BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Penyakit Malaria Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran malaria, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Kata epidemiologi berasal dari bahasa yunani, Epi artinya pada, Demos artinya penduduk, Logos artinya ilmu (Marsaulina, 200) 2.1.1. Pengertian Malaria Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 ) Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60 spesies berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies nyamuk Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria ( Prabowo, 2004 ). Ciri nyamuk Anopheles Relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu menggigit menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah, sesudah menghisap darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang lemari(www.Depkes.go.id )
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Etiologi Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000) Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000) 2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina.(Harijanto P.N.2000) 2.1.3.1 Silkus Pada Manusia Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang
Universitas Sumatera Utara
lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(Depkes RI.2006) Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina. (Depkes RI. 2006) 2.3.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(Harijanto, 2000) Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai
Universitas Sumatera Utara
dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(Harijanto, 2000) 2.1.4. Patogenesis Malaria Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000) Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 200) Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut
meliputi
mekanisme,
diantaranya
transport
membran
sel,
Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000) Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga
Universitas Sumatera Utara
dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto, 2006). Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi. (Harijanto P.N, 2006) Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penghancuran eritrosit Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi W, 2000) 2. Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin dapat
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2000) 3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan. (Pribadi W, 2000) Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian penyakit diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan jender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari terjadinya penyakit malaria.
Universitas Sumatera Utara
Teori Simpul Malaria
Penderita Malaria
Anopheles Spp
Masyarakat Terkena Resiko
Anopheles Spp
Simpul 2
Simpul 3
Simpul 4
Simpul 1
Variabel lain yang mempengaruhi
Sumber. Achmadi, Umar Fahmi, 2005
2.1.5. Patologi Malaria Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi. (Harijanto.P.N. 2006) 2.1.6. Penularan Malaria Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium spp yang hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh manusia. Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya interaksi antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan Environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara Plasmodium sebagai parasit
malaria sebagai agent
penyebab penyakit
yang
Universitas Sumatera Utara
sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi (Chwatt-Bruce.L.J,1985). 2.2. Hubungan Host, Agent, dan Environment 2.2.1. Host 1. Manusia (Host Intermediate) Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria. Kekebalan adalah kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangannya. Ada dua macam kekebalan yaitu : a. Kekebalan Alami (Natural Imunity) Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu. b. Kekebalan didapat (Acqired Immunity) yang terdiri dari : 1) Kekebalan aktif (Active Immunity) yaitu kekebalan akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari vaksinasi. 2) Kekebalan pasif (Pasif Immunity) Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibody atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan bawaan pada bayi baru lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria didaerah yang tinggi endemisitas malarianya.
Universitas Sumatera Utara
2. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive) Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis yang ada hanya beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria (Vektor). Menurut data di Subdit SPP, penular penyakit malaria di Indonesia berjumlah 18 species. Di Indonesia dijumpai beberapa jenis Anopheles spp sebagai vector Malaria, antara lain : An, sundaicus sp, An. Maculates sp, An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes RI, 2005). Di setiap daerah dimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Vector-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2005). Nyamuk Anopheles hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bias juga hidup d daerah yang beriklim sedang. Anopheles juga ditemukan pada daerah pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2000-2500m. Menurut Myrna (2003), nyamuk Anopheles betina membutuhkan minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya dapat berkembang biak. Anopheles mulai menggigit sejak matahari terbenam (jam 18.00) hingga subuh dan puncaknya pukul 19.00-21.00. Menurut Prabowo (2004), jarak terbang Anopheles tidak lebih dari 0,5 – 3 km dari tempat perindukannya. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara. Menurut Achmadi (2005), secara umum nyamuk yang telah diidentifikasi sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Zoofilik
: nyamuk yang menyukai darah binatang.
b. Anthropilik
: nymuk yang menyukai darah manusia.
c. Zooanthropolik
: nyamuk yang menyukai darah binatang dan manusia.
d. Endofilik
: nyamuk yang suka tinggal didalam rumah/bangunan.
e. Eksofilik
: nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.
f. Endofagik
: nyamuk yang suka menggigit didalam rumah/bangunan.
f. Eksofagik
: nyamuk yang suka menggigit diluar rumah.
Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya yang terbuat dari kayu merupakan tempat yang paling disenangi oleh Anopheles. Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumantra adalah An. andaicus, An. maculates, An. aconitus, An. balabacencis. 2.2.2. Agent Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup dimana kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia yang rentan akan terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu proses penyakit. Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa. 1. Jenis Parasit (Plasmodium) Sampai saat ini dikenal empat macam agent penyebab malaria yaitu : a. Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya timbul berselang setiap dua hari (48 jam) sekali. b. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang setiap tiga hari (Sering Kambuh)
Universitas Sumatera Utara
c. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala serangnya timbul berselang setiap empat hari sekali. d. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat. Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaitu campuran antara Parasit falsiparum dengan parasit vivax atau parasit malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali dijumpai (Depkes.RI.2005). 2. Siklus Hidup Parasit Malaria Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk. a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual (sporozoa, merozoit dalam sel darah merah, sizon dalam sel merah). b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk (Gametosit, Ookinet dan Ookista). Siklus seksual ini juga bias disebut siklus sporogami karena menghasilkan sprozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia atau binatang. Lama dan masa berlangsungnya siklus ini disebut dengan masa inkubasi ekstrinsik, yaitu masuknya gametosit kedalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sprogami dalam bentuk sporosit yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Masa inkubasi tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara sehingga berbeda-beda untuk setiap species. Prinsip pengendalian malaria antara lain didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
siklus ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk harus lebih singkat dari masa inkubasi ekstrinsik sehingga siklus sprogami tidak dapat berlangsung dengan demikian rantai penularan akan terputus. (Depkes RI, 2005) 3. Morfologi Parasit Malaria Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia plasmodiae dari Ordo coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu: a. Stadium Tropozoit Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu hampir pada semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini. Memeriksa SD malaria berarti mencari tropozoit pada SD tersebut. Morfologi (cirri-ciri khas) inti: a) Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi. Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang. b) Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar), bersifat kompak atau padat sehingga warna menjadi kontras dan jelas. b. Stadium Sizon Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai sizon adalah : a) Dalam satu siklus kehidupan parasit, sizon (jam terjadinya sporulasi) singkat sekali. b) Bentuk sizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darah dilakukan dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil). Keadaan klinis berat pada saat sporulasi menyebabkan penderita tidak mampu pergi ke unit
Universitas Sumatera Utara
kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang mengandung sizon. c) Tidak pernah ditemukan sizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan. d) Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk sizon harus dicari bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan berikutnya untuk menentukan speciesnya. c. Staduim gametosit Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit : a) Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10 hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit falciparum pasa SD memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD positif mengandung gametosit. b) Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat dibedakan demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon. c) Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species Falciparum. 2.2.3. Lingkungan (Environment) 1. Lingkungan Fisik a. Suhu Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu
Universitas Sumatera Utara
terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu 26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut: 1. Parasit falciparum : 10 – 12 hari 2. Parasit vivax
: 8 – 11 hari
3. Parasit malariae : 14 hari 4. Parasit ovale
: 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species : 1. Plasmodium falciparum
: 10 – 14 hari (12)
2. Plasmodium vivax
: 12 – 17 hari (13)
3. Plasmodium malariae
: 18 – 40 hari (28)
4. Plasmodium ovale
: 16 – 18 hari (7)
b. Kelembaban udara Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan. c. Hujan Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu maka
Universitas Sumatera Utara
permukaan air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985) d. Angin Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin. e. Sinar Matahari Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung). f. Arus air Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda. An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir. An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di tempat air yang tergenang (Depkes RI, 2006) 2. Lingkungan Kimia Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang
Universitas Sumatera Utara
disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006) 3. Lingkungan Biologi Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu. Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984). 4. Lingkungan Sosial Budaya Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, di mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk yang
Universitas Sumatera Utara
intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status social masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria (Iskandar,1985). 2.3. Manifestasi Klinis Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya
merozoit
atau
skizon),
pengaruh
GPI
(Glycosyl
Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali. (Mansyor A dkk, 2001) Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut: 1. Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000) 2. Keluhan-keluhan prodromal Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas. (Harijanto P.N, 2000)
Universitas Sumatera Utara
3. Gejala-gejala umum Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara berurutan: a. Periode dingin Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. (Mansyor A dkk, 2001)
b. Periode panas Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006) c. Periode berkeringat Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006) Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis. (Harijanto P.N, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Harijanto P.N, 2000): 1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11. 2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/µl. 3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%. 4. Edema paru. 5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%. 6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC. 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. 8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis. 9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L). 10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. 11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Diagnosis Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (Rapid Diagnotic Test) 2.5. Prognosis 1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. (Depkes RI, 2006) 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50% (Depkes RI,2006) 3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ. (Depkes RI, 2006) a. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%. b. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. c. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: - Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%. - Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%. - Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria 2.6.1. Pengendalian Malaria Penagulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang tepat, yaitu : 1. Pemberantasan Vektor Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus (Depkes RI, 2003) Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempattempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003) Menurut Marwoto (1989) penangulangan
vector dapat dilakukan dengan
memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat. Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan. Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut. 2. Pengendalian Vektor Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Rational
: Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang
terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3% 2. Effective
: Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor
atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat. 3. Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita. 4. Acceptable
: Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh
masyarakat setempat (Depkes RI, 2005) Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut : 1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain. 2. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat
Universitas Sumatera Utara
perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat. 3. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan, rawarawa daerah pantai dan air payau, dll. 4. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan vector dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor (Depkes, 2005) 5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin. 3. Penemuan dan Pengobatan Penderita Malaria A. Mencari Penderita Malaria Salah satu cara memutuskan penyebaran penyakit malaria adalah dengan menemukan penderita sedini mungkin baik dilakukan secara aktif oleh petugas yang mengunjungi rumah secara teratur (Active Case detection) maupun dilakukan secara pasif (Passive Case Detection), yaitu memeriksa semua pasien yang berkunjung ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), yaitu Polindes, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit baik
Universitas Sumatera Utara
swasta maupun pemerintah yang menunnjukkan gejala malaria dan dilakukan pengambilan darah untuk diperiksa di labaratorium. B. Pengobatan Penderita Malaria Bebarapa cara dan jenis pengobatan terhadap tersangka atau penderita yaitu : a. Pengobatan Malaria Klinis Pengobatan diberikan berdasarkan gejala klinis dan bertujuan untuk menekan gejala klinis dan membunuh gamet untuk mencegah terjadinya penularan. b. Pengobatan Radikal pengobatan diberikan dengan pemeriksaan laboratorium positf Malaria. c. Pengobatan Masal (Mass drug Administration = MDA) Pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (>80%) didaerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria. d. Pengobatan kepada Penderita Demam (Mass Fever Treatment = MFT) Dilakukan untuk mencegah KLB dan penaggulangan KLB, yaitu diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan MBA sampai penyemprotan selesai. 2.6.2. Pencegahan Penyakit Malaria Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain : 1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela. 2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-semak disekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam rumah tidak gelap, mengalirkan genangan air serta menimbunnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida) 4. Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva 5. Membunuh larva dengan menyemprot larvasida. 2.7. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Malaria Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria antara lain : 1. Faktor Lingkungan fisik a. Kondisi fisik rumah Rumah adalah struktur fisik, orang menggunakan untuk tempat berlindung yang dilengkapi beberapa fasilitas yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani baik untuk keluarga maupun individu. Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pangan dan sandang, agar rumah dapat berfungsi sebagai tempat tinggal yang baik diperlukan beberapa persyaratan. Rumah sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain : 1) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan fisik dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini ialah : a) Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakan atas cahaya matahari dan lampu. b) Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna, sehingga aliran udara segar dapat terpelihara. c) Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu lingkungan. 2) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
Universitas Sumatera Utara
a) Terjamin berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga yang tinggal bersama. b) Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. 3) Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a) Rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup. b) Ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik. c) Terlindung dari pengotoran terhadap makanan. d) Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit lainnya. 4) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a) Rumah yang kokoh. b) Terhindar dari bahaya kebakaran. c) Alat-alat listrik yang terlindungi. d) Terlindung dari kecelakaan lalu lintas (Azwar, 1996). Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria, terutama yang berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke dalam rumah adalah ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya nyamuk ke
Universitas Sumatera Utara
dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah (Darmadi, 2002). b. Lingkungan rumah Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008). c. Kondisi lingkungan yang sesuai dengan bionomik vektor malaria. 1) Anopheles aconitus Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak didapat di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-1000 m. Jentiknya terdapat di sawah dan saluran irigasi. Sawah yang akan ditanami dan mulai diberi air, yang masih ada batang padi dan jerami yang berserakan, merupakan sarang yang sangat baik. Nyamuk dewasa hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai ialah di luar rumah, pada tebing yang curam, gelap dan lembab. Juga terdapat diantara semak
Universitas Sumatera Utara
belukar didekat sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam hari untuk menghisap darah. (Iskandar dkk, 1985) 2) Anopheles balabacensis Anopheles balabacensis ditemukan sepanjang tahun baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Pada musim hujan tempat perkembangbiakan spesies tersebut adalah di aliran mata air yang tergenang, di genangan-genangan air hujan di tanah, dan di lubang- lubang batu. Sering didapatkan juga pada parit yang alirannya terhenti. Pada musim kemarau sumber air tanah berkurang sehingga terbentuk genangan-genangan air sepanjang sungai. Genangan-genangan air tersebut dimanfaatkan sebagai tempat perkembangbiakkan Anopheles balabacensis. Nyamuk dewasa lebih suka menghisap darah manusia dari pada darah binatang (Barodji dkk, 2001). 3) Anopheles maculatus Spesies nyamuk ini umumnya berkembangbiak pada genangan-genangan air tawar jernih baik di tanah seperti di mata air, galian-galian pasir atau belik, genangan air hujan maupun genangan air di sungai yang berbatu-batu kecil yang terbentuk karena sumber air kurang sehingga air tidak mengalir dan menggenang di sepanjang sungai serta mendapat sinar matahari langsung. Perilaku menghisap darah baik di dalam maupun di luar rumah paling banyak sekitar pukul 22.00. Spesies ini pada siang hari ditemukan istirahat di luar rumah pada tempat-tempat yang teduh antara lain di kandang sapi dan kerbau, di semak-semak, di lubang-lubang di tanah pada tebing dan lubang-lubang tempat pembuangan sampah. Selama penangkapan pada siang hari tidak pernah menemukan Anopheles maculatus istirahat di dalam rumah (Boesri dkk, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Jarak terbangnya kurang lebih 1 km tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya dan lebih suka mengigit binatang dari pada manusia (Iskandar dkk, 1985). 4) Anopheles sundaicus Tempat perindukan nyamuk Anopheles sundaicus umumnya di air payau yang banyak tumbuhan air atau lumut dan mendapat sinar matahari langsung seperti muara sungai yang tergenang, di lagun, dan di genangan-genangan air payau diantara hutan bakau dengan salinitas 1,2-2%. Nyamuk dewasa senang hinggap di dalam rumah (Barodji dkk, 1993). 2. Faktor Perilaku Upaya pencegahan penyakit malaria salah satunya adalah melalui pendidikan kesehatan masyarakat, dan tujuan akhir dari pendidikan kesehatan masyarakat adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat, artinya perilaku yang mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan. Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan menggunakan strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi faktor prediposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perilaku (Machfoedz dkk, 2005). Strategi yang tepat agar masyarakat mudah dan cepat menerima pesan diperlukan alat bantu yang disebut peraga. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima pesan semakin banyak dan jelas pula pengetahuan yang diperoleh ( Depkes RI, 1999). Praktik atau perilaku keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk malaria adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Kebiasaan menggunakan kelambu Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria (Barodji 2000). b. Kebiasaan menghindari gigitan nyamuk Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk (Depkes RI, 1992). c. Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menggigit pada malam hari. Menurut Lestari (2007) nyamuk Anopheles paling aktif mencari darah pukul 21.0003.00. Menurut Darmadi (2002) kebiasaan penduduk barada di luar rumah pada malam hari antara pukul 21.00 s/d 22.00 berhubungan erat dengan kejadian malaria, karena frekuensi menghisap darah jam tersebut tinggi. 2.8. Perumahan Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah bertingkat dan dilengkapi dengan peralatan yang serba modern. Sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendisain rumahnya dengan ide masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.8.1. Rumah Sehat Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) yang dikutip oleh Masyuda (2003) mendefenisikan rumah sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani, rohani dan sosial. Artinya dalam rumah diperlukan segala fasilitas untuk bertumbuh dan berkembang. Fasilitas tersebut harus ada di dekat rumah seperti sekolah, toko, pasar, tempat kerja, fasilitas air bersih, sanitasi dan lain- lain. Rumah yang sehat menurut Winslow dan American Public Health Asosiation (APHA) yang dikutip oleh Masyuda (2003) harus memenuh persyaratan antara lain: 1. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan ini meliputi pencahayaan, ventilasi, jauh dari kegaduhan dan cukupnya tempat bermain anak. 2. Memenuhi Kebutuhan Psikologis Kebutuhan psikologis meliputi cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni (kamar tidur), ada ruang makan sekaligus untuk ruang duduk (kamar tamu), lokasinya disekitar tetangga yang mempunyai tingkat ekonomi yang relatif sama, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan (estetika) tersedia WC dan kamar mandi dan adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga. 3. Mencegah Penularan Penyakit Persyaratan ini meliputi persediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, bebas dari serangga dan tikus, pembuangan sampah yang saniter, pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan dan harus cukup luasnya. 4. Mencegah Terjadinya Kecelakaan
Universitas Sumatera Utara
Persyaratan agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan meliputi konstruksi lemah dan material yang digunakan harus cukup kuat (berkualitas baik), diusahakan agar tidak mudah terbakar, pada bangunan bertingkat perlu dibuat tangga darurat yang terletak diluar bangunan, perlu adanya alat pemadam kebakaran dan dapat dihindari timbulnya kecelakaan lalu lintas. 2.8.2. Persyaratan Rumah Sehat 2.8.2.1. Luas Bangunan Rumah (Kepadatan Hunian Ruang Tidur) Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan psikologis meliputi privacy (kebebasan), security (keamanan), safety (perlindungan), comfirt (kesenangan) dan rileks (ketenangan). Disamping itu juga harus memenuhi persyaratan fisik yang meliputu konstriksi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang baik (Reksosoebroto, 1978). Menurut Regional Houseing Center, suatu bangunan harus memenuhi ukuran luas yang layak (dengan perhitungan untuk setiap keluarga yang terdiri dari 5 anggota keluarga rata-rata). Setidak-tidaknya harus ada batas-batas minimal dapat dianggap rumah tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan-persyaratan (Reksosubroto,1978). Di berbagai negara persyaratan luas ruangan, perumahan biasanya ditentukan berdasarkan banyaknya penghuni. Over crowding (kepenuhsesakan) dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moral. Luas bangunan yang optimum menurut Notoatmodjo (2003) adalah apabila menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang atau tiap anggota keluarga. Menurut Lubis (1985) over crowding suatu perumahan apabila kondisi rumah terhadap jumlah penghuni sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan usia diatas 10 tahun yang bukan suami istri, tidur dalam satu kamar. b. Jumlah penghuni dibandingkan dengan luas lantai melebihi ketentuan yang ditetapkan. Di Indonesia ketentuan mengenai kepadatan hunian ruang tidur di tetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/ Menkes/ SK/ VII/ 1999, yaitu luas ruang tidur minimal 8 meter2 dan tidak dianjurkan/ digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Dan ukuran kamar tidur yang ideal minimal 9 meter2 untuk orang dewasa dan anak – anak diatas 5 tahun, sedangkan untuk anak balita ukuran minimal 4,5 m2 dan tidak dianjurkan digunakan untuk lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur. 2.8.2.2. Ventilasi Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan. Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10 % dari luas lantai (Kepmenkes, 2002). Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Sehingga keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-
Universitas Sumatera Utara
bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir (Notoatmodjo, 2003). Ada 2 macam ventilasi, yakni : 1. Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. 2. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara (Notoatmodjo, 2003). 2.8.2.3. Lantai Perkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah biasanya hanya berupa tanah atau batu – batu yang langsung diletakkan di atas tanah, sehingga kelembabannya sangat tinggi. Umumnya masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pedesaan belum memperhatikan kondisi perumahan khususnya kondisi lantai yang biasanya hanya berupa tanah saja. Lantai dari tanah atau batu bata biasanya langsung diletakkan di atas tanah sehingga menjadi lembab. Oleh karena itu perlu suatu lapisan kedap yang air, seperti semen, susunan tegel, dan lain-lain. Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat mengundang berbagai serangga dan tikus untuk bersarang, demikian juga kotoran yang melekat padanya (Notoatmojo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.8.2.4. Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media (tempat) yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusak mata. Karena itu pencahayaan ruangan minimal intensitasnya 60 lux. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni ((Notoatmodjo, 2003) : 1. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 10 % sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Di samping sebagai ventilasi, jendela juga berfungsi sebagai jalan masuk cahaya. 2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konsep Karakteristik Umum Umur Pendidikan Pekerjaan
Faktor Lingkungan Fisik Rumah 1. Kondisi Lingkugan Fisik Rumah a. Kawat Kasa PadaVentilasi b. Pencahayaan c. Kelembaban d. Langit-langit/Plafon Rumah e. Kerapatan Dinding 2. Kondisi Lingkungan Rumah a. Semak-semak
Angka Kejadian Malaria
Lingkungan Kimia dan Biologi a. pH pada Rawa-rawa dan Lagun b. Rawa-rawa dan Lagun 2.9. Hipotesa Penelitian Ho : Ada hubungan faktor lingkungan Fisik Rumah dengan kejadian malaria di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue. Ha : Tidak ada hubungan faktor lingkungan Fisik Rumah dengan kejadian malaria di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue.
Universitas Sumatera Utara