9
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Pecking Order Theory Pecking order theory menunjukkan bahwa perusahaan akan memilih pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Pendanaan eksternal dilakukan apabila pendanaan internal tidak mencukupi. Dalam teori ini menunjukkan urutan dalam pendanaan yaitu laba ditahan, hutang, dan penerbitan saham. Dana internal berupa laba ditahan, sedangkan dana eksternal berupa hutang dan penerbitan saham. Pada pecking order theory manajer lebih konsisten dalam meningkatkan tujuan utama perusahaan yaitu memakmurkan pemegang saham. Mamduh dan Hanafi (2013) mengemukakan bahwa perusahaan mempunyai urutan-urutan dalam penggunaan dana, yaitu: 1.
Perusahaan lebih memilih dana internal, dimana dana internal didapat dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
2.
Perusahaan menghitung target rasio pembayaran dari peluang investasi.
3.
Kebijakan deviden yang konstan, fluktuasi keuntungan dan peluang investasi yang tidak diprediksi, akan mengakibatkan aliran kas yang diterima perusahaan akan lebih besar dibandingkan pengeluaran investasi yang dilakukan perusahaan pada saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas lebih besar perusahaan akan membayar hutang atau membeli
9
10
surat berharga, jika kas kas lebih kecil perusahaan akan menggunakan saldo kas atau menjual surat berharga.
2.1.2 Growth Sales (Pertumbuhan Penjualan) Pertumbuhan penjualan merupakan tolak ukur dalam pencapaian keberhasilan perusahaan dalam pertumbuhan di masa yang akan datang. Tingkat pertumbuhan perusahaan di peroleh dari bertambahnya volume penjualan dengan peningkatan harga dalam penjualan yang di lakukan perusahaan, di mana penjualan merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh laba. Pertumbuhan penjualan perusahaan di katakan stabil dan semakin baik apabila setiap akhir periode mengalami tingkat penjualan secara konsisten. Pertumbuhan penjualan sebuah perusahaan yang stabil akan lebih banyak memperoleh pinjaman serta menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan penjualannya yang tidak stabil (Brigham dan Houston, 2001).
Pertumbuhan penjualan menggambarkan memberikan kredit
bagi kreditur dan bagi bank akan menambah kredit. Perusahaan dengan penjualan yang meningkat cenderung dana yang dikeluarkan besar untuk kegiatan operasionalnnya. Jika penjualan meningkat setiap tahun, maka dengan pembiayaan hutang dan beban tertentu akan meningkatan pendapatan pemegang saham. Menurut Rakhmawati dan Mira (2008) semakin tinggi pertumbuhan penjualan perusahaan akan lebih aman menggunakan hutang. Jadi, dengan tingkat penjualan yang tinggi mendorong
10
11
perusahaan untuk menggunakan jumlah hutang yang besar dibandingkan dengan perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah.
2.1.3
Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba untuk
kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Di dalam profitabilitas perusahaan ditentukan dengan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Menurut Madura (2007) menyatakan bahwa kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba tergantung pada efisiensi dan efektifitas pelaksanaan operasi, serta sumber daya yang tersedia untuk melakukannya, pengukuran kemampuan memperoleh laba tersebut mengindikasikan kinerja operasi perusahaan selama periode tertentu. Menurut Weston dan Brigham (2001: 197) menyatakan Profitabilitas adalah hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan, di mana profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas juga disebut dengan rentabilitas. Rentabilitas perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba (Riyanto, 2001). Bagi perusahaan yang bekerja secara efisiensi dengan melihat seberapa besar rentabilitas dibandingkan dengan melihat laba, karena dengan laba yang besar belum tentu menjadikan perusahaan tersebut bekerja secara efisiensi. Jadi, bagi perusahaan seharusnnya tidak hanya membesarkan labanya, tetapi juga bagaimana memperbesar rentabilitasnya.
11
12
Profitabilitas selain digunakan untuk kemampuan perusahaan memperoleh laba. Profitabilitas mempunyai arti penting bagi mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut memiliki prospek yang baik dimasa yang akan datang. Dalam mengukur tingkat profitabilitas perusahaan, dapat dilakukan dengan menggunakan
rasio
profitabilitas.
Rasio
profitabilitas
menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari tahun ke tahun. Rasio profitabilitas juga bisa digunakan untuk menganalisis penentu kebijakan perusahaan selanjutnya. Setiap perubahan yang terjadi akan mempengaruhi pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan perusahaan.
2.1.4
Operating Leverage Menurut Agus dan Martono (2012) menjelaskan Leverage mengacu pada
penggunaaan asset dan sumber dana oleh perusahaan di mana dalam penggunaan asset atau dana tersebut oleh perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap atau beban tetap. Penggunaan asset atau dana tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. Dalam perusahaan ada dua leverage, yaitu leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan (finansial leverage). Di mana kedua leverage tersebut bertujuan untuk keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya asset dan sumber dananya, sebaliknya leverage
juga
bisa
meningkatkan
resiko
12
keuntungan.
Jika
perusahaan
13
mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage menurunkan keuntungan pemegang saham. Leverage keuangan merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar saham (earning per share). Leverage keuangan timbul setelah perusahaan menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial leverage) atau efek yang positif apabila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana lebih besar daripada beban tetap atas pengunaan dana yang bersangkutan. Beban tetap yang dikeluarkan dari penggunaan dana misalnya hutang obligasi harus mengeluarkan beban tetap berupa bunga, sedangkan penggunaan dana yang berasal dari saham preferen harus mengeluarkan beban tetap berupa deviden. Leverage
keuangan
merugikan
apabila
perusahaan
tidak
dapat
memperoleh pendapatan dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban tetap yang harus dibayar. Nilai leverage positif atau negatif dinilai berdasarkan pengaruh leverage yang dimiliki terhadap pendapatan per lembar saham (EPS). Menurut Mamduhdan Hanafi (2013) menjelaskan seberapa besar perusahaan dalam menggunakan beban tetap operasional. Beban tetap operasional berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan pemasaran yang bersifat tetap. Perusahaan dengan biaya tetap yang tinggi akan menggunakan operating leverage yang tinggi. Perubahan penjualan yang kecil mengakibatkan pendapatan yang tinggi. Jika perusahaan
menghasilkan
DOL
yang
13
tinggi,
tingkat
penjualan
yang
14
tinggi akan menghasilkan pendapatan yang tinggi. Sebaliknya jika tingkat penjualan turun maka perusahaan akan mengalami kerugian. Tingkat leveragre operasi atau degree of operating leverage (DOL) adalah persentase perubahan dalam laba operasi (EBIT) yang disebabkan perubahan satu persen dalam output (penjualan). Jadi, operating leverage berfungsi untuk mengetahui perubahan laba operasi sebagai akibat perubahan penjualan, sehinnga perusahaan dapat mengetahui keuntungan operasi perusahaan.
2.1.5
Tax Rate pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Sumarsan, 2013). Pajak menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan dan tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Sumarsan, 2013). Siahaan dan Lubis (2009) mengemukakan Tingkat Pajak (Tax Rate) dapat diketahui berdasarkan tarif pajak yang dikenakan atas laba operasi perusahaan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 17 dan diperbarui dengan
14
15
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 25 tentang pajak yang dikenakan atas laba perusahaan.
2.1.6 1.
Kebijakan Hutang
Pengertian Hutang Menurut Munawir (2004) hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor. Dalam perusahaan hutang merupakan pembiayaan dana eksternal. Hutang di bedakan menjadi dua yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang.
a.
Hutang jangka pendek Hutang jangka pendek merupakan hutang yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun. Hutang jangka pendek meliputi: 1) Hutang dagang adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian transaksi atau barang dagangan. 2) Hutang wesel adalah wesel yang harus di bayar kepada pihak lain yang pernah kita berikan kepadanya. Umur utang wesel adalah 30 hari, 60 hari, dan 90 hari. 3) Biaya yang masih harus dibayar adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum di lakukan pembayarannya. 4) Hutang jangka panjang yang
jatuh tempo adalah sebagian atau
seluruh hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayaran. 15
16
5) Penghasilan yang diterima dimuka ( Deferred Revenue) adalah penerimaan uang untuk penjualan barang dan jasa yang belum terealisir. b.
Hutang Jangka Panjang Hutang jangka panjang merupakan hutang yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca dan sumbersumber untuk melunasi hutang jangka panjang adalah sumber bukan dari kelompok aktiva lancar. Hutang jangka panjang terdiri dari: 1) Hutang obligasi merupakan surat pengakuan hutang (dengan bunga) jangka panjang yang akan dibayar pada tanggal tertentu
2) Hipotik merupakan penggadaian kekayaan nyata tertentu untuk mendapatkan suatu pinjaman dengan beban bunga yang tetap. Kekayaan nyata didefinisikan sebagai real estate, gedung, dan lainlain. 2.
Pengertian Kebijakan Hutang Kebijakan hutang merupakan kebijakan keputusan pendanaan dimana manajemen perusahaan memperoleh pendanaan untuk membiayai aktifitas operasional. Kebijakan hutang digambarkan dalam debt ratio, yaitu rasio yang menggambarkan sejauh mana perusahaan menggunakan hutangnya (Husnan dan
Enny,
2000:38).
Menurut
Gitman
(2006:64)
rasio
hutang
menggambarkan posisi total aktiva perusahaan yang didanai oleh kreditor.
16
17
Menurut Sawir (2012) kebijakan hutang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio yang menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Semakin tinggi rasio maka semakin tinggi perusahaan membayar seluruh kewajibannya, sebaliknya semakin rendah rasio maka semakin rendah perusahaan membayar seluruh kewajibannya. kebijakan hutang perusahaan berfungsi untuk memonitoring tindakan manajer dalam mengelolah perusahaan. Keputusan dalam pendanaan perusahaan akan mempengaruhi struktur modal perusahaan, dimana pendanaan perusahaan bersumber dari modal internal dan modal eksternal. Modal internal perusahaan berasal dari laba ditahan, sedangkan modal eksternal perusahaan berasal dari kreditur dan pemilik. Hutang perusahaan berasal dari modal kreditur. Perusahaan dengan banyak hutang akan meningkatkan beban bunga dan pokok pinjaman, mengakibatkan perusahaan menghadapi default, dimana perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya akibat kewajiban yang semakin besar. 3.
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang a. Kepemilikan Manajerial Menurut Kartini dan Arianto (2008) kepemilikan manajerial adalah perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki insider ownershipdengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor.
17
18
Kepemilikan
Manajerial
berfungsi
menyelaraskan
antara
kepentingan manajer dengan kepentingan pemegang saham eksternal (Listyani 2003). Kepemilikan manejerial dengan hutang memiliki hubungan timbal balik, dimana peningkatan presentase kepemilikan manajerial akan mengurangi hutang dan sebaliknya jika, penurunan kepemilikan manajerial akan meningkatkan hutang. Penggunaan hutang yang tinggi akan menyebabakan resiko perusahaan tinggi sehingga manajerial mengurangi kepemilikan saham untuk memperkecil resiko. b. Kepemilikan Institusional Menurut Juniarti dan Sentosa (2009) Kepemilikan institusional adalah
kepemilikan
saham
perusahaan
yang
dimiliki
investor
institusional, seperti perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi, institusi luar negeri, dan perwalian serta institusi lainnya. c. Kebijakan Deviden Kebijakan deviden adalah keputusan dimana laba perusahaan diperoleh pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal dalam pembiayaan investasi dimasa yang akan datang (Harjito dan Martono, 2007:253). d. Struktur Aset Besarnnya aset dapat menentukan besarnnya hutang. Perusahaan yang aktivanya bisa dijadikan jaminan kredit akan banyak menggunakan
18
19
hutang karena investor selalu memberikan pinjaman apabila punya pinjaman (Brigham dan Houston 2001: 39-41 dalam junaidi 2006). e. Resiko Bisnis Resiko bisnis terjadi jika perusahaan memiliki resiko yang tinggi dan menggunakan hutang lebih kecil akan menghindari resiko kebangkrutan. Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa resiko bisnis ada dua, yaitu resiko bisnis dan resikokeuangan. Resiko bisnis atau seberapa beresiko saham perusahaan jika perusahaan tidak mempergunakan utang, sedangkan
resiko
keuangan
merupakan
tambahan
resiko
yang
dikendalikan pada pemegang saham biasa sebagai akibat dari keputusan perusahaan untuk mempergunakan hutang. f. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah ukuran dimana besar kecilnya total aktiva pada perusahaan di neraca akhir tahun. Ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang ditujukan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan aset, dan rata-rata total aktiva (Sujianto, 2001).
Ukuran
perusahaan yang besar akan memiliki sumber daya pendukung yang besar dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Tingginya tingkat dana yang dibutuhkan perusahaan besar membuat manajer mengambil keputusan untuk mengadakan dana pinjaman dari pihak eksternal. Perusahaan tidak mungkin menggunakan seluruh modalnya, keberadaan investor sangat
19
20
dibutuhkan, karena investoe sebagai penyelenggara dana dan akan menyeleksi perusahaan. Kemungkinan perusahaan besar mengalami kebangkrutan relatif kecil. Ukuran perusahaan sering digunakan sebagai indikator untuk kebangkrutan. g. Likuiditas Perusahaan Menurut
Mamduh
(2004)
likuiditas
adalah
kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya dalam jangka pendek maupun yang harus dibayar. Perusahaan yang tidak likuid akan mempunyai dampak besar, karena hutang yang tidak bisa dibayar semakin besar pinjaman pokok atau bunganya. Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, maka perusahaan mampu mengembalikan hutangnya sebelum jatuh tempo. Kreditur akan mempertimbangkan untuk memberikan hutang, karena likuiditas yang tinggi akan menjadi salah satu penentu untuk memberikan dana tersebut. Rasio likuiditas yang digunakan adalah rasio lancar dengan membagi aktiva lancar dan kewajiban lancar yaitu: 1) Free Cash Flow Free cash flow dalam Bringham dan Houston (2001), menggambarkan seberapa besar kas yang akan dibagikan kepada investor. Free cash flow dapat menimbulkan konflik antara manajer dengan pemegang saham, karena manajer ingin dana yang ada untuk digunakan investasi yang menguntungkan, sedangkan pemegang
20
21
saham menginginkan sisa dana tersebut dibagikan dalam bentuk dividen.
2) NDT (Non-Debt Tax Shield) Bunga hutang digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Perusahaan bisa mengurangi pajak dengan depresiasi dan dana pensiun. Perusahaan tidak perlu menggunakan hutang yang tinggi dengan NDT tinggi.
2.1.7
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dalam permasalahan penelitian
ini adalah: 1.
Larasati
(2011)
meneliti
tentang pengaruh
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan institusional, dan kebijakan dividen terhadap kebijakan hutang perusahaan. Populasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 197 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif terhadap kebijakan hutang, dan kebijakan dividen memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. 2.
Yeniatie dan Destriana (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Faktor-faktor yang diteliti adalah
21
22
kepemilikan manejerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, struktur aset, profitabilitas, pertumbuhan perusahaan, dan resiko bisnis. Sampel yang digunakan sebanyak 45 perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI periode 2005-2007. Hasil dari penelitian ini adalah kepemilikan institusional dan profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. Struktur aset dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang. Kepemilikan manjerial, kebijakan dividen dan resiko bisnis tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. 3.
Sayuthi dan Raithari (2013) meneliti tentang pengaruh pertumbuhan penjualan, operating leverage, dan tax rate terhadap kebijakan hutang dengan pendekatan pecking order theory. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2007-2010, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti. Sampel penelitian ini dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan, operating leverage, dan tax rate secara signifikan berpengaruh terhadap kebijakan hutang.
4.
Indahningrum dan Handayani (2009) meneliti tentang pengaruh kepemilikan manejerial, kepemilikan institusional, dividen, pertumbuhan perusahaan, free cash flow, dan profitabilitas terhadap kebijakan hutang perusahaan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur dan perusahaan non manufaktur. Hasil dari penelitian ini adalah kepemilikan
22
23
manejerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, pertumbuhan perusahaan, free cash flow, dan profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan hutang perusahaan. 5.
Nurhayati (2012) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang dan nilai perusahaan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2007-2010. Sampel yang digunakan adalah perusahaan non jasa. Hasil dari penelitian ini adalah ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang, sedangkan resiko bisnis dan likuiditas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
6.
Steven dan Lina (2011) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Faktorfaktor yang diteliti adalah kebijakan dividen, investasi, struktur aset, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan profitabilitas. Sampel yang digunakan adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2007 sampai 2009 sebanyak 142. Sedangkan sampel yang digunakan sebanyak 39 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan investasi, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, dan kepemilikan manjerial tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Kebijakan dividen dan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan hutang. Sedangkan struktur aset berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan hutang.
23
24
2.2
Rerangka Pemikiran
Perusahaan
Manajemen
Fungsi Keuangan Perusahaan
Keputusan Pendanaan
Kebijakan Hutang
Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang
Growth Sales
Profitabilitas
Operating Leverage
Kebijakan Hutang
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
24
Tax Rate
25
Keterangan: 1. Manajemen perusahaan di hadapkan dengan fungsi keuangan berupa keputusan pendanaan. 2. Keputusan pendanaan merupakan penentu dalam meningkatkan laba perusahaan. 3. Salah satu keputusan pendanaan adalah kebijakan hutang, di mana hutang mempunyai pengaruh penting bagi perusahaan dalam pendanaan dan dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang terdiri dari growth sales, profitabilitas, operating leverage, dan tax rate.
2.3
Perumusan Hipotesis
2.3.1
Pengaruh growth sales terhadap kebijakan hutang Menurut Kaaro (2001) dalam Amirya dan Atmini (2008:231) menjelaskan
pertumbuhan penjualan mencerminkan tingkat produktifitas terpasang yang siap beroperasi dan mencerminkan kapasitas pasar saat ini dan mencerminkan daya saing perusahaan dalam pasar. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan menggunakan pendanaan internal berupa laba ditahan, maka perusahaan akan cenderung menurunkan hutang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah: H1: Growth sales (Pertumbuhan Penjualan) berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
25
26
2.3.2
Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan hutang Menurut Masdupi (2005) dalam Yeniatie dan Destriana (2010)
profitabilitas merefleksikan laba untuk pendanaan investasi, berdasarkan pendekatan pecking order theory. pilihan pertama dalam keputusan pendanaan adalah menggunakan retained earning kemudian menggunakan hutang dan ekuitas. Semakin tinggi tingkat profitabilitas maka semakin kecil tingkat hutang perusahaan dalam kegiatan pendanaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah: H2: Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan hutang.
2.3.3
Pengaruh Operating leverageterhadap kebijakan hutang Perusahaan dengan tingkat operating leverage relatif kecil mampu
menaikkan financial leverage karena keduannya dapat mempengaruhi laba bersih, jika perusahaan memiliki tingkat operating leverage yang rendah perusahaan akan berusaha meningkatkan hutang, sebaliknya jika perusahaan memiliki tingkat operating leverage yang tinggi perusahaan tidak membutuhkan lagi pendanaan eksternal yang berupa hutang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah: H3: Operating leverage berpengaruh negatifterhadap kebijakan hutang.
2.3.4
Pengaruh Tax Rate terhadap kebijakan hutang Menurut Brigham dan Houston (2001) dalam Siahaan dan Lubis (2009:20)
menyatakan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan dengan
26
27
tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi, karena makin tinggi tarif pajak perusahaan maka makin besar penggunaan hutang. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah: H4: Tax rate berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang.
27
29
2. Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang rupiah. 3. Perusahaan yang mengalami laba atau tidak mengalami kerugian selama periode 2010 sampai 2013. 4. Perusahaan Manufaktur yang mengalami pertumbuhan penjualan secara berturut-turut selama periode 2010 sampai 2013.
Berdasarkar kriteria pemilihan sampel yang digunakan penelitian ini, maka tahapan perolehan sampel penelitian ini adalah: Tabel 1 Tahapan Perolehan Sampel Penelitian Keterangan
Jumlah
1. Perusahaan manufaktur yang telah mempublikasikan laporan keuangan yang lengkap dan berturut-turut pada periode 2010 sampai 2013
132
2. Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang asing
(27)
3. Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang rupiah
105
4. Perusahaan manufaktur yang mengalami laba negatif atau mengalami kerugian selama periode 2010 sampai 2013
(29)
5. Perusahaan manufaktur yang mengalami laba positif atau tidak mengalami kerugian selama periode 2010 sampai 2013
29
76
30
6. Perusahaan manufaktur yang tidak mengalami pertumbuhan penjualan secara berturut-turut selama periode 2010 sampai 2013
(23)
7. Perusahaan manufaktur yang mengalami pertumbuhan penjualan secara berturut-turut selama periode 2010 sampai 2013
53
JumlahSampel Akhir Penelitian
53
Sumber: www.idx.co.id, diolah
3.3
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data yang
berupa dokumentasi dan studi pustaka, dimana data dokumentasi diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dan dari situs www.idx.co.id berupa laporan keuangan, Sedangkan data dari studi pustaka diperoleh dari jurnal, buku, skripsi, dan sumber-sumber lain yang diperoleh yang berkaitan dalam penelitian ini.
3.4
Variabel dan Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel independen
dan variabel dependen. Variabel independen dari penelitian ini adalah growth sales, profitabilitas, operating leverage, dan tax rate, sedangkan variabel dependen dari penelitian ini adalah kebijakan hutang. Adapun definisi operasional variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
30
31
1.
Variabel independen (variabel bebas) a.
Growth Sales (pertumbuhan penjualan) Menurut Kusuma (2009) dalam Marpaung (2010: 6) menunjukkan Growth sales adalah presentase kenaikan atau penurunan penjualan dari suatu periode keperiode berikutnya. Pertumbuhan penjualan dihitung dengan rumus sebagai berikut: Pertumbuhan Penjualan (SG)
b.
Profitabilitas Djabid (2007) dalam Surya dan Rahayuningsih (2012) menyatakan bahwa profitabilitas diukur dengan rumus return on asset. Profitabilitas dihitung dengan rumus sebagai berikut:
c.
Operating Leverage Marpaung (2010) menyatakan tingkat leverage operasi (degree of operating leverage (DOL)) merupakan persentase perubahan laba operasi atau EBIT akibat perusahaan tertentu dalam persentase penjualan. Operating leverage dihitung dengan rumus:
d.
Tax Rate Tirsono (2008) menyatakan bahwa perusahaan dengan tarif pajak yang tinggi memiliki insentif lebih banyak untuk mengajukan utang karena dapat mengambil keuntungan dari pengurangan bunga, semakin tinggi
31
32
tarif pajak akan semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penggunaan utang. Tarif Pajak dihitung dengan rumus sebagai berikut:
2.
Variabel Dependen (variabel terikat) Kebijakan hutang adalah kebijakan keputusan pendanaan dimana manajemen perusahaan memperoleh pendanaan untuk membiayai aktifitas operasional. Kebijakan hutang dihitung dengan rumus sebagai berikut:
3.5 Teknik Analisis Data 3.5.1
Uji Asumsi Klasik Melakukan uji asumsi klasik adalah salah satu syarat uji regresi dimana
untuk mengetahui pengujian regresi apakah dapat digunakan sebagai pendeteksi yang baik. Uji asumsi klasik meliputi: 1.
Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel independen dan variabel dependen mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2011). Mendeteksi Normalitas dapat digunakan uji statistik. Uji stastistik dapat digunakan dengan analisis uji Kolmogorov-Smirnov, dimana untuk mengetahui distribusi residual normal atau tidak. Terdistribusi normal jika
32
33
nilai signifikan lebih besar dari 0,05 sebaliknya jika tidak terdistribusi normal maka nilai signifikan kurang dari 0,05. Uji normalitas juga bisa dideteksi dengan grafik P-P Plot dengan melihat sumbu diagonal dari grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2.
Uji Multikolinearitas Menurut Ghazali (2011), metoda yang digunakan untuk mengetahui terjadinya multikolinearitas dengan melakukan uji Variance Inflation Factor (VIF). Dimana dihitung dengan rumus sebagai berikut: VIF = 1 / Tolerance Jika, VIF lebih besar dari 10, maka antara variabel independen terjadi multikolinearitas. Menurut Ghazali (2011) untuk mendeteksi terjadinya multikolinearitas juga menggunakan korelasi (r) dimana antar variabel independen terdapat derteminasi yang cukup tinggi dimana korelasi diatas 0,90.
3.
Uji Heteroskesdastisitas Menurut Ghazali (2011) uji heteroskesdastisitas bertujuan apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual satu pengamatan kepengamatan lain.
33
34
Uji heteroskesdastisitas dilakukan dengan menggunakan scatterplot dan uji park. Scatterplot bisa dilihat antara nilai grafik prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan nilai residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskesdastisitas dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara ZPRED dengan SRESID dimana sumbuh Y adalah Y yang diprediksi, sedangkan sumbu X merupakan residual (Y prediksi – Y sesungguhnya. Uji park menurut Ghazali (2011), dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: LnU2i = α + β LnXi +vi Dimana: Xi : variabel independen yang diperkirakan mempunyai hubungan erat dengan variance (δi2) Vi : unsur kesalahan
4.
Uji Autokorelasi Menurut Ghazali (2001:67), uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan periode sebelumnnya (t-1). Uji autokorelasi juga bisa digunakan dengan uji Durbin Watson (DW). Adapun pengambilan keputusan ada atau tidaknnya autokorelasi, sebagai berikut:
34
35
Tabel 2 Pengambilan keputusan autokorelasi Jika
Keputusan
d
Terjadi masalah autokorelasi yang positif dan perlu perbaikan
dl
Ada masalah autokorelasi positif tetapi lemah, dimana perbaikan akan lebih baik
du
Tidak ada masalah autokorelasi
4-du
Masalah autokorelasi lemah, dimana dengan perbaikan akan lebih baik
4-dl
3.5.2
Masalah autokorelasi serius
Analisis Regresi Linier Berganda Penelitian ini terdiri dari 4 variabel independen growth sales, profitabilitas,
Persamaan regresi yang digunakan sebagai berikut: DEBT = α+ b1SG+ b2PROF+ b3DOL + b4TR+ e Keterangan: DEBT = Kebijkan Hutang α
=Koefisien Konstanta
b
=Koefisien Regresi
SG
= Pertumbuhan Penjualan
PROF = Profitabilitas DOL = Operating Leverage
35
36
TR
= Tax Rate (Tarif Pajak)
e
= Standart Error
3.5.3
Uji Hipotesis
1.
Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit) Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness of Fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghozali, 2006:233). Coefficient of determination (R2) mengukur proporsi penurunan variabilitas Y sebagai akibat penggunaan variabel-variabel independen di dalam model regresi. Ukuran goodness of fit model (F) pada hakekatnya mengukur efektivitas model atau mengukur berapa persen variasi Y yang bisa dijelaskan oleh seluruh variabel independen yang digunakan (model). Dari
36
37
dua pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa keduanya menunjukkan hal yang saling terkait, yaitu ukuran “kecocokan” (fitness) model tersebut (Gudono, 2014:144). Informasi mengenai nilai F dan R2 dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal lain selain untuk mengetahui fitness model yang dikembangkan. Misalnya dalam membandingkan antara dua model (bisa dalam rangka melakukan model comparison) yang memiliki variabel dependen sama dan memiliki variabel independen yang sebagian sama (atau extended atau full model vs reduced
model)
peneliti
dapat
melakukan
partial
F
test
dengan
membandingkan nilai R2 kedua model. Sekaligus hal ini dapat digunakan untuk menilai “sumbangan” variabel yang dihilangkan dari full model terhadap fitness model (Gudono, 2014:146). 2.
Uji Hipotesis Pengujian hipotesis secara parsial merupakan suatu uji hipotesis untuk
menguji seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006:84). Untuk mengetahui variabel independen berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen digunakan tingkat signifikan α = 5 %. Hasil dari uji t pada output SPSS dapat dilihat pada tabel Coefficients yang menunjukkan variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen jika p-value (pada kolom Sig) pada masing-masing variabel independen
37
38
3.5.4 Uji Koefisien Determinasi Tujuan pengujian ini adalah untuk menguji tingkat keeratan atau keterikatan antarvariabel dependen dan variabel independen yang bisa dilihat dari besarnya nilai koefisien determinan determinasi (adjusted R-square). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (Ghozali, 2006). Nilai R2 yang kecilberarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasivariabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti
variabel-variabelindependen
memberikan
hampir
semua
informasi yang dibutuhkan untukmemprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).
38