BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan,
pembuangan
kotoran,
penyedian
air
bersih
dan
sebagainya
(Notoadmodjo,2007).Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus dihadapi dan sangat mengganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan.Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem.Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya,tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut.Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulnya sejumlah masalah sanitasi. 2.1.1. Sanitasi Lingkungan Pemukiman Kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.Persyaratan kesehatan perumahan dan permukiman adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib di penuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan (Soedjadi, 2005).Persyaratan kesehatan lingkungan perumahan dan permukiman sangat di perlukan karena pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar terhadap
Universitas Sumatera Utara
peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.Sanitasi lingkungan pemukiman meliputi: pengelolaan sampah, air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan jamban. 2.1.2 Pembuangan Sampah Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk padat sebagai akibat aktivitas manusia yang dianggap tidak bermanfaat dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau dibuang sebagai barang tidak berguna. 1. Gangguan yang ditimbulkan oleh sampah a. Pencemaran lingkungan:Sampah yang dibuang sembarangan dalam kurun waktu tertentu akan membusuk. Hasil penguraian sampah organik berupa cairan dan gas akan mencemari tanah, air dan udara.Gas yang dihasilkan berbau busuk menyengat akan mencemari udara. b. Sampah merupakan sumber penyakit Dengan timbulnya bau busuk akan mengundang lalat berkembang biak sehingga populasi lalat meningkat. Populasi lalat yang meningkat akan memudahkan membantu penularan penyakit seperti Diare. Typhus, Cholera, Disentri dll. Selain lalat, binatang penular penyakit lainnya seperti kecoa, nyamuk, tikus dll akan berkembang biak pada sampah yang tentunya akan menularkan penyakit kepada kita yang tinggal disekitar sampah.
Universitas Sumatera Utara
c. Menimbulkan kecelakaan Sampah
berupa
pecahan
kaca,
paku,
duri
dll
dapat
menyebabkan
kecelakaan.Sampah yang dibakar tanpa pengawasan tidak jarang menimbulkan kebakaran. d. Menimbulkan bencana Sampah yang dibuang di parit, kali dan sungai lama kelamaan bertumpuk dan menghambat aliran air pada waktu musim hujan, akibatnya air meluap dan terjadi banjir yang dapat merusak sarana infra struktur seperti jalan, jembatan ,parit draainase dll.Sampah yang dibiarkan menggunung dapat menimbulkan longsor atau ledakan seperti yang terjadi di tempat pembuangan akhir Leuwi Gajah Bandung e. Mengganggu pemandangan Sampah menimbulkan pemandangan yang tak sedap, jorok dll. 2. Pengelolaan sampah Sampah sebaiknya dibuang di tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut. Untuk sampai ke tempat pembuangan akhir tentunya perlu mekanisme penanganan yang terpadu. Bermula dari sampah yang dikumpulkan di rumah kemudian dibuang di tempat pembuangan sementara yang selanjutnya di angkut ke tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut. Bagi permukiman yang dapat dijangkau pelayanan Dinas Kebersihan setempat tidak menjadi masalah yang
Universitas Sumatera Utara
berarti, cukup membayar retribusi sampah dan kumpulkan sampah di TPS, maka sampah akan sampai di tempat pembuangan akhir untuk dikelola lebih lanjut Bagi permukiman yang belum dapat dijangkau oleh pelayanan Dinas Kebersihan, sebaiknya agar pemukiman terhindar dari hal hal yang tak diharapkan akibat dampak sampah, maka sudah saatnya memiliki layanan pembuangan sampah sendiri. Hal ini tentunya dapat diusulkan ke Pemerintahan Desa/Kelurahan, yang penting adanya potensi yang mendukung untuk lancarnya pengelolaan sampah yang baik memenuhi syarat kesehatan. Dimulai dengan skala kecil, misalnya melayani hanya beberapa wilayah RT atau RW yang penting ada komitmen antara warga dan Pemerintahan setempat. Adapun potensi tersebut adalah : 1. Adanya petugas pelaksana 2. Sarana pengangkut : gerobak sampah atau mobil sampah. 3. Jalan yang memadai untuk angkutan gerobak sampah/mobil sampah. 4. Adanya komitmen antara warga dan pemerintahan setempat. 5. Sumber dana untuk operasional : Bisa dihimpun melalui iuran sampah. 6. Adanya lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir 7.Bila perlu lahan untuk Tempat Pengumpul Sementara Pemusnahan sampah di tempat pembuangan akhir terdiri dari beberapa jenis kegiatan : 1. Daur ulang : sampah yang masih bisa dimanfaatkan akan didaur ulang, biasanya bahan plastik, botol, besi tua, kayu dll
Universitas Sumatera Utara
2. Komposting : pembuatan kompos diperuntukkan bagi sampah organik dengan metode penguraian secara alami akan menghasilkan kompos yang berguna untuk pertanian. 3. Dibakar : bagi sampah yang kering bisa dibakar 4. Dikubur dengan metode sanitary landfil (Kusnoputranto, 2005). Jenis-jenis sampah terdiri dari beberapa macam yaitu: sampah kering, sampah basah, sampah berbahaya beracun ( Pansimas, 2011). a. Sampah kering Sampah kering yaitu: sampah yang tidak mudah membusuk atau terurai seperti. Gelas, besih plastik. b. Sampah basah Sampah basah yaitu: sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun, ranting, dan bangkai binatang c. Sampah berbahaya beracun Sampah berbahaya beracun yaitu: sampah yang karena sifatnya dapat membahayakan manusia seperti sampah yang berasal dari rumah sakit, sampah nuklir, batu baterai bekas. 2.1.3
Sarana Air Bersih Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan; juga manusia selama
hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk serta laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Beban
pengotoran
air
juga
bertambah
cepat
sesuai
dengan
cepatnya
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan.Sebagai akibatnya saat ini, sumber air tawar dan bersih menjadi semangkin langka.Laporan keadaan lingkungan di dunia tahun 1992 menyatakan bahwa air sudah saatnya dianggap sebagai benda ekonomi.Karena itu pengelolaan sumber daya air menjadi sangat penting pengelolaannya sumber daya air ini sebaiknya dilakukan secara terpadu, baik dalam pemanfaatannya maupun dalam pengelolaan kualitas (Slamet, 2002). Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.Sekitar tiga perempat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga digunakan untuk memasak, mencuci, mandi dan membersihkan kotoran yang ada disekitar rumah.Ditinjau dari sudut kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat.Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu perhari sekitar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007). 1. Sumber Air Untuk kebutuhan sehari – hari, air dapat diperoleh dari beberapa sumber diantaranya a. Air Hujan b. Air Permukaan
Universitas Sumatera Utara
c. Air Tanah Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air menjadi air murni yang ketika turun melalui udara akan melarutkan benda- benda yang terdapat didalam. Diantaranya benda–benda yang larut diudara itu seperti gas, oksigen, karbondioksida, nitrogen, jasad-jasad renik dan debu. Kelarutan gas karbondioksida didalam air hujan akan membentuk asam karbonat yang menjadi air hujan menjadi asam. Beberapa macam gas oksida dapat berada pula diudara, diantaranya yang penting ialah belerang dan oksida nitrogen. Kedua oksida ini bersama- sama dengan air hujan akan membentuk larutan asam nitrat dan asam sulfat. Setelah mencapai permukaaan bumi, air hujan bukan merupakan air murni lagi. Air permukaan merupakan salah satu sumber yang bisa dipakai untuk bahan baku air bersih. Dalam penyediaan air bersih terutama untuk air minum dalam sumbernya diperhatikan 3 (tiga) hal penting yaitu mutu air baku, dan kontiunitas air baku. Di bandingkan dengan sumber lain, air permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar. Hal ini terutama berlaku bagi tempat yang dekat dengan tinggalpenduduk karena hamper semua buangan dan sisa kegiatan manusia ditumpahkan kepada air atau dicuci kepada air yang pada waktunya akan dibuang pada badan air. Agar air bersih tidak menyebabkan penyakit bagi manusia maka air tersebut hendaknya diusahakan mendekati persyaratan–persyaratan kesehatan, sekurang-kurangnya diusahakan mendekati persyaratan yang telah ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Key (1978), dalam pendapatnya menyebutkan bahwa air tersebut tercemar apabila air itu berubah komposisinya atau keadaannya, secara langsung ataupun tidak langsung sebagai akibat kegiatan manusia. Sehingga air itu menjadi kurang berguna bagi kehidupan atau kebutuhan tertentu maupun semua kebutuhan dibandingkan apabila air berada dalam keadaan alamiahnya semula (Slamet, 2002). Selanjutnya menurut Pickford (1978), dalam pendapatnya menekankan bahwa pencemaran air semata-mata disebabkan oleh kegiatan manusia sendiri saja sedangkan tanah, tumbuh-tumbuhan, ganggang dan pengotor-pengotor alamiah lain yang turut mengotor air hanya digolongkan kedalam kotoran (impurity). Air tanah bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dengan cara membuat sumber atau pompa air (Slamet, 2002). A. Tempat penampungan air Tempat penampungan air adalah: tempat-tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah sekitar rumah. Nyamuk Ae. aegyptytidak berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk Ae.aegyptdapat di kelompokan sebagai berikut: a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain b. Tempat penampungan bukan keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
Universitas Sumatera Utara
1). Tempat minum hewan peliharaan Tempat minum hewan piaraan yang dimaksud adalah tempat-tempat minum hewan piaraan yang dimiliki oleh responden yang berada di lingkungan sekitar rumah baik di dalam rumah maupun di luar rumah, misalnya: tempat minum burung, tempat minum ayam, dan hewan piaraan yang lain. 2).Barang-barang bekas Barang-barang bekas yang dimaksud adalah barang-barang yang sudah tidak terpakai yang dapat menampung air, yang berada di dalam maupun di luar rumah responden. Barang-barang tersebut antara lain: kaleng, ban bekas, botol, pecahan gelas, dll a). Vas bunga Vas bunga yang dimaksud adalah vas bunga yang berisi air yang terletak di dalam rumah responden yang memungkinkan nyamuk Ae.aegyptiberkembang biak di dalam vas bunga tersebut. 1. Perangkap semut Perangkap semut yang di maksud adalah tempat perangkap semut yang berisi air yang biasanya diletakkan dibawah kaki meja untuk mencegah semut-semut naik keatas meja yang berisi makanan yang terletak di dalam rumah responden
Universitas Sumatera Utara
2. Penampung air dispenser Penampungan air dispenser yang dimaksud adalah tempat penampungan air yang menyatu dengan dispenser yang terletak di bawah alat yang digunakan untuk mengalirkan air di dalam wadah/galon dispenser, letaknya di dalam rumah responden. 3. Pot tanaman air Pot tanaman air yang dimaksud adalah pot-pot berisi air yang digunakan sebagai media tanaman air untuk hidup, yang terletak di dalam maupun di luar rumah responden. c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa, talang penampung air hujan (Surono, 2009 dan Soedarmo, 1998). B. Peranan Air Dalam Penularan Penyakit Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Ada 4 macam klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media penularan penyakit yaitu : a.
Water borne diseaseyaitu penyakit penularan melalui air yang terkontaminasi oleh bakteri dan patogen dari penderita atau carier. Bila air yang mengandung kuman patogen terminum maka dapat terjadi penjangkitan penyakit orang yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
b. Water based diseaseyaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara. Pejamu perantara ini hidup dalam misalnya schistosomiasis. c. Water washed desease yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain melalui persedian air sebagai pencuci atau pembersih. d. Vektor insektisida yang berhubungan dengan air yaitu penyakit vektornya berkembang baik dalam air. Misalnya malaria, demam berdarah dan trypanosomiasis (Entjang, 2000). 1. Masalah yang berkaitan dengan air Berdasarkan masalah yang berkaitan dengan air (Pansimas, 2011). a. Sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan sumber penularan penyakit b. Masih ada masyarakat yang mengambil air untuk keperluan rumah tangga berasal dari air sungai atau mata air yang tidak di lindungi c. Sarana penampungan air hujan yang sudah retak, yang tidak dapat melindungi air hujan yang disimpan di dalamnya agar tetap bersih, karena dinding yang retak menjadi tempat perkembangbiakan lumut yang dapat mengotori air d. Sumur pompa tangan yang tidak dilengkapi lantai kedap air menjadi sumur tersebut tidak sehat, karena air bekas pakai dapat meresap air dalam sumur.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Sarana pembuangan air limbah yang sehat yaitu yang dapat mengalirkan air limbah dari sumbernya (dapur, kamar mandi) ke tempat penampungan air limbah dengan lancar tampa mencemari lingkungan dan tidak dapat dijangkau serangga dan tikus (Pamsimas, 2011) Rumah yang membuang air limbahnya di atas tanah terbuka tanpa adanya saluran pembuangan limbah akan membuat kondisi lingkungan sekitar rumah menjadi tidak sehat. Akibatnya menjadi kotor, becek, menyebabkan bau tidak sedap da dapat menjadi tempat berkembang biak serangga terutama nyamuk (Pamsimas, 2011). Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri atau tempat-tempat umum lainya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya Beberapa sumber air buangan : a
Air buang rumah tangga (domesrik waste water)
Universitas Sumatera Utara
Air buang dari pemukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiri dari ekskreta ( tinja dan urin), air bekas cucian, dapur dan kamar mandi, dimana sebagian merupakan bahan –bahan organik. b.
Air buangan kotapraja (municipal waste water) Air buang ini umumnya berasal dari daera perkotaan, perdangangan, selokan, tempat ibadah dan tempat umum lainya.
c. Air buang industri (industrial waste water) Air buangan yang berasal dari macam industri. Pada umumnya lebih sulit pengelolahannya serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang terkandung didalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak dan lain-lain. Pengolahan Air Limbah dalam kehidupan sehari-hari pengolahan air limbah dilakukan dengan dua cara yaitu : a.
Menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah tanpa diolah sebelumnya
b. Menyalurkan air limbah setelah diolah sebelumnya dan kemudian dibuang ke alam. Pengolahan air limbah ini dapat dilakukan secara pribadi ataupun terpusat. Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangan mikroorganisme patogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi media transmisi penyakit kolera, typus abdominalis, disentri baciler dan sebagainya. Bila air limbah itu dibuang begitu saja tanpa diolah sebelumnya maka beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a.
Tidak sampai mengotori sumber air minum
b. Tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor c. Tidak mengganggu estetika, misalnya dari segi pemandangan dan menimbulkan bau. d. Tidak mencemarkan alam sekitarnya, misalnya merusak tempat untuk rekreasi berenang dan sebagainya (Notoadmodjo, 2007). Saluran limbah yang bocor atau pecah menyebabkan air keluar dan tergenang serta meresap ke tanah. jika jarak terlalu dekat dengan sumber air dapat mencemari sumber air tersebut. Tempat penampungan air yang terbuka dapat menyebabkan nyamuk bertelur (Pansimas, 2011).
2.2.Lingkungan Biologik Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang mempengaruhi kelembaban, pencahayaan di dalam rumah, merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat (Soegijanto, 2003). 2.2.1 Pencahayaan Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak.Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca. Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Cahaya Alamiah Cahaya alamiah yakni matahari, cahaya ini sangat penting karena dapat menghambat pertumbuhan nyamuk Ae.aegyptidi dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang cukup sehat harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurang-kurangnya 15%-20%. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.Selain itu jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. b. Cahaya Buatan Pencahayaan alam atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan juga dapat membunuh kuman patogen, jika pencahayaan kurang sempurna mengakibatkan ketegangan mata (Kepmenkes RI No. 829,1999). 2.2.2. Ventilasi Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan para penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan. Fungsi ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar dan melenyapkan udara jenuh, tetapi tidak ada sangkut pautnya dengan komposisi kimia, namun ia tetap menghubungkan dengan pencegahan terjadinya akumulasi gas-gas beracun dan mikroorganisme diruangan. Ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan mengakibatkan perasaan sesak, pengap, cepat lelah dan
Universitas Sumatera Utara
keaktifan menurun. Hal ini diakibatkan peningkatan suhu udara yang dikeluarkan oleh tubuh dan bertahan di dalam ruangan, tidak ada pergerakan udara serta kelembaban yang tinggi akibat uap air yang dilepaskan paru-paru ( Entjang, 2000). Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar. Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai.Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai.Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu terbuka (Chandra, 2007).Menurut Kepmenkes RI No. 829 (1999), kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut: a. Suhu udara nyaman berkisar 18o-30oC. b. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%. c. Konsentrasi gas SO 2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam. d. Pertukaran udara 5 kaki 3/menit/penghuni. e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam 2.2.3. Kelembaban Kelembaban sangat penting bagi perkembangbiakan nyamuk.Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai untuk berkembangbiaknya nyamuk Ae.aegypti. Penghuni rumah yang mempunyai kelembaban ruang keluarga lebih besar dari 70% berisiko terkena DBD dibandingkan penduduk yang tinggal pada perumahan yang memiliki kelembaban lebih kecil.Kelembaban merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Ae.aegypti. Kelembaban berhubungan dengan kepadatan
Universitas Sumatera Utara
dan ventilasi.Kelembaban udara yang memenuhi syarat di dalam rumah berkisar antara 40-70% (Achmadi, 2007). 2.3. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut disertai dengan
manifestasi
perdarahan
bertendensi
menimbulkan
syok
dan
dapatmenyebabkan kematian, umumnya menyerang pada anak < 15 tahun, namun tidaktertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini adalahdemam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu,gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda-tanda perdarahan di kulit (petechiae), lebam(echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, kesadaranmenurun atau renjatan (shock) (Depkes RI, 2003). Menurut WHO dikenal penyakit Demam Dengue (DD), yaitu penyakit akutyang disebabkan oleh virus dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, sakit pada sendi,tulang dan otot.Sedangkan DBD ditunjukkan oleh 4 (empat) manifestasi klinis yangutama, demam tinggi, fenomena perdarahan, sering dengan hepatomegali, dan tanda-tandakegagalan sirkulasi darah (WHO, 1997). 2.3.1.Tanda dan Gejala Klinik Menurut Soegijanto (2003) gejala klinik utama pada DBD adalah demam danmanifestasi perdarahan baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet.Gejala klinik : 1. Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari
Universitas Sumatera Utara
2. Manifestasi perdarahan a. Uji torniquet positif b. Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epistaksis,perdarahan gusi, hematemesis, melena. 3. Hepatomegali 4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) ataunadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah. Menurut Depkes RI (2003), secara klinis ditemukan demam, suhu tubuh padaumumnya antara 39°C–40°C menetap antara 5–7 hari, pada fase awal demamterdapat ruam yang tampak di muka leher dan dada. Selanjutnya pada fasepenyembuhan suhu turun dan timbul petekia yang menyeluruh pada tangan dan kaki.Perdarahan pada kulit pada DBD terbanyak dilakukan uji tourniquet positif.Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO tahun 1997terdiri
dari
kriteria
klinis
dan
laboratorium.Penggunaan
kriteria
ini
dimaksudkanuntuk mengurangi diagnosis yang tidak berhubungan dengan penyakit DBD (overdiagnosis). 1) Kriteria klinis tersebut seperti demam tinggi tanpa sebab yang jelas yangberlangsung 2–7 hari.Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandaidengan uji tourniquet positif, petechiae, echymosis, pupura, perdarahanmukosa, epitaksis, pendarahan gusi, hematemesis dan melena, pembesaranhati.Adanya syok yang
Universitas Sumatera Utara
ditandai dengan nadi cepat dan lemah sertapenurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembabdan penderita tampak gelisah. 2) Kriteria laboratorium seperti trombositopenia 100.000 sel/ml atau kurangdan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan hemotokrit 20% atau lebih. Dua kriteria klinis ditambah peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa klinis DBD. WHO (1997) membagi derajat DBD dalam 4 (empat) tingkat, yaitu sebagai berikut: Derajat I :
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II:
Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau pendarahan lain.
Derajat III:
Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dam lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mm Hg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV:
Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
2.3.2 Mekanisme penularan Faktor-faktor yang memegang peranan dalam penularan infeksi virus dengueyaitu manusia, vektor perantara dan lingkungan.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Ae.aegypti. Nyamuk Aedes tersebut mengandungvirus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
Universitas Sumatera Utara
viremia.Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8–10hari (Extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transavaria transmition) namun peranannya tidak penting (Suroso, 2000). Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infiektif). Dalam tubuh manusia virus memerlukan waktu tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.Seseorang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD.Virus dengue berada dalam darah selama 4–7 hari setelah 1 sampai 2 hari baru mulai demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Penularan ini dapat terjadi setiap nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah, nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan kepada orang lain (Depkes RI, 2004). 2.3.3. Tempat Potensial bagi Penularan Nyamuk DBD Penularan nyamuk DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
Universitas Sumatera Utara
Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar yaitu : 1. Sekolah Anak sekolah merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD. 2. Puskesmas/rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan lainnya orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam dengue (DD) atau carrier virus dengue. 3. Tempat-tempat umum lainnya : a. Tempat-tempat perbelanjaan, pasar, restoran, hotel, bioskop dan tempat tempat ibadah. b. Wilayah rawan DBD (endemis) c. Pemukiman baru di pinggir kota Pada daerah ini penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah yang kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing daerah asal. (Depkes RI, 2005). 2.4. Nyamuk Penular DBD Di Indonesia nyamuk penular (Vektor) penyakit DBD yang penting adalah Ae.aegypti, Ae.albopictusdan Ae.scutelluris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama penyakit DBD adalah Ae.aegypti(Soegijanto, 2003). Nyamuk
Universitas Sumatera Utara
Ae.aegyptibetina suka bertelur di permukaan air pada dinding vertikel bagian dalamtempat-tempat yang berisi sedikit air, harus jernih dan terlindung dari cahayamatahari langsung. Tempat air yang dipilih adalah tempat air di dalam rumah dandekat rumah.Larva Ae.aegyptiumumnya ditemukan di drum, tempayan, tong atau bakmandi
di
rumah
keluarga
yang
kurang
diperhatikan
kebersihannya.
Besarnyakontainer dan lamanya air disimpan didalamnya mengakibatkan banyak nyamuk yangdapat berasal dari drum itu (Soeroso, 2000). Tempat air yang tertutup lebih disukai oleh nyamuk betina sebagai tempatbertelur dibandingkan tempat air yang terbuka.Karena tutupnya jarang dipasangsecara baik dan jarang dibuka, ruang didalamnya relatif lebih gelap dibandingkantempat air yang terbuka. Telur Ae.aegyptiberwarna hitam seperti sarang tawon,diletakkan satu demi satu di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air dalamjarak lebih kurang 2,5 cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat bertahansampai berbulan-bulan pada suhu -20C sampai 420C. Namun, bila kelembabanterlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari. Dalam keadaanoptimal, perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung selamasekurang-kurangnya 9-10 hari.Telur yang dihasilkan kurang lebih 10-100 butir setiapkali bertelur dan biasanya pada interval 4-5 hari. Walaupun nyamuk betina berumurkira-kira 9-10 hari, waktu itu cukup bagi nyamuk untuk makan, bagi virus cukupuntuk berkembang biak dan selanjutnya menyebarkan virus ke manusia lain. Nyamukbetina dapat terbang sejauh 2 km, tetapi kemampuan normalnya adalah kira-
Universitas Sumatera Utara
kira 40meter. Larva dan nyamuk dewasa banyak ditemukan sepanjang tahun di semua kota di Indonesia. Dari penyelidikan intensif selama 2 (dua) musim dalam setahun yang dilakukan di Jakarta, ternyata tidak terdapat pengaruh musim terhadap kepadatan nyamuk (Soedarmo, 1998). 2.4.1 Bionomik Vektor Bionomik vektor adalah tempat perindukan (breeding place), kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting habit) dan jarak terbang (flightrange) (Soedarmo, 1998). Menurut Soegijanto (2003), tempat perindukan utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam dan di sekitar rumah. Biasanya tidak melebihi jarak 500 (lima ratus) meter dari rumah. Nyamuk Ae.aegyptitidak berkembang biak pada genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Ae.aegyptidapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Tempat Penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi, WC, ember dan lain-lain. b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain). c. Tempat penampungan air alamiah seperti lubang pohon, pelepah daun, tempurung kelapa, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Nyamuk Ae. aegyptidisebut black-white mosquito karena tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan diatas dasar hitam, yamuk ini sering disebut
nyamuk
rumah.
Masa
pertumbuhan
dan
perkembangan
nyamuk
Ae.aegyptimengalami metamorfosa sempurna melalui 4 tahap yaitu telur, larva, pupa dan dewasa.
Nyamuk dewasa 1-2 hari
Pupa (kepompong)
6-7 hari
Telur
1-2 hari Jentik Gambar 2. 1. Siklus Hidup Nyamuk Ae.aegypti
Setiap bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5–0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung, diletakkan satu per satu pada benda–benda yang terapung pada dinding bagian dalam tempat penampungan air yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Jentik kecil berwarna transparan dengan corong pernafasan berwarna hitam (siphon) yang menetas dari telur dan akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,5–1 cm. Jentik akan selalu bergerak aktif
Universitas Sumatera Utara
dalam air dengan gerakan berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara), kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat posisi hampir tegak lurus dengan permukaan air.Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari jentik akan berubah menjadi kepompong. Kepompong berbentuk koma, geraknya lamban dan sering berada di permukaan air. Setelah 1-2 hari akan menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk betina Ae.aegyptilebih menyukai darah manusia dari pada binatang (antropophilik). Darahnya diperlukan untuk mematangkan telur jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan sehingga dapat menetas.Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari.Jangka waktu tersebut satu siklus gonotropik. Nyamuk betina biasanya mencari mangsa pada siang hari dengan 2 (dua) puncak aktivitas yaitu pukul 09.00–10.00 dan pukul 16.00-17.00. Nyamuk Ae.aegyptimempunyai kebiasaan menghisap berulang kali dalam satu siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.Tempat yang disenangi nyamuk untuk beristirahat selama menunggu waktu bertelur adalah tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin.Nyamuk biasanya hinggap di dalam rumah pada benda-benda yang bergantungan seperti pakaian, kelambu dan handuk.Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh
Universitas Sumatera Utara
kemampuan terbang nyamuk betina, yaitu rata-rata 40-100 meter.Namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kenderaan, nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh nyamuk dari penguapan oleh karena aktivitasnya, maka jarak terbang nyamuk terbatas, sehingga penyebarannya tidak jauh dari tempat perindukan, tempat mencari mangsa dan tempat istirahat, terutama di daerah yang padat penduduknya (Soeroso, 2000). Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk Ae.aegyptijuga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan olehinang, temperatur, kelembaban, kadar karbon dioksida (CO2) dan warna. Untuk jarakyang lebih jauh faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan denganfaktor lainnya.Kebiasaan istirahat lebih banyak di dalam rumah pada bendabendayang tergantung, berwarna gelap dan tempat-tempat lain yang terlindung (Soegijanto,2003). 2.4.2. Ekologi Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara vektor dengan
lingkungannya.Eksistensi
nyamuk
Ae.aegyptidipengaruhi
oleh
lingkunganfisik maupun lingkungan biologik. Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinyapenyakit DBD. Lingkungan fisik mempengaruhi eksistensi nyamuk antara lainketinggian tempat, curah hujan, temperatur dan kecepatan angin. Ketinggian 1000meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Ae.aegyptikarena
Universitas Sumatera Utara
padaketinggian tersebut suhu terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupannyamuk (Depkes RI, 1998). a. Lingkungan fisik Lingkungan
fisik
ada
bermacam-macam
misalnya
tata
rumah,
macam
kontainer,ketinggian tempat dan iklim (Depkes RI, 1998). 1. Jarak antara rumah Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah ke rumahlain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar kerumah sebelah. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warnadinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumahtersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitianpenyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak-desakandan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit. 2. Macam kontainer Termasuk macam kontainer disini adalah jenis/bahan kontainer, letakkontainer, bentuk, warna, kedalaman air, tutup dan asal air mempengaruhi nyamuk
dalam
pemilihan tempat bertelur. 3. Ketinggian tempat Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat ekologis yangdiperlukan oleh vektor penyakit di Indonesia nyamuk Ae.aegyptidan Ae.
Universitas Sumatera Utara
albopictusdapat hidup pada daerah dengan ketinggian 1000 meter di ataspermukaan laut. 4. Iklim Iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari :suhu, udara, kelembaban udara, curah hujan dan kecepatan angin. a. Suhu udara Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenyamenurun atau bahkan berhenti bila suhunya turun sampai di bawah suhukritis.Pada suhu yang lebih tinggi dari 350C juga mengalami perubahandalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhuoptimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 250C–270C. Pertumbuhannyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 100C atau lebih dari400C. b. Kelembaban nisbi Menurut Gobler dalam Depkes RI, (1998) umur nyamuk dipengaruhi olehkelembaban udara. Pada suhu 200C kelembaban nisbi 27% umur nyamukbetina 101 hari dan umur nyamuk jantan 35 hari, kelembaban nisbi 55%umur nyamuk betina 88 hari dan nyamuk jantan 50 hari. Pada kelembabankurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadivektor, karena tidak cukup waktu untuk perpindahan virus dari lambungkekelenjar ludah.
Universitas Sumatera Utara
c. Kecepatan angin Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dansuhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangannyamuk. Bila kecepatan angin 11-10 meter atau 25-31 mil/jam akanmenghambat penerbangan nyamuk. d. Curah hujan Hujan berpengaruh terhadap kelembaban nisbi.Kelembaban udara naikmaka tempat perindukan nyamuk juga bertambah banyak.Dari hasilpengamatan penderita DBD yang selama ini dilaporkan di Indonesiabahwa musim penularan DBD pada umumnya terjadi pada musimpenghujan (Soeroso, 2000). 2.4.3 Pengamatan Kepadatan Vektor Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei yang dipilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik, dan survey perangkap telur. Survei jentik dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap semua tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang diperiksa di suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Dalam pelaksanaan survai ada 2 (dua) metode yang meliputi : (Depkes RI, 1998) 1) Metode Single Survai Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik disetiap tempat genangan air yang ditemukan ada jentiknya untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.
Universitas Sumatera Utara
2) Metode Visual Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa melakukan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa digunakan adalah cara visual dan ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik yaitu :
a. Angka Bebas Jentik (ABJ) Angka Bebas Jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah– rumah penduduk yang diperiksa secara acak. Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa
b. House Indeks (HI) House Indeks (HI) adalah persentase jumlah rumah yang ditemukan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 (tiga) bulan pada rumah-rumah yang diperiksa secara acak.
Jumlah rumah yang ditemukan jentik x 100% Jumlah rumah yang diperiksa
Universitas Sumatera Utara
c. Container Indeks (CI) Container Indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang diperiksa ditemukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara acak. Jumlah Container ditemukan jentik x 100% Jumlah container yang diperiksa d. Breteau Indeks (BI) Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah.Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu daerah.Tidak ada teori yang pasti Angka Bebas Jentik dan House Index yang dipakai sebagai standard, hanya berdasarkan kesepakatan, disepakati House Index minimal 1% yang berarti persentase rumah yang diperiksa jentiknya positif tidak boleh melebihi 1% atau 99% rumah yang diperiksa jentiknya harus negatif. Ukuran tersebut digunakan sebagai indikator keberhasilan pengendalian nyamuk penularan DBD (Depkes RI, 1998).
2.5. Upaya Penanggulangan DBD 2.5.1. Penemuan Penderita Selama hampir dua abad, penyakit dengue digolongkan sejajar dengandemam, pilek atau diare.Penyakit ini dianggap sebagai penyesuaian diriseseorang terhadap iklim tropis. Tetapi, hal ini berubah sejak timbulnya wabahdemam dengue di Manila pada tahun 1953-1954, yang disertai renjatan (shock)dan perdarahan gastrointestinal
Universitas Sumatera Utara
yang berakhir dengan kematian penderita,menyebabkan pandangan ini berubah (Soedarmo, 1988).Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik.Olehkarena itu masyarakat/keluarga diharapkan waspada jika terdapat tanda/gejalayang mungkin merupakan awal perjalanan penyakit DBD (Depkes RI, 1992). Apabila keluarga/masyarakat menemukan tanda/gejala di atas, maka penderitasegera diberi obat penurun panas golongan parasetamol. Beri kompres hangat danminum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit dan lain-lain. Jika dalam dua haripanas tidak turun atau timbul tanda/gejala lanjut seperti perdarahan kulit (sepertigigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawaberobat ke dokter atau ke unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS) atau saranapelayanan
kesehatan
lain
untuk
segera
mendapat
pemeriksaan
dan
pertolongan(Depkes RI, 2006).Dokter atau petugas kesehatan yang menentukan penderita DBD maka wajibdilaporkan dalam 1 kali 24 jam ke Puskesmas sesuai dengan tempat tinggalpenderita. Pelaporan resmi dilakukan dengan jalan mengirim formulirpemeriksaan spesimen DBD atau tanpa spesimennya kepada Dinas KesehatanKabupaten/Kota setempat.Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun1984 (Depkes RI, 1992). Penanggulangan
seperlunya
adalah
kegiatan
untuk
mencegah
atau
membatasipenularan penyakit DBD di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnyayang diperkirakan dapat menjadi sumber penularan lebih lanjut.Jenis
Universitas Sumatera Utara
kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologisebagai berikut (Depkes RI, 1992): a. Bila ditemukan penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukan satu ataulebih penderita
panas
tanpa
sebab
yang
jelas
dan
ditemukan
jentik,
dilakukanpenyemprotan (fogging focus) di rumah penderita dan sekitarnya dalam radius200 meter, 2 siklus dengan interval 1 minggu (siklus 1 untuk mematikannyamuk Ae. aegypti yang ada dan siklus II untuk mematikan nyamuk Ae.aegypti pada siklus 1 belum menjadi nyamuk atau masih berstadium pupa),penyuluhan
dan
penggerakan
masyarakat
untuk
Pemberantasan
SarangNyamuk. b. Bila ditemukan penderita tetapi tidak ditemukan jentik, dilakukanpenggerakan masyarakat PSN dan penyuluhan. c. Bila tidak ditemukan penderita dan tidak ditemukan jentik dilakukanpenyuluhan terhadap masyarakat.Penanggulangan lain yang dilakukan di desa/kelurahan rawan dilaksanakanoleh petugas kesehatan dibantu masyarakat untuk mencegah terjadinya KLB danmembatasi penyebaran penyakit ke wilayah lain. Jenis kegiatan disesuaikandengan stratifikasi daerah rawan sebagai berikut (Soegijanto, 2004). 1.
Desa/kelurahan rawan I (endemis) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhir setiaptahun terjangkit DBD maka dilakukan:
Universitas Sumatera Utara
a. Penyemprotan massal sebelum musim penularan, yaitu penyemprotan yangdilakukan di sebagian atau di seluruh wilayah Desa/Kelurahan rawan Isebelum masa penularan untuk membatasi penularan dan mencegah KLB. b. Pemeriksaan jentik berkala di rumah dan di tempat umum yaitu pemeriksaantempat-tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. Aegypti yang dilakukan di rumah dan tempat umum secara teratur sekurang-kurangnyatiga bulan sekali untuk mengetahui populasi jentik nyamuk penularDBD dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ). c. Penyuluhan pada masyarakat. 2.
Desa/kelurahan
rawan
II
(sporadis)
yaitu
apabila
dalam
tiga
tahun
terakhirterjangkit DBD tetapi tidak setiap tahun maka dilakukan: a.
Pemeriksaan jentik berkala.
b.
Penyuluhan pada masyarakat.
3. Desa/Kelurahan rawan III (potensial) yaitu apabila dalam tiga tahun terakhirtidak pernah terjangkit penyakit DBD tetapi penduduknya padat, mempunyaihubungan transportasi yang ramai dengan wilayah lain dan persentase ditemukanjentik lebih dari 5%, maka dilakukan: a. Pemeriksaan
Jentik
Berkala
di
rumah
dan
tempat
umum
akan
tetapipemeriksaan di rumah di lakukan jika ada Desa/Kelurahan rawan I atau IIdi kecamatan yang sama. b.
Penyuluhan kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
4. Desa/Kelurahan bebas yaitu desa/kelurahan yang tidak pernah terjangkit DBD,dan ketinggian lebih dari 1000 meter dari permukaan laut atau yangketinggiannya kurang dari 1000 meter tetapi persentase rumah yang ditemukanjentik kurang dari 5% maka dilakukan: a. Pemeriksaan jentik berkala di tempat umum. b. Penyuluhan kepada masyarakat. 2.5.2. Penataan Lingkungan Penataan lingkungan meliputi berbagai perubahan yang menyangkutupaya pencegahan atau mengurangi perkembangbiakan vektor sehinggamengurangi kontak antara vektor dengan manusia adalah dengan melakukanpemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasitempat perkembangbiakan buatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Pencegahan perkembangbiakan nyamuk penyebab DBD adalah dengancara modifikasi lingkungan yaitu (Depkes RI, 2003). 1. Perbaikan saluran air: apabila aliran sumber air tidak memadai dan hanyatersedia sedikit, maka harus diperhatikan kondisi penyimpanan air tersebutpada berbagai jenis wadah karena hal tersebut dapat meningkatkanperkembangbiakan Ae.aegypti. 2. Talang air/tangki air bawah tanah atau sumber air bawah tanah anti nyamuk:perindukan jentik Ae.aegyptitermasuk di talang air/tangki air bawah tanahbangunan dari batu (masonary), saluran pipa air, maka strukturnya
Universitas Sumatera Utara
harusdibuat anti nyamuk.Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2003). a.
Mengeringkan
instalasi
penampungan
air:
genangan
air/kebocoran
di
ruangberdinding batu, pipa penyaluran, katup, katup pintu air, kotak keran hidran,meteran air dan lain-lain, akan dapat menampung air dan menjadi tempatperindukan jentik Ae.aegyptibila tidak dirawat. b. Tempat
penampungan
utamaperkembangbiakan
air
di
Ae.
lingkungan
aegyptisebagian
rumah
tangga:
sumber
besar
adalah
wadah-
wadahpenampungan air untuk keperluan rumah tangga, termasuk wadah darikeramik, tanah liat dan bak semen, galon dan wadah-wadah yang lebih kecilsebagai penampungan air bersih atau hujan. Wadah penampungan air harusditutup dengan penutup rapat atau kasa. c. Vas
bunga dan
Ae.aegyptiyang
perangkap
banyak
semut:
dijumpai.
merupakan
Semua
harus
sumberperkembangbiakan dilubangisebagai
lubang
pengeringan.Untuk vas bunga dapat diberi campuran pasir danair.Jambangan bunga dari kuningan, bukan merupakan tempat perindukanlarva yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai pengganti wadah dari kaca.Perangkap semut dapat dibubuhi garam atau minyak. d. Diwadah tertentu lainnya: alat pendingin air, wadah kondensasi air di bawah kulkas, dan pendingin ruangan harus secara teratur diperiksa, dikeringkan dandibersihkan.
Universitas Sumatera Utara
e. Pembuangan sampah padat: sampah padat seperti kaleng, botol, ember atausejenisnya yang tersebar di sekitar rumah harus dipindahkan dan dikuburdi dalam tanah. f. Pembuangan ban: ban bekas merupakan tempat perkembangbiakan utamaAedes. Ban dapat didaur ulang untuk menghasilkan barang-barang. g. Mengisi lubang pagar: pagar atau pembatas pagar yang terbuat dari tanamanberlubang seperti bambu harus dipotong pada ruasnya dan pagar beton harusdipenuhi
dengan
pasir,
pecahan
gelas,
atau
semen
untuk
mengurangiperindukan Aedes. h. Botol, kaca dan kaleng, semuanya merupakan wadah penampung air yangharus dikubur di dalam tanah atau dihancurkan dan didaur-ulang untukkeperluan industri.Pengawasan kualitas lingkungan adalah cara pemberantasan vektor DBDmelalui pengawasan kebersihan lingkungan oleh masyarakat. Cara ini bertujuanuntuk menghilangkan tempat perindukan nyamuk Ae.aegyptidari daerahpemukiman
penduduk.
Kegiatan
yang
dilakukan
adalah:
(1)
Pengawasankebersihan lingkungan disetiap rumah termasuk sekolah, tempattempat umum(TTU) dan tempat-tempat industri (TTI) oleh masyarakat seminggu sekali, (2)Penyuluhan kebersihan lingkungan dan penggerakan masyarakat dalamkebersihan lingkungan dan melaluigotong royong secara berkala, (3) Pemantauan kualitas menggunakan indikator kebersihan dan indeks vektor DBD (Chahaya, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.6.Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai ( DAS ) secara umum didefenisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi ( punggung bukit ) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur harta serta mengalirkannya melalui anak – anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.Ritonga ( 2001 ) mendefinisikan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) sebagai suatu kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan menghasilkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai yang bermuara ke danau atau laut. Suatu Daerah Aliran Sungai ( DAS ) adalah kumpulan dari sub DAS yang lebih kecil dengan ukuran maupun bentuk DAS yang berbeda dengan yang lainnya. Menurut Suwardji ( 2007 ), Daerah Aliran Sungai ( DAS ) adalah hamparan pada permukaan bumi yang dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai kearah lembah di hilir. DAS oleh karenanya merupakan satu kesatuan sumberdaya darat tempat manusia beraktivitas untuk mendapatkan manfaat darinya. Agar manfaat DAS dapat diproleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik – baiknya. Batasan–batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (
Universitas Sumatera Utara
debit ), dan curah hujan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transportsedimen serta material terlarut dalam sistem aliran sungai.Dengan perkataan lain, ekosistem DAS bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilr mempunyai keterkaitan bifisik melalui daur hidrologi. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang di kelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kualitas air, kemampuan menyalurkan air dan ketinggian muka air tanah serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelolah untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketingian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Dari uraian diatas secara umum dapat dipahami bahwa pengelolaan kawasan sungai merupakan pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, yang dapat
Universitas Sumatera Utara
pulih (renewable) seperti air, tanah, dan vegetasi dalam sebuah kawasan sungai dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan kawasan sungai, agar dapat menghasilkan hasil air ( water yield ) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan dan msyarakat yaitu air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi dan sebagainya. Namun dalam perkembangan permasalahan selanjutnya ternyata penyebab kerusakan sumberdaya air menyangkut berbagai tatanan kehidupan manusia dan pembangunan yang sanagat kompleks. Sehingga semua aktors dan kegiatan pembangunan dalam satuan kawasan sungai bersangkutan, bahkan keterkaitannya antara kawasan sungai satu dengan lainnya, harusah menjadi kesatuan dalam sistem pembangunan daerah bersangkutan. Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah dan air sehingga mempu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia. Selain itu, pengelolaan DAS dipahami sebagai satu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Manan ( 1978 ) seperti yang dikutip Ritonga ( 2001 ), ada 5 butir perkembangan masyarakat sejalan dengan konsep pengelolaan DAS ( Daerah Aliran Sungai ) yaitu : 1. Pengetahuan manusia yang terus bertambah tentang siklus hidrologi dan perananya. 2. Pertambahan penduduk yang pesat hingga mengakibatkan tekanan terhadap kebutuhan tanah dan air. 3. Meningkatnya kebutuhan air, disebabkan kemajuan teknologi dan meningkatnya taraf hidup masyarakat. 4. Timbulnya masalah kekurangan air, banjir, erosi, pencemaran, dll. 5. Perencana mulai mengakui DAS sebagai unit terbaik untuk tujuan manajemen sumberdaya alam (Budiharso, 2008). Untuk mewujudkan daerah aliran sungai yang baik dan sehat diperlukan adanya pengelolaan terpadu. Salah satu konsep pengelolaan terpadu daerah aliran sungai yang dianggap penting adalah peran serta masyarakat dalam pelestarian daerah aliran sungai. Permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan daerah aliran sungai antara lain : (1) masih tumpang tindihnya peraturan antar sektor misalnya, (2) perbedaan visi, misi, persepsi dan tujuan antar stakeholder, (3) ego sektoral, (4) tidak adanya rencana induk pengelolaan sebagai rujukan, (5) penggunaan lahan tidak sesuai peruntukan, (6) tidak adanya sistem pengelolaan informasi terpadu, (7) kurangnya
Universitas Sumatera Utara
peran serta msyarakat dalam mengaplikasikan teknik–teknik konservasi sumberdaya dan rendahnya kondisi sosial ekonomi, dan (8) keterbatasan dana dalam pelaksanaan konservasi, rehabilitasi lahan, pemeliharaan sarana dan prasarana pengairan. Sistem pengelolaan daerah aliran sungai terdiri atas : 1. Perencanaan, dalam bentuk pola rencana jangka panjang, rencana teknik lapangan dalam jangka menengah untuk 5 tahun dan rencana tahunan. 2. Pelaksanaan, dalam bentuk kegiatan yakni pengaturan pemanfaatan lahan, konservasi tanah dan air dan untuk peningkatan peran serta masyarkat. 3.
Monitoring dan evaluasi, dilakukan baik pada kegiatan proyek di lapangan maupun sasaran program pengelolaan daerah aliran sungai secara umum. Agar pengelolaan daerah aliran sungai dapat dilakukan secara optimal, maka
perlu dilibatkan seluruh stakeholders dan direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan daerah aliran sungai sebagai suatu unit pengelolaan. Pelaksanaan yang ditunjang oleh peraturan perundangan dan sistem pendanaan yang memungkinkan mekanisme kerjasama yang baik antar stakeholders, antar sektor dan adanya pembagian biaya dan keuntungan antar bagian hulu dengan bagaian hilir. Ini berarti aspek kelembagaan dalam pengelolaan darah aliran sungai sangat penting untuk ditata (Respitory.ac.id, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.7.Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai sebagai bagian dari pembangunan wilayah sampai saat ini menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait, antara lain ditunjukkan dengan masih belum adanya keterpaduan antar sektor, antar instansi dan antar daerah serta partisipasi masyarakat yang belum optimal dalam pengelolaan DAS yang berujung pada kerusakan DAS yang semakin mengkhawatirkan. Budiharso ( 2008 ), mengemukakan DAS merupakan sumberdaya darat yang sangat kompleks dan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai peruntukan. Dalam pengelolaannya, DAS hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan sumberdaya darat. Sehingga pengelolaan DAS yang bijak hendaklah didasarkan pada hubungan antar kebutuhan manusia dan ketersediaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Perubahan kualitas dan kuantitas air sungai akibat perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap resiko penyakit bawaan air terhadap penduduk yang tinggal di sepanjang sungai DAS, dari hulu sampai ke hilir. Perkembangan kegiatan masyarakat yang tidak diikuti dengan pembangunan fasilitas pengolahan air limbah yang memadai akan menyebabkan memburuknya kualitas air sungai untuk keperuntukan sumber air minum, budidaya ikan air tawar, pertanian dan pariwisata. Degradasi kondisi DAS ditandai dengan semakin seringnya terjadi peristiwa banjir, tanah longsor dan kekeringan diakibatkan oleh pesatnya pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
sumberdaya alam yang kurang terkoordinasi, telah menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Kecendrungan tersebut semakin meningkat pada era otonomi daerah, menimbulkan kerugian nasional yang sangat besar berupa kerusakan infrastruktur sosial ekonomi, rusaknya berbagai asset pembangunan dan pada gilirannya menyebabkan terganggunya tata kehidupan msyarakat.Disisi lain, tidak bisa dipungkiri dalam konteks kebijakan makro, lebih–lebih kecenderungan ini meningkat pada era ekonomi daerah, pengelolaan sumberdaya alam pada DAS lebih diorientasikan pada peran perkembangan ekonomi dan mengabaikan wawasan lingkungan. Akibatnya kerusakan lingkungan yang seharusnya tidak terjadi malah menimbulkan kerusakan hutan dan lahan yang cukup parah pada daerah hulu dan semakin meluasnya daerah kritis. Sementara itu, terjadinya pertambahan penduduk dan meningkatkan berbagai aktivitas ekonomi dan sosial, telah menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan terhadap kualitas lingkungan. Kebutuhan terhadap lahan untuk menampung segala aktivitas semakin bertambah dan eksploitasi kekayaan alam semakin meningkat, kualitas dan kelanjutan sumberdaya air pada gilirannya menyebabkan langkanya air pada beberapa daerah tempat dalam kawasan DAS (Budiharso, 2008). Pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteran manusia. Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu
Universitas Sumatera Utara
proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun teknis, beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan perkembangan ekonomi dan sosial sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan daerah, dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga solusinya. Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja. Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu. Salah satu persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu sungai yang
Universitas Sumatera Utara
biasanya berada pada suatu kabupaten tertentu dan melewati beberapa kabupaten serta daerah hilirnya berada di kabupaten lainnya. Oleh karena itu, daerah–daerah yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu sistem terintegrasi, serta menjdi tanggung jawab bersama. Pada dasarnya pengelolaan DAS merupakan upaya manusia untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya air bagi manusia secara berkelanjutan. Hasil–hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa peran serta masyarakat terhadap pengelolaan DAS belum optimal. Meskipun keberadaan DAS secara hukum formal tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1970 tentang perencanaan hutan, akan tetapi pengelolaan DAS belum memberikan penyelesaian yang menyeluruh atas konflik–konflik yang timbul sebagai konsekuensi dari tekanan pertumbuhan populasi dan ekonomi dengan usaha–usaha perlindungan lingkungan. Hal ini ditambah dengan belum jelasnya tata ruang secara menyeluruh juga telah menambah beban atas berbagai konflik kepentingan. Konflik DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan saat ini belum dihubungkan dengan pembangunan dalam arti luas. Hingga saat ini belum ada kelembagaan utuh atau forum tentang pengelolaan DAS yang benar-benar mempunyai aksi nyata di lapangan. Masih banyaknya kasus pembuangan limbah padat ke sungai menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya tentang arti penting DAS sebagai sumber air bersih bagi masyarakat. Karena itu masih diperlukan kampanye penyadaran dan pendidikan tentang pentingnya penyelamatan dan
Universitas Sumatera Utara
pelestarian DAS.Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa ini tidak mungkin hanya didasarkan kepada satu atau beberapa undang-undang yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh menyeluruh yang terdiri dari pembuangan air limbah, daerah tangkapan air, sumber sumber air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahpisahkan.Pada kenyataannya, masih banyak muara bahkan disepanjang DAS tersebut terdapat timbunan sampah yang sangat menganggu baik dalam hal nilai estetika maupun dalam lingkup kesehatan masyarakat yang berada disepanjang DAS. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kualitas air sungai khususnya khususnya sungai. Hal ini disebabkan antara lain karena : a. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam memahami arti pentingnya sungai sebagai sumber kehidupan. b. Belum adanya peraturan yang tegas mengenai kompensasi bagi masyarakat maupun pelaku ekonomi yang berada disepanjang DAS yang membuang sampah di DAS c. Kurangnya keberadaan / ketersediaan TPS bagi masyarakat yang berada di DAS.
2.8 Landasan Teori Teori segitiga epidemiologi menjelaskan bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan lingkungan (environment) yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sector lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu
Universitas Sumatera Utara
maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga dengan kejadian penyakit DBD yang berhubungan dengan lingkungan. Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Ae.aegyptinamun dapat juga ditularkan oleh nyamuk Ae.albopictustetapi peranannya dalam penyebaran penyakit ini sangat kecil sekali, karena nyamuk ini biasanya hidup di kebun-kebun (Depkes RI, 2004). Pada prinsipnya kejadian penyakit yang digambarkan sebagai segitiga epidemiologi menggambarkan hubungan tiga komponen penyebab penyakit, yaitu penjamu, agen dan lingkunan seperti gambar 2.2 berikut : AGENT
VGV NN VEKTOR HOST
ENVIRONMENT
Gambar 2.2. Model klasik kausal segitiga epidemiologi
Sumber : CDC, 2002 Gordis, 2000; Gerstman, 1998 ; Mausner dan Kramer,1985 dalam Murti (2003). Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen. Perubahan pada satu komponen akan mengubah ketiga komponen lainnya, dengan akibat menaikan atau menurunkan kejadian penyakit. Komponen untuk terjadinya penyakit DBD yaitu : (1). Agent
Universitas Sumatera Utara
Agent penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus dengue yang termasuk kelompok B,Arthropoda Borne Virus (arboviroses).Anggota dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang ditularkan oleh nyamuk Ae.aegyptidan juga nyamuk Ae.albopictusyang merupakan vektor infeksi DBD. (2). Host (Penjamu) Pejamu adalah manusia atau organisme yang rentan oleh pengaruh agent. (3). Environment (Lingkungan) Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang bukan bagian dari agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent penjamu (Budiarto dan anggraeni, 2001).Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi lingkungan permukiman (sampah, air bersih, spal dan jamban). Berdasarkan konsep penyebab penyakit menurut (Budiarto dan anggraeni, 2001) bahwa penyakit disebabkan olehagent, penjamu (host) dan lingkungan (environment), maka pendekatan yang cocok untuk mengetahui penyebab penyakit adalah model segitiga Epidemiologi (Triangle epidemiologi) yang dimodifikasi sedemikian rupa dalam bentuk kerangka teori seperti pada gambar 2.3 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Habitat tempat berkembang biak nyamuk • Lingkungan luar rumah - Sampah - SPAL • Lingkungan dalam rumah - Tempat istirahat/berkem bangbiaknya nyamuk (TPA, Pencahayaan dan Kelembaban) - Kemudahan nyamuk Masuk kerumah (Ventilasi)
Lingkungan kondusif nyamuk
Kepadatan nyamuk
Kontak dengan nyamuk meningkat
Manusia terinfeksi virus DBD
Kejadian DBD Gambar 2.3. Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Konsep Berdasarkan
landasan
teori
maka
peneliti
merumuskan
kerangka
konseppenelitian sebagai berikut :
Lingkungan Pemukiman • Lingkungan luar rumah: 1. Sampah 2. Saluran pembuangan air limbah 3. Tempat perindukan nyamuk • Lingkungan dalam rumah: 1. Sarana air bersih 2. Pencahayaan 3. Ventilasi 4. Kelembaban
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara