BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Malaria
2.1.1. Pengertian dan Etiologi Malaria Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intra seluler dari genis Plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan P. Malariae (Laveran, 1881). P. Vivax (Grasi dan Feeti, 1890), P. Falciparum (Wech, 1897) dan P.ovale (Sudradjat, 2007). Nyamuk Anopheles spp yang terdiri dari 4000 spesis, di mana 67 spesies yang dapat menularkan. Dan 24 diantaranya ditemukan di Indonesia selain oleh gigitan nyamuk Anopheles spp malaria yang dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta ibu hamil kepada bayinya (Gunawan, 2000). Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium mempunyai gejala utama yaitu, demam, menggigil, dan berkeringat. Diduga, terjadinya demam berhubungan dengan proses Sprulasi (pecahnya skion darah), atau akhir-akhir ini dihubungkan dengan pengaruh Glycocyl Phospharidylinosisae (GPI) atau dengan terbentuknya Sitokin dan atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, pengaruh tersebut demam tidak terjadi, misalnya pada daerah hiperendemik (Lengeler, C, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria demam periodik, anemia dan splenomegali. Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi. Menurut Harijanto (2000) dikenal 4 jenis plasmodium, yaitu: a. Plasmodium vivax, merupakan parasit yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/vivax (demamnya setiap hari ke-3). b. Plasmodium falficarum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/fasiparum (demam setiap 24-48 am). c. Plasmodium malaria, merupakan parasit yang jarang dijumpai dan dapat menimbulkan sindroma neprotik serta menyebabkan malaria quartana/malariae (dalam setiap hari ke-4). d. Plasmodium ovale, dijumpai 1 di Benua Afrika dan daerah Pasifik Barat. Di Indonesia Plasmodium ovale dapat dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Plasmodium ovale memberikan infeksi yang paling sering dan sering sembuh secara spontan tanpa melalui pengobatan. 2.1.2. Cara Penularan Malaria Secara umum penyebaran penyakit malaria sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yang saling mendukung, yaitu host, agent dan environment sesuai teori The Traditional (ecological) model yang dikemukakan oleh Dr. John Gordon (Laihad, C, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.1. Host Host pada penyakit malaria dibagi atas dua, yaitu Host Intermediate (manusia) dan Host Definitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai Host intermediate (penjamu sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria, sedangkan nyamuk Anopheles disebut sebagai host definitif (penjamu tetap) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus seksual parasit malaria. 2.1.2.1.1.Host intermediate Pada dasarnya setiap orang bisa terinfeksi oleh agent biologis (Plasmodium) tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan Host terhadap agent, yaitu usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial ekonomi, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat imunitas. 1. Usia, bagi anak laki-laki lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria. 2. Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kerentnan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti anemia berat, berat badan lahir rendah, abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterin (Gunawan, S dalam Harijanto, 2000). 3. Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya: orang Negro di Afrika Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah Duffy tidak dapat diinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak mempunyai reseptornya.
Universitas Sumatera Utara
4. Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya, biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria berikutnya. 5. Cara hidup, kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di luar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria. 6. Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria. 7. Status gizi, keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria. Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebra dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk (Gunawan, S dalam Harijanto, 2000). 8. Imunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai imunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah terhadap infeksi malaria. 2.1.2.1.2.Host defenitif Host defenitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles betina dan hanya nyamuk Anopheles ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu, prilaku nyamuk itu sendiri dan faktor-faktor lain yang mendukung.
Universitas Sumatera Utara
1. Perilaku nyamuk Perilaku nyamuk dapat dibagi empat kategori, yaitu perilaku hidup, perilaku berkembang biak, perilaku mencari darah dan perilaku beristirahat. a. Perilaku hidup suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai habitatnya apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: tersedianya tempat beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk berkembang biak. b. Perilaku berkembang biak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai kemampuan untuk memilih tempat berkembang biak sesuai dengan kesenangannya dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang di air payau dengan kadar garam 12%18% dan terkena sinar matahari langsung. Sedangkan Anopheles maculate lebih senang di air tawar dan terlindung dan sinar matahari (teduh). c. Perilaku mencari daerah banyak nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal, yaitu (1) berdasarkan waktu menggigit mulai senja hingga tengah malam dan menggigit mulai tengah malam hingga dini hari/pagi, (2) berdasarkan tempat eksopagik (lebih suka menggigit di luar rumah) dan edopagik (lebih suka menggigit di dalam rumah), (3) berdasarkan sumber darah antrofoflik (lebih suka menggigit manusia) dan zoofilik (lebih suka menggigit hewan), (4) berdasarkan frekuensi menggigit tergantung pada spesiesnya dan dipengaruhi oleh temperatur dan
Universitas Sumatera Utara
d. Perilaku istirahat, (1) istirahat berdasarkan kebutuhan, yaitu istirahat sebenarnya yang merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara, yaitu masa sebelum sesudah mencari daerah, (2) istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar rumah), dan endofilik (lebih suka beristirahat di dalam rumah). 2. Faktor lain yang mendukung: a. Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar kemungkinan untuk menjadi penular atau vektor malaria. b. Kerentanan nyamuk tehadap infeksi gametosit. c. Frekuensi menggigit manusia d. Siklus gonotrofik, yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk mengukur interfal menggigit nyamuk pada obyek yang digigit (manusia). Syarat-syarat nyamuk sebagai berikut: a. Tingkat kepadatan Anopheles di sekitar pemukiman manusia yang sesuai dengan kemampuan nyamuk antara 2-3 km. b. Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit dapat menyelesaikan siklus sporrogoni di dalam tubuh nyamuk. c. Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya menghisap darah manusia (Antropofidik).
Universitas Sumatera Utara
Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles tertentu yang terinfeksi sebagai penular malaria kepada manusia adanya sumber penular pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit yang berasal dari obyek gigitan dan menjadi infekstif setelah menyelesaikan siklus hidupnya. 2.1.2.2.Agent Pada tahun 1880 Charles Lous Alphonso Laveran di Al jazair menemukan parasit malaria dalam daerah manusia. Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia menemukan Plasmodium vivax dan Plasmodium malarie, serta pada tahun 1890 Celli dan Archiava menemukan Plasmodium falciparum (Nugroho dalam Harijanto, 2000). 2.1.2.2.1.Siklus aseksual Siklus aseksual yang berlangsung pada tubuh manusia terdiri dari dua fase, yaitu fase eritrosit (erythorocytic sch igogony) dan fase yang berlangsung dalam parenkim sel hepat (exo-erythocytic schiogony). 2.1.2.2.1.1.Fase erytocytic schizoyony Fase ini dimulai dengan keluarnya merozoit dari skizon matang di hati ke dalam peredaran darah dan menginfeksi eritrosit. Parasit malaria mendapat makanan dari sitoplasma eritrosit yang masuk melalui sitosom, mencerna sitosol eritrosit tersebut di dalam vakuola makanan. Di dalam eritrosit parasit mensintesis bermacam-macam asam nukleat, protein, lipid, mitokondria dan dibosom untuk membentuk merooit barn. Siklus aseksual eritrosit (periode schzogonvy) ini lamanya berbeda pada masing-masing spesies, yaitu untuk Plasmodium Vivax, Plasmodium
Universitas Sumatera Utara
ovale dan palsmodium falciparum sekitar 48 jam dan untuk pasmodium malariae sekitar 2 jam. 2.1.2.2.1.2.Fase exo-erythrocytic schigony Fase ini dimulai ketika nyamuk Anopheles betina yang infektif memasuk sporozoit yang terdapat pada air liurnya bersamaan pada saat menghisap darah manusia, yang selanjutnya dalam waktu 30 menit sporozit masuk melalui peredaran darah ke dalam hati langsung menginfeksi sel hati sprozoot mengalami reproduksi aseksual selama 5-16 hari dengan menghasilkan 10.0003 parasit (merozoit) yang akan dikeluarkan dari sel hati untuk selanjutnya parasit menginfeksi eritrosit. 2.1.2.2.1.3.Siklus seksual Siklus seksual (siklus sporogoni) yang berlangsung dalam tubuh nyamuk akan menghasilkan sporozoti, yaitu untuk parsit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Pada saat nyamuk menghisap darah manusia, semua jenis parasit manusia, seperti tropozoit, siizon dan gametosit akan masuk ke dalam lambung nyamuk yang selanjutnya tropozoit dan sizon akan hancur sedangkan gametopsit akan meneruskan siklus sporogoni. Gametosit matang di dalam darah penderita yang masuk pada saat nyamuk menghisap darah akan segera keluar dari eritrosit yang kemudian akan menjalani proses pematangan atau pengeraman di dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3.Environment Lingkungan adalah dimana manusia dan nyamuk dan berada yang memungkinkan terjadinya transmisi malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan malaria, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya. 1. Lingkungan fisik, meliputi suhu, kelembaban, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari dan arus air. 2. Lingkungan kimia, meliputi kadar garam yang cocok untuk berkembang biaknya nyamuk Anopheles sundaicus. 3. Lingkungan biologik, adanya tumbuhan, lumut, ganggang, ikan Kepala Timah, Gambusia, Nila sebagai jentik nyamuk Anopheles, serta adanya ternak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk pada manusia. 2.1.3. Gejala Klinis Malaria Penyakit malaria yang dikenal secara umum adalah malaria yang ditemukan berdasarkan gejala klinis, yaitu penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala klinis dengan gejala utama; demam, menggigil dan berkeringat secara berkala dan sakit kepala penderita kelihatan pucat dan lesu, mual serta nafsu makan kurang (Depkes RI, 1999). Diagnosis secara pasti bisa terjangkau jika ditemukan parasit malaria dalam darah penderita. Oleh karena itu cara diagnosis malaria yang paling penting adalah dengan memeriksa darah penderita secara mikroskopis (Sutina, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Determinan Timbulnya Wabah Malaria Meningkatnya penduduk yang rentan sering disebabkan oleh masuknya penduduk yang tidak imun ke suatu daerah yang endemic (transmigrasi), yaitu: a. Reservoir (penderita infeksi), adalah masuknya penduduk dengan membawa spesies parasit yang baru atau yang tidak ada di daerah tersebut, kelompok ini mungkin tanpa gejala klinik tapi dalam daerahnya beredar gametosir yang siap ditularkan kepada penduduk setempat, hal ini akan menjadi reservoir yang baru. b. Vektor penular, yaitu perubahan iklim atau menurunkan jumlah ternak sehingga nyamuk yang tadinya zoofilik berubah menjadi anthrofoflik akan meningkatkan kepadatan vektor penular dalam rumah. c. Efektivitas vektor, yaitu meningkatnya efektivitas vektor setempat dalam menyebarkan penyakit malaria. 2.1.5. Survei Malaria 2.1.5.1.Survei malariometrik (MS) Pada survey ini yang didapatkan adalah prevalensi yang menunjukkan adanya penderita malaria lama dan baru pada suatu saat (period prevalence). a. Parasite Rate (PR) Menggambarkan persentase penduduk yang di darahnya mengandung parasit pada suatu saat tertentu. Di mana kelompok umur dicakup adalah 2-9 tahun dan 01 tahun (Ifnant Parasite Rate = IPR). IPR mempunyai arti epidemologi khusus karena adanya penderita pada kelompok umur ini lebih-lebih infeksi P. Falsiparum dapat
Universitas Sumatera Utara
dengan tepat menunjukkan saat terjadinya transmisi. Dilaksanakan pada saat terjadinya puncak insidens (musim malaria). b. Spleen Rata (SR) Menggambarkan persentase penduduk yang limpahnya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa. SR tidak mengikutsertakan bayi oleh karena pada bayi yang normal pun limpanya masih membesar. SR berguna untuk menentukan tingkat endemasitas di mana dengan adanya pembesaran limpa pada golongan umur tertentu (2-9) tahun menunjukkan bahwa malaria sudah lama ada di daerah tersebut. c. Survei Darah Massa (Massal Blood Survey = MBSI) Dilaksanakannya di suatu daerah terbatas yang dicurigai tinggi angka kesakitan berdasarkan data yang diperoleh dari pengamatan rutin. Semua penduduk diperiksa darahnya dan hasilnya adalah PR dan PF. d. Survei Demam Massal (Mass Fever Survey= MFS) Penduduk yang diambil darahnya adalah mereka yang menunjukkan gejala demam atau pernah demam dalam waktu satu bulan sebelum survei dan dilaksanakan secara efektif. Hasilnya lebih baik dari MBS karena ada kemungkinan tingkat endesimitasnya lebih tinggi. e. Survei Vektor Indikator yang dihasilkan Man Btting Rate, Sprorozoit Rate, Humah Bood Index dan kerentanan vektor terhadap insektisida yang digunakan. Datanya sangat diperlukan dalam rangka mengumpulkan data keadaan vektor secara cermat dan teliti guna menyusun perencanaan program pemberantasan vektor secara menyeluruh.
Universitas Sumatera Utara
Jenis survei ini tidak dilakukan oleh petugas kesehatan. Beberapa yang penting seperti curah hujan, kelembaban udara dan mobilitas penduduk dapat diperoleh dari instansi lain. Yang penting untuk dilakukan oleh petugas kesehatan adalah data tentang perindukan nyamuk yang ada wilayahnya baik yang bersifat alamiah maupun yang buatan manusia. 2.1.6. Program Pengendalian Malaria Menurut
Direktorat
Jenderal
Pemberantasan
Penyakit
Menular
dan
Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, kegiatan pemberantasan dan penanggulangan penyakit malaria sebagai berikut: (Depkes RI, 1999) 2.1.6.1.Penemu kasus (penderita) Untuk pelaksanaan penemuan penderita dapat dilakukan: pertama, secara aktif atau ACD (Active Case Detection), ini hanya dilakukan di Jawa-Bali dan Barelang Binkar oleh Petugas Juru Malaria Desa (JMD), dengan cara menemukan penderita malaria mengambil sediaan darah, dan memberikan pengobatan. Ini dilakukan dengan kunjungan dari rumah ke rumah. Kedua, secara pasif atau PCD (Passive Case Detection). Kegiatan ini dilakukan oleh semua puskesmas atau Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) lainnya. Semua yang memiliki sarana pemeriksaan sediaan darah malaria diharuskan mengambil sediaan darah dari setiap penderita malaria klinis (Depkes RI, 1999). Untuk di luar Jawa-Bali, penemuan penderita dilakukan secara pasif (PCD) yang bertujuan untuk menemukan penderita secara dini dan diberikan pengobatan, merupakan kegiatan rutin dalam rangka memantau fluktuasi malaria (AMI), alat
Universitas Sumatera Utara
bantu untuk menentukan musim penularan, dan peringatan dini terhadap KLB dengan sasaran penderita malaria klinis (akut & kronis) yang datang berkunjung (berobat) ke UPK) (Depkes RI, 1999). Melalui kegiatan PCD tersebut, sediaan darah yang dikumpulkan tidak boleh <5% dari penduduk cakupan puskesmas pertahun. Adapun metode yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Menentukan diagnosis klinis malaria akut dengan gejala demam menggigil secara berkala disertai sakit kepala, demam yang tidak diketahui sebabnya, dan penderita malaria klinis. 2) Pengambilan sediaan darah terhadap penderita malaria klinis di daerah resisten dan penderita gagal pengobatan. 3) Melakukan pengobatan pada penderita (Depkes RI, 1999). 2.1.6.2.Pemberantasan vektor Pemberantasan vektor malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan: Rational, Effective, Efficient, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat dengan REESA (Depkes RI, 1999): a. Rational adalah untuk lokasi keghiatan pemberantasan vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria yang ditetapkan, antara lain wilayah pemberantasan: desa HCI dan ditemukan penderita indigenous dan wilayah pemberantasan PR > 3%. b. Effective, dipilih salah satu jenis kegiatan pemberantasan vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap
Universitas Sumatera Utara
c. Efficeint, diantara beberapa metode kegiatan pemberantasan vektor yang efektif harus dipilih metode yang biaya paling murah. d. Sustainable, kegiatan pemberantasan vektor yang dipilih harus dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah dicapai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita. e. Accceptable, kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pemberantasan vektor adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1999): a. Penyemprotan rumah. b. Larvaciding. c. Biological control. d. Pengelolaan lingkungan (Source reduction). e. Pemoles kelambu dengan insektisida. Dari beberapa kegiatan pemberantasan vektor di atas, yang paling umum dilakukan adalah kegiatan penyemprotan rumah. Tujuan dari operasional penyemprotan adalah menempelkan racun serangga tertentu dengan dosis tertentu secara merata ke permukaan dinding yang disemprot.
Universitas Sumatera Utara
Dosis dihitung dalam berat bahan aktif serangga yang disemprotkan pada setiap m2 permukaan. Faktor-fator yang perlu diperhatikan dalam penyemprotan (Depkes RI, 1999) Ketentuan lain yang penting untuk diperhatikan dalam penyemprotan rumah adalah
waktu
pelaksanaan.
Adapun
cara
menentukan
waktu
pelaksanaan
penyemprotan adalah dengan mempertimbangkan kepadatan vektor dan apabila musim kepadatan vektor belum diketahui maka waktu pelaksanaan penyemprotan adalah 2 bulan sebelum puncak median penderita positif/klinis berdasarkan data 3-5 tahun terakhir di puskesmas tersebut. 2.1.7. Kegiatan Penangulangan Penyakit Malaria di Kab. Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang seperti kabupaten yang lain di Sumatera Utara melakukan kegiatan untuk penanggulangan penyakit malaria, seperti yang dicanangkan secara nasional. Kegiatan penanggulangan malaria di Kabupaten Deli Serdang ini sudah dilakukan mulai tahun 2005-2008, adapun kegiatan, hasil dan sasaran sebagai berikut: (Profil Kesehatan Kab. Deli Serdang 2006) Tabel 2.1. Kegiatan Penanggulangan Malaria di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005-2008 No 1 2
3 4
Kegiatan Survei malaria melalui pengambilan darah di jari Bintek malaria Kab. Ke puskesmas
Pelatian petugas mikroskopis puskesmas bantuan Unicef Pendistribuan rapit test 220 box bantuan Unicef
Sasaran 100 anak (1-9 thn)/desa Petugas malaria di 30 puskesmas dalam waktu 3*1 tahun Petugas analis Puskesmas Pantai Labu 31 puskesmas
Hasil Tidak ditemukan malaria positif Peningkatan penemuan malaria 1 orang petugas analis terlatih Tidak ditemukan malaria positif
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 5 6
Launcing kelambunisasi tingkat Propinsi bantuan Unicef Pembagian kelambu bantuan Unicef
Stakeholder dan masyarakat 7 kecamatan (14 desa)
Terlaksananya launcing yang dihadiri 13 kabupaten 14263 kelambu terdistribusi kepada keluarga BUMIL dan balita
Kegiatan penanggulangan di kabupaten diteruskan sampai ketingkat kecamatan termasuk Kecamatan Pantai Labu. Pada tahun 2008 tidak ditemukan positif malaria di Kecamatan Pantai Labu. Dengan adanya program Pemerintah pada tahun 2009 dilakukan pemeriksaan ulang dan didapatkan 6 positif di Desa Rantau Panjang.
2.2.
Faktor Sosio Demografi Demografi adalah populasi manusia atau kependudukan di lingkup wilayah
tertentu dan dalam periode tertentu. Demografi mengkaji perubahan struktur kependudukan. Keadaan populasi data struktur keadaan, letak, geografi kepadatan penduduk kultur penduduk. Demografis untuk keadaan dibahas mengenai keadaan dataran keadaan daerah tertentu (Saerwono Solita, 2007). Bagian dari dermografi keadaan populasi data struktur keadaan, letak geografis, kepadatan penduduk. Dermografis termasuk di dalamnya juga keadaan dataran rendah suatu daerah. Demografi wilayah Kecamatan Pantai Labu terletak pada dataran rendah dengan ketinggian 0-8 m di atas permukaan laut dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Wilayah Pantai Labu juga kebanyakan daerah rawarawa yang salah satunya Desa Rantau Panjang yang jumlah daerah rawa-rawa 80 Ha,
Universitas Sumatera Utara
sementara luas wilayah rantau panjang 480 Ha.Wilayah Desa Rantau Panjang banyak ditumbuhi hutan bakau yang selalu berair walaupun musim kemarau. Suhu udara di wilayah Desa Rantau Panjang rata-rata 38o C, cukup panas dengan curah hujan 10mm. Keadaan Kecamatan Pantai Labu khususnya Desa Rantau Panjang yang banyak rawa-rawa berair maka keadaan lingkungan jorok dan kotor (Profil Kecamatan Pantai Labu, 2007). Sosio atau sosial adalah organisasi atau perkumpulan masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Makhluk sosial yang selalu hidup bersama-sama mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri (Soewono Solita, 2007). Kehidupan sosial dari pada masyarakat Pantai Labu yang mayoritas satu suku yaitu Melayu yang umumnya nelayan. Umumnya nelayan adalah masyarakat miskin sehingga tingkat pendidikan dan pendapatan pekerjaan yang rendah sehingga mempengaruhi keadaan sekitar yang kumuh.
2.3.
Faktor Budaya Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Hoerskovitis dan Bronsklaw Malinowksi mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultual-determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Andres Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengertahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistisik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat (Reese UL 1980). Kebiasaan dari masyarakat Pantai Labu berkumpul, apalagi bila tidak melaut malam hari dikarenakan air pasang. Kebiasaan masyarakat ini biasanya dilakukan oleh laki-laki yang dewasa atau bapak-bapak. Kebiasaan ini dilakukan terus menerus sehingga menjadi suatu budaya dari masyarakat Pantai Labu keluar malam berkumpul bersama-sama.
2.4.
Health Belief Model Theory HBM Theory seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka utama dalam
perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan telah mendorong penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an. HBM diuraikan dalam usaha menerangkan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan, dimulai dari pertimbangan orang-orang mengenai kesehatan. HBM digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. HBM merupakan model kognitif, yang berarti bahwa khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan, termasuk hitungan. Menurut HBM kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian (health beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefits and costs).
Universitas Sumatera Utara
Penilaian pertama adalah ancaman yang diarasakan terhadap resiko yang akan muncul. Hal ini mengacu pada sejauhmana seseorang berfikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman pada dirinya. Asumsinya adalah bila ancaman yang dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada (Bart Smet, 1994): a. Ketidakkebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan menurut kondisi mereka. b. Keseriusan yang dirasakan (perceived severity). Orang-orang yang mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut menimpa mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani. Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak. Tambahan untuk penilaian yang terdahulu, petunjuk untuk berperilaku (clues to action) diduga tepat untuk memulai proses perilaku, disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position). Hal ini dapat berupa berbagai macam informasi dari luar atau nasehat mengenai permasalahan kesehatan, contoh: media massa, kampanye, nasehat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau teman, artikel dari koran, dsb. Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan dan pertimbangan keuntungan dan kerugian dipengaruhi oleh (Bart Smet, 1994):
Universitas Sumatera Utara
a. Variabel demografis (usia, jenis kelamin, latar belakang budaya). b. Variabel sosio psikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial). c. Variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman tentang masalah). Orang tua bila dibandingkan dengan remaja akan melihat secara berbeda tentang resiko dari penyakit kanker dan masalah jantung. Orang yang punya pengalaman dengan kanker akan bersikap lain terhadap kanker dan merokok dibandingkan dengan orang yang tidak punya pengalaman ini. Fokus asli dari HBM adalah perilaku pencegahan yang berkaitan dengan dunia medis dan mencakup berbagai ancaman perilaku seperti chek up untuk pencegahan atau pemeriksaan awal (screening). Contohnya tes tuberculosis, breastself-examination dan imunisasi (contohnya: vaksinasi influenza, vaksinasi hepatitis B). HBM saat ini telah menggunakan ketertarikan dalam kebiasaan seseorang dan sifat-sifat yang dikaitkan dengan perkembangan dari kondisi kronis termasuk gaya hidup tertentu seperti merokok, diet, olahraga, penggunaan alkohol, penggunaan kondom untuk pencegahan AIDS. Perluasan yang berarti dari HBM melebihi pencegahan telah terjadi ketika keterangan disusun untuk keadaan kesakitan dan perilaku peran sakit. Penelitian tentang terjadinya gejala (symptom occurrence) menggambarkan secara lebih lengkap bagaimana orang-orang menginterpretasikan keadaan tubuh dan bagaimana berperilaku selektif.
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Teori Mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
2.5.1. Teori Lawrence Green Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) atau faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor: 1.
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2.
Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasiitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3.
Faktor-faktor pendorong (renforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoadmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Teori Snehandu B. Kar Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari (Notoadmodjo, 2003): a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention). b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support). c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessebility of information). d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil keputusan (personal autonomy). e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).
2.5.3. Teori WHO Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok. Pemikiran dan perasaan (thouhgts and feeling) yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek. a. Pengetahuan Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa apa itu pantas adalah setelah memperoleh tangan atau kakinya kena api dan terasa panas.
Universitas Sumatera Utara
b. Kepercayaan Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. c. Sikap Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain: 1. Sikap terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. 3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. 4. Nilai (value) Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. d. Orang penting sebagai referensi Perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
Universitas Sumatera Utara
e. Sumber-sumber daya (resources) Sumber daya di sini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. f. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.
2.6.
Kerangka Berpikir
Karakteristik - Umur - Jenis kelamin - Pekerjaan - Pengetahuan
Penanggulangan penyakit malaria
Faktor sosio demografis dan budaya z Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka akan dikaji mendalam dari karakteristik umur, jenis kelamin, pekerjaan, lama tinggal akan digali mendalam dari faktor sosio demografi dan budaya, sehingga akan didapat suatu model dalam penanggulangan penyakit malaria di wilayah Kecamatan Pantai Labu.
Universitas Sumatera Utara