BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menjelaskan materi penelitian yang terkait dengan primary nursing dan action research. Adapun materi yang berhubungan dengan penelitian ini : 1. Primary Nursing a. Definisi primary nursing b. Elemen primary nursing c. Kelebihan primary nursing d. Kelemahan primary nursing e. Ketenagaan primary nursing f. Konsep dasar primary nursing g. Peran kepala ruangan dalam primary nursing h. Tugas perawat primer i.
Pelaksanaan primary nursing
2. Action Research a. Tahap persiapan (Reconnaisance) b. Perencanaan (Planning) c. Aksi dan observasi (Action & Observation) d. Hasil akhir (Reflection)
Universitas Sumatera Utara
3. Theory Watson a. Definisi b. 10 carative factor
2.1 Primary Nursing 2.1.1 Definisi Primary Nursing Primary nursing adalah penyerahan menyeluruh, koordinasi, kontinu, perawatan pasien individu yang dilakukan oleh perawat professional yang memiliki otonomi, akuntabilitas dan otonomi selama 24 jam (Primary Nurse Convention 1977 dalam Campbell, 1985). Primary Nursing adalah metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien dari mulai pasien masuk sampai keluar rumah sakit (Gillies, 1989). Sistem primary nursing
menggunakan 1 orang
perawat primer yang bekerja selama 24 jam dan bertanggung jawab untuk perencanaan perawatan 5-6 pasien dan ketika perawat primer tidak bertugas perawatan pasien dilanjutkan oleh perawat pelaksana yang melanjutkan perencanaan perawatan yang sudah direncanakan oleh perawat primer (Marquiz & Huston, 2000). Menurut Munnukka dan Kiikkala (1995) primary nursing membutuhkan : 1) bagaimana teori dipergunakan pada praktik, 2) bagaimana tumbuh menjadi perawat yang profesional, 3) bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya, 4) lebih banyak mengetahui tentang
Universitas Sumatera Utara
penyakit, pemeriksaan dan pengobatan. Pertanyaan-pertanyaan di atas menjawab bahwa metode penugasan primary nursing membutuhkan ilmu, komunikasi interpersonal, pengakuan dari tim kesehatan lain, dan mampu membuat asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Jellinek et all (1994) menyatakan konsep primary nursing adalah setiap pasien dirawat oleh seorang perawat primer yang memiliki tanggung jawab penuh selama 24 jam. Ilumin (2003), adanya model keperawatan primary nursing memerlukan tanggung jawab yang tinggi dan adanya otonomi dari perawat primer diharuskan memiliki persiapan yang baik, pengetahuan, sehingga perawat primer dalam menjalankan peranannya mampu dan membawa hasil akhir yang baik bagi pasien. Primary nursing adalah model asuhan keperawatan yang diberikan kepada 1-6 pasien dari mulai masuk sampai pulang, asuhan yang diberikan selama 24 jam dilakukan oleh perawat primer dibantu oleh perawat peaksana (associate nurse), setiap perawat primer memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien selama dirawat (Manthey, 1980).
Universitas Sumatera Utara
Perawat primer 07-15 wib 15-23 wib
PA sore
23-07 wib
PA malam
Gambar 1. Shift pagi perawat primer dan perawat pelaksana (Manthey, 1980)
2.1.2
Elemen Primary Nursing
Elemen primary nursing terdiri dari 4 yaitu : 1) memiliki tanggung jawab, 2) berani membuat keputusan, 3) mampu berkomunikasi interpersonal dengan baik, 4) mampu membuat asuhan keperawatan secara menyeluruh selama 24 jam (Manthey, 1980). Tanggung jawab adalah perawat primer memiliki tanggung jawab terhadap 1-6 pasien dari mulai pasien masuk sampai pulang dalam hal pemberian asuhan keperawatan. Hal-hal yang berkaitan dengan pasien/keluarga seperti kebutuhan ruangan pasien, obat, pemeriksaan penunjang, dan lain-lain menjadi tanggung jawab dari perawat primer. Semua masalah pasien selama 24 jam menjadi tanggung jawab perawat primer (Manthey, 1980). Berani membuat keputusan adalah perawat primer harus mampu dan berani membuat keputusan yang berhubungan dengan kebutuhan pelayanan keperawatan
Universitas Sumatera Utara
pasien. Perawat primer harus memiliki bekal ilmu dan skill yang tinggi sehingga dalam membuat keputusan berdasarkan ilmu yang dimiliki. Perawat primer dapat berhubungan langsung dengan kepala ruangan, dokter yang merawat pasien, dan tim kesehatan lain (Manthey, 1980). Berkomunikasi secara interpersonal adalah perawat primer harus mampu berkomunikasi baik kepada pasien/keluarga, dokter, kepala ruangan, pihak manajemen, perawat associate dan tim kesehatan lainnya. Berkomunikasi dalam pemberian pelayanan asuhan keperawatan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penyelesaian masalah pasien/keluarga yang berhubungan dengan penyakitnya. Perawat primer dalam berkomunikasi dengan perawat associate sebagai penerus dalan pemberian asuhan keperawatan harus benar dan jelas saat pertukaran shift (Manthey, 1980). Membuat asuhan keperawatan secara menyeluruh selama 24 jam adalah perawat primer harus mampu melakukan asuhan keperawatan yang dimulai dari pengkajian,
penegakan diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan sampai evaluasi. Sejak pasien masuk hingga pulang tahap - tahap asuhan keperawatan tetap direncanakan, dilakukan oleh perawat primer dan dilanjutkan oleh perawat pelaksana. Semua masalah dan kebutuhan pasien selama dirawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan tetap harus dibawah pengawasan perawat primer walaupun yang dinas adalah perawat associate (Manthey, 1980).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Kelebihan Primary Nursing Menurut Hyams et al (1993), kelebihan primary nursing adalah: sumber daya manusia yang tersedia ada, pelaksanaan dilakukan oleh perawat primer dibantu perawat pelaksana (associate nurse), perawat primer dan perawat pelaksana memiliki pengetahuan mengenai kebutuhan pasien dan rencana keperawatan, pelayanan terhadap pasien dilanjutkan oleh perawat pelaksana, kelompok memberikan pelayanan kepada pasien dan memiliki semangat kelompok. Menurut Gilies (1989), kelebihan primary nursing adalah: bersifat kontuinitas dan komprehensif. Metode primary nursing memberikan keuntungan terhadap klien, perawat, dokter dan rumah sakit. Keuntungan bagi perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Keuntungan bagi klien/pasien adalah mereka merasa lebih dihargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Keuntungan bagi dokter adalah mendapatkan informasi dari perawat yang benar-benar mengetahui keadaan kliennya. Keuntungan bagi rumah sakit adalah rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi harus mempekerjakan perawat yang berkualitas tinggi (Gillies, 1989).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Kelemahan Primary Nursing Menurut Gillies (1989) kelemahan dari primary nursing adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu. Menurut Hyams (1993), kelemahan primary nursing antara lain: perbedaan pendapat antar perawat, perawat primer memiliki jam kerja yang panjang, ketidakadilan dalam pembagian tugas, perawat pelaksana dapat mengalami hambatan dalam pelayanan, perawat primer kurang dalam tanggung jawab dan tanggung gugat, membutuhkan perawat pembantu, mengurangi jam besuk pasien, follow up diselesaikan oleh perawat primer, mengurangi waktu pertemuan dengan tim lain, perawat pelaksana dan perawat pembantu harus disediakan, perawat primer memilki pasien, memerlukan pendokumentasian yang lebih lengkap, perawat associate kurang memiliki tanggung jawab, membutuhkan banyak waktu untuk pasien dan membutuhkan area primary nursing. 2.1.5 Ketenagaan Metode Primary Nursing Menurut Gillies (1989) ketenagaan metode primary nursing adalah: setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat dengan pasien, beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer, penugasan ditentukan oleh kepala ruangan dan perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non professional sebagai perawat asisten.
Universitas Sumatera Utara
Dokter
Kepala
Sarana
ruangan
Rumah sakit
Perawat Primer Pasien/klien
Perawat pelaksana
Perawat pelaksana
Perawat pelaksana
sore
malam
Jika dibutuhkan di pagi hari
Gambar 2. Sistem asuhan keperawatan Primary Nursing (Marquis & Huston, 1998:138)
Kozier et al. (1997) menyatakan di negara maju pada umumnya perawat primer adalah seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist) dengan kualifikasi master keperawatan. Seorang perawat primer bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang terkait dengan asuhan keperawatan klien. Kualifikasi kemampuan perawat primer minimal adalah sarjana keperawatan (ners). 2.1.6 Konsep dasar Primary Nursing Menurut Gillies (1989) konsep dasar metode primary nursing adalah ada tanggung jawab dan tanggung gugat, ada otonomi dan keterlibatan pasien dan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Konsep model primary nursing long term care menurut Campbell (1985) adalah keperawatan individual, keperawatan secara menyeluruh, perawatan pemulihan dan kepuasan pekerjaan. 2.1.7 Peran kepala ruangan dalam Primary Nursing Menurut Gillies (1989) peran kepala ruangan dalam
primary nursing
adalah: sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer, orientasi dan merencanakan karyawan baru, menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada
perawat
asisten,
evaluasi
kerja,
merencanakan/menyelenggarakan
pengembangan staf dan membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi. Kepala ruangan melakukan komunikasi langsung dan koordinasi dengan perawat primer dan perawat pelaksana terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien/pasien. Kepala ruangan memberikan evaluasi kinerja perawat primer dan perawat pelaksana dalam primary nursing dengan memberikan pertanyaan langsung kepada pasien tentang pelaksanaan primary nursing. Kepala ruangan melakukan ronde dan pertemuan dengan perawat primer, perawat pelaksana dan dokter tentang keadaan pasien serta hambatan yang ditemukan di ruangan. Kepala ruangan memfasilitasi ruangan bekerja sama dengan pihak manajemen rumah sakit agar pelaksanaaan primary nursing berjalan nyaman. Kepala ruangan memberikan usulan kepada pihak manajemen rumah sakit tentang jasa (reward) bagi perawat primer (Manthey, 1980).
Universitas Sumatera Utara
2.1.8 Tugas Perawat Primer Menurut Gillies (1989) tugas perawat primer adalah : mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif, membuat tujuan dan rencana keperawatan, melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas, mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain, mengevaluasi keberhasilan yang dicapai, menerima dan menyesuaikan rencana, menyiapkan penyuluhan untuk pulang, melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal perjanjian klinis dan mengadakan kunjungan rumah. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter dan staf keperawatan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan pasien/klien didelegasikan kepada perawat pelaksana (Gillies, 1989). Manthey
(1980)
menyatakan
perawat
primer
memberikan
asuhan
keperawatan selama 24 jam bagi 4-6 pasien, jika perawat primer tidak masuk (off) maka pelaksanaan asuhan keperawatan dilanjutkan oleh perawat pelaksana. Perawat pelaksana tetap berkomunikasi dengan perawat primer dalam pemberian asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.9 Pelaksanaan Primary Nursing (Manthey, 1980) Ada 3 faktor suksesnya primary nursing yaitu : 1) keterlibatan anggota staf sebagai pembuat keputusan, 2) penggunaan format pengambilan keputusan, 3) adanya dukungan dari pihak manajemen (Manthey, 1980). Keterlibatan anggota staf sebagai pembuat keputusan.
Pemiihan
seorang perawat primer dalam tim pemberian pelayanan keperawatan dalam satu ruangan harus melibatkan seluruh staf yang terkait. Keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama untuk memilih seorang perawat primer dengan memiliki kompetensi empat elemen yaitu: mampu nerkomunikasi secara interpersonal, mampu bertanggung jawab, mampu mengambil keputusan dan mampu melakukan asuhan keperawatan. Penggunaan format pengambilan keputusan. Metode penugasan primary nursing yang akan dilaksanakan dalam satu ruangan harus memiliki format keputusan bersama. Seorang perawat primer yang sudah terpilih harus berdasarkan format yang sudah disetujui bersama oleh staf di ruangan tersebut. Format tersebut sebagai dasar untuk diajukan ke pihak manajemen. Dukungan dari pihak manajemen. Kesuksesan metode penugasan primary nursing harus mendapat dukungan sepenuhnya dari pihak manajemen rumah sakit. Pelaksanaan primary nursing di ruangan harus mendapat pengakuan dari pihak manajemen rumah sakit misalnya: kelengkapan sarana dan prasarana ruangan pasien, keputusan untuk memakai metode penugasan primary nursing di ruangan, keputusan untuk perawat primer. Dukungan pihak manajemen rumah
Universitas Sumatera Utara
sakit merupakan salah satu motivator bagi perawat primer dan timnya untuk melaksanakan metode penugasan primary nursing. Langkah-langkah dalam proses pelaksanaan primary nursing adalah: 1) memutuskan untuk menggunakan konsep primary nursing, 2) melakukan pengumpulan data, 3) pelaksanaan primary nursing dan 4) evaluasi pelaksanaan primary nursing (Manthey, 1980). Memutuskan untuk menggunakan konsep primary nursing. Keputusan untuk menggunakan model primary nursing harus didiskusikan bersama antara pihak manajemen, kepala ruangan, dan seluruh perawat yang ada di ruangan. Hasil diskusi harus mendapat persetujuan dari semua pihak agar dalam pelaksanaan primary nursing tidak mengalami hambatan. Konsep primary nursing harus mampu dipahami oleh seorang perawat primer dan perawat pelaksana sebagai tim yang akan melaksanakan metode penugasan primary nursing. Salah satu syarat untuk seorang perawat primer dan perawat pelaksana yang melaksanakan metode penugasan primary nursing adalah ners yang sudah memahami konsep primary nursing, jika pemahaman konsep primary nursing sudah dipahami oleh perawat primer dan perawat pelaksana maka metode penugasan primary nursing sudah dapat diputuskan untuk dilaksanakan di ruangan tersebut. Melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan rujukan dan informasi dasar untuk terbentuknya primary nursing. Data dijadikan bahan perbandingan untuk keberhasilan pelaksanaan primary nursing
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya. Sebelum dilaksanakan metode penugasan primary nursing diperlukan pengumpulan data dari berbagai sumber ilmu seperti jurnal, artikel, text book dan pengalaman orang lain sebagai dasar yang akurat. Pengumpulan data disosialisasikan kepada tim yang akan melaksanakan metode penugasan primary nursing terutama kepada perawat primer. Pelaksanaan primary nursing. Pelaksanaan primary nursing di ruangan yang sudah ditentukan terdiri dari kepala ruangan, perawat primer dan perawat pelaksana. Pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh selama 24 jam dilakukan oleh perawat primer dibantu dengan perawat pelaksana. Perawat primer memberikan asuhan keperawatan kepada 1-6 pasien dari mulai pasien masuk hingga pulang. Seorang perawat primer yang sudah dipilih dan diputuskan di ruangan yang memakai metode penugasan primary nursing harus mendapat dukungan dan pengakuan dari pihak manajemen rumah sakit, perawat pelaksana sebagai anggota timnya, dokter dan tim kesehatan lainnya, kepala ruangan dan terutama dari pasien/keluarga. Evaluasi pelaksanaan primary nursing. Evaluasi pelaksanaan primary nursing dilakukan setelah waktu yang disepakati bersama selesai. Pihak manajemen melakukan evaluasi apakah model primary nursing perlu dilanjutkan atau tidak, perlu dilaksanakan di ruangan lain atau tidak. Indikator kesuksesan model primary nursing dapat dilihat dari tingkat kepuasan pasien, perawat, dokter dan pihak manajemen. Evaluasi pelaksanaan primary nursing sebaiknya dalam kurun waktu enam bulan sekali untuk menentukan apakah metode penugasan primary nursing perlu dilanjutkan atau tidak, perlu diperbaiki atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
2.1.10 Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) a.
Tahap Persiapan
1)
Pembentukan Tim Pembentukan satu tim atau kelompok kerja diperlukan untuk implementasi
MPKP. Tim ini bisa terdiri dari koodinator departemen, seorang penyelia, dan kepala ruang rawat serta tenaga dari instansi pendidikan. Tim ini akan berperan sebagai motor pelaksananya MPKP. Setelah itu akan ditunjuk seorang ketua yang bertugas mengoordinasi semua kegiatan persiapan, pelaksanaan dan evaluasi MPKP, biasanya berasal dari instansi rumah sakit (Sitorus, 2006). 2)
Rancangan Penilaian mutu Kelompok kerja akan membuat rancangan penilaian mutu asuhan
keperawatan yang meliputi kepuasan klien/keluarga, kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi nosokomial. Data ini merupakan data awal dari ruang rawat sebelum MPKP dilaksanakan (Sitorus, 2006). 3)
Penetapan Jenis Tenaga Penetapan jenis tenga keperawatan dipengaruhi oleh metode pemberian
asuhan keperawatan yang digunakan. Pada MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional), metode pemberian asuhan yang digunakan
adalah metode
modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam satu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi kepala ruangan, Clinical Care Manager (CCM), perawat primer dan perawat associate. Struktur ketenagaan pada ruang MPKP dapat dilihat pada gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
Kepala Ruang Rawat CCM PP3
Pagi
Sore
{
PP2
PP3
PA
PA
PA
PA
PA
PA
PA
PA
PA
PA Malam
Libur/ Cuti
PA PA
PA
PA
{ PA
PA
PA
PA
PA
PA
9-10 pasien
9-10 pasien
9-10 pasien
Gambar 3. Struktur Ketenagaan Keperawatan pada MPKP (Sitorus, 2006) 4)
Kepala Ruang Rawat Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang rawat adalah
perawat dengan kemampuan D-III Kep yang berpengalaman dan pada MPKP tingkat I adalah perawat dengan kemampuan Ners yang berpengalaman. Kepala ruang rawat bertugas sesuai jam kerja yaitu dinas pagi (Sitorus, 2006). 5)
Clinical Care Management (CCM) Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, clinical care management
(CCM) adalah Ners dengan pengalaman dan pada MPKP tingkat I adalah seorang ners spesialis. Pada MPKP tingkat II, jumlah ners spesialis lebih dari satu orang tetapi disesuaikan dengan kekhususan (Majoring) kasus yang ada. CCM bertugas
Universitas Sumatera Utara
sesuai jam kerja yaitu dinas pagi dan sebaiknya CCM sudah mempelajari pengalaman sebagai PP minimal 6 bulan (Sitorus, 2006). 6)
Perawat Primer Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, perawat primer (PP) pemula
adalah perawat lulusan D-III Kep dengan pengalaman minimal 4 tahun dan pada MPKP tingkat I adalah perawat Ners dengan pengalaman minimal 1 tahun. PP dapat bertugas pada pagi, sore atau malam hari, namun sebaiknya PP hanya bertugas pada pagi atau sore hari saja karena bila bertugas pada malam hari, PP akan libur beberapa hari sehingga sulit menilai perkembangan klien. Bila PP bertugas pada sore hari PP harus didampingi oleh minimal 1 orang PA dari timnya. Hal ini bertujuan agar pada sore hari PP mempunyai waktu untuk menilai perkembangan semua kliennya (Sitorus, 2006). 7)
Perawat Associate Perawat Associate (PA) pada MPKP pemula atau MPKP tingkat I
sebaiknya adalah perawat dengan kemampuan D-III Kep. Namun, pada beberapa kondisi bila belum semua tenaga mendapat pendidikan tambahan, beberapa MPKP, PA adalah perawat dengan pendidikan SPK tetapi mempunyai pengalaman yang sudah cukup lama di rumah sakit tersebut. 8)
Pengembangan Standar Rencana Asuhan Keperawatan Pengembangan standar renpra bertujuan mengurangi waktu perawat untuk
menulis sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan pasien. Adanya standar renpra menunjukkan asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan konsep dan teori keperawatan yang
Universitas Sumatera Utara
kukuh, merupakan salah satu karakteristik pelayanan professional. Standar renpra akan divalidasi oleh PP berdasarkan pengkajian yang dilakukan untuk setiap klien. Selanjutnya rencana yang sudah divalidasi akan dibahas dengan PA dan timnya dan mengarahkan PA pada pelaksanaan tindakan keperawatan. Standar renpra dikembangkan untuk 10 kasus utama di ruang rawat. Format standar renpra yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnosis keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan. PP cukup memberi tanda cek (v) pada pilihan etiologi sesuai dengan data yang diperoleh dan menuliskan beberapa hasil pengukuran jika ada. 9)
Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan Format dokumentasi keperawatan yang diperlukan :
a.
Format Pengkajian Awal Keperawatan
b.
Format Implementasi Tindakan Keperawatan
c.
Format Kardex (grafik tekanan darah, nadi, suhu dan daftar obat)
d.
Format Catatan Perkembangan
e.
Format Daftar Infus termasuk Instruksi/Pesanan Dokter
f.
Format Laporan Pergantian Shift
g.
Resume Perawatan
10)
Identifikasi Fasilitas Fasilitas minimal yang dibuutuhkan padasuatu ruang MPKP sama dengan
fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Fasilitas ini disesuaikan dengan jenis dan jumlah kasus yang ada. Suatu ruang MPKP diperlukan tambahan fasilitas seperti badge atau kartu nama tim, papan nama dan papan MPKP.
Universitas Sumatera Utara
b.
Tahap Pelaksanaan
1)
Pelatihan MPKP Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang
rawat yang sudah ditentukan. Topik pelatihan meliputi : a.
Kolaborasi antara institusi pendidikan dan layanan keperawatan melalui MPKP
b.
Model Praktik Keperawatan Profesional FIKUI-RSUPNCM
c.
Nilai-nilai professional sebagai komponen utama dalam MPKP
d.
Metode modifikasi keperawatan primer
2) a.
Bimbingan Perawat Primer Bimbingan PP dalam melakukan konferensi Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari dan
sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. Panduan bagi PP dalam melakukan konferensi : (1)
Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas sesuai jadwal PP
(2)
Konferensi dihadiri oleh PP dan PA dari timnya masing-masing
(3)
Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil evaluasi kemarin dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas malam
(4)
PP mendiskusikan dan mengarahkan PA tentang masalah terkait dengan keperawatan klien
(5)
Mengingatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan
Universitas Sumatera Utara
(6)
Mengingatkan kembali tentang kedisplinan, ketelitian, kejujuran dan kemajuan masing-masing PA
(7)
Membantu PA menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan
b.
Bimbingan PP melakukan ronde dengan PA Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap
hari. Ronde ini penting selain untuk supervise kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien. Panduan bagi PP dalam melakukan ronde dengan PA yaitu : (1)
PP menentukan 2-3 klien yang akan dironde
(2)
Sebaiknya dipilih klien yang membutuhkan perawatan khusus dengan masalah yang relative lebih kompleks
(3)
Ronde dilakukan setiap hari terutama pada waktu ketika intensitas kegiatan di ruang rawat sudah relatif tenang
(4)
Waktu yang dilakukan untuk melakukan keselluruhan ronde kurang lebih 1 jam
(5)
PA mempresentasikan kondisi klien dan tindakan yang telah dilakukan
(6)
PA memberi masukan kepada PA dan memberikan pujian pada hal-hal tertentu
(7)
Masalah yang sensitif sebaiknya tidak didiskusikan dihadapan klien.
c.
Bimbingan PP dalam Memanfaatkan Standar Renpra Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan
keperawatan. Panduan bagi PP dalam memanfaat kan standar renpra: (1)
Renpra ditetapkan oleh PP paling lambat 24 jam setelah klien masuk
Universitas Sumatera Utara
(2)
Renpra ditempatkan di papan yang telah disediakan di sisi tempat tidur klien
(3)
Rencana tindakan yang terdapat pada renpra merupakan pedoman bagi PP dalam melakukan tindakan keperawatan
(4)
Pada 24 jam pertama, PP menetapkan minimal dua diagnosis keperawatan utama yang dievaluasi setiap hari
(5)
Renpra dievaluasi setiap hari dengan menggunakan metode SOAP
d.
Bimbingan PP dalam Membuat Kontak/Orientasi dengan Klien/Keluarga Kontrak antara perawat dan klien/keluarga merupakan kesepakatan antara
perawat dan klien/keluarganya dalam memberikan asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina.
Panduan
bagi
PP
dalam
melakukan
kontrak/orientasi
dengan
klien/keluarga : (1)
Orientasi dilakukan saat pertama kali klien datang dan kondisi klien sudah tenang
(2)
Orientasi dilakukan oleh PP. Bila PP tidak ada, PA dapat memberikan orientasi untuk klien dan keluarga. Selanjutnya orientasi harus dilengkapi kembali oleh PP sesegera mungkin
(3)
Orientasi diberikan kepaa klien dan didamping oleh anggota keluarga yang dilakukan di kamar pasien dengan menggunakan format orientasi
(4)
Setelah orientasi, berikan daftar nama tim kepada klien/keluarga kemudian gantungkan daftar nama tersebut pada laci klien
(5)
Orientasi ini diulang kembali minimal setiap dua hari oleh PP atau yang mewakili
Universitas Sumatera Utara
(6)
Pada saat pergantian dinas, ingatkan klien nama perawatyang bertugas saat itu.
e.
Bimbingan PP dalam Melakukan Presentasi Kasus dalam Tim PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien
yang dirawatnya. Panduan bagi PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim yaitu : (1)
Presentasi kasus dilakukan minimal 1 bulan/kali
(2)
PP menentukan satu kasus yang akan dipresentasikan
(3)
Kasus yang dipilih adalah kasus yang istimewa dan menarik
(4)
CCM memberikan bimbingan kepada PP dengan cara memberikan kritik dan umpan balik pada kasus dan presentasi yang dilakukan PP
(5)
Sistematika dalam melakukan presentasi kasus: nama kasus, tujuan presentasi kasus, patofisiologi, rencana asuhan keperawatan, implementasi tindakan keperawatan, masalah yang timbul selama pemberian asuhan keperawatan
(6)
Presentasi mengundang PA dalam tim
(7)
Lama presentasi dan diskusi lebih kurang 1 jam
c.
Tahap Evaluasi Evaluasi proses dilakukan dengan menggunakan instrument evaluasi MPKP
oleh CCM. Evaluasi proses ini dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu. Evaluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan : (1)
Memberikan instrument evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien pulang
Universitas Sumatera Utara
(2)
Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan dokumentasi
(3)
Penilaian infeksi nosokomial
(4)
Penilaian rata-rata lama hari rawat Untuk mengetahun keberhasilan implementasi MPKP, bandingkan data
awal dengan data akhir. d.
Tindak Lanjut MPKP merupakan penataan struktur dan proses pemberian asuhan
keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang MPKP inilah diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya. (1)
MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I Pada tingkat ini, PP pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan
sehingga mempunyai kemampuan sebagai Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan, perawat tersebut berperan sebagai PP. PP dapat menggunakan ilmu pengetahuan yang didapat selama pendidikan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan berperan sebagai manajer asuhan keperawatan. (2)
MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II Pada MPKP tingkat I, PP adalah Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir, maka diperlukan kemampuan seorang ners spesialis yang akan berperan sebagai CCM. Untuk
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan MPKP I menjadi II yang dibutuhkan minimal 1 orang CCM dengan kemampuan ners spesialis (setelah master keperawatan) untuk setiap ruang rawat. (3)
MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III Pada MPKP tingkat III, perawat dengan kemampuan sebagai ners spesialis
ditingkatkan menjadi Doktor keperawatan. Dengan kemampuan ini perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan (Sitorus, 2006)
2.2
Action Research (AR) 2.2.1 Defenisi Action Research Action Research adalah sebuah siklus proses, melakukan penemuan,
perencanaan, aksi, pengamatan, refleksi, dan perencanaan ulang
untuk
membawa perubahan (Glasson et Al, 2008) Goals
Reflection
Adapted Goal
Action planning
Observation
Action
Reflection
Adapted Goal
Action planning
Observation
Action
Gambar 4. Siklus Action Research
Universitas Sumatera Utara
Action research adalah salah satu metode sebuah proses siklus terdiri dari : identifikasi masalah, perencanaan, action dan evaluasi (Waterman et al. 2005)
Problem identification Collecting information regarding the perceived problem Data collection - Information from the managing nurses
Planning
The Action
Evaluation
The action to solve the perceived problem is planned.
The action is subject to change if needed
The performed action is evaluated.
Data collection Data collection - Written description of problems and expectations from the participants
- Field notes - The groups analysis of the narratives
Data collection - Evaluate group interview with the participants
Concluding analysis All data from the phases were analysed with a triangulation procedure.
Gambar 5. Proses pengumpulan data dan analisis action research Action research adalah sebuah siklus spiral yang terdiri dari tahap persiapan, perencanaan, aksi, observasi dan refleksi (Kemmis & Mc Taggart, 1988). Action research menurut Polit & Beck (2008) menyatakan sebuah proses kolaborasi antara peneliti dan partisipan dalam pemecahan masalah, pemilihan metode penelitian, analisa data dan penemuan yang akan dilakukan berupa pengetahuan, kesadaran dan aksi perubahan.
Universitas Sumatera Utara
Action research menurut Denzin & Lincoln (2009) memiliki ciri-ciri utama yaitu : sebuah proses sosial, partisipatoris, praktis dan kolaboratif, emansipatoris, kritis, reflektis dan perubahan. 2.2.2 Proses Action Research Proses action research menurut Kemmis & Mc Taggart (1988) memilki 4 tahapan yaitu : a.
Tahap persiapan (Reconnaissance) Dalam identifikasi masalah yang perlu diperhatikan adalah : analisis awal
masalah, analisis aktifitas dan praktek yang berhubungan dengan masalah, analisis hubungan sosial dan organisasi. Dalam tahap ini dirumuskan permasalahan yang ada dan dibuat prioritas permasalahan. b.
Perencanaan (planning) Dalam perencanaan yang perlu diperhatikan adalah : merencanakan suatu
perubahan, merencanakan satu model yang akan diaplikasikan. Peneliti bersama dengan partisipan merencanakan kegiatan perubahan yang akan dilakukan. c.
Action dan observation (aksi dan observasi) Pelaksanaan action sesuai dengan perubahan yang sudah direncanakan.
Observasi dilakukan pada saat pelaksanaan action, apakah sesuai dengan model yang direncanakan. Aksi/tindakan yang dipandu oleh perencanaan dalam arti bahwa tindakan yang dilakukan terlihat dasar pemikirannya dalam perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi tindakan tidak sepenuhnya dikendalikan oleh rencana, dapat muncul hambatan/kendala secara tiba-tiba dan tidak terduga sebagai konsekwensi dari perubahan dalam tindakan. Tahapan
observation
dalam
action
research
memiliki
fungsi
mendokumentasikan efek dari tahapan sebelumnya. Observasi yang cermat diperlukan karena action selalu akan dibatasi oleh kendala realitas. Observation harus direncanakan, responsive, kritis dan harus peka terhadap hal-hal yang tidak terduga. Tahapan observation mengamati proses action, efek dari action, keadaan dan hambatan action dan masalah lain yang timbul. Pengamatan sebagai dasar yang kuat untuk tahapan reflection dan memberikan kontribusi pada peningkatan pemahaman dalam menyusun strategi. d.
Reflection Reflection dilakukan setelah action dilaksanakan dan diperoleh hasil akhir
dari langkah – langkah sebelumnya. Pada tahap ini ditemukan hasil akhir penelitian, penghambat, dan pendukung. Hasil yang belum sesuai dengan tujuan dilanjutkan pada siklus berikutnya. Tahapan reflection berusaha memahami proses, masalah, issue dan hambatan yang dimanifestasikan dalam tindakan strategis, memperhitungkan berbagai perspektif situasi yang muncul. Reflection memiliki aspek evaluative untuk mempertimbangkan pengalaman, menilai efek tindakan yang diinginkan dan isu-isu yang muncul dan menyarankan cara melanjutkan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Siklus Action Research Kemmis dan Mc Taggart (1988) menyatakan siklus tindakan action research spiral terdiri dari plan, act, observe dan reflect. Planning adalah proses diskusi antara partisipan dengan peneliti untuk menentukan tindakan perubahan yang akan dilakukan. Peneliti dan partisipan harus menganalisa permasalahan secara prioritas dan harus ada saling pengertian dalam menghadapi situasi penelitian (Kemmis dan Mc Taggart, 1988). Action merupakan tindakan perubahan yang sudah direncanakan antara peneliti dengan partisipan. Action yang dilakukan harus sesuai dan bersifat fleksibel, sementara dan terbuka. Pelaksanaan action ditentukan bersama waktunya antara peneliti dan partisipan (Kemmis dan Mc Taggart, 1988). Observation dilakukan untuk mengontrol tindakan perubahan yang dilakukan. Observasi dilakukan secara cermat dan teliti sehingga hasil yang diperoleh dapat dibandingkan dengan data awal (Kemmis dan Mc Taggart, 1988). Reflection merupakan hasil akhir yang diperoleh dalam tindakan perubahan. Reflection juga menemukan hambatan, dukungan yang dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya. Reflection merupakan aspek evaluasi terhadap suatu tindakan (Kemmis dan Mc Taggart, 1988).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Theory Watson 2.3.1 Definisi caring dalam keperawatan Theory Watson tentang human caring (1979) menjelaskan tentang manusia
secara keseluruhan, utuh dan memiliki nilai-nilai yang harus diperhatikan dan dijaga. Pasien merupakan individu yang harus mendapat pelayanan secara menyeluruh baik fisik, psikis, sosial dan spiritual. Asumsi dasar dari caring dalam keperawatan adalah :1) caring lebih efektif dilakukan dalam praktek secara interpersonal, 2) caring mengandung faktor carative yang menghasilkan kepuasan pada pemenuhan kebutuhan manusia, 3) caring yang efektif mempromosikan kesehatan dan pertumbuhan tentang kesehatan individu/keluarga, 4) caring bukan hanya menerima seseorang saat sakit tetapi bagaimana sakit terjadi dan menjadi sehat 5) lingkungan caring adalah dukungan dari semua pihak bagi penyembuhan pasien, 6) caring lebih “healthogenic” daripada curing. Caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dengan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk menghasilkan atau meningkatkan kesehatan dan memberikan pelayanan bagi yang sakit. Caring melengkapi penyembuhan, 7) caring adalah pusat dari keperawatan (Watson, 1979). 2.3.2 Sepuluh carative faktor Menurut Watson (1979) Ada 10 faktor carative dalam keperawatan caring yaitu :1) nilai – nilai dan bentuk kepedulian sesama (nilai humanistik), 2) menanamkan keyakinan dan membangkitkan harapan, 3) meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain 4) membina dan mengembangkan rasa saling percaya, 5) mengembangkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif, 6) menggunakan metode ilmiah dalam menyelesaikan masalah, 7) meningkatkan proses pembelajaran interpersonal untuk meningkatkan tanggung jawab kesehatan klien, 8) menciptakan suasana suportif, korektif, dan protektif terhadap fisik, mental, sosial budaya dan spiritual, 9) membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia dan 10) menghargai kekuatan eksternal yang ada dalam kehidupan. Membentuk sistem nilai humanistik adalah mengenali nama, mengenali karakteristik klien, mengenali kelebihan dan kekurangan klien, mendahulukan kepentingan klien daripada kepentingan pribadi, memberikan waktu pada klien meskipun sedang sibuk, memperhatikan dan mendengarkan apa yang menjadi kebutuhannya, menghargai dan menghormati pendapat dan keputusan klien terkait dengan perawatannya, memberikan informasi kepada klien terkait asuhan keperawatan yang diberikan, menggunakan sentuhan untuk kesembuhan, memberikan kesempatan pada klien untuk menentukan asuhan keperawatan yang akan dijalaninya (Watson, 1979). Menanamkan keyakinan dan harapan adalah memotivasi klien untuk menghadapi penyakitnya secara realistis, membantu klien untuk memahami tindakan alternatif yang ditentukan, menjelaskan kepada klien tindakan pengobatan yang dilakukan, memberikan dukungan spiritual misalnya pendekatan keagamaan sesuai dengan keyakinan yang dianut klien sehingga meningkatkan motivasi klien untuk bertahan hidup (Watson, 1979).
Universitas Sumatera Utara
Meningkatkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain adalah memperkenalkan diri kepada klien saat di awal kontrak dan membuat kontrak, menyampaikan tujuan, menyepakati kontrak, menjelaskan kepada klien bahwa perawat akan selalu ada setiap dibutuhkan klien, menyediakan waktu bagi klien untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan pada klien, melakukan komunikasi terapeutik setiap konsekwensi dengan klien (Watson, 1979). Membina hubungan saling percaya memperkenalkan diri kepada klien saat di awal kontrak dan membuat kontrak, menyampaikan tujuan, menyepakati kontrak, menjelaskan kepada klien bahwa perawat akan selalu ada setiap dibutuhkan klien, menyediakan waktu bagi klien untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan pada klien, melakukan komunikasi terapeutik setiap konsekwensi dengan klien (Watson, 1979). Mengembangkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif adalah
menjadi pendengar
aktif dengan
mendengarkan
keluhan klien,
mendengarkan ekspresi klien tentang keinginannya untuk sembuh dan apa yang dilakukan ketika sembuh, memotivasi klien untuk mengungkapkan perasannya baik positif maupun negatif, menerima aspek positif maupun negatif sebagai aspek kekuatan yang dimilikinya, menjelaskan tentang pemahaman diri perawat terhadap penderitaan klien (Watson, 1979).
Universitas Sumatera Utara
Menggunakan metode ilmiah dalam menyelesaikan masalah adalah mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses keperawatan sesuai dengan masalah klien, mempertimbangkan untuk mengabulkan permintaan klien dalam memperoleh sesuatu yang membuat klien cemas bila tidak dilakukan, memenuhi keinginan klien yang bermacam-macam dengan sabar, selalu menanyakan keinginan klien yang spesifik (Watson, 1979). Meningkatkan proses pembelajaran interpersonal untuk meningkatkan tanggung jawab kesehatan klien adalah menjelaskan setiap keluhan klien secara rasional dan ilmiah sesuai dengan tingkat pemahaman klien dan cara mengatasinya, selalu menjelaskan setiap tindakan yang dilakukan, menunjukkan situasi yang bermanfaat agar klien memahami proses penyakitnya, mengajarkan cara pemenuhan kebutuhan sesuai masalah yang dihadapi klien, menanyakan kepada klien tentang kebutuhan pengetahuan yang ingin diketahuinya terkait dengan penyakitnya, meyakinkan klien tentang kesediaan perawat untuk menjelaskan apa yang ingin diketahuinya (Watson, 1979). Menciptakan suasana suportif, korektif, dan protektif terhadap mental, fisik, sosial budaya dan spiritual adalah menyetujui keinginan klien untuk bertemu dengan
ulama
agama,
menghadiri
pertemuan
klien
dengan
ulamanya,
memfasilitasi atau menyediakan keperluan klien ketika akan berdo’a atau beribadah
sesuai
dengan
agamanya,
bersedia
mencarikan
alamat
dan
menghubungi keluarga yang sangat diharapkan mengunjungi klien, bersedia menghubungi teman klien atas permintaan klien (Watson, 1979).
Universitas Sumatera Utara
Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia adalah bersedia memenuhi kebutuhan dasar dengan ikhlas, menyatakan perasaan bangga dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi klien, menghargai privasi klien ketika sedang memenuhi kebutuhannya, menunjukkan pada klien bahwa klien adalah orang yang pantas dihargai dan dihormati (Watson, 1979). Menghargai kekuatan eksternal yang ada dalam kehidupan adalah memberikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk melakukan hal-hal yang bersifat ritual dalam proses penyembuhannya, mampu memfasilitasi kebutuhan klien dan keluarga terhadap keinginan melakukan terapi sesuai pilihannya, memotivasi klien dan keluarga untuk berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, menyiapkan klien dan keluarganya ketika menghadapi fase berduka (Watson, 1979).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Teori Ruang Raflesia
Watson’s theory of Nursing Carative factors (1979): 1. 2. 3. 4. 5.
Nilai Humanistik Membangkitkan harapan Meningkatkan kepekaan Membina hubungan saling percaya Mengembangkan dan menerima ekspresi positif dan negatif 6. Menggunakan metode ilmiah dalam menyelesaikan masalah 7. Meningkatkan proses pembelajaran interpersonal 8. Menciptakan suasana suportif, korektif dan protektif terhadap fisik, mental, sosial budaya dan spiritual 9. Pemenuhan kebutuhan manusia 10. Menghargai kekuatan eksternal yang ada dalam kehidupan
Tentative Primary Nursing
P R A&O
Keterangan : P
CYCLE 1
Alur Primary Nursing di Ruang Raflesia : Planning
A & O : Action and Observation R
: Reflective
Gambar 6. Kerangka Teori dan Metodologi Primary Nursing : Aplikasi Primary Nursing di Ruang Raflesia
Universitas Sumatera Utara