7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengerian Sanitasi Dasar Sanitasi dasar adalah sanitasi yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia.Adapun upaya sanitasi dasar meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran (jamban), Saluran pembuangan air limbah,dan sarana tempat pembuangan sampah (Azwar, 1995). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Sanitasi Lingkungan dalam usaha kesehatan masyarakat adalah bagian dari kesehatan masyarakat yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk mengadakan atau menguasai faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan yang ditujukan untuk (i) Sanitasi air, (ii) Sanitasi makanan, (iii) Sistem pembuangan tinja, (iv) Sanitasi udara, (v) Pengendalian vector, (vi). Hygiene rumah, tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan sebagai dampak yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang ditularkan dari lingkungan yang tidak sehat (Syahbana, 2003).
7 Universitas Sumatera Utara
8 2.2. Pengertian Hygiene Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi kebersihan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). 2.3 Kesehatan Masyarakat Kesehatan sangat didambakan oleh setiap manusia dengan tidak membedakan status sosial maupun usia. Masyarakat hendaknya menyadari bahwa kesehatan adalah sumber dari kesenangan, kenikmatan dan kebahagian. Untuk mempertahankan kesehatan yang baik maka kita harus mencegah banyaknya ancaman yang akan mengganggu kesehatan kita. Ancaman lainnya terhadap kesehatan adalah pembuangan tinja (faeces dan urina) yang tidak menurut aturan. Buang Air Besar (BAB) di sembarangan tempat itu berbahaya. Karena itu akan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit melalui lalat,udara dan air,(Winaryanto, 2009). 2.4 Jamban, dan Kotoran Manusia Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap keluarga. Pembuangan kotoran yang baik harus dibuang kedalam tempat penampungan kotoran yang disebut jamban. Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkan (Soeparman S, 2003).
Universitas Sumatera Utara
9 Menurut Josep Soemardji (1999) arti pembuangan tinja adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia mengganggu estetika. Berarti jamban keluarga sangat berguna bagi kehidupan manusia, karena jamban dapat mencegah berkembangnya bermacam penyakit yang disebabkan oleh kotoran yang tidak dikelola dengan baik. Jamban atau sarana pembuangan kotoran yang memenuhi syarat adalah upaya penyehatan lingkungan pemukinan. Sarana jamban yang tidak saniter berperan terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Kotoran manusia atau tinja ialah bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia untuk berkontak karena sifatnya yang menimbulkan kesan jijik pada setiap orang dan bau yang sangat menyengat (Soeparman, 2002). 2.5. Dampak Tinja bagi Kesehatan Manusia Kualitas tinja seseorang dipengaruhi oleh keadaan setempat, selain faktor fisiologis, juga budaya dan kepercayaan. Ada perbedaan dari isi tinja yang dihasilkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Isi dan komposisi tinja tergantung dari beberapa faktor yaitu diet, iklim dan status kesehatan (Sukarni, 1994). Tinja manusia ialah buangan padat yang kotor dan bau juga media penularan penyakit bagi masyarakat. Kotoran manusia mengandung organisme pathogen yang dibawa air, makanan, lalat menjadi penyakit seperti: Salmonella, vibriokolera, amuba, virus,cacing, disentri, poliomyelitis, ascariasis, dll. Kotoran mengandung agen penyebab infeksi untuk saluran pencernaan (warsito, 1996). Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia digolongkan yaitu : (1). Infeksi cacing seperti schitosomiasis, ascariasis, ankilotosomi
Universitas Sumatera Utara
10 sis. (2). Penyakit infeksi oleh virus seperti Hepatitis infektiosa (3). Penyakit Enteric atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun. Kaitan antara pembuangan tinja manusia dengan status kesehatan masyarakat menimbulkan akibat langsung dan tidak langsung. Akibat langsung dapat mengurangi incidence penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja seperti kolera, disentri, typus dll. Akibat tidak langsung dari pembuangan tinja manusia yang berkaitan dengan komponen
sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi
hygiene lingkungan . Oleh karena itu ini akan mempengaruhi pencemaran tinja
manusia pada sumber air minum penduduk ( Kusnoputranto, 1995). 2.6. Skema rantai Penularan Penyakit oleh Tinja Manusia merupakan sumber penting dari penyakit, penyakit infeksi yang ditularkan oleh tinja merupakan salah satu penyebab penyakit. Gambar.2.1 Gambar rantai penularan penyakit
Tangan Tinja
Air Lalat
Sakit Makanan dan Minuman
Tanah
Penjamu (Host) Mati
Sumber : Kesehatan Lingkungan,Haryoto Kusnoputanto (1986)
Gambar rantai penularan penyakit diatas menunjukkan banyak jalan penyakit mencari sumber baru. Penyakit yang ditularkan tinja manusia bisa menyebebkan kelemahan karena manusia sebagai reservoir dari penyakit yang dapat menurunkan produktifitas kerja. Penyakit yang disebabkan oleh tinja perlu dilakukan tindakan pencegahan agar
Universitas Sumatera Utara
11 penyakit menggunakan rintangan sanitasi dan mengisolasi tinja dengan jamban yang saniter. Hambatan sanitasi ini mencegah kontaminasi tinja sebagai sumber infeksi pada air,tangan dan serangga,(Soemardji, 1999). 2.7 Syarat-syarat Jamban Sehat Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Tidak mencemari sumber air sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum. 2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus. 3. Cukup luas dan landai/miring kearah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah disekitarnya. 4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya. 5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna. 6. Cukup penerangan 7.Lantai kedap air 8. Ventilasi cukup baik 9. Tersedia air dan alat pembersih (Depkes RI, 2004). Menurut Arifin dan Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu : 1. Tidak mencemari air a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahkan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester. b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.
Universitas Sumatera Utara
12 c. Letak
lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air
kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur. 2.
Tidak mencemari tanah permukaan Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
3.
Bebas dari serangga a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah. b.
menjadi
Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat sarang nyamuk.
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bias menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya. d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung 4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh air. c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran.
Universitas Sumatera Utara
13 d. Lantai jamban harus kedap air permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan secara periodik. 5. Aman digunakan oleh pemakainya Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain. 6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya. a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring kearah saluran lubang kotoran. b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran kotoran karena menyumbat saluran. c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh. 7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan a. Jamban harus berdinding dan berpintu b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainnya terhindar dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010). Menurut Ehlers dkk dalam Enjang (2000), syarat-syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah: a. Tidak mengotori tanah permukaan b. Tidak mengotori air permukaan c. Tidak mengotori air dalam tanah d. Tempat kotoran tidak boleh terbuka e. Jamban terlindung dari penglihatan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
14 Menurut Enjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat kesehatan yaitu harus memiliki: a. Rumah Jamban Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari pengaruh sekitarnya. Baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika. Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga. b. Lantai jamban Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya juga disesuai kan dengan bentuk rumah jamban. c. Slab (tempat kaki berpijak waktu sipemakai jongkok). d. Closet (lubang tempat faeces masuk). e. Pit (sumur penampungan faeces) Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja Gambar 2.2 : Syarat Jamban Sehat
Universitas Sumatera Utara
15
Sumber : www.kimkan Sugihwaras.com
Agar syarat-syarat gambar diatas terpenuhi, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, terlindungi dari panas dan hujan, serangga, binatang dan terlindungi dari pandangan orang (privasi). 2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat atau tempat berpijak yang kuat. 3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan dan tidak menimbulkan bau. 4. Jamban harus berada 10 – 15 m dari sumur atau sumber air tanah. Penentuan jarak tergantung pada :
Universitas Sumatera Utara
16 a. Keadaan daerah atau lereng b. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam. c. Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat atau kapur. 2.8 Jenis-jenis Jamban Keluarga Gambar 2.3 Jenis-jenis jamban Jamban Leher Angsa
Jamban Cemplung
Jamban Plesengan
Sumber : http://kesehatan lingkungan.blogspot.com
1. Jamban Cemplung ( Pit Latrine ) Jamban cemplung ini banyak di pedesaan tetapi kurang sempurna, misalnya tanpa ada rumah jamban. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk kejamban dan tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah yang dalamnya sekitar 1,5 – 3 meter (Mashuri, 1994).
2. Jamban Cemplung berventilasi Jamban ini mirip dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap yaitu memakai ventilasi pipa yang terbuat dari bahan bamboo untuk pertukaran udara.
Universitas Sumatera Utara
17 3. Jamban Empang Jamban ini dibangun diatas empang. Bedanya disini terjadi daur ulang, yakni tinja dapat langsung dimakan ikan. ikan dimakan orang, lalu orang mengeluarkan tinja, dan seterusnya. Jamban ini berfungsi mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja, juga menambah ptotein bagi nelayan penghasil ikan (Kumoro, 1998). 4. Jamban pupuk (compost privy) Jamban ini seperti kakus cemplung, dan lebih dangkal galiannya, fungsinya membuang kotoran, sampah dan daun-daunan (Kusnoputranto, 1995). 1. Mula-mula membuat jamban cemplung biasa 2. Lapisan bawah sendiri ditaruh sampah daun-daunan 3. Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran hewan setiap hari. 4. Setelah 20 inchi, ditutup dedaunan sampah, dan diberi kotoran sampai penuh. 5. Setelah penuh ditimbun tanah, dan dibuat jamban baru. 6. Lebih kurang 6 bulan digunakan pupuk tanaman baru. 5. Jamban Plesengan Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak dibuat persis diatas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunnya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin. 2.9 Jamban keluarga di pedesaan Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di Indonesia pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
Universitas Sumatera Utara
18 `1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban bermacam cara pembuangan kotorannya. a. Jamban cubluk,bila kotoran dibuang ketanah. b. Jamban empang, bila kotoran dialirkan keempang atau kolam. 2. Jamban dengan leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara : a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung diatas lubang galian penampungan kotoran. b. Tempat jongkok dan leher angsa tidak berada langsung diatas lubang galian penampungan kotoran atau pemasangan slab dan bowl tapi dibangun terpisah dan dihubungkan oleh satu saluran yang miring kedalam lubang galian penampungan kotoran (warsito, 1996). 2.10 Sanitasi Pembuangan Tinja Ditinjau dari kesehatan lingkungan membuang kotoran ke sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara yang menimbulkan bau. Dalam peningkatan sanitasi jamban, kita harus mengetahui persyaratan pembuangan tinja. Adapun
bagian-bagian
dari
sanitasi
pembuangan
tinja
adalah
sebagai
berikut
(Kumoro, 1998).
1. Rumah Kakus Melihat fungsinya sebagai sarana pelindung bagi pemakai, maka rumah kakus sebaiknya terlindung dari pandangan orang, gangguan cuaca dan keamanan. 2. Lantai Kakus Melihat fungsinya sebagai sarana penahan atau tempat pemakai lantai kakus harus baik, kuat, mudah dibersihkan, dan tidak menyerap air.
Universitas Sumatera Utara
19 3. Tempat Duduk Tempat duduk kakus merupakan tempat penampungan tinja, maka kondisinya harus memenuhi konstruksi yang kuat dan mudah dibersihkan dan juga bisa mengisolir rumah kakus menjadi tempat pembuangan tinja, serta berbentuk leher angsa atau memakai tutup yang mudah diangkat. 4. Lubang jamban Lubang jamban merupakan tempat keluarnya gas-gas yang ditimbulkan oleh penguraian tinja. 5. Kecukupan Air Bersih Untuk menjaga kebersihan jamban kecukupan air bersih sangat perlu diperhatikan, jamban sebaiknya disiram dengan air minimal 4-5 gayung sampai kotoran tidak mengapung di lubang jamban atau closet. Tujuannya menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban tetap bersih, selain itu kotoran tidak dihinggapi serangga sehingga mencegah penyakit menular. 6. Alat Pembersih Alat pembersih meliputi sikat, bros, sapu, tissu dan lainnya. Tujuan alat pembersih ini agar jamban tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3 hari sekali meliputi kebersihan lantai agar tidak berlumut, tempat jongkok tidak licin, dan lubang tempat penampung tinja.
Universitas Sumatera Utara
20 7. Tempat Penampungan Tinja Penampungan tinja yaitu lubang isolasi serta tempat proses penguraian tinja dan stabilisasi serta menurut sifatnya bisa berbentuk lubang tanah atau tangki dalam berbagai modifikasi. 8. Septic tank Septic tank terdiri dari tangki sedimentasi yang kedap air, tinja dan air buangan mengalami dekomposisi. Di dalam tangki ini tinja akan berada selama beberapa hari dan mengalami proses biologis dan kimiawi (Simanjuntak, 1999). a. Metode Pembuangan Tinja Manusia Menurut Atika ( 2012 ) terdapat beberapa cara/metode pembuangan tinja manusia, yaitu : 2.11.1 Unsewered Areas Merupakan suatu cara pembuangan tinja yang tidak menggunakan saluran air dan tempat pengelolaan air kotor. Terdapat beberapa cara antara lain : a.
Service Type Merupakan metode pengumpulan tinja yang terbuat dari ember khusus
yang
diangkut ke TPA dan diletakkan
masyarakat
yang
pada lubang yang dangkal.Contoh
menggunkan tipe ini adalah masyarakat Bantul pada zaman
dahulu. b. Non Service Type (Sanitary Latrines) Terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan : 1) Bore Hole Latrine
Universitas Sumatera Utara
21 Yaitu tipe dengan membuat lubang dengan dibor kemudian ditutup dengan tanah, berdiameter 30-40 cm dan dengan kedalaman 4-8 m. Tipe ini memeliki keuntungan dan kerugian masing-masing, diantaranya : a. Keuntungan : 1.
Tidak memerlukan pembersihan setiap hari untukmemindahkan tinja.
2.
Memiliki lubang yang gelap dan tidak cocok bagi lalat untuk berkembangbiak.
3.
Tidak menimbulkan pencemaran air.
b. Kekurangan : 1.
Lubang tersebut cepat penuh karena kapasitasnya kecil.
2.
Alat khusus yang digunakan untuk menggali lubang tidak selalu
tersedia. Gambar 2.4 Bore Hole Latrine
Sumber : atika satriagarini.blogspot.com
2) Over Hung Latrine (buang tinja di kolam ikan ) Over Hung Latrineadalah metode pembungan tinja yang langsung di buang ke kolam ikan, dimana ikan pada kolam tersebut merupakan ikan pemakan tinja yakni ikan lele.
Universitas Sumatera Utara
22 Gambar 2.5 Over Hung Latrine
Sumber : atika satriagarini.blogspot.com
3)
Dug well Latrine
Merupakan pengembangan dari Bore Hole Latrine. Bila lubang telah penuh, lubang baru dapat dibuat lagi. Gambar 2.6 Dug Well Laterine
Sumber : atika satriagarini.blogspot.com
Universitas Sumatera Utara
23 4) Water Seal Latrine ( WC leher angsa ) Jamban jenis ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya : a)
Memenuhi syarat estetika
b)
Tidak menimbulkan bau
c)
Aman untuk anak-anak
d)
Mencegah kontak dengan lalat Gambar 2.7 Water Seal Laterine
Sumber : Stifical.com
5. Bucket Latrine (pispot) Bucket Latrine (pispot) adalah jamban yang menggunakan ember sebagai penampung tinja, dan nantinya tinja yang terkumpul pada ember penampung akan dikumpulkan pada suatu lubang yang akan ditimbun dan akan menjadi kompos.
Universitas Sumatera Utara
24 Gambar 2.8 Bucket Laterine (pispot)
Sumber : atika satriagarini.blogspot.com
Bucket latrine memiliki dua tipe yakni bucket latrine (pispot) dan bucket latrine septic tank. Bucket latrine septic tank adalah jamban yang digunakan masyarakat Belawan yang pada dasarnya memiliki sistem kerja yang sama, akan tetapi yang membedakannya adalah pada bucket latrine septic tank terjadi proses dekomposisi seperti pada septic tank, sehingga tangki penampung pada bucket latrine septic tank dapat menampung tinja lebih banyak. Tinja yang sudah penuh pada tangki penampung akan diangkut dan akan ditimbun untuk dilakukan proses komposting (I Wash, 2012). 6) Trench Latrine ( buang tinja di sungai ) Trench latrine adalah proses pembuangan tinja yang dilakukan tanpa ada leher angsa dan septic tank, melainkan hanya saluran langsung yang dialirkan ke sungai.
Universitas Sumatera Utara
25 Gambar: 2.9 Trench Latrine
Sumber : wedc.iboro.ac.uk/knowledge/ing-lib-lies.html
7) Septictank Merupakan cara yang efektif untuk pembuangan tinja rumah tangga yang memiliki air yang mencukupi tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem limbah penyaluran masyarakat. Cara ini memiliki keuntungan dan kerugian, diantaranya : a. Keuntungannya adalah memudahkan proses dekomposisi oleh bakteri. b. Kerugian : 1.Penggunaan desinfektan/air sabun berlebihan dapat membunuh bakteri dalam septictank. 2.Endapan lumpur yang menumpuk dapat mengurangi kapasitas septictank. Gambar 2.10 Septictank
Sumber: karia- design-com
Universitas Sumatera Utara
26 8) Aqua Privy (Cubluk Berair ) Merupakan bangunan kedap air yang diisi air seperti septic tank. Digunakan pada daerah padat penghuni. Gambar .2.11 Aqua Privy
Sumber : atika satriagarini.blog.spot
9) Chemical Closet Banyak digunakan dalam sarana transportasi, misal kereta api dan pesawat terbang.Kloset ini berisi cairan desinfektan seperti soda abu dan KOH. Gambar. 2.12 Chemical Closet
Sumber : en.wikipedia.org/wiki/chemical.toilet
10. Latrines Suitable for camps and temporary use Merupakan jenis jamban
yang
dipakai untuk kebutuhan sementara,
seperti perkemahan dan pengungsian.
Universitas Sumatera Utara
27 Gambar.2.13 Latrines Suitable for camps tempory use
Sumber : en.wikipedia.org/wiki/latrine
2.11.2 Sewered Areas Merupakan suatu cara pembuangan tinja dan air limbah dari rumah, kawasan industri dan perdagangan dilakukan melalui jaringan bawah tanah. Dalam memilih jamban yang tepat untuk digunakan disuatu daerah, perlu diperhatikan kondisi geografi daerah tersebut. Kondisi geografis yang berbeda-beda membuat penggunaan jamban di masing-masing daerah juga berbeda. Adapun cara memilih pembangunan jamban yang tepat adalah sebagai berikut: 1. Jamban Cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air’ 2. Jamban tangki/leher angsa untuk daerah yang cukup air dan padat penduduk karena dapat menggunakan multiple latrine yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran tinja 3-5 jamban). 3. Sedangkan untuk daerah pasang surut tempat penampungan tinja hendaknya ditinggikan kurang lebih 60 cm dari permukaan air pasang.
Universitas Sumatera Utara
28 Ditinjau dari segi pemilihan konstruksi pembuangan ada beberapa hal perlu diperhatikan antara lain (Kumoro, 1998) a. Keadaan tanah,seperti susunan,kemiringan,dan permukaan tanah. b. Kedaan sosial ekonomi, dan pengetahuan masyarakat. 2.12
Pemeliharaan Jamban Agar jamban tidak menjadi sumber penyakit, jamban sebaiknya dipelihara
dengan baik dengan cara (Depkes, 2004): 1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering 2. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih 3. Tidak ada genangan air disekitar jamban 4. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa 5. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat 6. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban 7. Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki Dalam pemeliharan jamban keluarga, partisipasi keluarga sangat dibutuhkan agar jambantidak menjadi sumber penyakit bagi anggota keluarga dan orang disekitar. Upaya penggunaan jamban berdampak besar bagi penurunan resiko penularan penyakit. Beberapa hal harus diperhatikan keluarga : 1. Jamban keluarga berfungsi dengan baik dan dipakai semua anggota keluarga. 2. Siram jamban dengan air setiap menggunakan jamban. 3. Bersihkan jamban dengan alat pembersih minimal 2-3 kali seminggu.
Universitas Sumatera Utara
29 4. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak buang air besar ditempat yang dekat dengan rumah, lebih kurang 10 meter dari sumber air, atau di kebun tempat bermain anak dengan menggali tanah dan menutupnya kembali, lalu dibersihkan, jangan biarkan kotoran menempel dianus anak, dan hindari tanpa alas kaki. Bantu anak buang air besar di tempat bersih dan mudah dijangkau anak, bersihkan jamban bila anak buang air besar dan cuci tangannya dengan sabun(Purwanto, 2001 ). 2.13
Pengertian Tinja Tinja atau kotoran manusia adalah semua zat atau benda yang tidak dipakai
lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces) air seni (urine) dan CO2 sebagai hasil proses pernafasan. Pembuangan kotoran manusia didalam buku ini dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urine, yang pada umumnya disebut jamban atau kakus (Soekidjo, 2003). 2.13.1. Tinja dan Hubungannya dengan Kesehatan Lingkungan Masalah tinja dan limbah cair berhubungan erat dengan masalah lingkungan hidup dan masalah kesehatan masyarakat. Masalah yang ada dapat dieliminasi, ditekan, atau dikurangi apabila faktor penyebab masalah dikurangi derajat kandungannya, dijauhkan atau dipisahkan dari kontak manusia. Pembuangan tinja dan limbah cair lainnya yang saniter merupakan salah satu kegiatan dalam rangka penyehatan lingkungan (Soeparman.S, 2003).
Universitas Sumatera Utara
30 Upaya
kesehatan
lingkungan
ditujukan
untuk
mewujudkan
kualitas
lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain: a. limbah cair; b. limbah padat; c. limbah gas; d. sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah; e. binatang pembawa penyakit; f. zat kimia yang berbahaya; g. kebisingan yang melebihi ambang batas; h. radiasi sinar pengion dan non pengion; i. air yang tercemar; j. udara yang tercemar; dan k. makanan yang terkontaminasi (Depkes RI, 2009). dari spesies yaitu : Escherichia coli dan Escherichia hermanii. Escherichia coli merupakan bakteri yang berbentuk batang pendek (kokobasil) gram negatif, tidak
Universitas Sumatera Utara
31 berkapsul, umumnya mempunyai fimbiria dan bersifat motile. Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μm dan lebar 1,1 -1,5 μm, tersusun tunggal, berpasangan dengan flagella peritikus (Supardi, 1999). Escherichia coli mempunyai antigen O, H dan K. Pada saat ini telah ditemukan : 150 tipe antige O, 90 tipe antigenK dan 50 tipe antigen H. Antigen K dibedakan lagi berdasarkan sifat-sifat fisiknya menjadi 3 tipe yaitu : L, A dan B. Escherichia coli memiliki waktu generasi yang cukup singkat yaitu berkisar 15-20 menit (Depkes RI, 1991). 2.13.2 Pengelolaan Tinja Manusia sebagai kelompok adalah kumpulan manusia yang bertempat tinggal di wilayah geografis dengan batas-batas geografis tertentu. Individu dlam kelompok terikat dalam satu hubungan kemasyarakatan yang memiliki norma kelompok yang dimiliki bersama. Masalah pengelolaan tinja pada kelompok ini sering bersifat sangat kompleks. Berbagai penyebab yaitu keterbatasan penyediahan lahan, kepentingan yang berbeda antar individu, faktor sumber daya, faktor fisibilitis pengelolaan dan sebagainya, sangat menentukan keberhasilan pengelolaann tinja manusia sebagai kelompok ini (Soeparman.S, 2003). Pengelolaan tinja dari manusia sebagai kelompok biasanya dilakukan secara kolektif dengan menggunakan jamban umum (Public latrine). Dalam hal ini, perencanaan, pembangunan, penggunaan, serta pemeliharaan sarana itu merupakan tanggung jawab kelompok individu yang bersangkutan. Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan penyuluhan,
Universitas Sumatera Utara
32 penyebarluasan informasi, atau kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat. Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit. 2.14 Partisipasi Masyarakat Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat member bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Partisipasi tidak langsung berupa bantuan keuangan, pemikiran, dan materi dari luar. Partisipasi juga berarti sumbangan dana,material, tanah, atau tenaga pada program kegiatan pembangunan. Partisipasi merupakan sikap keterbukaan bagi persepsi dan peran pihak lain. Partisipasi berarti perhatian mendalam mengenai perubahan yang akan dihasilkan suatu program sehubungan dengan kehidupan masyarakat. Menurut Conyers (1994), partisipasi masyarakat berarti terlibat aktif berpartisipasi sebagai perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku. Menurut Delivery (2007) usaha pendekatan partisipasif di Indonesia memunculkan beragam persepsi berbeda tentang arti partisipasi. Persepsi yang ada selama ini yaitu a. Masyarakat melaksanakan kegiatan dari program yang ditetapkan. b. Anggota Masyarakat ikut menghadiri pertemuan. c. Anggota Masyarakat berpatisipasi aktif dalam tahap proses pengambilan keputusan, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program. Menurut Delivery (2007) proses partisipasif berarti masyarakat aktif melakukan kegiatan itu disebut kegiatan pemberdayaan masyarakat. Meskipun berbeda kegiatan, namun dalam melaksanakan kegiatan pada skala waktu, namun semuanya melewati tahap :
Universitas Sumatera Utara
33 a. Sosialisasi : Meski terlibat proses perencanaan, namun semua pihak tahu kegiatan dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan, hal ini dilakukan dengan kunjungan kepihak yang berkepentingan. b. Meningkatkan pemahaman : Jika masyarakat tahu kegiatan, perlu diadakan pertemuan guna membangun persepsi bersama dalam mengkomunikasikan tujuan. Pertemuan informasi ini menjadi program kerja bersama. c. Menyusun Tim Pelaksana : Seseorang melakukan kegiatan dengan alasan berbeda karena pekerjaan lalu berkumpul. Minat berbeda sebagai dasar membentuk tim pelaksana,meliputi staf dan lembaga pemerintah. Bentuk
peran
serta
masyarakat
dapat
berbentuk
format
kemitraan
(stakeholder). Badan perencanaan harus mengembangkan kemitraan masyarakat, meski pendekatan partisipasif memerlukan waktu lama (Mitcehll, 2000). Menurut Magnis (1987), pentingnya pendekatan partisipasif dalam pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan. Kebijakan Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan pendekatan partisipasi sejak dulu, tetapi pengaruhnya sedikit. Meski telah berpengalaman dalam melaksanakan pendekatan partisipasi di Indonesia, tapi hanya sedikit orang yang cukup terampil. Tantangan yang dihadapi Pemerintah Indonesia saat ini adalah merubah system kerja lembaga yang mengatur proyek pelaksanaan pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat dan memberi pengetahuan serta keahlian yang dibutuhkan kepada staf lembaga pemerintah (Salam, 1996). Partisipasi berarti keterlibatan dan peran serta masyarakat (PSM) secara aktif di bidang kesehatan. Keberhasilan program kesehatan ditentukan oleh peran serta
Universitas Sumatera Utara
34 masyarakat. Pelaksanaan kegiatan ini harus berlandaskan prinsip pokok, yaitu mengikutsertakan potensi masyarakat berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. Penyebabnya ada dua faktor,ke (1) : dapat menumbuhkan rasa memiliki dan faktor ke (2) : kelanjutan program kesehatan (Notoatmojo, 1996). Berbagai metode dibuat para ahli berkaitan dengan penggerakan peran serta masyarakat di bidang kesehatan, seperti Participatory Rural Appraisal (PRA). Ada dua hal yang berhubungan dengan ini yaitu: (1), peran serta mereka dalam program kesehatan yang berkaitan dengan aspek social budaya masyarakat. Apalagi pola penggerakan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berbeda di setiap
tempat.
Ke (2), bidang gerak peran serta masyarakat sangat bervariasi sehingga tidak bisa menerapkan suatu pola yang tetap. Maka fungsi petugas kesehatan yaitu meletakkan kerangka
fikirnya,
dan
hasilnya
diserahkan
pada
masyarakat
untuk
mengembangkannya (Notoatmodjo, 1996). Cara mewujudkan peran serta masyarakat dengan mengikuti kaidah manajemen yaitu planning, organizing, actualiting, dan controlling. Untuk peran serta masyarakat lebih bersifat partisipatif diperlukan model manajemen yang bernuansa
peran serta masyarakat. Terutama yang terjadi dimasyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan mereka, agar perencanaan yang muncul berasal dari bawah. (Kusnoputranto, 1995).
Universitas Sumatera Utara
35 2.15 Teori Perilaku Menurut
Benyamin Blum perilaku terdiri dari 3 aspek yaitu : pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan tindakan (psikomotor). Pengetahuan merupakan hasil dari tahun setelah dilakukan penginderaan pada objek yakni dengan indera penglihat an, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa. Sikap merupakan respon seseorang yang
tertutup pada suatu objek. Tindakan diwujudkan dengan sikap menjadi
perbuatan nyata. Realitanya perilaku bisa diartikan sebagai respon seseorang pada rangsangan diluar subyek. Respon ini ada 2 bentuk yaitu: 1. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat dilihat orang lain seperti berfikir, memberi tanggapan,dll. 2. Bentuk aktif adalah bila perilaku itu dapat di observasi secara langsung seperti kebiasaan penduduk membuang sampah sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan, dan sebagainya(Notoatmojo, 2003). 2.15.1. Komponen Perilaku 1. Pengetahuan (Knowledge) Hasil pengetahuan setelah dilakukan penginderaan pada suatu obyek yakni indera penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Ada 6 tingkat pengetahuan : a. Tahu (Know) berarti ingat materi sebelumnya secara benar b. Memahami (comprehension) artinya mampu menjelaskan obyek yang diketahui dan bisa menginterpretasikan materi dengan benar.
Universitas Sumatera Utara
36 c. Aplikasi (apliction) berarti mampu memakai materi yang dipelajari dari situasi sebenarnya. d. Analisis (Analysis) berarti berarti mampu menjabarkan materi pada komponen, tetapi dalam stuktur organisasi masih berkaitan. e. Sintesis (synthesis) berarti mampu menghubungkan bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) berarti mampu menilai materi. (Notoadmojo, 2003). 2. Sikap (attitude) Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Berdasarkan penelitian Junaidi (2002) ada hubungan antara sikap dengan kepemilikan jamban keluarga. 3. Budaya Kebiasaan
masyarakat yang lebih suka memanfaatkan sungai, kolam, atau
tempat lainnya untuk Buang Air Besar (BAB) akan terjadi faktor yang berhubungan dengan ketersediaan jamban keluarga. Masyarakat yang biasa Buang Air Besar (BAB) di sungai sudah turun-temurun sejak dulu dan sudah menjadi budaya akan merasa mendapat karena bisa
kepuasan tersendiri jika
Buang Air Besar (BAB) di sungai,
menikmati pemandangan dan bisa bertemu dengan warga lainnya.
Berdasarkan penelitian penelitian Sutedjo (2003), menyatakan bahwa alasan masyarakat tidak menggunakan jamban enak dan praktis di tegalan, enak disungai dan tidak terbiasa di jamban.
Universitas Sumatera Utara
37 4. Tindakan ( practicee) Notoadmojo (2003), menyatakan bahwa suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Ada 4 tingkatan dari tindakan atau praktek yaitu: 1. Persepsi yaitu memilih objek sesuai tindakan yang diambil. 2. Respon terpimpin mengurutkan yang benar sesuai contoh. 3. Mekanisme (mechanism) yaitu melakukan yang benar agar menjadi kebiasaan. 4. Adaptasi yaitu tindakan berkembang baik atau di modifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan itu. 2.15.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Menurut Hendrik L.Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor yaitu: Faktor Lingkungan, Perilaku Masyarakat, Pelayanan Kesehatan, dan Keturunan. Faktor Lingkungan lebih berpengaruh bagi kesehatan masyarakat karena meupakan hasil dari faktor perilaku (Notoadmojo, 1996). Perilaku manusia adalah suatu proses individu dan masyarakat pada lingkungan sebagai wujud kehidupan, atau keadaan jiwa yang meliputi, emosi, pengetahuan, fikiran, reaksi dan tindakan yang berbentuk karena berpengaruh lingkungan luar. Perilaku individu atau masyarakat berpengaruh pada status kesehatan mereka. Adanya bermacam perilaku manusia dari positif sampai negatif. Pada perilaku yang beragam itu, ada perilaku yang menunjang kesehatan yaitu faktor penyebab masalah kesehatan (Notoadmojo, 1996).
Universitas Sumatera Utara
38 Ada 3 cara merubah perilaku yaitu: 1. Karena Terpaksa Cara ini individu merubah perilakunya karena berharap imbalan, atau pengakuan dari atau pengakuan dari kelompoknya dan terhindar dari hukuinan serta tetap terpelihara hubungan baik dengan menganjurkan perubahan perilaku itu. 2. Karena ingin meniru atau disamakan Cara ini dimana individu ingin merubah perilaku karena ingin disamakan dengan orang lain. 3. Karena menyadari manfaatnya Cara ini merupakan perubahan cukup mendasar, artinya menjadi bagian dari hidupnya, karena itu perubahan melalui cara ini umumnya lestari.(Notoadmojo,1996).
2.16 Pengaruh Perilaku Manusia bagi Kesehatan Menurut teori Lawren Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni: a.
Predisposing factor (Faktor pemudah) Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat tentang
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap
hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berperilaku kesehatan misalnya: pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya orang hamil tidak
Universitas Sumatera Utara
39 boleh disuntik, karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah (Soekidjo, 2003). b.
Enabling factor (Faktor pendukung) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dan lain-lain. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin (Soekidjo, 2003). c.
Reinforcing factor (Faktor pendorong/penguat) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, petugas kesehatan termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat bukannya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh yang dianggap berpengaruh di masyarakat, lebih-lebih petugas kesehatan. Disamping itu, undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil (Soekidjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
40 Selain itu menurut Scord and Backman Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia : 1. Faktor Biologis Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. 2. Faktor Sosiopsikologis Kita dapat mengklasifikasikannya ke dalam tiga komponen.: a. Komponen Afektif Merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis,yakni perilaku sosial dibentuk oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. b. Komponen Kognitif Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. c. Komponen Konatif Adalah aspek yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan dalam bertindak. Adapun beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang yaitu Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain:
Universitas Sumatera Utara
41 a. Jenis Ras Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik saling berbeda satu dengan yang lainnya. Dua kelompok ras terbesar, yaitu: 1.
Ras kulit putih atau ras Kaukasia.
Ciri-ciri fisik : Warna kulit putih, bermata biru, berambut pirang. Perilaku yang dominan : Terbuka, senang akan kemajuan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 2.
Ras kulit hitam atau ras Negroid.
Ciri-ciri fisik : Berkulit hitam, berambut keriting, dan bermata hitam. Perilaku yang dominan : Keramah tamahan, suka gotong royong, tertutup, dan senang dengan upacara ritual. b. Jenis Kelamin Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan. Perilaku pada pria di sebut maskulin sedangkan perilaku wanita di sebut feminim. c. Sifat Fisik Kalau kita amati perilaku individu berbeda-beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.
Universitas Sumatera Utara
42 d. Sifat Kepribadian Salah satu pengertian kepribadian yang dikemukakan oleh Maramis (1999) adalah : “keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya”. e. Bakat Pembawaan Bakat menurut Notoatmodjo (1997) yang mengutip pendapat William B. Micheel (1960) adalah : “kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenal hal tersebut”. Bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan. f. Intelegensi Menurut Terman intelegensi adalah : “kemampuan untuk berfikir abstrak” (Sukardi, 1997). Sedangkan Ebbieghous mendefenisikan intelegensi adalah : “kemampuan untuk membuat kombinasi” (Notoatmodjo, 1997). Dari batasan terebut dapat dikatakan bahwa intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh karena itu, kita kenal ada individu yang intelegen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat dalam mempengaruhi Perilaku.
Universitas Sumatera Utara
43 2.17 Kerangka Konsep
Faktor Pemudah 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Penghasilan 4. Pengetahuan 5. Sikap
Partisipasi Pengadaan Faktor Pendukung
Jamban Keluarga
Ketersediaan Air Bersih
Faktor Pendorong
Kondisi Daerah
Peran petugas Kesehatan
Universitas Sumatera Utara