1: Perspektif Pelanggan Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan ukuran yang digunakan dalam perspektif pelanggan. 1. Pangsa Pasar: Menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu (dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual). 2. Akuisisi Pelanggan: Mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan atau bisnis baru.
22
3. Kepuasan Pelanggan: Menilai tingkat kepuasan atas kriteria kinerja tertentu di dalam proposisi nilai. 4. Profitabilitas Pelanggan: Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.
C. Perspektif Proses Bisnis Intern (Internal). Pada perspektif ini, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif finansial dan pelanggan. Urutan ini memungkinkan perusahaan memfokuskan pengukuran proses bisnis internal kepada proses yang akan mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pelanggan dan pemegang saham. Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Kaplan dan Norton mengamati bahwa model rantai nilai generik memberi suatu template yang dapat disesuaikan oleh setiap perusahaan dalam mempersiapkan perspektif setiap bisnis internal. Model ini terdiri dari tiga proses bisnis utama, yaitu:
23
a. Inovasi Dalam proses inovasi, unit bisnis meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian menciptakan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. b. Operasi Proses operasi, langkah utama kedua dalam rantai nilai generik, adalah tempat dimana produk dan jasa diproduksi dan disampaikan kepada pelanggan. Proses ini secara historis telah menjadi fokus sebagian besar sistem pengukuran kinerja perusahaan. c. Layanan Purna Jual Langkah utama ketiga dalam rantai nilai internal adalah layanan kepada pelanggan setelah penjualan atau penyampaian produk dan jasa. Sebagian perusahaan mempunyai strategi yang eksplisit untuk menyediakan layanan purna jual yang istimewa.
Kebutuhan Pelanggan diidentifikasi
Kenali Pasar
Ciptakan Produk / Jasa
Proses Inovasi
Bangun Produk / Jasa
Luncurkan Produk / Jasa
Proses Operasi
Layani Pelanggan
Kebutuhan Pelanggan Terpuaskan
Proses Layanan Purna Jual
Sumber: Kaplan & Norton (2000) Gambar 2: Perspektif Proses Bisnis Internal – Model Rantai Nilai Generik
24
Dalam gambar diatas dapat dilihat bahwa proses inovasi terdiri atas dua komponen. Dalam komponen yang pertama para manajer melaksanakan penelitian pasar untuk mengenali ukuran pasar, bentuk preferensi pelanggan, dan tingkat harga produk dan jasa sasaran. Ketika perusahaan melaksanakan proses internal untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tertentu, memiliki informasi yang akurat dan dapat diandalkan tentang ukuran pasar dan preferensi pelanggan menjadi tugas penting yang harus dilaksanakan dengan baik. Selain melakukan survei terhadap pelanggan yang ada dan pelanggan potensial, proses inovasi juga dapat mencakup membayangkan peluang dan pasar baru bagi produk dan jasa yang dapat dipasok perusahaan. Keduanya mendesak agar perusahaan bukan hanya memuaskan atau menyenangkan pelanggan tetapi mencengangkan mereka. Pada proses operasi menunjukkan gelombang pendek penciptaan nilai di dalam perusahaan. Dimulai dengan diterimanya pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan. Proses ini menitikberatkan kepada penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten, dan tepat waktu. Tahap terakhir dari nilai rantai internal adalah layanan purna jual. Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran, seperti administrasi kartu kredit.
25
D. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran (growth and Learn). Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. Tujuan dalam perspektif ini merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif scorecard yang pertama. Kaplan dan Norton menemukan sebagian besar perusahaan menetapkan tujuan pekerja yang ditarik dari tiga pengukuran utama yang berlaku umum. Ketiga pengukuran tersebut adalah: a. Kepuasan Pekerja Tujuan kepuasan pekerja menyatakan bahwa moral pekerja dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting oleh sebagian besar perusahaan. Pekerja yang puas merupakan pra-kondisi bagi meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu dan layanan pelanggan.
b. Retensi Pekerja Tujuan retensi pekerja adalah untuk mempertahankan selama mungkin para pekerja yang diminati perusahaan. Teori yang menjelaskan ukuran ini adalah bahwa perusahaan membuat investasi jangka panjang dalam diri para pekerja sehingga setiap kali ada pekerja berhenti yang bukan atas keinginan perusahaan merupakan suatu kerugian modal intelektual bagi perusahaan.
26
Retensi pekerja pada umumnya diukur dengan presentase keluarnya pekerja yang memegang jabatan kunci.
c. Produktivitas Pekerja Produktivitas pekerja adalah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Ukuran produktivitas yang paling sederhana adalah pendapatan per pekerja. Walaupun merupakan ukuran yang sederhana dan mudah dipahami, mempunyai beberapa keterbatasan, terutama jika ada terlalu banyak tekanan untuk mencapai sasaran yang ambisius. Dengan semakin efektifnya pekerja dalam menjual lebih banyak produk dan jasa dengan nilai tambah yang meningkat, pendapatan per pekerja seharusnya juga meningkat.
2.2.5
Kelebihan Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2001:18) keunggulan pendekatan Balanced Scorecard
dalam sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
27
a) Komprehensif (penilaian secara terukur, terencana, dan menyeluruh) Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain; pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif non-keuangan tersebut menghasilkan manfaat berikut ini: 1. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berjangka panjang. 2. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
b) Koheren (saling berkaitan) Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perpektif non keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, sasaran strategik dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan harus menjadi penyebab diwujudkannya sasaran strategik di perpektif proses bisnis internal atau perspektif pelanggan secara langsung menjadi penyebab diwujudkannya sasaran strategik di perspektif keuangan. Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab
28
dalam mencari inisiatif stratejik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan.
c) Seimbang Sasaran strategik yang dirumuskan dalam perencanaan strategik perlu diarahkan ke empat perspektif secara seimbang: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pelanggan dan pembelajaran dan pertumbuhan merupakan perspektif yang berfokus pada orang. Perspektif pelanggan diwujudkan untuk menghasilkan value terbaik bagi pelanggan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan diwujudkan melalui pembangunan kualitas sumber daya manusia. Keuangan dan proses merupakan perspektif yang berfokus pada proses-proses untuk menghasilkan financial returns bagi investors. Perspektif proses pertumbuhan dan pembelajaran berorientasi ke dalam perusahaan, sedangkan perspektif keuangan dan pelanggan berorientasi ke luar perusahaan. Sasaran strategik harus diarahkan ke dalam empat perspektif secara seimbang: (1) seimbang antara fokus ke proses serta pembelajaran dan pertumbuhan, serta (2) seimbang antara fokus ke intern perusahaan dan ke luar perusahaan. Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang.
29
d) Terukur Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan stratejik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran stratejik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran-sasaran strategik di perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan balanced scorecard, sasaran di ketiga perspektif non-keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga kinerja keuangan dapat berlipatganda dan berjangka panjang.
2.3
Misi, Visi dan Strategi Menurut Dermawan Wibisono (2006) pernyataan misi merupakan pesan
yang dirancang untuk mencakup harapan dari seluruh pemangku kepentingan atas kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Para eksekutif serta dewan komisaris yang membuat pernyataan misi berusaha menyediakan maksud yang menyatukan perusahaan. Maksud tersebut akan menjadi landasan bagi penetapan tujuan serta pengambilan keputusan strategis. Menurut John A. Pearce dan Richard B. Robinson (2009: 16) misi suatu perusahaan merupakan tujuan unik yang membedakan perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis dan mengidentifikasi lingkup dari operasinya. Secara singkat, misi perusahaan (company mission) menjelaskan bidang penekanan dari
30
produk, pasar, dan teknologi perusahaan sedemikian rupa sehingga mencerminkan nilai dan prioritas dari para pengambil keputusan strategis. Menurut Wheelen, 2004 (dalam dermawan wibisono, 2006: 46) misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi organisasi yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa. Tujuan dari pernyataan misi adalah mengkomunikasikan kepada stakeholder, di dalam maupun di luar organisasi, tentang alasan pendirian perusahaan dan ke arah mana perusahaan akan menuju. Oleh karena itu, rangkaian kalimat dalam misi sebaiknya dinyatakan dalam suatu bahasa dan komitmen yang dapat dimengerti dan dirasakan relevansinya oleh semua pihak yang terkait. Apabila pernyataan misi menyatakan jawaban atas pernyataan “bisnis apa yang kita jalankan?”. Pernyataan visi (vision statement) perusahaan sering kali dirancang untuk menyatakan aspirasi dari kepemimpinan eksekutif. Pernyataan visi menyajikan maksud strategis perusahaan yang memfokuskan energi dan sumber daya perusahaan pada pencapaian masa depan yang diinginkan (John A. pearce dan Richard B. Robinson 2009:44). Sedangkan visi menurut Dermawan Wibisono (2006:43) merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Secara singkat dapat dinyatakan, visi adalah pernyataan want to be dari sebuah organisasi atau perusahaan. Visi mencanangkan masa depan perusahaan untuk 3 sampai dengan 10 tahun ke depan, yang
31
merupakan hal yang sangat krusial bagi perusahaaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Menurut Dermawan Wibisono (2006:50) strategi perusahaan merupakan pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan utama atau kebijakan perusahaan dengan rangkaian tindakan dalam sebuah pernyataan yang saling mengikat. Sedangkan menurut John A. Pearce dan Richard B. Robinson (2009:6) strategi (strategy) bagi para manajer adalah rencana berskala besar, dengan orientasi masa depan, guna berinteraksi dengan kondisi persaingan untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi merupakan rencana permainan perusahaan. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan mengenai bagaimana, kapan, dan dimana perusahaan akan bersaing dengan siap perusahaan sebaiknya bersaing dan tujuan apa perusahaan harus bersaing.
2.4
Hubungan antara Visi, Misi dan Strategi dengan Balanced Scorecard Kaplan dan Norton (2000:129) memperkenalkan tiga prinsip yang
memungkinkan Balanced Scorecard dikaitkan dengan strategi perusahaan: a.
Hubungan Sebab-Akibat Sebuah scorecard yang disusun secara semestinya seharusnya mampu
menjelaskan strategi unit bisnis melalui urutan hubungan sebab-akibat seperti itu. Sistem pengukuran harus membuat hubungan (hipotesis) di antara berbagai tujuan (dan ukuran) di dalam berbagai perspektif menjadi eksplisit sehingga dapat dikelola dan divalidasi, sistem pengukuran harus mengidentifikasi dan membuat
32
eksplisit urutan hipotesis tentang hubungan sebab-akibat antara ukuran hasil dengan faktor pendorong kinerjanya.
b.
Faktor Pendorong Kinerja Faktor pendorong kinerja, lead indicator, adalah factor-faktor khusus yang
terdapat pada unit bisnis tertentu. Faktor pendorong kinerja mencerminkan keunikan dari strategi unit bisnis misalnya, faktor pendorong finansial dari profitabilitas, segmen pasar yang dipilih unit bisnis, serta tujuan proses internal, pembelajaran dan pertumbuhan tertentu yang akan memberi proporsi nilai kepada pelanggan dan segmen pasar sasaran.
c.
Keterkaitan dengan Masalah Finansial Sebuah balanced scorecard harus tetap menitikberatkan kepada hasil,
terutama yang bersifat finansial seperti return-on-capital-employed atau nilai tambah ekonomis. Banyak manajer gagal mengaitkan program seperti manajemen mutu total, penurunan waktu siklus, rekayasa ulang, dan pemberdayaan pekerja, dengan hasil yang secara langsung mempengaruhi para pelanggan dan yang menghasilkan kinerja finansial yang handal pada masa yang akan datang.
33
2.5
Penelitian Terdahulu a. Irwan Susanto dkk (2004). Dalam penelitiannya yang berjudul “Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Manajemen (Studi kasus Pada PT Sari Husada)” . peneliti mengukur bagaimana kinerja manajemen pada PT Sari Husada dengan metode Balanced scorecard dan mencari hubungan antar perspektif dalam membentuk kinerja
manajemen
secara
komprehensif.
Penelitian
yang
dilakukan
merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei dengan teknik ex post facto, yakni hanya mencari data yang ada tanpa memberi perlakuan atau memanipulasi variabel maupun subjek yang diteliti. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan sasaran dari penelitian ini adalah
mencari
atau
menggambarkan
fakta
secara
faktual
tentang
pengendalian manajemen dan efektivitas kinerja dengan menggunakan metode Balanced Scorecad. Adapun hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa 2 strategi yang dilakukan PT Sari Husada yaitu strategi produksi dan strategi pemasaran cukup berhasil dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini terlihat dari terjadinya peningkatan berbagai pengukuran dalam empat perspektif Scorecard . Adapun perbedaan mendasar pada penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya yang terletak pada tujuan daripada peneliti terdahulu yaitu untuk mencari bagaimana hubungan antar perspektif dalam menbentuk kinerja manajemen secara komprehensif. Sedangkan tujuan dari peneliti saat ini
34
adalah untuk mengetahui bagaimana metode balanced scorecard mampu membantu manajemen dalam mengukur kinerjanya dan mewujudkan visi, misi yang telah diterapkan perusahaan. Persamaan pada kedua penelitian ini terletak pada metode penelitian yang sama – sama membandingkan hasil kinerja tahun ini dengan tahu sebelumnya untuk mengetahui tingkat pertumbuhan
yang
dialami
perusahaan
dalam
setiap
kinerja
yang
dilakukannya.
b. Latif Helmi (2013). Dalam penelitiannya yng berjudul “Pengaruh Kompensasi dan Penerapan Balanced Scorecard Terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Kediri”, peneliti mencari bagaimana pengaruh pemberian kompensasi (termasuk remunerasi) dan penerapan balanced scorecard terhadap peningkatan kinerja pegawai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri. Peneliti menggunakan penelitian deskriptif, yaitu bagaimana variabel – variabel yang diteliti akan menjelaskan objek – objek yang diteliti melalui data – data yang terkumpul. Kemudian seluruh data yang diperoleh akan diproses dan diolah dengan suatu analisa kuantitatif yang menggunakan program Statistic Program For Science (SPSS). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti, dapat diketahui bahwakompensasi yang diberikan kepada para pegawwai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri telah dapat memenuhi kebutuhan hidup dan mampu menciptakan kemauan yang
35
kuat pada diri para pegawai untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi secara optimal, sehingga mampu meningkatkan kinerjanya. Adapun perbedaan mendasar pada penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya yang terletak pada metode penelitian yang mana peneliti terdahulu menggunakan metode SPSS dalam mengolah data sedangkan peneliti saat ini
membandingkan tingkat pertumbuhan dengan tahun
sebelumnya untuk mengetahui adanya pertumbuhan atau penurunan dari setiap kinerja perusahaan yang dilakukan. Persamaan antara penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu adalah kedua penelitian sama – sama menunjukkan
hasil
kinerja
yang
semakin
meningkat
dalam
setiap
perspektifnya. c. Mathius Tandiontong dkk (2011). Dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Efektifitas Penerapan Metode Balanced Scorecard Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus pada PT PLN (Persero) Distribusi Jabar dan Banten)”, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh efektifitas penerapan metode balanced scorecard dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus serta metode statistik yang digunakan adalah metodde statistik parametik. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengaruh efektifitas penerapan metode balanced scorecard sudah efektif dalam meningkatkan
36
kinerja perusahaan hal ini dapat dilihat dari keefektifan penerapan metode balanced scorecard pada PT PLN (Persero) Distribusi Jabar dan Banten yang sesuai dengan sasaran strategis perusahaan berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Adapun perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah pada metode penelitian yang digunakan oleh peneliti terdahulu menggunakan metode statistik parametik dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan peneliti saat ini menggunakan metode dokumentasi, observasi dan wawancara. Sedangkan persamaan antara kedua penelitian terletak pada tujuan peneliti yang ingin memperkenalkan metode balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja yang dapat digunakan dalam mencapai visi dan misi perusahaan dengan strategi yang sesuai dalam mencapai sasaran yang diinginkan.
37
2.6
Rerangka Pemikiran
BALANCED SCORECARD
PERSPEKTIF
PERSPEKTIF
PERSPEKTIF
PERSPEKTIF
KEUANGAN
PELANGGAN
PROSES BISNIS INTERNAL
PERTUMBUHAN & PEMBELAJARAN
STRATEGI
VISI &MISI PERUSAHAAN
Gambar 3: Rerangka Pemikiran
38
2.7
Proposisi
Rumusan Masalah 1. Sejauh
mana
Proposisi
metode Dengan menggunakan metode Apakah dengan menggunakan
Balanced Scorecard dapat balanced
scorecard
membantu upaya PT Smart diketahui Mulia
Abadi
dapat metode balanced scorecard
dianalisis dapat mengukur kinerja yang
dan
Sidoarjo bagaimana
dalam mencapai visi dan dilakukan misi perusahaan.
Pertanyaan Protokol
kinerja perusahaan
yang dilakukan oleh perusahaan? dalam
upayanya mencapai visi dan misi yang diinginkan dengan strategi yang telah ditetapkan.
2. Apakah kinerja yang telah Dengan melakukan pengukuran Apakah dengan melakukan dilakukan PT Smart Mulia kinerja maka perusahaan dapat pengukuran
kinerja
dapat
Abadi Sidoarjo sudah dapat mengetahui apa saja yang perlu membantu perusahaan dalam dikatakan baik jika dinilai diperbaiki dan strategi yang mencapai berdasarkan perspektif – perlu
diterapkan
untuk perusahaan?
perspektif dalam Balanced memperbaiki serta menjadikan Scorecard.
kinerja
yang
sudah
menjadi semakin baik.
baik
visi
dan
misi