BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Rabies Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan.11
2.2. Sejarah Rabies Rabies merupakan penyakit hewan yang sangat terkenal, bahkan sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Prasasti rabies yang berisikan aturan denda bagi pemilik anjing, yang positif rabies menggigit manusia hingga mati telah dibuat pada zaman kekuasaan raja Hamurabi (2300 SM). Rabies pada anjing dan kucing telah digambarkan oleh Democritus (500 SM) dan Aristoteles (322 SM), Celcus (100 tahun sesudah masehi) untuk pertama kalinya memperkenalkan hubungan antara gejala takut air (hidrofobia) pada manusia dengan rabies pada hewan.12 Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884), kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. De Haan pada manusia (1894), selanjutnya selama pendudukan Jepang situasi daerah tertular rabies tidak
Universitas Sumatera Utara
diketahui dengan pasti, namun setelah Perang Dunia II peta rabies di Indonesia berubah. Secara kronologis tahun kejadian penyakit rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), D.I. Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997).13 Pada akhir tahun 1997, KLB (Kejadian Luar Biasa) rabies muncul di Kab. Flores Timur-NTT sebagai akibat pemasukan secara ilegal anjing dari pulau ButonSulawesi Tenggara yang merupakan daerah endemik rabies. Sampai dengan saat ini selain beberapa provinsi di kawasan Timur Indonesia yang tersebut diatas pulaupulau kecil di sekeliling Pulau Sumatera masih dinyatakan bebas rabies.13
2.3. Etiologi Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip (lonjong). Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membran selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi. Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm.
Universitas Sumatera Utara
Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 600 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 40 C dapat tahan selama bebarapa tahun.14
Gambar 2.1. Gambar Struktur Virus Rabies15
2.4. Masa Inkubasi Masa inkubasi rabies pada anjing 10 – 15 hari, dan pada hewan lain 3-6 minggu kadang-kadang berlangsung sangat panjang 1-2 tahun. Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi.16 Masa inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status immun, strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari
Universitas Sumatera Utara
titik pintu masuknya ke susunan saraf pusat.5 Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi kirakira 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30 hari.17
2.5. Gejala Klinis 2.5.1. Pada Hewan Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium : 1. Stadium Prodromal Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu badan. 2. Stadium Eksitasi Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.
Universitas Sumatera Utara
3. Stadium Paralisis. Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati.7, 16 2.5.2. Pada Manusia18,30 Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium. 1. Stadium Prodromal Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari. 2. Stadium Sensoris Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris. 3. Stadium Eksitasi Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.
Universitas Sumatera Utara
4. Stadium Paralis Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadangkadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
2.6. Type Rabies Pada Anjing a. Rabies Ganas -
Tidak menuruti lagi perintah pemilik.
-
Air liur keluar berlebihan
-
Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui dan ekor dilekungkan kebawah perut diantara dua paha.
-
Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.
b. Rabies Tenang -
Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk.
-
Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat.
-
Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan.
-
Kematian terjadi dalam waktu singkat.13
Universitas Sumatera Utara
2.7. Patogenesis Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa).2 Cakaran oleh kuku hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksius. Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar. Penularan rabies melalui transplan kornea dari penderita dengan ensefalitis rabies yang tidak didiagnosis pada resipen/penerima sehat telah direkam dengan cukup sering. Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi dan jarang terjadi.19 Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus tidak bisa masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.21 Bagian otak yang terserang adalah medulla oblongata dan annon’s hoorn.14 Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan-
Universitas Sumatera Utara
jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya. Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.17, 21
Gambar 2.2. Negri body di neuron25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Skema patogenesis infeksi virus rabies. Nomor pada gambar menunjukkan urutan kejadian.17
2.8. Diagnosa 2.8.1. Diagnosa Lapangan Untuk memperoleh tingkat akurasi yang tinggi, cara yang paling tepat adalah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut ; -
Anjing yang menggigit harus ditangkap dan diobservasi.
-
Riwayat penggigitan, ada tidaknya provokasi.
-
Jumlah penderita gigitan.
Universitas Sumatera Utara
Penahanan dan observasi klinis selama 10 - 15 hari dilakukan terhadap anjing, kucing yang walaupun tampak sehat dan diketahui telah menggigit orang (sedangkan anjing atau kucing yang tidak ada pemiliknya dapat langsung dibunuh dan diperiksa otaknya)13 Berdasarkan pengalaman di lapangan, anjing menggigit lebih dari satu orang tanpa didahului oleh adanya provokasi dan anjing tersebut mati dalam masa observasi yang kemudian specimen otaknya diperiksa dilaboratorium hasilnya adalah positif rabies, selanjutnya indikasi kecenderungan rabies di lapangan tanpa adanya tindakan provokasi dapat ditentukan sebagai berikut : - Hewan menggigit 1 orang tanpa provokasi kemungkinan (positif) rabies 25 %. - Hewan menggigit 2 orang tanpa provokasi kemungkinan (positif) rabies 50 %. - Hewan menggigit 3 orang tanpa provokasi kemungkinan (positif) rabies 75 %. - Hewan menggigit 4 orang tanpa provokasi kemungkinan (positif) rabies 100 %.22
2.8.2. Diagnosa Laboratorium Diagnosa rabies secara laboratorium didasarkan atas : a. Penemuan badan negri (negri body) b. Penemuan antigen c. Penemuan virus (isolasi)23 Antigen, badan negri dan virus banyak ditemukan pada sel saraf (neuron) sedangkan kelenjar ludah dapat mengandung antigen dan virus tetapi badan negri tidak selalu dapat ditemukan pada kelenjar ludah anjing. Adanya kontaminasi pada
Universitas Sumatera Utara
specimen dapat mengganggu pemeriksaan dan khususnya untuk ”isolasi virus” pengiriman harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kelestarian hidup virus dalam specimen tetap terjamin sampai ke laboratorium.23 Bahan pemeriksaan dapat berupa seluruh kepala, otak, hippocampus, cortex cerbri dan cerebellum, preparat pada gelas objek dan kelenjar ludah. Bila negri body tidak ditemukan, supensi otak (hippocampus) atau kelenjar ludah sub maksiler diinokulasikan intrakranial pada hewan coba (suckling animals), misalnya hamster, tikus (mice) atau kelinci (rabbits).24 Cara diagnosis rabies secara laboratoris dapat dilakukan dengan : a. Mikroskopis untuk melihat dan menemukan badan negri, yakni pewarnaan cepat Sellers, FAT (Fluorescence Antibody Technique) dan histopatologik. b. Antigen-antibody reaksi dengan uji virus nertralisasi, gel agar presipitasi atau reaksi peningkatan komplemen dan FAT Isolasi virus secara biologis pada mencit atau in vitro pada biakan jaringan diikuti identifikasi isolat dengan cara pewarnaan FAT atau uji virus netralisasi.23
2.9. Epidemiologi Rabies telah menyebabkan kematian pada orang dalam jumlah yang cukup banyak. Tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun di dunia ini terdapat sekurang-kurangnya 50.000 orang meninggal karena rabies.7 Rabies bisa terjadi disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras.20
Universitas Sumatera Utara
Di Amerika Serikat rabies terutama terjadi pada musang, raccoon, serigala dan kelelawar. Rabies serigala terdapat di Kanada, Alaska dan New York. Kelelawar penghisap darah (vampir), yang menggigit ternak merupakan bagian penting siklus rabies di Amerika latin. Eropa mempunyai rabies serigala, di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing gila.19 Beberapa daerah di Indonesia yang saat ini masih tertular rabies sebanyak 16 propinsi, meliputi Pulau Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung), Pulau Sulawesi (Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara), Pulau Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur) dan Pulau Flores. Kasus terakhir yang terjadi adalah Propinsi Maluku (Kota Ambon dan Pulau Seram).25 Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat telah dinyatakan bebas dari rabies melalui SK Menteri Pertanian No. 566 Tahun 2004, Banten sejak tahun 1996, dan provinsi Jawa Barat sejak tahun 2001. Dengan diterbitkannya SK Mentan bebas rabies ini, maka seluruh pulau Jawa telah bebas rabies karena Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta telah lebih dahulu dibebaskan berdasarkan SK Mentan No. 897 Tahun 1997.25 Daerah yang secara historis bebas rabies (belum pernah ada kasus) adalah provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Flores), Kalimantan Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Maluku Utara, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung dan sampai saat ini tetap dapat dipertahankan bebas rabies.25
Universitas Sumatera Utara
Manusia yang menderita rabies selalu berakhir dengan kematian (100% Case Fatality Rate), gigitan oleh anjing menempati persentase tertinggi (99,4%) diikuti kucing (0,29%) dan hewan lain, kera dan hewan piaraan atau liar lainnya (0,31%). Bagian tubuh manusia yang digigit meliputi kepala (5%), tangan (28%), kaki(57%), lain-lain (10%).14
2.10. Kejadian Rabies Dilapangan Kejadian (kasus) positif rabies di lapangan dipengaruhi oleh : 2.10.1. Pola Penggigitan Ada 2 pola penggigitan oleh anjing terhadap manusia yaitu : a. Penggigitan karena provokasi Penggigitan yang terjadi disini didahului oleh adanya gangguan langsung atau tidak langsung. Pada anjing yang sedang beranak biasanya naluri untuk melindungi anaknya sangat kuat sehingga sangat mudah sekali anjing menyerang dan menggigit apalagi kalau diganggu. Bentuk-bentuk provokasi terhadap anjing sangat beragam dari mulai memukul, menyeret ekor sampai dengan menggoda anjing yang sedang tidur. Hal tersebut akan menstimulasi anjing untuk menggigit. Bahkan pada kejadian lain orang membawa makanan yang lewat didepan anjing yang sedang lapar dapat memicu terjadinya penggigitan. b. Penggigitan tanpa provokasi Dalam hal ini anjing menyerang dan menggigit secara tiba-tiba tanpa adanya gangguan dalam bentuk apapun. Dilapangan anjing yang menggigit secara tibatiba tadi biasanya sudah menjadi ”wandering-dog” atau anjing lontang-lantung
Universitas Sumatera Utara
yang berjalan tanpa tujuan dan menyerang serta menggigit siapa saja yang ditemuinya. Anjing tersebut biasanya adalah anjing liar atau anjing peliharaan yang ditelantarkan sehingga menjadi liar.13 2.10.2. Pola Penyebaran Penularan rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada di perdesaan yang berkembang dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis. Secara alami yang sering terjadi pola penyebaran rabies. Pada umumnya manusia merupakan ”dead end” atau terminal akhir dari korban gigitan. Karena sampai saat ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Baik anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing peliharaan, setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dapat menggigit satu sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif (+) rabies yang semakin tinggi.13
2.11. Pembagian Status Daerah Rabies 1. Daerah Bebas Kriterianya : -
Daerah yang secara historis tidak pernah ditemukan penyakit rabies.
Universitas Sumatera Utara
-
Daerah yang tertular rabies tapi dalam 2 tahun terakhir tidak ada kasus secara klinis dan epidemiologis serta sudah dikonfirmasi secara laboratoris.
2. Daerah Tertular Kriterianya : -
Daerah yang dalam 2 tahun terakhir pernah ada kasus pada hewan dan manusia (baik secara berurutan atau tunggal) secara klinis epidemiologis dan dikonfirmasi secara laboratoris. Khusus untuk manusia kasusnya berasal dari daerah tersebut (bukan kasus import)
3. Daerah Tersangka Kriterianya : -
Daerah yang dalam 2 tahun terakhir ada kasus rabies secara klinis dan epidemiologis tapi belum dibuktikan secara laboratoris.
-
Daerah yang berbatasan langsung dalam satu daratan dengan daerah tertular.18
Universitas Sumatera Utara
2.12. Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies Kasus Gigitan Anjing, Kucing, Kera Hewan penggigit lari/hilang & tidak dapat ditangkap, mati/dibunuh Luka resiko tinggi
Luka resiko rendah
Segera diberi VAR & SAR
Segera diberi VAR
Jika tidak dapat diperiksa laboratorium lanjutkan VAR
Hewan penggigit dapat ditangkap & diobservasi 10-14 hari Luka resiko tinggi Segera diberi VAR & SAR
Specimen otak hewan dapat diperiksa dilaboratorium
Hewan sehat
VAR lanjutan
Negatif
Tidak diberi VAR tunggu hasil observasi
Hewan mati
Stop VAR
Positif
Luka resiko rendah
Hewan mati
Hewan sehat
Tidak di VAR
Beri/ lanjutkan VAR Specimen otak hewan diperiksa dilaboratorium
Positif VAR lanjutkan
Negatif e Stop VAR
Gambar 2.4. Penatalaksanaan Kasus gigitan Hewan Tersangka Rabies18
Universitas Sumatera Utara
Penderita gigitan Anjing, Kucing, Kera segera : -
Cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama 10 – 15 menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah dll)
-
Segera ke Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit untuk mencari pertolongan selanjutnya.
Di Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit di lakukan : Penanganan luka gigitan : -
Ulangi cuci luka gigitan dengan sabun, detergent lain di air mengalir selama 10 – 15 menit dan beri anti septik (betadine, alkohol 70 %, obat merah dll)
-
Amamnesis apakah didahului tindakan provokatif, hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies, penderita gigitan hewan pernah divaksinasi dan kapan, hewan penggigit pernah divaksinasi dan kapan.
-
Identifikasi luka gigitan
Luka resiko tinggi : Jilatan/luka pada mukosa,luka diatas daerah bahu (mukosa, leher, kepala), luka pada jari tangan, kaki, genetalia, luka lebar/dalam dan luka yang banyak multiple wound)
VAR (Vaksin Anti Rabies)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV) Produksi Institute Merieux Perancis (Verorab)
Universitas Sumatera Utara
Dosis Dewasa/anak sama yaitu : hari ke 0 (pertama berkunjung ke Puskesmas/ Rabies Center/ Rumah Sakit). Diberikan 2 dosis @ 0,5 ml diberikan deltoideus kanan/kiri. Hari ke 7 dan 21 diberikan 0,5 ml lagi secara intra muskuler di deltoideus kanan/kiri. Apabila VAR Verorab + SAR perlu diberikan booster pada hari ke 90. 2. Suckling Mice Brain Veccine (SMBV) Produksi Bio Farma Bandung. Dosis : Dewasa, dasar 2 ml, diberikan 7x setiap hari sub cutan didaerah sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,25 ml diberikan ke 11,15,30 dan 90 secara intra cutan dibagian fleksor lengan bawah. Anak-anak 3 tahun ke bawah, dasar 1 ml diberikan 7x setiap hari sub cutan disekitar daerah sekitar pusar/umbillus. Ulangan 0,1 ml diberikan hari ke 11,15,30,dan 90 secara intra cutan dibagian fleksor lengan bawah. Pemberian SMBV + SAR (Serum Anti Rabies) Jadwal pemberian VAR dasar sama ulangan boostar jadwalnya 11, 15, 25, 35, dan 90. SAR (Serum Anti Rabies) SAR Heterolog (serum kuda) produksi Bio Farma Bandung, dosis 40 IU/Kg BB, harus dilakukan skin test positif tidak boleh diberikan, kemasan vial = 20 ml(1 ml = 100 IU) Serum omolog, misal IMDGAM produksi Pasteur Merieux Perancis, dosis 20 IU/Kg kemasan Vial 2 ml (1ml = 150 IU) cara pemberian
Universitas Sumatera Utara
disuntikkan secara infiltrasi disekitar luka sebanyak mungkin sisanya intra muskuler di gluleus/pantat.18 2.13. Tipe-tipe Vaksin5 Semua vaksin rabies untuk manusia mengandung virus rabies yang telah diinaktifkan. 1.
Vaksin sel diploid manusia (HDCV) Untuk mendapkatkan suatu suspensi virus rabies yang bebas dari protein asing
dan protein sistem saraf, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam lini sel fibroblast normal manusia WI-38. Preparasi virus rabies dipekatkan oleh ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan β-propiolakton. Tidak ada reaksi ensefalitik ataupun anafilaktik serius yang pernah dilaporkan. 2.
Vaksin rabies, terabsorbsi (RVA) Suatu vaksin yang dibuat dalam lini sel diploid yang berasal dari sel-sel paru
janin kera rhesus diijinkan di AS tahun 1988. Virus vaksin ini diinaktivasi oleh βpropiolakton dan dipekatkan oleh adsorbsi dengan aluminium fosfat. 3.
Vaksin sel embrio ayam yang dimurnikan (PCEC) Vaksin ini dipreparasi dari strain virus rabies fixed flury LEP yang tumbuh
dalam fibroblast ayam. Diinaktivasi oleh β-propiolakton dan dimurnikan lebih lanjut oleh sentrifugasi zonal.
Universitas Sumatera Utara
4.
Vaksin jaringan saraf Dibuat dari otak domba, kambing atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di
banyak bagian dunia termasuk Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Menimbulkan sensitisasi pada jaringan saraf dan menghasilkan ensefalitis pasca vaksinasi (suatu penyakit alergi) dengan frekuensi subscansial (0,05%). Perkiraan efektivitasnya pada orang yang digigit oleh hewan buas/gila bervariasi dari 5 sampai 50%. 5.
Vaksin embrio bebek Vaksin ini dikembangkan untuk meminimalkan masalah ensefalitis pasca
vaksinasi. Virus rabies ditanam dalam telur bebek berembrio. Jarang terdapat reaksi anafilaktik, tetapi antigenisitas vaksinnya rendah, sehingga beberapa dosis harus diuji untuk mendapatkan respon antibodi yang memuaskan. 6.
Virus hidup yang dilemahkan Virus hidup yang dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh pada embrio
ayam (misalnya, strai flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-kadang vaksin demikian bisa menyebabkan kematian oleh rabies pada kucing atau anjing yang disuntik. Virus rabies yang tumbuh pada biakan sel hewan yang berlainan telah dipakai sebagai vaksin untuk hewan piaraan.
2.14. Pencegahan Dan Pengendalian Rabies 2.14.1. Pencegahan a. Pencegahan Primer 1. Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
Universitas Sumatera Utara
2. Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies. 3. Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerahdaerah bebas rabies. 4. Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus. 5. Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi. 6. Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan. 7. Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat. 8. Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong). 9. Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa. 10. Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
Universitas Sumatera Utara
11. Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter.26,7 b. Pencegahan Sekunder Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan. 7 Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.7 c. Pencegahan Tersier Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dari Dinas
Universitas Sumatera Utara
Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.3 2.14.2. Pengendalian a. Aturan Perundangan Upaya pencegaan dan pengendalian rabies telah dilakukan sejak lama, di Indonesia dilaksanakan melalui kegiatan terpadu secara lintas sektoral antara lain dengan adanya Surat Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, dan Menteri Dalam Negeri No: 279A/MenKes/SK/VIII/1978; No: 522/Kpts/Um/8/78; dan No: 143/tahun1978.7 Penerapan aturan perundangan ini perlu ditegakkan, agar pelaksanaan di lapangan lebih efektif dan secara tegas memberikan otoritas kepada pelaksana untuk melakukan kewajibannya sesuai dengan aturan perundangan yang ada, baik tingkat nasional, tingkat kawasaan, maupun tingkat lokal.7 b. Surveilans Pelaksanaan surveilans untuk rabies merupakan dasar dari semua program dalam rangka pengendalian penyakit ini. Data epidemiologi harus dikumpulkan sebaik mungkin, dianalisis, dipetakan, dan bila mungkin segera didistribusikan secepat mungkin. Informasi ini juga penting untuk dasar perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan program pengendalian.7
Universitas Sumatera Utara
c. Vaksinasi Rabies Untuk mencegah terjadinya penularan rabies, maka anjing, kucing, atau kera dapat diberi vaksin inaktif atau yang dilemahkan (attenuated). Untuk memperoleh kualitas vaksin yang efektif dan efisien, ada beberapa persyaratan yang harus dipenui, baik vaksin yang digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni : Vaksin harus dijamin aman dalam pemakaian. Vaksin harus memiliki potensi daya lindung yang tinggi. Vaksin harus mampu memberikan perlindungan kekebalan yang lama. Vaksin arus mudah dalam cara aplikasinya. Vaksin harus stabil dan menghasilkan waktu kadaluwarsa yang lama. Vaksin harus selalu tersedia dan mudah didapat sewaktu-waktu dibutuhkan.7
Universitas Sumatera Utara