BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 1.
Laporan Keuangan
Pengertian Laporan Keuangan Salah satu instrumen yang digunakan untuk memahami kondisi keuangan
adalah laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan perusahaan yang dikonversi melalui perhitungan rasio keuangan dapat menghasilkan suatu informasi keuangan yang berguna dalam pengambilan keputusan bagi pihak manajemen. Menurut Prihadi (2010: 4) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan hasil kerja akuntan dalam melaporkan realitas ekonomi suatu perusahaan. Laporan keuangan juga menunjukkan pertanggungjawaban dari pihak manajemen atas penggunaan sumber dana yang digunakan, serta sebagai alat informasi yang menghubungkan antara perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, untuk menunjukkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dan kinerja dari suatu perusahaan. 2.
Tujuan Laporan Keuangan Laporan Keuangan dapat dikatakan sebagai suatu informasi keuangan dari
sebuah entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Tujuan dari penyusunan laporan keuangan yaitu memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
8
9
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Menurut Sofyan (2010:134) tujuan dari penyusunan laporan keuangan adalah : “Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi” Laporan keuangan yang disusun secara baik dan akurat sesuai dengan standar yang berlaku umum, dapat memberikan gambaran akan keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu. Informasi yang dihasilkan mengenai kinerja keuangan suatu perusahaan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Laporan keuangan juga berguna bagi para investor dan calon investor dalam memutuskan keputusan investasi mereka. Hasil analisis tersebut digunakan untuk menentukan apakah investor tetap berinvestasi pada perusahaan tersebut atau mengalihkan dana mereka pada perusahaan lainnya. 3.
Bentuk dan Jenis Laporan Keuangan Menurut Sjahrial (2011: 6) menyatakan bahwa laporan keuangan yang
terdiri dari : a.
Laporan Neraca, menyajikan ringkasan posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu yang menunjukkan total aktiva dengan total kewajiban ditambah dengan total equitas.
b.
Laporan Rugi Laba, berisikan ringkasan pendapatan dan beban / biaya perusahaan dalam periode tertentu, dan menghasilkan laba/rugi usaha pada
10
periode tersebut. c.
Laporan Equitas Pemegang Saham, menjelaskan tentang perubahan – perubahan pada modal saham (biasa dan preferen), tambahan modal yang disetor, laba ditahan, dan saham perbendaharaan (treasury stock).
d.
Laporan Arus Kas, menunjukkan aliran kas masuk dan kas keluar bagi aktivitas operasi, investasi, dan keuangan secara terpisah selama satu periode tertentu.
2.1.2 1.
Analisa Laporan Keuangan
Definisi Analisa Laporan Keuangan Analisa laporan keuangan merupakan salah satu bentuk usaha penilaian
terhadap kemampuan perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya, yang tercermin pada laporan keuangan dan laporan tersebut kemudian diteliti dan dievaluasi sehingga akan diperoleh suatu informasi mengenai kondisi dan kinerja financial perusahaan baik pada masa lalu, masa sekarang, maupun kemungkinan pada masa yang akan datang. Subramanyam dan Wild (2009 : 13) membagi analisa laporan keuangan menjadi tiga area yaitu profitabilitas analysis, risk analysis, dan analysis of sources
and
uses
of
funds.
Analisis
profitabilitas
digunakan
untuk
mengidentifikasi dan mengukur dampak berbagai driver profitabilitas terhadap pengembalian atas investasi perusahaan. Sedangkan, analisis risiko untuk menilai solvabilitas dan likuiditas perusahaan bersama dengan produktif variabilitas terhadap kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmen perusahaan. Dan
11
analisis
arus
kas
digunakan
untuk mengetahui
bagaimana
perusahaan
menggunakan dan mengelola dana, serta untuk mengetahui dampak dari implikasi atas pembiayaan masa depan perusahaan
2. Manfaat Analisa Laporan Keuangan Pada dasarnya, analisa terhadap laporan keuangan suatu perusahaan digunakan untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan dari suatu perusahaan. Di samping itu, analisa laporan keuangan juga dapat digunakan untuk menganalisis posisi keuangan, sebagai dasar salah satu dasar dalam pengambilan keputusan, dapat memprediksi kecenderungan laporan keuangan di masa yang akan datang, serta dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain baik dalam satu laporan keuangan maupun antar laporan keuangan
3. Metode Analisa Laporan Keuangan Setiap metode dalam analisa laporan keuangan bertujuan untuk menyederhanakan data sehingga dapat mudah dipahami dan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bagi pihak – pihak yang berkepentingan. Terdapat dua macam metode yang dapat digunakan dalam menganalisa laporan keuangan, yaitu : a. Analisis Horizontal ; analisis dengan cara pembandingkan laporan keuangan (misalnya; laporan neraca dibandingkan dengan laporan laba rugi) dalam
12
beberapa tahun terakhir secara berurutan, sehingga dapat diperoleh gambaranselama beberapa tahun terakhir apakah perusahaan mengalami perkembangan atau penurunan usaha. b. Analisis Vertikal ; analisis yang dilakukan dengan cara membandingkan antara proporsi pos yang satu dengan proposi pos yang lain (misalnya; proporsi pos dalam neraca dengan suatu jumlah tertentu dari neraca atau proporsi dari unsur tertentu pada laporan laba rugi dengan jumlah tertentu yang terdapat pada laporan laba rugi) dalam satu periode saja, sehingga keadaan keuangan atau hasil operasi perusahaan yang diketahui hanya pada periode saat itu saja. 4. Teknik Analisa Laporan Keuangan Teknik analisa laporan keuangan yang lazim digunakan dalam menganalisis laporan keuangan, antara lain : a. Analisa perbandingan laporan keuangan, yaitu teknik analisa yang membandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih. b. Analisa Trend, yaitu teknik analisa yang digunakan untuk mengetahui tendensi, apakah menunjukkan tendensi naik, tetap, atau bahkan turun. c. Analisa Common Size, yaitu teknik anala yang digunakan untuk mengetahui prosentase investasi pada masing – masing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur modal, serta komposisi beban biaya yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
13
d. Analisa Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, yaitu teknik analisa yang menganalisa sumber dan penggunaan modal kerja sehingga dapat diketahui sebab – sebab terjadinya perubahan modal kerja dalam periode tertentu. e. Analisa Cash Flow, yaitu suatu teknik analisa yang digunakan untuk mengetahui sumber dan penggunaan uang kas selama periode tertentu. f. Analisa Rasio, yaitu teknik analisa yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari pos – pos tertentu dalam laporan neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. (Harahap; 2010)
2.1.3 1.
Kesulitan Keuangan ( Financial Distress )
Pengertian Financial Distress Kesulitan keuangan ( Financial Distress ) merupakan tahap awal sebelum
terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Financial distress juga dapat didefinisikan suatu kondisi keuangan perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik. Definisi dari financial distress sering kali dikaitkan dengan kebangkrutan. Kebangkrutan biasanya diartikan dengan kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam membayar kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Dari penjelasan tentang kesulitan keuangan (financial distress) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Financial Distress dapat memprediksi apakah perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau tidak, dan juga dapat digunakan
14
sebagai persiapan untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan oleh pihak manajemen dalam mengembalikan kondisi keuangan perusahaannya agar dapat mempertahankan eksistensi perusahaan di masa yang akan datang. Perusahaan mulai mengalami kondisi financial distress ketika arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, seperti : pembayaran bunga kredit yang telah jatuh tempo.
2.
Penyebab Terjadinya Financial Distress Financial distress (kesulitan keuangan) dapat diakibatkan oleh beberapa
penyebab yang bermacam-macam. Awal terjadinya financial distress dapat bermula pada saat arus kas yang dimiliki perusahaan lebih kecil dari jumlah utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Hal ini mencerminkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu untuk memenuhi pembayaran kewajiban yang seharusnya dibayar pada saat itu juga. Penyebab terjadinya kesulitan keuangan (financial distress) yang dinyatakan oleh Sudana (2011:249) sebagai berikut : “Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan perusahaan mengalami kegagalan, diantaranya adalah faktor ekonomi, kesalahan dalam manajemen, dan bencana alam. Perusahaan yang mengalami kegagalan dalam operasinya akan berdampak pada kesulitan keuangan. Tapi kebanyakan penyebab terjadinya financial distress baik secara langsung maupun tidak langsung adalah karena kesalahan manajemen yang terjadi berulang-ulang.”
15
Pada dasarnya, kegiatan usaha dalam sebuah perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus dana. Tahapannya dimulai dari proses penarikan dana dari berbagai sumber, tahap berikutnya melakukan pembelanjaan dana tersebut pada aktiva perusahaan, dan dilanjutkan dengan re-investasi dana yang diperoleh dari operasi perusahaan, dan tahap terakhir yaitu pengembalian dana. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya financial distress yaitu hasil dari keburukan kinerja manajemen dalam mengelola kegiatan usaha perusahaan tersebut
3.
Penyelesaian Financial Distress Menurut Sjahrial (2011), menyatakan bahwa ada tiga pola penyelesaian
kesulitan keuangan (financial distress) yang terjadi pada perusahaan, antara lain : a. Restrukturisasi atau Reorganisasi Pada umumnya istilah restrukturisasi digunakan jika perusahaan ingin melakukan perbaikan secara menyeluruh, dan tujuannya adalah untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan. Bagi perusahaan yang go public, maksimilisasi nilai perusahaan ditandai dengan tingginya harga saham perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan yang belum go public, maksimilisasi nilai perusahaan dicerminkan pada harga jual perusahaan tersebut. Baik harga saham maupun harga jual merupakan ekspektasi investor atas kinerja perusahaan. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi atau reorganisasi saat mengalami kondisi financial distress. Restrukturisasi atau
16
reorganisasi pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi : 1) Restrukturisasi Bisnis ; penataan kembali rantai bisnis dengan tujuan untuk meningkatkankeunggulan daya saing (competitive advantage) perusahaan. Restrukturisasi ini dapat ditempuh melalui pemecahan bisnis ke dalam unit usaha atau dikenal dengan Strategic Business Unit, divestasi, dan likuidasi. 2) Restrukturisasi Keuangan ; penataan kembali struktur keuangan untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Rstrukturisasi keuangan dapat dilakukan dengan cara penjadwalan kembali pembayaran bunga dan pokok pinjaman, serta dapat dilakukan dengan cara penjualan saham kepada publik bagi perusahaan yang go public 3) Restrukturisasi Manajemen ; proses penataan ulang secara radikal manajemen dan bisnis perusahaan. Dalam hal ini radikal yang dimaksud adalah melakukan perombakan total. Restrukturisasi ini dapat dijalankan melalui pengurangan lapisan / tingkatan dalam struktur organisasi pada perusahaan. Dengan kata lain perusahaan melakukan pengurangan karyawan (Downsizing) dan pengecilan bisnis (Downscoping) melalui pengurangan unit – unit yang tidak penting dan hanya mempertahankan bisnis inti / utamanya saja. 4) Restrukturisasi Organisasi ; penataan ulang organisasi perusahaan yang dapat dilakukan baik dengan cara mengubah kembali struktur manajemen termasuk dewan komisarisnya maupun menyangkut status perusahaan. Pada umumnya, restrukturisasi organisasi ini dilakukan dengan cara konsolidasi internal, misalnya penciutan jumlah cabang, kantor wilayah
17
atau jaringan distribusi. b. Penggabungan Diri dengan Perusahaan yang Lain Alternatif kedua yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan kondisi kesulitan keuangan (financial distress) yaitu penggabungan diri dengan perusahaan yang lain. Adapun jenis penggabungan dengan perusahaan lain, yaitu 1) Merger ; suatu penggabungan antara badan usaha yang sejenis dengan tujuan memperkuat kedudukan perusahaan. Hasil penggabungan dari beberapa badan usaha ini akan membentuk perusahaan baru dan nama dari perusahaan yang beru tersebut juga cenderung baru. 2) Akuisisi ; upaya untuk memperbesar badan usaha dengan cara memiliki badan usaha lain atau memindahkan kepemilikan asal badan usaha lain. Tindakan mengakuisisi dapat dilakukan oleh suatu badan usaha atau perorangan untuk mengambil alih, baik seluruh maupun sebagian besar saham dari badan usaha lain sehingga pengendalian terhadap perusahaan tersebut dapat beralih. c. Penyelesaian Melalui Jalur Hukum, Pengadilan atau Arbitrage Dalam hal ini perusahaan sebagai debitur diserahkan kepada pihak ketiga. Pada umumnya, permasalahan mengenai pinjaman atau hutang yang melibatkan peranan pihak ketiga (penegak hukum), menunjukkan bahwa tidak adanya keepakatan antara debitur dengan kreditur. Peranan pihak ketiga hanya sebagai penengah antara kedua belah pihak yang berselisih. Pengadilan atau arbitrage merupakan pihak ketiga yang independen dalam menengahi permasalahan dengan menggunakan keahlian yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
18
Di samping itu, pihak penengah juga yang akan melikuidasi seluruh aktiva perusahaan dan mendistribusikannya berdasarkan pro rata kepada para kreditur yang terdaftar secara resmi.
2.1.4 1.
Z-Score Modifikasi (Z”-Score)
Perhitungan Z-Score Modifikasi (Z”-Score) Model
analisis yang dinamakan Z-score dalam bentuk aslinya adalah
model linear dengan rasio – rasio keuangan yang diberi bobot guna memaksimalkan kemampuan model tersebut dalam mengidentifikasi beberapa macam
rasio keuangan yang dianggap memiliki
nilai penting dalam
mempengaruhi suatu peristiwa atau gejala yang mengarah pada kebangkrutan suatu
perusahaan,
dari
peristiwa
–
peristiwa
tersebut
lalu
dilakukan
pengembangan ke dalam sebuah model yang bertujuan untuk memudahkan dalam menarik sebuah kesimpulan dari suatu kejadian tersebut. Edward I Altman merupakan peneliti yang menemukan sebuah model analisis Z-score pertama kali. Metode analisis tersebut juga dikenal dengan istilah Multiple Discriminant Analysis (MDA). Metode tersebut digunakan oleh Altman untuk mengukur besarnya koefisien dari setiap variabel independen (parameter) yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada suatu perusahaan. Akan tetapi, model analisis dari Altman yang pertama ini hanya dapat diterapkan pada perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur publik yang berukuran besar.
19
Seiring dengan perkembangan zaman, dan juga perubahan kondisi ekonomi, serta perilaku pasar, maka Altman memodifikasi model analisis kebangkrutannya lagi. Dalam model Z”-score ini, Altman mengeliminasi variabel S/TA, yaitu rasio penjualan terhadap total aset dan juga mengganti besarnya nilai koefisien dari semua variabel yang digunakan dalam memprediksi kebangkrutan pada sebuah perusahaan. Formula dari model analisis tersebut, adalah : Z” = 6,56(WC/TA) + 3,26(RE/TA) + 6,72(EBIT/TA) + 1,05(BVE/BVD) Sumber : Prihadi (2010) Keterangan : Z”
= Overall index
WC/TA
= Working Capital to Total Asset
RE/TA
= Retained Earnings to Total Asset
EBIT/TA = Earning Before Interest and Taxes to Total Asset BVE/BVD = Book Value of Equity to Book Value of Debt
2.
Kriteria Kebangkrutan Altman Z”-Score Model Z”-score ini menghasilkan rata – rata skor kelompok perusahaan
yang tidak bangkrut menjadi lebih rendah dibandingkan dengan model kebangkrutan yang kedua. Untuk memprediksi apakah sebuah perusahaan di negara berkembang memiliki potensi kebangkrutan atau tidak, maka Altman juga menetakan discriminant area. Kondisi ini dapat dilihat dari nilai pada Z”-score , jika :
20
a.
Untuk nilai Z”-score < 1,1 berarti perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan resikonya tinggi.
b.
Untuk nilai Z”-score antara 1,1 sampai 2,60, maka perusahaan dianggap berada pada daerah rawan. Pada kondisi ini, perusahaan mengalami masalah keuangan dan harus segera diantisipasi dengan pengambilan keputusan oleh manajemen yang benar dan tepat. Jika terlambat dalam pengambilan keputusan, maka perusahaan dapat mengalami kebangkrutan.
c.
Untuk nilai Z”-score > 2,60 menyatakan bahwa kondisi keuangan pada perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga kemungkinan terjadinya kebangkrutan sangat kecil.
2.1.5
Rasio dalam Altman Z”-Score
a. Net working Capital to Total Asset (WC/TA) Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari total keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.Besarnya rasio ini diperoleh dengan cara membagi modal kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih didefinisikan sebagai selisih antara aktiva lancar dengan kewajiban lancarnya. Apabila besarnya modal kerja bersih bersifat negatif kemungkinan besar perusahaan akan menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena besarnya kewajiban perusahaan mengalami peningkatan dan juga tidak tersedianya aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban tersebut. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki modal kerja bersih yang bersifat
21
positif, perusahaan jarang sekali menghadapi kesulitan dalam memenuhi kewajibannya.
b. Retained Earning to Total Asset (RE/TA) Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang ditahan dari total keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Laba ditahan yaitu besarnya laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan mencerminkan besarnya pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham. Semakin rendah nilai rasio laba ditahan terhadap total aktiva, maka semakin kecil juga peranan dari laba ditahan terhadap total aktiva perusahaan sehingga probabilitas perusahaan mengalami kondisi financial distress adalah semakin tinggi. Sedangkan, jika peranan laba ditahan terhadap total aktiva semakin besar menunjukkan bahwa laba ditahan sangat berperan dalam membentuk dana perusahaan sehingga probabilitas perusahaan mengalami kondisi financial distress adalah semakin kecil.
c. Earning Before Interest and Taxes to Total Asset (EBIT/TA) Rasio yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba usaha dari total keseluruhan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Eksistensi dari suatu perusahaan dapat dinilai berdasarkan kemampuan aktiva yang dimilikinya dalam menghasilkan laba.
22
Laba usaha yang dimaksud adalah laba usaha sebelum terbebani dengan pembayaran bunga dan beban pajak. Semakin kecilnya nilai dari rasio EBIT/TA mencerminkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari aktiva yang digunakan semakin kecil sehingga probabilitas perusahaan terhadap kondisi financial distrees yaitu semakin tinggi. Sebaliknya, semakin besar nilai dari rasio EBIT/TA menunjukkan bahwa perusahaan mengoptimalkan aktiva yang dimiliki dalam menghasilkan laba usaha sebelum bunga dan pajak sehingga probabilitas terjadinya financial distress bagi perusahaan sangatlah kecil.
d. Book Value of Equity to Book Value of Debt (BVE/BVD) Rasio ini menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban, terutama kewajiban jangka panjangnya dengan nilai buku ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Nilai buku ekuitas diperoleh dengan cara menjumlahkan akun ekuitas saham biasa dan dikurangi dengan klaim yang didahulukan, seperti dividen saham preferen. Nilai buku ekuitas memberikan informasi mengenai besarnya nilai dari sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan besarnya nilai buku kewajiban diperoleh dari hasil penjumlahan antara kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang. Jika nilai dari rasio BVE/BVD bersifat negatif (semakin kecil), hal tersebut menandakan semakin kecilnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dari ekuitas, dimana kewajiban tersebut mencakup
23
kewajiban jangka pendek dan jangka panjang sehingga probabilitas financial distress bagi perusahaan adalah semakin tinggi. Sedangkan, Jika nilai dari rasio BVE/BVD bersifat positif (semakin besar), hal tersebut menyatakan bahwa perusahaan dapat memenuhi kewajibannya dari ekuitas sehingga probabilitas financial distress bagi perusahaan adalah semakin rendah.
2.1.6
Hubungan Altman’s Z-Score Terhadap Financial Distress Indikator keuangan berupa rasio-rasio keunagan dapat digunakan untuk
memprediksi atau menganalisa kesulitan keuangan perusahaan, dan untuk mengkaji kemungkinan survive perusahaan kesulitan keuangan. Likuiditas suatu perusahaan didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya yang sudah jatuh tempo, yaitu apakah perusahaan memiliki sumber dana yang cukup untuk membayar kreditur saat kewajiban itu jatuh tempo. Rasio Profitabilitas digunakan untuk mengetahui secara relatif apakah laba yang dihasilkan perusahaan sudah cukup jika dibandingkan dengan aktiva yang diinvestasikan. Masalah pendanaan perusahaan, apakah menggunakan hutang atau ekuitas dapat dijawab dengan rasio hutang (debt ratio) yang membandingkan total hutang dengan total aset, rasio laba operasi dengan bunga (time interest earned ratio) yang membandingkan laba operasi dengan bunga,serta rasio-rasio lain yang berhubungan dengan keputusan pendanaan. Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktiva.
24
Penelitian mengenai Altman’s Z-Score terhadap financial distress pernah dilakukan oleh Endri (2009) pada perusahaan perbankan syariah dengan sampel 3 bank syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah Indonesia. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa keseluruhan bank yang diuji diprediksi mengalami kebangkrutan. Peneliti lain yang menggunakan model yang sama adalah Luciana dan Kristiadi (2003) yang menggunakan sampel 61 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 24 perusahaan dikatakan mengalami financial distress. Berdasarkan teori diatas dapat dikatakan bahwa rasio-rasio keuangan yang disesuaikan dengan bentuk perusahaan dalam Altman’s Z-Score dapat memberikan hasil untuk mengetahui kondisi financial distress perusahaan.
2.1.7
Hubungan Financial Distress Terhadap Prediksi Kebangkrutan Financial Distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan
dalam hal keuangan. Menurut Edward I. Altman (2000) hubugan antara financial distress terhadap prediksi kebangkrutan adalah sebagai berikut : “There are many definition of financial distress, which economically approximate bankcruptcy.” (Terdapat banyak definisi mengenai kesulitan keuangan, secara ekonomi memprediksi kebangkrutan). Luciana dan Kristijadi (2003:1) menyatakan bahwa : “Financial distress precedes bankruptcy” (kesulitan keuangan mendekati kebangkrutan)
25
K.R Subramanyam dan John J. Wild (2009:568) menyatakan hal yang serupa, yaitu: “Model of financial distress, commonly referred to as bankcruptcy prediction model” (Model dari kesulitan keuangan, biasanya lebih mengarah kepada model prediksi kebangkrutan). Penilitian mengenai financial distress terhadapprediksi kebangkrutan pernah dilakukan oleh Luciana dan Winny Herdiningtyas (2005) pada lembaga perbankan. Sampel yang digunakan sebanyak 24 bank yang terdiri dari 16 bank sehat, 2 bankyang mengalami kebangkrutan dan 6 bank yang mengalami kondisi financial distress. 2.1.8
Hubungan Antara Net Working Capital to Total Assets dengan Financial distress Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Sebelumnya pernah diteliti oleh ST. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) bahwa Net Working Capital to Total Assets berpengaruh positif terhadap financial distress. Menurut St. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) jika nilai rasio Net Working Capital to Total Assets bernilai positif maka perusahaan tidak akan mengalami financial distress. 2.1.9
Hubungan Antara Retained Earning to Total Assets dengan Financial distress Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
ditahan dari total aktiva perusahaan. Sebelumnya pernah diteliti oleh ST. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) bahwa Retained Earning to Total Assets
26
berpengaruh positif terhadap financial distress. Menurut St. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) jika nilai rasio Retained Earning to Total Assets bernilai positif maka perusahaan tidak akan mengalami financial distress. 2.1.10 Hubungan Antara Earning Before Interest and Tax to Total Assets dengan Financial Distress Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak. Sebelumnya pernah diteliti oleh ST. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) bahwa Earning Before Interest and Tax to Total Assets berpengaruh positif terhadap financial distress. Menurut St. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) jika nilai rasio Earning Before Interest and Tax to Total Assets bernilai positif maka perusahaan tidak akan mengalami financial distress.
2.1.11 Hubungan Antara Book Value of Equity to Book Value of Debt dengan Financial Distress Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan mampu membiayai hutang. Sebelumnya pernah diteliti oleh ST. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) bahwa Book Value of Equity to Total Liability berpengaruh positif terhadap financial distress. Menurut St. Ibrahim Mustafa Kamal (2010) jika nilai rasio Book Value of Equity bernilai negatif maka perusahaan akan mengalami financial distress.
2.1.12 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang penilaian kinerja perusahaan telah banyak dilakukan dan diterapkan pada perusahaan di negara – negara maju dan berkembang. Beberapa penelitian yang menerapkan model analisis Altman Z-score, dapat diuraikan di bawah ini.
27
Pada tahun 2012, Wijaya Adi Cahyono melakukan penelitian yang berjudulkan “ Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Batubara yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 – 2012 dengan Menggunakan Analisis Model Z-Score Altman “. Dalam penelitian tersebut, objek penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu perusahaan batubara yang yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011 – 2012. Di samping itu, peneliti menggunakan studi populasi karena penelitiannya menggunakan semua elemen yang ada dalam populasi untuk diteliti sehingga sampel penelitian yang digunakan yaitu populasi penelitian. Teknik analisis yang digunakan oleh peneliti adalah analisis diskriminan dengan menggunakan variabel dari Altman Z-Score, di antaranya yaitu Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, EBIT to Total Assets, Market Value of Equity to Book Value of Liabilities, dan Sales to Total Assets. Pada penelitian tersebut, Cahyono menggunakan rumus Z-Score = (3.475) + (3.116)WC/TA + 7.876RE/TA + (2.763)EBIT/TA + 0.035 MVE/BVL + 2.874S/TA. Dari analisa tersebut menghasilkan 6 perusahaan dalam kondisi sehat dan 4 perusahaan dalam kondisi financial distress. Mokhamad Iqbal Dwi Nugroho dalam penelitiannya pada tahun 2012 yang berjudulkan “ Analisis Prediksi Financial Distress Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score Modifikasi (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di Indonesia Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2010”. Sampel yang digunakan adalah 88 perusahaan manufaktur go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan variabel yang digunakan pada penelitian
28
tersebut adalah Net Working Capital to Total Assets, Retained Earnings to Total Assets, Earning Before Interest and Taxes to Total Assets, dan Book Value of Equity to Book Value of Debt. Metode analisis pada penelitian itu adalah perhitungan menggunakan metode Altman Z-Score Modifikasi dan juga analisis diskriminan. Dari analisis tersebut, hasil dari penelitiannya mencerminkan bahwa terdapat 10 perusahaan manufaktur yang diprediksi mengalami financial distress dan sisanya sebanyak 78 perusahaan manufaktur tidak mengalami financial distress. Penelitian lain yang juga hampir sama juga dilakukan oleh Nico Tantra Hartoyo (2012) yang berjudulkan “ Prediksi Financial Distress Menggunakan Analisis Diskriminan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 – 2011 “. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rasio – rasio keuangan yang didasarkan pada model Alltman Z-score. Objek penelitian tersebut yaitu perusahaan manufaktur yang secara konsisten terdaftar di BEI tahun 2010 – 2011. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam mengukur tingkat financial distress berpengaruh signifikan yang positif. Haryetti dalam jurnalnya pada tahun 2010 yang berjudulkan “Analisis Financial Distress untuk Memprediksi Risiko Kebangkrutan Perusahaan (Studi Kasus pada Industri Perbankan di BEI)”. Variabel yang digunakan yaitu 12 rasio keuangan (CAR, KAP, NPL, ROA, BOPO, LDR, NCMCA, GROWTH, EVA, LM, COD, ROE). Objek yang diteliti yaitu 10 perusahaan perbankan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah multivariate
29
descriminan analysis, casewise statistic, dan stepwise statistic. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketepatan analisis financial distress dalam memprediksi kemungkinan kebangkrutan sebesar 85% dan juga variabel yang berpengaruh dominan adalah Non Performing Loan (NPL). 2.2 Rerangka Pemikiran Laporan Keuangan Perusahaan
Analisis Financial Distress
Univariate
Multivariate
Analisis Deskriminan (Z-Score)
Z – Score Revisi
WC/TA
Z – Score Modifikasi
RE/TA
EBIT/TA
Nilai Z”-Score
Kesimpulan Sumber: Prihadi (2010) Gambar 2 Rerangka Pemikiran
Z – Score Original
BVE/BVD
30
2.3 Perumusan Hipotesis Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengujian hipotesis karena desain penelitian ini bersifat penelitian Studi kasus dan lapangan. Menurut Nazir (2011: 151) menyatakan bahwa hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Maka Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu mengenai akurasi prediksi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan berbagai macam metode Altman Z”-Score, hipotesis yang disusun adalah: 1). H1 :
Diduga secara simultan ada pengaruh Net Working Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Asset, Earning Before Interest and Taxes to Total Asset dan Book Value of Equity to Book Value of Debt terhadap Financial Distress.
2). H2 : Diduga secara parsial ada pengaruh Net Working Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Asset, Earning Before Interest and Taxes to Total Asset dan Book Value of Equity to Book Value of Debt terhadap Financial Distress