BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
TINJAUAN TEORETIS
2.1.1
Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) mendefiniskan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana satu atau lebih principal (pemilik) menggunakan orang lain atau agen (manajer) untuk menjalankan akitivitas perusahaan. Didalam teori keagenan, yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham / pemilik, sedangkan agen adalah manajemen yang mengelola harta pemilik. Principal menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan. Agen sebagai pengelola berkewajiban untuk mengelola perusahaan sebagaimana dipercayakan pemegang saham (principal), untuk meningkatkan kemakmuran principal melalui peningkatan nilai perusahaan. Sebagai imbalannya agen akan memperoleh gaji, bonus, dan berbagai kompensasi lainnya (Sanjaya, 2004 ; Sulistyanto, 2004). Jensen dan Meckling (dalam Godfrey et al. (2010:362) menyebutkan bahwa teori keagenan (agency theory) muncul karena terdapat kontrak untuk melakukan perikatan antara satu pihak (the principle) dengan pihak lain (the agent) untuk menjalankan beberapa jasa untuk kepentingan principle. Berdasarkan kontrak tersebut principle mendelegasikan beberapa wewenang dalam pembuatan keputusan terbaik bagi principle kepada agent. Dalam proses selanjutnya, jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan
9
10
utilitas, maka dapat diyakini agent akan bertindak dengan cara-cara yang sesuai dengan kepentingan principle. Praktik di perusahaan ternyata agen dalam aktivitasnya kadangkala tidak sesuai dengan kontrak kerja yang disepakati di awal untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham, melainkan lebih cenderung untuk meningkatkan kesejahteraan
mereka
sendiri.
Para
manajemen
perusahaan
mempunyai
kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya ditanggung oleh pihak lain (Sanjaya, 2004). Saleh, (2004) berpendapat bahwa pada dasarnya principle selalu tertarik pada hasil-hasil yang diperoleh para agent mereka. Begitu pula dengan agent, karena menganggap bahwa dirinya yang menjalankan perusahaan secara langsung dengan bertindak sebagai pengambil keputusan maka agent merasa berhak untuk mendapatkan hasil lebih sebagai kompensasi atas kinerjanya. Jadi konflik kepentingan (masalah keagenan) pada dasarnya berasal dari kepercayaan dari manajer (agent) memaksimalkan utilitasnya. Demikian juga dengan dengan pemegang saham (principle) menginginkan untuk memaksimalkan profitnya sendiri. Konflik muncul ketika keputusan oleh manajer untuk memaksimalkan utilitasnya ternyata tidak memaksimalkan kekayaan pemegang saham (Schroeder, et al., 1987:700).
2.1.2
Asimetri Informasi (Asymmetric Information)
Manajer sebagai pengelola perusahan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada
pemlilk.
Sinyal
tersebut
dapat
diberikan
melalui
11
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting terutama bagi para pengguna eksternal karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Ketidakseimbangan penguasaan informasi ini akan memicu munculnya asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan suatu keadaaan
dimana manajer
memiliki akses informasi atas perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Menurut Scott (2003:7-8) ada dua jenis assymmetric information, yaitu: a. Adverse Selection Adverse Selection adalah jenis asimetri informasi dimana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihakpihak lain. Adverse Selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insider) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan dibandingkan para investor. b. Moral Hazard Moral Hazard adalah jenis asimetri informasi ketika satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak lainnya tidak. Jenis asimetri ini dapat terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan
dangan
pengendalian
yang
merupakan
karakteristik
12
kebanyakan perusahaan besar. Dengan kata lain, hal ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan tugas yang didelegasikan tersebut.
2.1.3
Corporate Governance
2.1.3.1 Definisi Corporate Governance Turnbull (dalam Juwitasari 2008:8) mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: “corporate governance describes all the the influences affecting the institutional processes including those for appointing the controllers and/or regulators, involved in organizing the production and sale of goods and services”. Dalam definisinya, ia menekankan bahwa penerapan corporate governance didukung oleh tiga pihak yaitu negara sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Sementara itu, OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) telah mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: “corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The Corporate governance structure specifies the distribution of the right dan responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate affairs.By doing this, it also provides this structure through which the company
13
objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”. Definisi corporate governance dari OECD konsisten dengan pendapat Turnbull (1997) dimana keduanya fokus kepada bagaimana organisasi itu bisa berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Juwitasari, 2008:8). Good corporate governance (GCG) merupakan praktek terbaik yang biasa dilakukan oleh suatu perusahaan yang berhasil mengacu pada bauran antara alat, mekanisme dan struktur yang menyediakan kontrol dan akuntabilitas yang dapat meningkatkan economic enterprises dan kinerja perusahaan (Tim BPKP, 2003) serta mendorong perusahaan melakukan penciptaan nilai yang diproksi dengan kinerja masa
depan (Kelley dkk dalam Sayidah, 2007:4). Sayidah (2007:4)
mengungkapkan, praktek terbaik ini mencakup praktik bisnis, aturan main, struktur proses dan prinsip yang dimiliki. Berkaitan dengan pelaksanaan GCG, setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG tersebut antara lain: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan. Iskander dan Chamlou (2000) menyatakan bahwa salah satu elemen corporate governance yang penting adalah transparansi (transparency) atau keterbukaan.
14
2.1.3.2 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Di dalam pedoman umum good corporate governance Indonesia yang dikeluarkan oleh KNKG, terdapat 5 prinsip yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan, yaitu: 1.
Transparansi (Transparancy) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
2.
Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan
pemegang
saham
dan
pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 3.
Tanggung Jawab (Responsibility) Perusahaan
harus
mematuhi
peraturan
perundang-undangan
serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
15
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4.
Kemandirian (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5.
Kewajaran (Fairness) Dalam
melaksanakan
kegiatannya,
perusahaan
harus
senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Sedangkan pada bulan April 1998, OECD telah mengeluarkan seperangkat prinsip corpotare governance yang dikembangkan seuniversal mungkin. Prinsipprinsip corporate governance yang dikembangkan OECD meliputi 5 hal sebagai berikut: 1.
Perlindungan
terhadap
hak-hak
pemegang
saham
(The
rights
of
shareholders) Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. Hak- hak tersebut mencakup hak dasar pemegang saham, yaitu : a. Hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan. b. Hak untuk mengalihkan atau memindahtangankan kepemilikan saham.
16
c. Hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur. d. Hak untuk ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). e. Hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi. f. Hak untuk memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan. 2.
Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (The equitable treatment of shareholders) Kerangka yang dibangun dalam corporate governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi- transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest).
3.
Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (The role of stakeholders) Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus memberikan pengakuan
terhadap
hak-hak
pemangku
kepentingan,
sebagaimana
ditentukan oleh undang-undang dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesinambungan usaha (going concern).
17
4.
Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparency) Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan untuk meminta auditor eksternal (kantor akuntan publik) melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan.
5.
Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the responsibilities of the board) Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris, dan pertanggungjawaban dewan memuat kewenangan – kewenangan serta kewajiban- kewajiban profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
2.1.4
IICG dan CGPI
The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) yang didirikan pada tanggal 2 Juni 2000 adalah sebuah lembaga independen yang melakukan kegiatan diseminasi dan pengembangan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance-GCG) di Indonesia. Pernyataan visi “menjadi lembaga independen dan bermartabat untuk mendorong terciptanya perilaku bisnis yang
18
sehat”, menjadi inspirasi IICG untuk senantisa berupaya memasyarakatkan konsep, praktik dan manfaat corporate governance kepada dunia bisnis khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya. Kegiatan utama yang dilakukan adalah melaksanakan riset penerapan corporate governance, yang hasilnya berupa Corporate Governance Perception Index (CGPI). Dalam penyelenggaraan CGPI, IICG selalu melakukan pengembangan metodologi dan cakupan responden agar hasil riset dapat lebih representatif memberikan gambaran penerapan corporate governance di Indonesia. Selain itu pengembangan teknologi juga dimaksudkan untuk mencari format pelaksanaan corporate governance yang paling sesuai dengan kondisi Indonesia. Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah riset dan pemeringkatan penerapan corporate governance di perusahaan publik yang tercatat di BEI. Pelaksanaan CGPI dilandasi oleh pemukitan tentang pentingnya mengetahui sejauh mana perusahaan-perusahaan publik telah menerapkan konsep corporate governance. Hasil riset dalam penilaian yang telah dilakukan menunjukkan adanya proses pendekatan, penjabaran, dan penyempurnaan penerapan prinsip-prinsip corporate governance secara berkelanjutan, sehingga dapat diungkap permasalahan yang seringkali muncul dan konsisten kepatuhan terhadap pelaksanaan regulasi yang ada. Cakupan penilaian dan aspek yang diukur dalam CGPI adalah pengembangan alat ukur yang dimiliki IICG, pedoman dan prinsip corporate governance. Metodologi riset yang dipakai meliputi empat tahap yakni tahap pengisian
19
kuisioner (self assessment), tahap kelengkapan dokumen, tahap penyusunan makalah dan tahap observasi.
2.1.4.1 Sistem Penilaian Corporate Governance oleh IICG Penilaian terhadap pelaksanaan corporate governance di Indonesia salah satunya dilakukan oleh lembaga yang bernama The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) dalam program Corporate Governance Perception Index (CGPI). Sistematika penilaian CGPI (2011:11) terdiri dari empat tahapan, dan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Self Assesment Self-assesment adalah sebuah penilaian objektif dari perusahaan atas dirinya sendiri yang berkaitan dengan upaya penerapan prinsip-prinsip GCG. Selfassesment dilaksanakan melalui pengisisan kuisioner oleh pemangku kepentingan perusahaan. Tahapan ini memerlukan objektivitas serta kejujuran dari responden (pemangku kepentingan) dalam memberikan penilaian berbagai upaya penerapan prinsip-prinsip GCG yang dilaksanakan. Metode ini terbukti efektif dalam melakukan evaluasi internal perusahaan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan perusahaan. 2. Kelengkapan Dokumen Kelengkapan dokumen merupakan salah satu pemenuhan persyaratan penilaian berupa penyerahan berbagai dokumen yang telah dimiliki perusahaan terkait dengan penerapan prinsip-pinsip GCG. Pada tahapan ini perusahaan diwajibkan untuk menyerahkan dokumen yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip GCG. Dokumen tersebut diserahkan ke sekretariat
20
IICG setelah mendapatkan pengesahan dari presiden direktur atau direktur utama dan atau yang dapat mewakili. Dokumen tersebut akan dikaji dan dianalisa untuk kemudian dikelompokkan menjadi tujuh aspek yang mewakili governance structure, governance process, governance system, governance mechanism, governance output, governance outcome, governance impact. 3. Makalah Makalah merupakan salah satu pemenuhan persyaratan penilaian yang menjelaskan serangkaian proses dan program penerapan prinsip-prinsip GCG. 4. Observasi Tahapan akhir penilaian berupa peninjauan langsung ke perusahaan oleh tim penilai CGPI untuk memastikan proses pelaksanaan serangkaian program penerpan prinsip-prinsip GCG. Pelaksanaan observasi pada setiap perusahaan peserta CGPI dilakukan dalam bentuk presentasi dan diskusi tanya jawab dengan dewan komisaris, direksi dan manajemen serta pihak lain yang terkait dengan perusahaan. Pembobotan yang dilakukan dari sistematika penilaian yang dilakukan oleh IICG dalam Laporan CGPI (2011:26) adalah sebagai berikut:
21
Tabel 2.1 Pembobotan Sistematika Penilaian CGPI
No 1 2 3 4
Penilaian
Bobot 25% 23% 17% 35%
Self Assesment Dokumen Makalah Observasi
Sumber: Laporan CGPI 2010, data diolah kembali)
Dari hasil penilaian atas seluruh sistematika penilaian CGPI maka akan diperoleh indeks. Indeks tersebut kemudian di interpretasikan ke dalam kategori pemeringkatan CGPI. Pemeringkatan CGPI di desain menjadi 3 kategori berdasarkan tingkat kepercayaan yang dapat dijelaskan menurut skor penerapan konsep corporate governance seperti tertera pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Kategori Pemeringkatan CGPI
Skor
Tingkat Kepercayaan
55-69 Cukup Terpercaya 70-84 Terpercaya 85-100 Sangat Terpercaya Sumber: Laporan CGPI 2010, data diolah kembali Berdasarkan selang skor untuk masing-masing kategori diatas, maka dapat ditentukan tingkat prestasi yang dicapai oleh masing-masing perusahaan.
2.1.5
Pengungkapan (Dislosure)
Sebagaimana dikemukakan oleh Cadbury
(dalam Hapsoro, 2007) bahwa
prinsip dasar di dalam pengelolaan suatu korporasi adalah terjadinya
22
pengungkapan. Pengungkapan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi (the release information) (Nugraheni dkk, 2002:77). SFAS 105 (paragraf 71-860 yang dikeluarkan oleh FASB dalam Johnson (1992) menyebutkan adanya empat tujuan dari disclosure, yakni: 1. Menggambarkan item yang diakui dan menyediakan pengukuran yang relevan untuk item itu selain pengukuran yang terdapat dalam laporan keuangan. 2. Menggambarkan item yang tidak diakui dan menyediakan pengukuran yang berguna untuk item yang tidak diakui tersebut. 3. Menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditur dalam mempertimbangkan risiko dan potensi dari item yang diakui dan tidak diakui. 4. Menyediakan informasi interim yang penting di saat isu-isu akuntansi lainnya masih sedang dipelajari secara lebih mendalam. Disclosure membawa sejumlah konsekuensi dalam pelaksanaannya, baik yang bersifat menguntungkan maupun merugikan. Berikut sejumlah keuntungan dari dilaksanakannya disclosure seperti dikutip dalam Tanor (2009:291), yaitu: 1. Keuntungan terjadi apabila pengungkapan rinci mengenai produk baru dapat digunakan untuk menyampaikan prospek perusahaan di masa yang akan datang kepada para pemegang sahamnya (Darrough, 1993). 2. Disclosure dalam dunia investasi dalam berperan sebagai public relation bagi perusahaan yang berhubungan dengan komunitas investasi setiap saat, sehingga melalui disclosure manfaat investasi dapat mengetahui keberadaan sebuah perusahaan (Elliot dan Jacobson, 1994).
23
3. Disclosure dapet mengurangi risiko timbulnya biaya litigasi bagi perusahaan (Elliot dan Jacobson, 1994). 4. Perbaikan likuiditas saham ; Voluntary disclosure akan mengurangi asimetri informasi diantara informed dan uninformed investor, sehingga untuk perusahaan dengan tingkat disclosure yang tinggi akan meningkatkan likuiditas saham perusahaan tersebut (Diamond dan Verrechia, 1991 ; Kim dan Verrechia, 1994 dalam Dahlan, 2003 ; Elliot dan Jacobson, 2004). 5. Mengurangi cost of equity capital. Disclosure perusahaan dapat mengurangi informasi asimetris yang terjadi di pasar modal, dan menurunnya informasi simetris ini akan menurunkan cost of equity capital secara langsung (Botosan, 1997). 6. Disclosure dapat mengurangi risiko investasi untuk investor luar, sehingga terdapat rasa aman dalam berinvestasi (Elliot dan Jacobson, 1994). 7. Disclosure dapat meningkatkan likuiditas pasar modal nasional secara keseluruhan (Elliot dan Jacobson, 1994). 8. Disclosure yang dibuat perusahaan dapat meningkatkan pemakaian jasa intermediasi finansial, seperti jasa analisis sekuritas (Dahlan, 2003).
Adapun sejumlah kerugian dengan adanya disclosure, diantaranya: 1. Pelaksanaan disclosure dapat mengungkapkan strategi kepada para pesaing, sehingga mungkin menurunkan keunggulan kompetitif suatu perusahaan (Darrough, 1993). 2. Menurunnya keunggulan kompetitif. Pada umumnya perusahaan publik sangat sensitif dalam mengungkapkan jenis informasi yang mungkin
24
menurunkan daya saing perusahaan. Jenis informasi tersebut meliputi: a) informasi mengenai teknologi dan inovasi manajerial, b) informasi mengenai strategi, rencana,dan taktik, c) informasi mengenai operasi perusahaan (Elliot dan Jacobson, 1994). 3. Adanya biaya yang dikeluarkan untuk membuat disclosure, sementara itu pihak-pihak yang mengambil manfaat dari disclosure biasanya tidak mau membayar karena mereka beranggapan bahwa laporan keuangan perusahaan merupakan public goods. Hal ini menimbulkan peningkatan harga jual (dengan kata lain konsumenlah yang membayar). Peningkatan harga jual berpengaruh terhadap jumlah sehingga akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Evans (2003) membatasi pengertian pengungkapan hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan. Pernyataan manajemen dalam surat kabar atau media masa lain serta informasi di luar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk dalam pengertian pengungkapan. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd (2001) memasukkan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan. Tingkat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan dapat diukur dengan menggunakan index of disclosure methodology, seperti indeks Wallace (Nugraheni dkk, 2002:80). Rumus Indeks Wallace = (n:k) x 100%...................................................(2.1) Keterangan: n : Jumlah item yang diungkapkan perusahaan
25
k : Jumlah item yang seharusnya diungkap Dari perhitungan dengan menggunakan indeks Wallace di atas, maka akan diketahui prosentase tingkat kelengkapan pengungkapan.
2.1.5.1 Jenis Pengungkapan Darrough (dalam Ainun dan Fuad, 2000) mengemukakan bahwa ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu: a. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure) Merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi
yang
berlaku.
Jika
perusahaan
tidak
bersedia
untuk
mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya. Luas pengungkapan wajib tidak sama antara negara yang satu dengan negara yang lain. Negara maju dengan regulasi yang lebih baik akan mensyaratkan pengungkapan minimum atas lebih banyak butir dibandingkan dengan yang disyaratkan negara berkembang. b. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Dislosure) Merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Healy dan Palepu (1993) mengemukakan meskipun semua perusahaan publik diwajibkan memenuhi pengungkapan minimum, mereka berbeda secara substansial dalam hal jumlah tambahan informasi yang diungkap ke pasar modal. Salah satu
cara
meningkatkan
kredibilitas
perusahaan
adalah
melalui
26
pengungkapan sukarela secara lebih luas dan membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen.
2.1.6
Kinerja Perusahaan
Menurut Hastuti (2005)
kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak
keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Oleh karena itu untuk menilai kinerja perusahaan perlu melibatkan analisis dampak keuangan
kumulatif
dan
ekonomi
dari
keputusan
yang
dibuat
dan
mempertimbangkannya dengan menggunakan ukuran komparatif. Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mecapai tujuannya. Efektifitas terjadi apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan efisiensi diartikan sebagai rasio (perbandingan) antara masukan dan keluaran yaitu dengan masukan tertentu memperoleh keluaran yang optimal. Terdapat beberapa cara untuk mengukur kinerja perusahaan. Masing-masing mempunyai pendekatan yang berbeda untuk melayani tujuan yang berbeda pula. Kinerja perusahaan sering diukur dengan analisis rasio keuangan, antara lain rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba dengan melakukan penjualan, aktiva dan modal perusahaan, rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan utnuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek, rasio leverage yang menunjukkan seberapa besar aktivitas perusahaan yang dibayari hutang, rasio yang menunjukkan efektivitas dan efisiensi
27
penggunaan aktiva perusahaan dari rasio nilai pasar yang menunjukkan nilai saham yang telah go public.
2.1.6.1 Kinerja Operasional Kinerja operasional perusahaan merupakan prestasi manajemen dalam mengelola kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki. Kinerja operasional perusahaan diukur dengan menggunakan Return On Equity (ROE) yaitu dengan menggunakan rasio antara laba bersih dengan total ekuitas. (Klapper dan Love, 2002). Laba Bersih ROE= Total Ekuitas 2.1.6.2 Kinerja Pasar Kinerja pasar bisa diukur dengan menggunakan Tobin’s Q. Tobin’s Q adalah pengukuran kinerja yang melibatkan dua penilaian terhadap aset yang sama. Dua pengukuran tersebut adalah market value dari saham yang beredar yang mengukur penilaian pasar terhadap aset perusahaan dan debt yang diartikan sebagai biaya dari aset perusahaan. Debt dalam penilaian Tobin’s Q adalah hutang jangka panjang dan hutang lancar. Kelebihan menggunakan persamaan Tobin;s Q adalah dapat menghindari kesulitan dalam mengestimasi rate of return dan marginal cost perusahaan. Dalam Klapper dan Love (2002) menyatakan bahwa Tobin’s Q dapat memberikan estimasi pada intangible assets perusahaan yang meliputi: peluang investasi di masa depan, kekuatan pasar dan keberhasilan manajemen. Tobin’s Q diukur menggunakan rumus seperti yang digunakan Hidayah, (2008) yaitu:
28
(MVE + Debt) Tobin’s Q = TA Keterangan: MVE
= Market Value Equity (Harga saham penutupan akhir tahun x Jumlah saham biasa beredar akhir tahun
Debt
= Nilai buku total hutang
TA
=
2.1.7
Nilai buku total asset
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan pengukuran besar kecil perusahaan dari jumlah aset yang dimiliki, karakteristik perusahaan dan ditinjau dari segmen pasar yang dijalankan oleh perusahaan oleh perusahaan dalam kegiatan operasionalnya. Menurut Klapper dan Love (2002), belum jelas arah pengaruh yang ditimbulkan oleh ukuran perusahaan terhadap corporate governance. Perusahaan besar dapat memiliki masalah keagenan yang lebih besar (karena lebih sulit di monitor) sehingga membutuhkan corporate governance yang lebih baik. Di sisi lain, perusahaan kecil bisa memiliki kesempatan bertumbuh yang tinggi, sehingga membutuhkan mekanisme corporate governance yang lebih baik Dengan demikian penelitian ini memasukkan variabel ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan log natural dari penjualan (Hidayah, 2008).
29
2.2
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pengungkapan informasi,
penerapan corporate governance, dan kinerja perusahaan telah dilakukan sebelumnya. Berikut terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sumber dan bahan masukan karena sesuai dengan tema dan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. 1.
Gompers et, al. (2001) Corporate Governance and Equity Price adalah judul penelitian yang dilakukan oleh Gompers et, al. (2001). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Corporate Governance sangat berpengaruh terhadap pengembalian saham. Alat ukur yang digunakan adalah Governance Index dan Tobin’s Q. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1500 perusahaan, dengan periode penelitian dari tahun 1990 sampai dengan 1999.
2.
Klapper dan Love (2002) Klapper dan Love (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Corporate Governance, Investor Protection, and Performance in Emerging Markets menyatakan bahwa Corporate Governance berpengaruh secara signifikan, baik melalui alat ukur Return on Asset ataupun Tobin’s Q. Penelitian mengambil sampel 495 perusahaan di 25 negara, dengan kriteria ukuran perusahaan dan ketertarikan investor pada perusahaan.
3.
Brown dan Caylor (2004) Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Caylor (2004) menyatakan bahwa penerapan Good Corporate Governance tidak berpengaruh
30
signifikan terhadap kinerja perusahaan. Alat ukur yang digunakan adalah GIndex (ISS), Profit Margin (PM), Return on Equity (ROE), Sales Growth, dan Tobin’s Q. Pada penelitian ini, Brown dan Caylor menggunakan 2.327 perusahaan yang terdaftar dalam ISS (Institutional Shareholder Service) sebagai sampel. 4. Hastuti (2005) Sementara itu dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan dengan Kepemilikan dan Kinerja Keuangan, Hastuti (2005) menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara struktur kepemilikan dengan kinerja. Begitupun dengan manajemen laba dengan kinerja. Sedangkan untuk disclosure dan kinerja, terdapat hubungan yang signifikan antara keduanya. Sampel yang diambil oleh peneliti adalah perusahaan yang termasuk dalam daftar LQ – 45 pada tahun 2001 – 2002. 5.
Darmawati et al. (2005) Deni Darmawati, Khomsiyah, dan Rika Gelar rahayu (2005) telah meneliti tentang hubungan corporate governance dengan kinerja perusahaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 53 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2001 dan 2002, yang masuk dalam pemeringkatan penerapan corporate governance yang dilakukan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) di tahun 2001 dan 2002. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa corporate governance berpengaruh terhadap kinerja operasional perusahaan, tetapi tidak demikian
31
dengan kinerja pasar perusahaan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks CGPI, Tobin’s Q sebagai ukuran kinerja pasar dan ROE sebagai ukuran kinerja operasional. 6.
Sayidah (2007) Kesimpulan bahwa Corporate Governance tidak mempengaruhi kinerja perusahaan baik melalui alat ukur Profit Margin (PM), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Return On Investment disampaikan oleh Sayidah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Kualitas Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan non perbankan yang masuk peringkat 10 besar skor CGPI yang diberikan oleh IICG untuk tahun 2003, 2004 dan 2005. Jumlah akhir sampel yang digunakan adalah 22 perusahaan.
7. Hidayah (2008) Hidayah (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh kualitas pengungkapan informasi terhadap hubungan antara penerapan corporate governance dengan kinerja perusahaan dengan menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan mengikuti survei IICG pada tahun 2001 – 2004. Hasil analisisnya menujukkan bahwa penerapan corporate governance ternyata tidak mempengaruhi kinerja pasar perusahaan. Demikian juga untuk kualitas pengungkapan informasi, ternyata bukan merupakan variabel moderating. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks CGPI, dan Tobin’s Q.
32
8. Nuswandari (2009) Nuswandari (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Corporate Governance Perception Index Terhadap Kinerja Perusahaan pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia menyimpulkan bahwa Corporate Governance berpengaruh signifikan terhadap kinerja dengan alat ukur ROE. Sedangkan untuk alat ukur Tobin’s Q, Nuswandari menyatakan
Corporate
Governance
tidak
mempengaruhi
kinerja
perusahaan. Nuswandari menggunakan 101 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebagai sampel penelitainnya. Sedangkan untuk periode penelitiannnya adalah 4 tahun, dari tahun 2001 – 2005. 9.
Purwani (2010) Penelitian dengan judul Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik yang dilakukan oleh Purwani (2010) menyimpulkan bahwa penerapan GCG tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja. Sampel penelitian diperoleh dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan termasuk dalam peserta survei The Indonesian
Institute for Corporate Governance selama periode 2004
sampai dengan 2008. Selama periode tersebut terdapat 114 perusahaan yang bersedia mengikuti survey, tetapi hanya 89 perusahaan yang memperoleh
skor
dalam
pemeringkatan
Corporate
Governance
Performance Index (CGPI). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks hasil survei IICG dan Eva Momentum.
33
10. Noviani dan Nurmayanti (2010) Noviani dan Nurmayanti (2010) yang meneliti Pengaruh Penerapan Corporate
Governance
Terhadap
Kinerja
Keuangan
Perusahaan
menyimpulkan bahwa corporate governance berpengaruh positif terhadap ROE sebesar 22,6%, NPM sebesar 9,8 % dan Tobin’s Q sebesar 8,5%. Sampel dari penelitian ini adalah 36 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan mengikuti survei yang dilakukan oleh IICG tahun 2004-2007 serta masuk dalam pemeringkatan CGPI.
2.3
Rerangka Pemikiran Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pengungkapan informasi terhadap hubungan antara penerapan corporate governance dengan kinerja perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dan Moderated Reggression Analysis (MRA) atau uji interaksi. Variabel independen penerapan corporate governance di proksi dengan indeks hasil pemeringkatan CGPI oleh IICG, sedangkan variabel dependen kinerja pasar dan kinerja operasional masing-masing di proksi dengan Tobin’s Q dan ROE. Peneliti menggunakan kualitas pengungkapan informasi sebagai variabel moderating, sedangkan ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol.
34
Rerangka Konseptual Hubungan antar Variabel
Variabel Moderator: (Kualitas Pengungkapan Informasi) Y1 (Kinerja Pasar Perusahaan)
X (Corporate Governance)
Y2 (Kinerja Operasional Perusahaan)
Variabel Kontrol: (Ukuran Perusahaan)
Gambar 2.1 Sumber: Data Olahan
35
2.4
Perumusan Hipotesis Menurut Cooper dan Emory (1995: 42),
hipotesis adalah proporsi yang
dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Jadi hipotesis merupakan hubungan antara beberapa variabel yang masih bersifat sementara atau dugaan. Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis penelitian yang disusun adalah sebagai berikut:
Hubungan Corporate Governance dengan Kinerja Operasional Perusahaan Perusahaan dengan corporate governance yang baik akan memiliki kinerja operasional yang lebih efisien. Manajer bekerja secara efektif dan efisien sehingga dapat menurunkan biaya modal dan mampu meminimalkan risiko. Hal ini dapat terlihat pada harapan aliran kas masa depan yang tinggi. Tindakan tersebut akan menghasilkan profitabilitas yang tinggi. Penelitian tentang hubungan penerapan corporate governance dengan kinerja perusahaan telah banyak dilakukan, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Salah satunya adalah penelitian Darmawati et al. (2003) yang menyatakan bahwa corporate governance berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan yang diukur dengan menggunakan ROE (Return on Equity). Hasil penelitian tersebut didukung dengan hasil penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Nuswandari (2009) yang menunjukkan hal serupa, bahwa corporate governance secara signifikan mempengaruhi kinerja operasional perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis yang dirumuskan pada penelitian ini adalah:
36
H1 : Corporate
governance
berpengaruh
terhadap
kinerja
operasional
perusahaan
Hubungan Corporate Governance dengan Kinerja Pasar Perusahaan Perusahaan yang telah menerapkan GCG, akan lebih dipercaya kreditor maupun investor sehingga saham-sahamnya lebih likuid dan harga saham bisa semakin meningkat (Hidayah, 2008:56). Manfaat bagi perusahaan yang menerapkan good corporate governance seperti
yang dikemukakan oleh Achmad Daniri yang dikutip oleh Djatmiko (2002) dalam Nuswandari (2009:74) adalah bahwa esensi dari good corporate governance ini secara ekonomis akan menjaga kelangsungan usaha, baik profitabilitasnya maupun pertumbuhannya. Corporate governance merupakan pedoman bagi manajer untuk mengelola perusahaan secara best practice. Manajer akan membuat keputusan keuangan yang dapat menguntungkan semua pihak (stakeholder). Manajer bekerja secara efektif dan efisien sehingga dapat menurunkan biaya modal dan mampu meminimalkan
risiko. Usaha tersebut diharapkan
menghasilkan profitabilitas yang tinggi. Investor akan memperoleh pendapatan (return) sesuai dengan harapan. Dampak penerapan good corporate governance selain bisa menghilangkan
KKN dan menciptakan serta mempercepat iklim
berusaha yang lebih sehat juga meningkatkan kepercayaan investor dan kreditor. Disinilah kaitan antara penerapan good corporate governance dengan kinerja perusahaan. Penerapan corporate governance yang baik akan membuat investor memberikan respon yang positif terhadap kinerja perusahaan dan meningkatkan nilai pasar perusahaan, seperti yang disimpulkan oleh Noviani dan Nurmayanti
37
(2010) bahwa penerapan corporate governance berpengaruh signifikan terhadap kinerja pasar perusahaan. Pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nuswandari (2009) yang menyimpulkan corporate governance mempengaruhi kinerja pasar secara statistik tidak didukung. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H2 : Corporate governance berpengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan
Pengaruh Kualitas Pengungkapan Informasi terhadap Hubungan Corporate Governance dengan Kinerja Operasional Perusahaan Informasi yang baik adalah informasi yang dapat menjawab semua pertanyaan
pembacanya.
Perusahaan
yang
telah
menerapkan
corporate
governance seharusnya telah memenuhi asas transparansi, yang berarti telah menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak manajemen dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang dihasilkan oleh manajemen perusahaan, tidak terlepas dari informasi-informasi yang ada pada laporan keuangan. Selanjutnya dari keputusan tersebut akan terlihat kinerja operasional perusahaan untuk beberapa periode kedepan. Informasi yang baik akan menghasilkan keputusan yang tepat bagi perusahaan. Pernyataan tersebut merujuk pada hasil penelitian Hastuti (2005) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara disclosure dengan kinerja pasar perusahaan.
38
H3:
Kualitas pengungkapan informasi berpengaruh terhadap hubungan antara corporate governance dengan kinerja operasional perusahaan
Pengaruh Kualitas Pengungkapan Informasi terhadap Hubungan Corporate Governance dengan Kinerja Pasar Perusahaan Salah satu yang mendasari keputusan investor untuk melakukan investasi adalah laporan keuangan perusahaan. Pengungkapan yang detil akan memberikan gambaran kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Pada kondisi ketidakpastian pasar, nilai informasi yang relevan dan reliabel yang tercermin di dalam disclosure (pengungkapan informasi) perusahaan menjadi faktor penting (Hidayah, 2008:57). Pernyataan tersebut di dukung dengan hasil penelitian Hastuti (2005) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara disclosure dengan kinerja pasar perusahaan. Dalam penelitian ini rumusan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: H4:
Kualitas pengungkapan informasi berpengaruh terhadap hubungan antara corporate governance dengan kinerja pasar perusahaan