BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.1.1 Pengertian JKN Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah: 1. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004). 2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. 3. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua 8
Universitas Sumatera Utara
penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. 2.1.2 Manfaat JKN Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a.
Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b.
Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.
c.
Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d.
Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur; b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS; c. Pelayanan bertujuan kosmetik; d. General checkup, pengobatan alternatif; e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi; f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba. 2.1.3 Prinsip JKN Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut: 1. Prinsip Kegotongroyongan Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotongroyong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2. Prinsip Nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. 3. Prinsip Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabilitas, Efisiensi, dan Efektivitas Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 4. Prinsip Portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifatwajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
Universitas Sumatera Utara
6. Prinsip Dana Amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan
penyelenggara
untuk
dikelola
sebaik-baiknya
dalam
rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta 2.1.4 Pelayanan JKN 1. Jenis Pelayanan Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. 2. Prosedur Pelayanan Peserta yang
memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama
harus
memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. 3. Kompensasi Pelayanan Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib
Universitas Sumatera Utara
memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi. 4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing. 2.1.5 Kepesertaan Beberapa pengertian: Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut: a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
Universitas Sumatera Utara
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: 1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI; c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara; e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah. 2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a. Investor; b. Pemberi Kerja; c. Penerima Pensiun; d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan; dan
Universitas Sumatera Utara
f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar Iuran. 4) Penerima pensiun terdiri atas: a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. 5) WNI di Luar Negeri Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
6) Syarat pendaftaran Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS 7) Lokasi pendaftaran Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat. 8) Prosedur pendaftaran Peserta a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. 9) Hak dan kewajiban Peserta Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan : a. Identitas peserta dan b. Manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk : a. Membayar iuran dan b. Melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja.
Universitas Sumatera Utara
10) Masa Berlaku Kepesertaan a. Kepesertaan
Jaminan
Kesehatan
Nasional
berlaku
selama
yang
bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta. b. Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia. c. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh Peraturan BPJS. 11) Pentahapan Kepesertaan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019. 2.1.6 INA CBGs INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INA DRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Dalam persiapan penggunaan INA CBG dilakukan pembuatan software entry data dan migrasi data, serta membuat surat
Universitas Sumatera Utara
edaran mengenai implementasi INA-CBGs. Sistem yang baru ini dijalankan dengan meng-gunakan grouper dari United Nation University Internasional Institute for Global Health (UNU - IIGH). Universal Grouper artinya sudah mencakup seluruh jenis perawatan pasien. Sistem ini bersifat dinamis yang artinya total jumlah CBGs bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan sebuah negara. Selain itu, sistem ini bisa digunakan jika terdapat perubahan dalam pengkodean diagnosa dan prosedur dengan sistem klasifikasi penyakit baru. Pengelompokan ini dilakukan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang terdiri dari 14.500 kode diagnosa (ICD – 10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan (ICD – 9 CM). Mengombinasikan ribuan kode diagnosa dan prosedur tersebut, tidak mungkin dilakukan secara manual. Untuk itu diperlukan sebuah perangkat lunak yang disebut grouper. Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam banyak kelompok atau group yang terdiri dari 23 MDC (Major Diagnostic Category), terdiri pula dari 1077 kode INA DRG yang terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode untuk rawat jalan. Tahun
2011
National
Casemix
Center
Kemenkes
melihat
adanya
ketidakcocokan tarif INA CBGs bagi rumah sakit, kemudian dilakukan evaluasi secara berkala dan menghasilkan tarif sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 tahun 2012 tentang Penetapan Tarif Rumah Sakit Berdasarkan Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs). Bahwa tarif INA CBG dibagi menjadi empat regional terdiri dari regional 1 daerah Jawa dan Bali, regional 2 Sumatera, Regional 3 daerah Kalimantan, Sulawesi
Universitas Sumatera Utara
dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan regional 4 daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Sekaligus menjelaskan tarif INA CBG dalam setiap regional menurut tipe dan kelas rumah sakit, terdiri dari tarif Rumah Sakit Umum dan Khusus Kelas A, Kelas B Pendidikan, Kelas B Non Pendidikan, Kelas C dan Kelas D, Tarif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Tarif RSAB Harapan Kita Jakarta, Tarif RSJP Harapan Kita Jakarta dan Tarif RS Kanker Dharmais Jakarta, Tarif RS Khusus Stroke Nasional Bukittinggi, Tarif RSKO Jakarta dan Tarif RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta. Kemudian adanya penambahan pada 7 kelompok CBGs baru yang dibayarkan terpisah, yaitu kasus kronik, kasus sub kronik, prosedur mahal, obat mahal, pemeriksaan mahal dan prosthesis/implant yang mahal. Tentunya setiap periode tertentu dilakukan perubahan dari segi metodologinya dan akan melibatkan banyak pihak. Nantinya juga tarif akan digunakan untuk kelas III, II, dan I. Standar nasional inilah yang digunakan untuk pengelolaan tarif Jamkesmas, maka penerapan INA CBGs ini mengharuskan rumah sakit untuk melakukan kendali mutu, kendali biaya dan akses. Sehingga rumah sakit bisa lebih efisien terhadap biaya perawatan yang diberikan kepada pasien, tanpa mengurangi mutu pelayanan. Dengan demikian, tarif dapat diprediksi dan keuntungan yang diperoleh rumah sakit pun dapat lebih pasti. 1. Manfaat INA CBGs Sistem Casemix INA CBGs merupakan suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif
Universitas Sumatera Utara
homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBGs), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh suatu kelompok diagnosis. Dalam pembayaran menggunakan sistem INA CBGs, baik Rumah Sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Disease Related Group). Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuaikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya. Bukan hanya dari segi pembayaran, tentu masih banyak lagi manfaat dengan penggunaan sistem INA CBGs. Bagi pasien, adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan, dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan, dan mengurangi pemeriksaan serta penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat bagi Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya, dapat meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan Rumah Sakit, dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor QA dengan cara yang lebih objektif, perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat, dapat mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing klinisi, keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran, dan mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical Pathway. Kemudian manfaat bagi penyandang dana Pemerintah (provider) dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan, dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau, secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider/Pemerintah, dan penghitungan tarif pelayanan lebih objektif serta berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya. 2. Evaluasi Tarif INA CBGs Kementerian Kesehatan melalui National Casemix Center (NCC) akan terus mengevaluasi tarif INA CBG, terutama dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014 Tarif yang berlaku tahun ini merupakan tarif yang dimulai pada tanggal 01 Januari 2013 yaitu tarif pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas III rumah sakit yang berlaku untuk rumah sakit umum dan rumah
Universitas Sumatera Utara
sakit khusus milik Pemerintah dan Swasta yang bekerjasama dengan program Jamkesmas. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 Tahun 2012. Bahwa berdasarkan indeks harga konsumen yang dikeluarkan dari BPS, ada penetapan regionalisasi tarif. Untuk RS Umum dan Khusus kelas A, B Pendidikan, B Non-Pendidikan, C dan D dijabarkan pada empat regional, yaitu regional I daerah Jawa dan Bali, regional II daerah Sumatera, regional III untuk daerah Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dan regional IV daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Dengan pertimbangan tertentu, setiap wilayah dapat menambahkan sesuai dengan kemampuan wilayahnya. Tarif yang akan diberlakukan JKN sudah diprogramkan sejak dua tahun yang lalu dan bulan Juli 2013 harus sudah diproduksi tarif baru untuk tahun 2014. Perubahan tarif untuk JKN dilakukan mengingat ada konsekuensi biaya dari aktivitas yang dilakukan. Jadi harus sudah disiapkan tarif untuk JKN, salah satunya tujuh kelompok khusus dengan pembayaran terpisah. Kemudian tahun 2014 akan ada perubahan tarif baru yang akan dibuat oleh NCC dan ditetapkan oleh Kemenkes. Perubahan juga menyangkut pada data costing, jika yang sebelumnya data costing berasal dari 100 rumah sakit. Kemudian untuk persiapan JKN 2014, data costing rumah sakit Pemerintah dan Swasta diperluas menjadi 161 rumah sakit dari berbagai kelas dan wilayah. Dengan perbaikan ini, diharapkan tarif INA CBG akan lebih baik dari sisi metodologi maupun data yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kebijakan 2.2.1 Pengertian Kebijakan Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak (Balai Pustaka, 2007). Menurut Carl Friedrich kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi (Winarno, Budi, 2012). 2.2.2 Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan Adapun tahap-tahap pembuatan Kebijakan Kebijakan menurut William N. Dunn, 2003 adalah: 1. Penyusunan agenda. Pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyaknya masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda. 2. Formulasi Kebijakan. a. Pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah Alternative kebijakan melihat perlunya membuat perintah ekskutif, keputusan peradilan dan tindakan legislatif.
Universitas Sumatera Utara
b. Adopsi kebijakan Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur lembaga, atau keputusan peradilan. c. Implementasi Kebijakan Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit Administrasi yang memobilisasi sumberdaya finansial dan manusia. d. Penilaian Kebijakan Unit-unit pemeriksaan dan akuntasi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badaan ekskutif, legilatif dan peradilan memenuhi persaratan undangundang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan. 2.2.3 Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dalam proses kebijakan. Kebijakan dalam suatu program harus diimplementasikan agar dapat diketahui dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Pada akhirnya dampak dari implementasi mempunyai makna telah ada perubahan yang bisa diukur dalam masalah yang luas yang dikaitkan dengan program, undang-undang publik. Fungsi dari Implementasi kebijakan itu sendiri adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik yang diwujudkan sebagai outcame (Wahab, 2004). Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. dan masing-masing variabel tersebut
Universitas Sumatera Utara
saling berhubungan satu sama lain. untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel yang terlibat didalam implementasi, maka dari itu ada beberapa teori implementasi menurut Subarsono (2009) yaitu: 1. Teori George C. Edwards III (1980) Dalam pandangan Edwards III dalam Subarsono (2009), implementasi kebijakan dapat dipengaruhi oleh : A. Komunikasi Menurut
Ermawati (2009),
komunikasi
adalah
proses
penyampaian
pesan/berita dari seseorang ke orang lain sehingga antara kedua belah pihak terjadi adanya saling pengertian. Komunikasi merupakan keterampilan manajemen yang sering digunakan dan sering disebut sebagai satu kemampuan yang sangat bertanggung jawab bagi keberhasilan seseorang, ia sangat penting sehingga orangorang sepenuhnya tahu bagaimana mereka berkomunikasi. Pada hakekatnya setiap proses komunikasi terdapat unsur – unsur sebagai berikut Widjaja, (2000) : 1) Sumber pesan Adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dan digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. 2) Komunikator Adalah orang atau kelompok yang menyampaikan pesan kepada orang lain, yang meliputi penampilan, penguasaan masalah, penguasaan bahasa.
Universitas Sumatera Utara
3) Komunikan Adalah orang yang menerima pesan. 4) Pesan Adalah keseluruhan dari apa yang disampaiakan oleh komunikator, dimana pesan ini mempunyai pesan yang sebenarnya menjadi pengarah dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Adapun unsur – unsur yang terdapat dalam pesan meliputi : cara penyampaian pesan, bentuk pesan (informatif, persuasif, koersif), merumuskan pesan yang mengena (umum, jelas dan gamblang, bahasa jelas, positif, seimbang, sesuai dengan keinginan komunikan). 5) Media Adalah saran yang digunakan komunikator dalam penyampaian pesan agar dapat sampai pada komunikan, meliputi media umum, media massa. 6) Efek Adalah hasil akhir dari suatu komuniksi, yakni sikap dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita harapkan, apabila sikap dan tingkah laku orang lain itu sesuai maka komunikasi berhasil, demikian sebaliknya. Tujuan komunikasi keorganisasian antara lain untuk memberikan informasi baik kepada pihak luar maupun pihak dalam, memanfaatkan umpan balik dalam rangka proses pengendalian manajemen, mendapatkan pengaruh, alat untuk memecahkan persoalan untuk pengambilan keputusan, mempermudah perubahanperubahan yang akan dilakukan, mempermudah pembentukan kelompok-kelompok
Universitas Sumatera Utara
kerja serta dapat dijadikan untuk menjaga pintu keluar-masuk dengan pihak-pihak luar organisasi Umar, (2002). Arah komunikasi di dalam suatu organisasi, Umar, (2002) antara lain : a. Komunikasi ke bawah, yaitu dari atasan ke bawahan, yang dapat berupa pengarahan, perintah, indoktrinasi, inspirasi maupun evaluasi. Medianya bermacam-macam, seperti memo, telepon, surat dan sebagainya. b. Komunikasi ke atas, yaitu komunikasi dari bawahan ke atasan. Fungsi utamanya adalah untuk mencari dan mendapatkan informasi tentang aktivitasaktivitas dan keputusan-keputusan yang meliputi laporan pelaksanaan kerja, saran serta rekomendasi, usulan anggaran, pendapat-pendapat, keluhankeluhan, serta permintaan bantuan. Medianya biasanya adalah laporan baik secara lesan maupun tertulis atau nota dinas. c. Komunikasi ke samping, yaitu komunikasi antar anggota organisasi yang setingkat. Fungsi utamanya adalah untuk melakukan kerja sama dan proaktif pada tingkat mereka sendiri, di dalam bagian atau antar bagian lain yang bertujuan untuk memecahkan berbagai masalah maupun menceritakan pengalaman mereka dalam melaksanakan pekerjaannya d. Komunikasi ke luar, yaitu komunikasi antara organisasi dengan pihak luar, misalnya dengan pelanggan dan masyarakat pada umumnya. Organisasi berkomunikasi dengan pihak luar dapat melalui bagian Public Relations atau media iklan lain
Universitas Sumatera Utara
Menurut Cummings dalam Umar, (2002), mengkomunikasikan sesuatu memiliki cara sendiri-sendiri. Untuk mengkomunikasikan ke bawah hal-hal pokok yang perlu dikuasai oleh atasan adalah: a. Memberikan perhatian penuh pada bawahan. b. Menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka. c. Mendengarkan dengan umpan balik. d. Memberikan waktu yang cukup. e. Menghindari kesan memberikan persetujuan maupun penolakan. Untuk
komunikasi
ke
atas,
bawahan
dapat
melakukan
cara-cara
berkomunikasi berikut ini: a. Melaporkan dengan segera setiap perubahan yang dihadapi; b. Menyusun informasi sebelum dilaporkan; c. Memberikan keterangan selengkapnya jika atasan memiliki waktu; d. Mengajukan fakta bukan perkiraan; e. Melaporkan juga perihal sikap, produktivitas, moral kerja, atau persoalan khusus yang dihadapi bawahan; f. Menghindari penyebaran informasi yang salah; g. Meminta nasihat atasan mengenai cara-cara menangani masalah yang sulit h. diatasi sendiri oleh bawahan. Secara umum Edwards membahas tiga hal yang penting dalam proses komunikasi kebijakan,Winarno, B (2002) yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a.
Transmisi adalah mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus dilakukan. Keputusan dan perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah itu diikuti.komunikasi harus akurat dan harus dimengerti. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus disampaikan kepada kelompok sasaran (target) sehingga akan mengurangi dampak dari implementasi tersebut.
b.
Kejelasan Jika kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaa tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana,tetapi
juga
komunikasi
harus
jelas.
Ketidakjelasan
pesan
komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong terjadinya interprestasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal. c.
Konsistensi Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang sampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik.
B. Sumber Daya Jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan Perintah – perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi
Universitas Sumatera Utara
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Menurut Winarno, (2002), sumber-sumber yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri : 1) Staf Sumber daya manusia pelaksana kebijakan, dimana sumber daya manusia tersebut memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi untruk melaksanakan kebijakan. Sumber daya manusia memiliki jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi adalah para pelaksana yang berjumlah cukup dan memiliki kemampuan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan. Jumlah pelaksana yang banyak tidak otomatis mendorong implementasi yang berhasil, jika tidak memiliki keterampilan yang memadai. Disisi lain kurangnya personil yang memiliki keterampilan juga akan menghambat pelaksanaa kebijakan tersebut. 2) Kewenangan Kewenangan dalam sumber daya adalah kewenangan yang memiliki oleh sumber daya manusia utnuk melaksnakan suatu kebijakan yang ditetapkan. Kewenangan yang dimilki oleh sumber daya manusia adalah kewenangan setiap pelaksana untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang diamanatkan dalam suatu kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
3) Informasi Informasi merupakan sumber penting dalam implemenatasi kebijakan. Informasi dalam sumber daya adalah informasi yang dimilki oleh sumber daya manusia untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Informasi untuk melaksanakan kebijakan disini adalah segala keterangan dalam bentuk tulisan ataupesan,pedomam,petunjuk dan tata cara pelaksanaan yang bertujuan untk melaksanakan kebijakan. 4) Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana adalah semua yang tersedia demi terselenggaranya pelaksnaan suatu kebijakan dan dipergunakaan Untuk mendukung secara langsung dan terkait dengan tugas-tugas yang ditetapkan. C. Disposisi Disposisi sebagaimana dijelaskan oleh Subarsono (2005) adalah watak dan karateristik yang dimiliki oleh implementor, seperti kejujuran, komitmen, sifat demokratis. Ketika implementor memilki sifat atau persepktif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan tidak efektif. Disposisi implementator ini mencakup tiga hal penting, yang meliputi : 1) Respons implementator terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; Kognisi, yakni pemahaman para implementator terhadap kebijakan yang dilaksanakan; 2) Intensitas disposisi implementator, yakni freferensi nilai yang dimiliki oleh implementator
Universitas Sumatera Utara
3) Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. 2.
Teori Merilee S. Grindle (1980) Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle ( Wibawa, 1994 )
yang menjelaskan bahwa implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan dan lingkungan (konteks) implementasi, kedua hal tersebut harus didukung oleh program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai berdasarkan tujuan kebijakan, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan akan memberikan hasil berupa dampak pada masyarakat, individu dan kelompok serta perubahan dan penerimaan oleh masyarakat terhadap kebijakan yang terlaksana. variabel isi kebijakan menurut Grindle mencakup beberapa indikator yaitu : 1) Kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan. 2) Jenis manfaat yang diterima oleh target group. 3) Derajat perubahan yang diharapkan dari sebuah kebijakan. 4) Letak pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
5) Pelaksana program telah disebutkan dengan rinci, dan 6) Dukung oleh sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup 3 indikator yaitu: 1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. 2. Karakteristik lembaga dan rejim yang sedang berkuasa. 3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Di sini kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan lebih sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan. Oleh karenanya tinggi-rendahnya intensitas sw berbagai pihak (politisi, pengusaha, masyarakat, kelompok sasaran dan sebagainya) dalam implementasi kebijakan akan berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan. 3. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn Menurut Meter dan Horn, ada enam variable yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni: 1) Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. 2) Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resourse). 3) Hubungan antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan intansi lain.
Universitas Sumatera Utara
4) Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program. 5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. 6) Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting,
yakni: respon implementor terhadap kebijakan,
yang akan
memengaruhi kemaunnya untuk melaksanakan kebijakan. dan intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. 4.
Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining Dalam pandangan Weimer dan Vining ada tiga kelompok variabel besar yang
dapat memengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni: 1) Logika dari suatu kebijakan. Ini dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan mendapat dukungan teoritis. 2) Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi keberhasilan impelmentasi suatu kebijakan. Yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosial, politik, ekonomi,hankam, dan fisik atau geografis. 3) Kemampuan implementor. Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari implementor kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Analisis Kebijakan Publik Analsis Kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan multi-metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang policy relevant buat memecahkan masalah kebijakan (Dunn, 2003). Menurut William N.Dunn, ada bentuk Analisis Kebijakan yaitu: 1. Analisis kebijakan prospektif yaitu, bentuk analisis yang mengarahkan sebelum aksi kebijakan mulai diimplementasikan. Bentuk ini melibatkan teknik-teknik peramalan untuk memprediksikan kemungkinan yang timbul akibat kebijakan yang akan dilaksanakan. 2. Analisis Kebijakan Retrospektif yaitu, bentuk analisis yang menjelaskan sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Bentuk ini bersifat evaluatif, karena melibatkan evaluasi terhadap dampak kebijakan yang sedang atau yang telah dilaksnakan. 3. Analisis kebijakan terintegrasi yaitu, bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya oprasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan. Bentuk ini melibatkan teknik peramalan maupun evaluasi terhadap kebijakan yang telah dilaksanakan. 2.2.5 Kebijakan Kesehatan Sektor kesehatan merupakan bagian penting dari perekonomian di berbagai negara. Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama dgn spons yang
Universitas Sumatera Utara
dapat menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga kesehatan. Ada juga pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan merupakan pembangkit perekonomian melalui inovasi dan investasi dibidang technologi biomedis atau produksi dan penjualan obat-obatan atau dengan menjamin adanya populasi yang sehat yang produktif secara ekonomi. Sebagian masyarakat selalu mengunjungi fasilitas kesehatan sebagai pasien dengan memanfaatkan rumah sakit, klinik ataupun apotik, begitu juga dengan profesi kesehatan. Karena pengambilan keputusan kesehatan berkaitan dengan kematian dan keselamatan, kesehatan diletakkan pada posisi yg lebih istimewa dibanding dgn masalah sosial lainnya. Kesehatan juga dipengaruhi oleh masalah sosialnya lainnya misalnya kemiskinan. Memahami hubungan antara kebijakan kesehatan dan kesehatan itu sendiri menjadi sedemikian pentingnya sehingga memungkinkan untuk menyelesaikan masalah kesehatan, misalnya meningkatnya obesitas, wabah HIV ADIS. Tujuan dari Kebijakan Kesehatan memberi arahan dalam pemilihan teknologi kesehatan yang akan dikembangkan dan digunakan, mengelola dan membiayai layanan kesehatan, atau jenis obat yang dibeli bebas. Kebijakan kesehatan merupakan sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang bertanggungjawab dalam bidang kesehatan, untuk dapat memberikan arahan dalam pemecahan masalah kesehatan supaya tujuan tercapai. 2.2.6 Faktor–Faktor yang Memengaruhi Kebijakan Kesehatan Menurut Leichter dalam Kent Buse (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan kesehatan adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Situasional Keadaan ini merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang dapat berdampak pada kebijakan. Faktor ini bersifat satu kejadian atau terlalu lama menjadi perhatian publik. 2. Faktor Struktural Faktor ini meliputi : a. Sistem politik yaitu mencakup keterbukaan sistem dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasaan dan keputusan kebijakan. b. Bidang ekonomi dan dasar untuk tenaga kerja (contohnya banyak tenaga yg terlatih pada satu daerah, tapi pekerjaan sedikit, maka negara dapat memindahkan tenaga profesional ke daerah yang kurang tenaga) c. Kondisi demografi atau kemajuan teknologi (contohnya Perubahan teknologi menambah jumlah wanita hamil melahirkan secara cesar. d. Kekayaan suatu negara akan berpengaruh kuat terhadap jenis layanan kesehatan. 3. Faktor Budaya Kedudukan sabagai minoritas atau perbedaan bahasa dapat menyebabkan kelompok tertentu memiliki informasi yang tidak sama tentang hak-hak mereka, ataupun menerima layanan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya dibeberapa negara para wanita tidak dapat mudah mengunjungi
Universitas Sumatera Utara
fasilitas kesehatan (karena harus ditemani suami atau keluarga, contohnya TBC,HIV). 4. Faktor Internasional Dapat menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam kesehatan. Meskipun banyaknya masalah kesehatan berhubungan dengan pemerintah nasional, sebagian dari masalah memerlukan kerjasama organisasi tingkat nasional, regional maupun multilateral, contohnya pembrantasan polio. 2.2.7 Kerangka Konsep dalam Kebijakan Kesehatan Segitiga kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan yang sangat sederhana untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks, dimana segitiga ini menunjukkan kesan bahwa keempat faktor dapat dipertimbangkan secara terpisah. Pada kenyataannya, para pelaku dapat dipengaruhi dalam konteks dimana mereka tinggal dan bekerja. Konteks dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ketidak-stabilan atau ideologi, proses penyusunan kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
Skema segitiga analisis kebijakan dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Konteks
Aktor Individu Grup Organisasi Isi / Kontent
Proses Gambar 2.1 Segitiga Analisis Kebijakan
Sumber : Kent Buse, 2009 2.2.8 Kebijakan Kesehatan sebagai Tanggung Jawab Pemerintah Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut UU Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 5 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan. Menurut UU Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 14 disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Rumah Sakit 2.3.1 Pengertian Rumah Sakit Undang – undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan kesehatan rawat inap , rawat jalan dan gawat darurat. Sebagai upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara paripurna , maka rumah sakit harus memiliki komponen pelayanan. Menurut Undang Undang No 44 tahun 2009 , komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut : (1) administrasi dan manajemen , (2) pelayanan medis (3) pelayanan gawat darurat (4) kamar operasi , (5) pelayanan intensif (6) pelayanan perinatal risiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan , (8) pelayanan anastesi (9) pelayanan radiologi , (10) pelayanan farmasi (11) pelayanan laboratorium , (12) pelayanan rehabilitasi medis , (13) pelayanan gizi , (14) rekam medis , (15) pengendalian infeksi di rumah sakit (16) pelayanan sterilisasi sentral .(17) keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana alam . (18) pemeliharaan saran , (19) pelayanan lain , dan (20) perpustakaan Menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 pengertian Rumah Sakit adalah sebagai berikut: a. Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat , pendidikan serta penelitian kedokterann diselenggarakan.
Universitas Sumatera Utara
b. Rumah Sakit adalah suatu alat organisasi yang terdir dari tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan
pelayanan
kedokteran,
asuhan
keperawatan
yang
berkesinambungan., diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. c. Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokterran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. d. Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. 2.3.2 Fungsi Rumah Sakit Fungsi rumah sakit tidak secara keseluruhan daqpat dilakukan oleh seluruh rumah sakit pemerintah atau swasta, tetapi tergantung pda klasifikasi rumah sakit. Berdasarkan klasifikasi rumah sakit dapat diketahui bahwa rumah sakit dengan kategori/ kelas A. mempunyai fungsi, jumlah dan kategori ketenagaan, fasilitas, dan kemampuan pelayanan yang lebih besar daripada rumash sakit dengan kelas lainnya yang lebih rendah, seperti kelas B, C dan kelas D (Undang- Undang No. 44 tahun 2009)
Universitas Sumatera Utara
2.4 Landasan Teori Menurut George C.Edwards III (Subarsono,2009 ) terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Interaksi faktor–faktor yang saling mempengaruhi dapat digambarkan seperti dibawah ini: Komunikasi
Sumberdaya Implementasi
Disposisi
StrukturBirokrasi Gambar 2.2 Model Implementasi Menurut George C. III
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Berfikir Berdasarkan atas landasan teori diatas maka faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap Implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Daerah Kecamatan Mandau adalah Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi.
INPUT 1. Sarana dan Prasarana 2. SDM 3. SOP
1. 2. 3. 4.
PROSES
OUTPUT
IMPLEMENTASI
Implementasi kebijakan JKN di Rumah Sakit
Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir
Universitas Sumatera Utara