6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Saluran reproduksi perempuan dibentuk oleh serangkaian peristiwa yang dimulai pada minggu ke empat perkembangan dalam uterus. Peristiwa ini melibatkan pembentukan gonad yang diikuti dengan migrasi sel germinal dari yolk sac ke mesenterium dorsal, pembentukan dan penggabungan duktus Müllerian untuk membentuk korpus uterus, pembentukan mukosa squamous di vagina dan serviks dan serangkaian interaksi epitel-mesenkim di introitus dan daerah genital eksterna untuk membentuk klitoris dan labia. Keberhasilan menyelesaikan urutan perkembangan ini membutuhkan kerjasama dan rangkaian peristiwa lainnya untuk membentuk dinding abdomen, memisahkan rektum dengan sinus urogenital yang memicu diferensiasi urotelial dan perkembangan sempurna rektum dan uretra.13 Peristiwa ini dapat dibagi menjadi empat bagian yang melibatkan perkembangan tonjolan genital, ovarium, uterus dan vagina dan genitalia eksterna. Tiap tahapan ini dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh ekspresi sejumlah faktor transkripsi, integritas kromosom X, perkembangan sel germinal dan sekresi hormon seks. Gabungan dari berbagai faktor ini akhirnya menentukan fenotip organ seksual interna dan eksterna.13 Sistem genitourinari mulai dibentuk pada minggu ke lima gestasi (pasca coitus) dengan terbentuknya tonjolan longitudinal sel mesenkimal undifferentiated
Universitas Sumatera Utara
7
yang meluas bilateral sepanjang mesenteric root. Sel mesenkimal undifferentiated pada daerah ini akan membentuk tonjolan genital dan pada akhirnya membentuk medula ovarium sedangkan epitel coelomic menjadi korteks ovarium dan epitel permukaan ovarium. Perkembangan tonjolan genital dibawah kontrol keluarga gen homeobox, faktor transkripsi, keluarga faktor signaling yang saling berintegrasi untuk perkembangan tonjolan genital.13 Selama perkembangan embrio laki-laki atau perempuan, sebelum perkembangan gonad, sel germinal primordial bermigrasi dari yolk sac ke tonjolan urogenital melalui bagian kaudal hindgut yang terjadi pada minggu ke 3 pasca fertilisasi. Proses migrasi ini sangat tergantung pada jenis kelamin fetus. Sel germinal berukuran besar dan menonjol dan mempunyai sitoplasma yang jernih dan nukleus yang vesicular.1 Sel germinal pada manusia memasuki tonjolan germinal antara minggu ke empat hingga ke enam kehamilan. Jika dijumpai genotip laki-laki yang mengandung daerah gen penentu jenis kelamin (SRY) pada kromosom Y atau pada peristiwa dimana pada genotip XX dengan daerah SRY dijumpai karena peristiwa translokasi, maka embrio akan berkembang menjadi laki-laki. Pada keadaan dimana tidak dijumpai SRY, sel granulosa membentuk satu lapisan yang melapisi oosit primitif. Folikel primordial ini dengan cepat akan menggandakan diri menjadi lebih dari 7 juta sel pada minggu ke 22. Sampai tahapan ini pembelahan berhenti dan populasi sel berkurang hingga lebih dari dua pertiganya saat perempuan dilahirkan dan berkurang kembali 90% saat pubertas sehingga jumlah rata-rata oosit dalam ovarium sekitar 300.000. Pada fetus yang secara fenotip adalah perempuan, gonad dibedakan pada akhir bulan ke dua
Universitas Sumatera Utara
8
karena produksi estradiol dari stroma ovarium. Sel germinal primitif berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi oogonia dan mulai bergeser ke bagian tengah ovarium dan bergerak ke bagian pinggir seiring berjalannya waktu. Oogonia dilapisi oleh satu lapis sel folikular yang berasal dari epitel coelomic yang berasal dari mesonephros, menjadi oosit dan membentuk folikel primordial.13 Perkembangan epitel paling awal pada minggu ke 15. Pada akhir kehamilan bulan ke 7, seluruh sel germinal telah berhenti berproliferasi dan memasuki profase meosis dan berhenti hingga saat ovulasi.12 Sel germinal primordial bukan sel yang undifferentiated. Saat bermigrasi dari yolk sac ke tonjolan gonad, sel ini telah mempunyai potensial perkembangan tertentu.1 Berbeda dengan testis, sel germinal pada ovarium sangat penting bagi perkembangan sel stroma penyokongnya. Pada keadaan sel germinal tidak ada, maka sel prefolikular tidak akan bertahan dan gonadal streak akan menghilang.11 Sel folikular juga berperan penting, jika sel folikular tidak ada, sel germinal ektopik biasanya akan mengalami degenerasi dan menghilang, sehingga kemampuan sel primordial untuk berkembang menjadi oosit sepertinya dipengaruhi oleh lingkungannya bukan hanya kromosomnya. Perkembangan sel germinal mengikuti jaringan somatik gonad dan bukan genotip sel gonad tersebut.1 Sel germinal menujukkan aktivitas proliferasi hebat pada minggu ke 15-20 dengan eksperesi Ki-67 yang tinggi pada korteks dan medula. Bersamaan dengan proliferasi, OCT4 diekspresikan. OCT4 adalah faktor transkripsi
yang
diekspresikan pada awal embriogenesis dan terbukti berperan mempertahankan
Universitas Sumatera Utara
9
viabilitas sel germinal primordial. Pada tahapan ini pulasan dengan OCT4 terutama pada bagian luar ovarium primitif. Pada bagian tengah, secara bertahap populasi oosit yang membesar meningkat secara bertahap dan sel ini menunjukkan pulasan p63 yang kuat pada nukleus. Pada minggu ke 20 hingga kehamilan cukup bulan, persentase sel germinal di bagian perifer yang terpulas dengan OCT4 menurun dengan progresif dan sel germinal menurun jumlahnya, terjadi peningkatan proporsi sel yang menjadi positif p63. Pasca dilahirkan, semua oosit memberikan gambaran pulasan nukleus positif untuk p63.13 Perubahan pola ekspresi pulasan imunohistokimia konsisten dengan peran OCT4 dalam mempertahankan sel germinal melalui fase proliferatif pada trimester pertama dan kedua kehamilan. Faktor yang tidak diketahui menyebabkan kematian sel terprogram pada sebagian besar sel germinal di trimester akhir kehamilan. Dipertahankannya sejumlah sel germinal bersamaan dengan ekspresi p63 yang diekspresikan selama kehidupan oosit di korteks ovarium.12 Mempertahan sel germinal ovarium sangat tergantung pada kromosom X yang utuh. Abnormalitas kromosom X berhubungan dengan atresia folikel yang lebih cepat. Kelainan ini termasuk delesi Xp11, Xq13 dan gen spesifik ZFXA dan DAZLA.13 Bersamaan dengan perkembangan tonjolan genital dan migrasi sel germinal selama perkembangan minggu ke empat pasca konsepsi terjadi invasi dan perluasan saluran epitel coelomic di daerah transisi antara pronephros dan mesonephros untuk membentuk duktus paramesonephros(Müllerian). Duktus
Universitas Sumatera Utara
10
paramesonephros
ke
arah
rostral
terletak
lateral
dari
duktus
mesonephros(Wolffian), ke arah kaudal kedua duktus bertemu saat duktus mesonephros mengarah ke ventrolateral dan bertemu dan bersatu di garis tengah tubuh yang terjadi pada minggu ke 8 kehamilan. Saat ini diketahui bahwa duktus Müllerian berkembang dengan proliferasi aktif epitel dengan menggunakan duktus mesonephros sebagai panduannya. Rangsangan ekstraselular molekul Wnt9b diduga dibutuhkan untuk pemanjangan duktus Müllerian karena panduan duktus mesonephros gagal berkembang pada embrio Wnt9b-/-. Setelah penggabungan kedua duktus di bagian tengah tubuh, kedua duktus menyatu dan membetuk rongga untuk membentuk rongga uterovagina yang nantinya akan membentuk uterus dan sepertiga bagian atas liang vagina. Semakin ke kaudal, vagina akan tetap padat dan bergabung dengan pertumbuhan ke arah dalam endoderm padat untuk membentuk sinus urogenital.13 Perkembangan akhir duktus Müllerian dapat dibagi menjadi tiga fase berbeda. (1) Spesifikasi regional jaringan dan identitas organ, (2) Pembagian dan perluasan kompartemen endometrium dan miometrium, (3) Adenogenesis endometrium. Beberapa keluarga gen homeobox telah diidentifikasi sebagai faktor genetik yang berperan untuk diferensiasi jaringan dan identitas organ sepanjang duktus Müllerian. 13 Otot polos dijumpai pada dinding saluran genital antara 18 dan 20 minggu, walaupun stroma yang membentuk lapisan sirkular dan longitudinal telah lebih dulu terbentuk. Sampai dengan minggu ke 24, bagian otot terbentuk sempurna. Vagina, uterus dan dinding otot tuba terbentuk disekitar duktus Müllerian
Universitas Sumatera Utara
11
sekaligus memisahkan duktus Wolffianyang terletak di bagian luar dinding liang uterus. Kelenjar serviks dijumpai pada 15 minggu. Kelenjar endometrium primitif dijumpai pada 19 minggu tetapi endometrium tidak berkembang secara sempurna bahkan pada bayi cukup bulan sekalipun.1 Sistem reproduksi perempuan terdiri dari dua buah ovarium dan tuba uterina, uterus, vagina dan lapisan luar genitalia (gambar 1).14 Ovarium adalah sepasang organ, bentuk seperti kacang almond dengan berat 3-5 gram dan berukuran 30 x 20 x 10 mm pada perempuan dewasa. Ovarium akan membesar saat kehamilan dan mengecil saat menopause. Permukaan luar ovarium halus sampai saat pubertas sehingga menjadi lebih tidak teratur karena perubahan maturasi dan pecahnya folikel. Pada pemotongan, ovarium menunjukkan permukaan luar yang sempit berwarna putih dan medulla yang lebih lembut, berwarna merah muda abu-abu dan membentuk sebagian besar organ ini (gambar 1).1 Struktur uterus dewasa dan tidak hamil menyerupai bentuk buah pir dengan panjang 8-9 cm1 dengan berat 40-80 gram, ukuran dari cornu ke cornu 5 cm dan anteroposterior 2.5 cm.15 Ukuran ini akan bervariasi seiring perubahan usia, fase menstruasi dan angka paritas.15 Bagian terbesar uterus adalah korpus yang akan dimasuki oleh tuba uterina kanan dan kiri dan bagian superior yang melengkung diantara kedua tuba adalah fundus (gambar 2). Uterus akan menyempit dan berakhir pada struktur silindris atau serviks dengan lumen pada daerah ini yang disebut internal os dan liang serviks.14 Serviks merupakan sepertiga dari panjang uterus ini.1
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar 1. Sistem Reproduksi Perempuan dan Struktur Singkat Ovarium.14 A. Diagram menggambarkan struktur organ interna sistem reproduksi perempuan yang terdiri dari ovarium, tuba uterina, uterus dan vagina. B. Potongan lateral ovarium menggambarkan ovarium dan hubungannya dengan mesenterium, mesovarium dan mesosalfing. C. Gambaran mikroskopis potongan ovarium dapat dilihat korteks dan medulla dengan folikel dengan berbagai ukuran pada korteks. H&E 15x.
Gambar 2. Anatomi Uterus.1
2.2. Histologi Dinding uterus mempunyai tiga lapisan utama. Lapisan luar yang dibentuk oleh lapisan jaringan ikat disebut perimetrium. Lapisan ke dua adalah lapisan miometrium tebal yang mempunyai banyak pembuluh darah dibentuk oleh otot
Universitas Sumatera Utara
13
polos. Lapisan terakhir adalah lapisan mukosa yang dilapisi oleh epitel selapis kolumnar.10 Lapisan endometrium bervariasi ketebalannya anatara 1-5 mm selama berbagai tahapan siklus menstruasi. Miometrium merupakan bagian paling tebal dari uterus dengan ukuran mencapai hingga 20 mm pada perempuan usia reproduksi.15 Miometrium dibentuk oleh kelompokan serat otot polos tersusun dengan pola anyaman keranjang dan lebih padat ke arah endometrium jika dibandingkan dengan ke arah serosa.1 Kumpulan otot polos miometrium dipisahkan oleh jaringan ikat dan banyak pembuluh darah. Kelompokan ini membentuk empat lapisan anyaman otot dengan batas yang tidak jelas. Lapisan pertama dan ke empat disusun oleh serat yang paralel dengan aksis terpanjang uterus dengan bagian tengah tersusun sirkuler dan mempunyai pembuluh darah yang berukuran besar.11 Penggunaan magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan dijumpainya daerah khusus di miometrium yang terletak tepat dibawah endometrium yang disebut sebagai daerah junctional yang secara struktur dan fungsional berbeda dari miometrium di bagian luar. Bagian luar dari otot korpus berkesinambungan dengan bagian luar dari serviks dan lapisan otot dari vagina.1 Rongga dari korpus uteri merata di bagian anteropoterior dan berbentuk seperti perisai saat dilihat dari depan. Lumen menyempit di bagian ujung bawah atau isthmus (juga dikenal sebagai bagian bawah uterus). 1 Endometrium normal mempunyai lapisan mukosa yang dibentuk oleh kelenjar, stroma dan pembuluh darah. Perubahan kelenjar paling mudah diamati pada kondisi patologis di uterus dan kelenjar merupakan bagian yang terutama
Universitas Sumatera Utara
14
dievaluasi saat menentukan aktivitas endometrium dan responnya terhadap lingkungan hormonal. Fungsi dari endometrium adalah menyediakan tempat untuk nidasi sehingga jelas bahwa kelenjar endometrium serta sekresinya mempunyai waktu hidup yang pendek dan bermanfaat untuk nutrisi blastocyst selama 24 jam.1 Lamina propria atau stroma endometrium mengandung serat kolagen tipe III dengan sel fibroblast yang banyak dan ground substance. Permukaannya dilapisi oleh epitel columnar yang mempunyai sel bersilia dan sel sekretori dan sel sekretori akan melapisi kelenjar berbentuk tubular yang mempenetrasi seluruh ketebalan endometrium.13 Endometrium bergabung dengan mukosa tuba uterina pada bagian atas dan pada bagian bawah bergabung dengan epitel endoserviks. Hubungan dengan epitel tuba uterina biasanya tegas, walaupun posisi pastinya dapat bervariasi. Sangat jarang endometrium melapisi beberapa sentimeter tuba kearah lateral kornu. Pada daerah persambungan antara endometrium dengan epitel endoserviks tetapi terdapat peralihan bertahap dari satu tipe mukosa ke tipe mukosa lainnya yang kadang-kadang mencapai 1 cm. Bagian bawah uterus ini yang merupakan isthmus mengandung kelenjar yang merupakan peralihan dari endometrium ke endoserviks. Sering kali kelenjar endometrium dijumpai pada lapisan dalam pelapis endoserviks sehingga terlihat seperti mengelilingi dan membentuk lapisan luar disekitar lapisan dalam. Kelenjar bagian bawah uterus ini tidak menunjukkan morfologi yang disebabkan oleh rangsangan hormon seperti pada fundus sehingga pada jaringan kuretase dari kelenjar pada isthmus tidak menunjukkan aktivitas hormonal. Hal ini sangat penting saat jaringan kuretase hanya berisi kelenjar pada
Universitas Sumatera Utara
15
isthmus. Stroma pada lapisan bawah uterus berbeda dengan yang berada di lapisan endometrium karena lebih banyak mengandung serat dan menunjukkan sel yang secara umum lebih spindle. Kelenjar bisanya rata dan seperti celah dan sel epitel tidak mempunyai lendir. 1 Endometrium dari korpus dan fundus pada umumnya sama dengan hanya sedikit variasi tampilan dari satu daerah dengan daerah lainnya. Lapisan endometrium fungsional berlapis-lapis dan lapisan ini akan semakin terlihat jelas saat siklus menstuasi berlanjut (gambar 3. A). 1 Lapisan basal (stratum basalis) berdekatan dengan miometrium dan dibentuk oleh kelenjar bentuk tubular, kadang-kadang bercabang, dilapisi oleh epitel selapis hingga bertingkat dengan stroma yang lebih basophilic dan padat (gambar 3. B). Epitel kelenjar tidak menunjukkan perbedaan aktivitas sekresi, apapun siklus mentruasinya dan hanya terdapat sedikit atau tidak ada aktivitas mitosis pada kelenjar ataupun stroma. Jika dibandingkan dengan lapisan fungsional maka volume kelenjar lebih sedikit dan stroma terlihat lebih menonjol. Sel stroma juga terlihat lebih menonjol dan sebagian besar dibentuk oleh nukleus spindle dan sitoplasma yang tidak jelas.1 Lapisan fungsional endometrium (stratum functionalis) dibagi menjadi lapisan permukaan yang padat (stratum compactum) dan lapisan lebih dalam yang berongga (stratum spongiosum).1, 16 Perbedaan ini hanya jelas terlihat pada fase sekresi akhir (fase pasca ovulasi atau luteal) (gambar 3. C). Saat itu stratum spongiosum dibentuk oleh kelenjar yang menunjukkan aktivitas sekresi maksimal tetapi stroma relatif tidak responsif yang tidak membentuk respon predesidual
Universitas Sumatera Utara
16
yang baik terpisah dari arteriol spiral. Stroma pada stratum compactum memberikan respon yang bermakna pada rangsangan hormonal dengan reaksi predesidual dan sejumlah besar sel limfosit bergranul. Kelenjar pada lapisan ini tertarik menjadi tipis oleh stroma yang meluas dan menunjukkan aktivitas sekresi yang lebih sedikit. Sangat jelas bahwa mofologi sel stroma dan kelenjar endometrium berfungsi bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan hormonal tetapi juga posisinya di korpus atau bagian bawah uterus dan lokasi vertikal dalam lapisan endometrium.1 Epitel permukaan endometrium berhubungan langsung dengan lapisan kelenjar endometrium dan pada umumnya serupa. Tetapi sel ini kurang menunjukkan perubahan siklis jika dibandingkan
dengan sel kelenjar,
memberikan respon relatif lebih lemah pada hormon steroid dan sering terlihat bersilia. Walaupun dijumpai vakuola subnukleus dan aktivitas mitosis dijumpai, gambaran ini tidak selalu akurat untuk menunjukkan siklus menstruasi.1 Sel kelenjar endometrium mempunyai tiga tipe yaitu sel sekretori, sel bersilia dan sel jernih (gambar 4). Sel sekretori adalah sel terbanyak dan morfologinya bervariasi seiring dengan perubahan siklus menstruasi. Sel bersilia lebih sering dijumpai pada daerah kornu dan ke arah endoserviks dan juga dijumpai pada epitel permukaan. Walaupun sel ini merupakan komponen normal pada endometrium tetapi sel ini lebih jelas dibawah pengaruh estrogen dan menjadi lebih banyak jumlahnya pada keadaan kelebihan estrogen (siklus anovulatori). Sel ini biasanya paling jelas pada jaringan yang terpengaruh estrogen dengan hiperplasia. Jika sel bersilia sangat banyak, maka hal ini harus
Universitas Sumatera Utara
17
dianggap sebagai keadaan normal dan bukan suatu keadaan metaplasia. Sel jernih lebih jarang dijumpai dan dianggap sebagai sel prekursor sel bersilia. Sel ini lebih sering dijumpai pada fase proliferasi dan pada hiperplasia kistik (bentuk jinak).1
Gambar 3. Endometrium Normal. 1 A. Endometrium fase sekretori akhir (hari ke 28). B. Endometrium Normal. Daerah basal. C. Endometrium fase sekretori akhir (hari ke 27). Lapisan endometrium yang bertingkat terlihat jelas.
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 4. Sel kelenjar endometrium. 1 A. Endometrium fase sekretori awal (hari ke 17). B. Epitel bersilia. C. Sel jernih pada epitel kelenjar.
Morfologi sel stroma endometrium sangat bervariasi selama siklus menstruasi. Selama fase proliferatif, sel stroma berukuran kecil dan sebagian padat, dengan nukleus oval, hiperkromatik dan sitoplasma tidak jelas (gambar 5. A). Pada pertengahan fase proliferatif, pada kadar puncak estrogen serum preovulatori, sel stroma dipisahkan oleh peningkatan edema interseluler. Pada akhir fase proliferatif, nukleus menjadi sedikit membesar dan kromatinnya sedikit padat. Stroma menjadi lebih edema di di pertengahan fase sekresi yang mencapai puncak pada hari ke 22 jika siklus menstruasi 28 hari (juga karena disebabkan oleh kadar estrogen), setelah ini sel di statum compactum secara progresif akan mengalami perubahan predesidual, membentuk sel bentuk poligonal dengan
Universitas Sumatera Utara
19
nukleus yang vesicular dan sitoplasma pucat yang banyak dan berbatas tegas (gambar 5. B). Istilah predesidua dan pseudodesidua sering digunakan untuk menggambarkan perubahan morfologi pada sel stroma yang disebabkan oleh kadar progesteron endogen sebelum implantasi dan perubahan stroma karena hormon eksogen yang merangsang endometrium (atau pada tempat ekstopik, seperti peritoneum atau tuba uterina). Istilah desidua dipergunakan untuk perubahan yang terjadi saat kehamilan.1 Perubahan morfologis pada sel ini secara kualitatif sama, bila disebabkan oleh perubahan kadar hormon fisiologis pada pertengahan siklus kedua atau karena kehamilan atau karena progestin sintetik seperti pada kontrasepsi oral, tetapi biasanya terdapat perbedaan kuantitatif baik pada jumlah sitoplasma pada sel stroma atau proporsi sel yang yang mengalami perubahan. Secara umum, perubahan desidua pada kehamilan terjadi secara menyeluruh dan uniform dan pada pasien yang mendapatkan terapi progestin eksogen, sedangkan pada endometrium premenstrual, terdapat proporsi sel yang berbeda yang hanya terjadi minimal atau hanya terjadi secara bagian. Perubahan desidua terlihat jelas pada daerah yang berdekatan dengan arteri spiral, tetapi pada perubahan ini akan terlihat jelas pada fase sekresi dan pada kehamilan, perubahan ini menjadi lebih tersebar. Sel stroma yang berlokasi pada lapisan dalam endometrium, terletak diantara kelenjar aktif di stratum spongiosum hanya menunjukkan perubahan desidua yang minimal atau tidak sama sekali dan tetap tidak jelas terlihat (gambar 5. C). Kadang-kadang dapat dijumpai sel otot polos dalam kumpulan sedikit dapat dijumpai pada stroma endometrium (gambar 5. D). Sel desidua stroma
Universitas Sumatera Utara
20
endometrium bersamaan dengan peningkatan hebat sel limfosit bergranul dan sel natural killer, dan pembentukan matriks protein ekstraseluler termasuk laminin dan fibronectin yang memegang peranan penting saat nidasi.1
1
A. B.
C. D.
Gambar 5. Stroma Endometrium. Stroma endometrium. Fase proliferatif. Aktivitas mitosis stroma (panah) dapat dilihat. Sebagian arteriole spiral dapat dilihat. Stroma endometriun. Fase sekresi akhir (hari ke 27), stratum compactum. Sel stroma menunjukkan perubahn desidua dan mempunyai sitoplasma yang banyak. Limfosit bergranul juga dijumpai. Stroma endometrium. Fase sekresi akhir (hari ke 27), stratum spongiosum. Kelenjar terlihat aktif tetapi sel stroma berukuran kecil tanpa perubahan dseidua. Sel otot polos di stroma endometrium.
Arteri yang memperdarahi endometrium berasal dari dari arteri radial yang berasal dari arteri arkuata di miometrium. Arteri radial bercabang dekat dengan daerah endometrial-miometrial dan membentuk arteri basalis. Saat arteri ini bercabang dan memperdarahi lapisan fungsional hingga ke lapisan permukaan endometrium, maka arteri menjadi arteriole spiral (gambar 6). Arteriole spiral akan memberi respon terhadap perubahan kadar hormon ovarium dan menjadi
Universitas Sumatera Utara
21
lebih menonjol pada pertengahan fase sekretori dibawah pengaruh hormon progesteron. Gambaran seperti kumparan (coiling) lebih menonjol saat edema stroma direabsorbsi karena menstruasi. Pada fase proliferatif, arteriole hanya menunjukkan sedikit coiling dan terbatas pada lapisan fungsional yang lebih dalam. Terdapat anyaman vena yang tidak teratur dengan vena terlihat membentuk seperti danau vena. 1 Sejak pubertas
hingga saat menopause di usia 45-50 tahun, hormon
gonadotropin hipofisis menyebabkan perubahan siklik pada hormon ovarium. Hal ini akan menyebabkan endometrium mengalami modifikasi siklus selama siklus menstruasi. Lama siklus menstruasi bervariasi tetapi rata-rata adalah 28 hari.14
Gambar 6. Arteriol spiral pada fase proliferatif.
1
Siklus endometrium dibagi menjadi dua fase utama yaitu fase proliferasi (preovulasi) dan fase sekresi (pasca ovulasi atau luteal) dan terdapat fase menstruasi dan fase interval. Pembagian siklus ini berdasarkan hormon yang mempengaruhinya dimana pada fase proliferatif, hormon yang sangat berpengaruh adalah hormon estrogen sedangkan pada fase sekresi adalah hormon progesteron.1
Universitas Sumatera Utara
22
Hari pertama menstruasi siklus menstruasi dimulai saat perdarahan menstruasi terjadi. Perdarahan menstruasi mengandung endometrium yang berdegenerasi bercampur dengan darah yang berasal dari pecahnya pembuluh darah. Fase menstruasi berlangsung rata-rata tiga hingga empat hari. Fase selanjutnya adalah fase proliferasi yang bervariasi rata-rata antara 8-10 hari dan fase sekresi dimulai saat ovulasi dan berlangsung selama 14 hari. Perubahan morfologi terjadi secara bertahap dan perubahan yang menandai setiap fase saling tumpang tindih.10 Siklus endometrium normal biasanya didiagnosis berdasarkan gambaran histologis yang paling mirip (misalnya endometrium fase sekresi, hari ke 24)(gambar 7).1
Gambar 7. Gambaran Histologis Utama pada Setiap Fase Siklus Menstruasi. 1
Setiap
ovarium
dilapisi
oleh
selapis
epitel
cuboidal
yang
berkesinambungan dengan mesotelium dan terletak diatas kapsul lapisan jaringan ikat padat yang disebut sebagai tunica albuginea. Kapsul jaringan ikat inilah yang menyebabkan ovarium berwarna putih.11 Lapisan epitel ovarium dikenal sebelumnya sebagai lapisan germinal tetapi lebih tepat jika disebut sebagai lapisan epitel permukaan atau sebagai lapisan serosa. Sel epitel terlihat cuboidal pada
Universitas Sumatera Utara
23
perempuan muda tetapi sel ini menjadi pipih pada perempuan berusia lebih tua. Lapisan epitel ini dapat bervariasi dari selapis epitel yang pipih sampai ke pseudostratified atau epitel columnar pendek yang berlapis dengan pembentukan invaginasi sel yang padat, sarang-sarang, celah dan kista inklusi. Lapisan epitel ini dapat juga membentuk penonjolan keluar seperti papillae yang bervariasi ukuran dan bentuknya. Perubahan ini lebih jarang pada perempuan dewasa tetapi terlihat jelas pada fetus.1 Ovarium dibentuk sebagian besar oleh korteks, suatu daerah yang berisi jaringan stroma jaringan ikat yang sangat seluler dan folikel ovarium dan jika dilihat pada ovarium perempuan dewasa, maka folikel ini bervariasi ukurannya.11 Stroma korteks dibentuk oleh sel yang bentuknya serupa tersusun dalam kelompokan dankadang-kadang dengan pola stroriform (gambar 8). Dari sel stroma inilah timbulnya sel intertitial lutein dan sel theca yang nanti membentuk lapisan luar folikel.1
Gambar 8. Epitel Cuboidal Permukaan Ovarium pada Perimenopause. 1 Epitel ini dipisahkan dari korteks oleh tunica albuginea yang tipis.
Universitas Sumatera Utara
24
Lapisan paling dalam dari ovarium adalah medulla yang mengandung jaringan ikat longgar dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini memasuki ovarium melalui hillum dari mesenterium yang menggantung ovarium. Tidak terdapat batas yang jelas antara korteks dan medulla.12 Pada perempuan muda, pada medulla dijumpai pula folikel yang aktif. Saat perempuan mencapai usia pertengahan maka medulla dibentuk oleh corpora albicantia dan jejaring pembuluh darah dengan dinding yang tebal mengalami hyalinisasi. Setelah menopause stroma korteks mengerut tetapi dapat terjadi juga hiperplasia stroma pasca menopause.1
2.3.Persarafan Uterus dan Ovarium Saraf uterus berasal dari inferior hypogastric plexus, yang terutama membentuk uterovaginal plexus di broad ligament. Uterovaginal plexus beberapa cabangnya turun bersamaan dengan arteri vagina dan cabang lainnya langsung menembus serviks uteri atau naik bersamaan atau dekat dengan arteri uterina di broad ligament. Saraf ke serviks membentuk suatu plexus yang merupakan ganglia paracervical berukuran kecil. Dapat dijumpai ganglion yang berukuran besar yang disebut sebagai uterine cervical ganglion. Saraf naik bersamaan dengan arteri uterina yang memperdarahi corpus uterus, menghubungkannya dengan saraf tuba yang berasal dari inferior hypogastric plexus dan dengan ovarian plexus. Saraf uterus bercabang-cabang di miometrium dan endometrium yang umumnya berjalan bersamaan dengan pembuluh darah.17 Lapisan fungsional
Universitas Sumatera Utara
25
endometrium pada perempuan normal merupakan salah satu jaringan normal di dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak mempunyai persarafan.10 Suplai saraf otonom dan langsung berasal dari plexus ovarium dan inferior hypogastric plexus: Serabut preganglionik simpatis berasal dari saraf torakalis ke 12 dan bagian spinal lumbal pertama, sedangkan akson parasimpatis preganglionik berasal dari ventral sacral spinal root ke dua. Walaupun sudah dicapai kesepakatan tetang jaras ini, tetapi distribusi dan efek fisiologisnya masih belum jelas.17 Saraf autonom pada ovarium berasal dari ovarian plexus yang berasal dari coeliac plexus. Saraf ini berjalan bersama dengan arteri ovarium ke ovarium dan ke tuba uterina. Bagian atas dibentuk oleh cabang dari renal dan oartic plexus sedangkan bagian bawah dibentuk oleh superior dan inferior hypogastric plexus. Saraf dari ovarium mempunyai serabut saraf simpatis aferen dan eferen. Serabut saraf eferen berasal dari bagian spinal spinal torakalis ke 10 dan ke 11.17 Persarafan ovarium yang berasal dari ovarian plexus dibentuk oleh serabut saraf simpatis postganglionic, parasimpatis dan autonom. Tetapi distribusi persarafan ini pada ovarium manusia tidak diketahui dengan pasti. Struktur dalam ovarium yang dipersarafi selain pembuluh darah, masih belum jelas diketahui.17
2.4.Epidemiologi Endometriosis adalah kondisi dimana jaringan endometrium yang terdiri baik epitel kelenjar endometrium dan stroma ditemukan pada lokasi diluar dari rongga uterus. Istilah adenomyosis dan endometriosis dianggap sebagai istilah yang sama
Universitas Sumatera Utara
26
dengan adenomyosis dianggap sebagai endometriosis interna. Tetapi sebenarnya kedua kasus ini berbeda dengan terdapat perbedaan gejala, epidemiologi dan etiologi. Adenomyosis disebabkan oleh invaginasi lapisan basal endometrium yang melapisi rongga uterus ke dinding uterus. Endometriosis pada sebagain besar kasus berasal dari endometrium yang mengalami implantasi di rongga peritoneum setelah aliran balik dari uterus melalui tuba fallopi.1 Endometriosis biasanya berhubungan dengan infertilitas dan nyeri pelvis seperti dysmenorrhea kronis, nyeri saat menstruasi pada abdomen dan pelvis, nyeri punggung, dysuria, dyschezia dan dyspareunia. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1860 oleh seorang dokter patologi von Rokitansky. Walaupun penyakit ini cukup sering dijumpai pada perempuan, seringkali salah didiagnosis, patogenesis yang mendasari penyakit ini belum jelas diketahui dan strategi diagnosis dan penatalaksanaannya masih belum adekuat.3 Endometriosis merupakan kelainan yang umumnya diderita oleh perempuan usia reproduksi. Insiden yang sebenarnya sulit diketahui tetapi sebagian besar laporan memperkirakan angka kejadian 4-13% pada perempuan usia reproduksi, 25-50% pada perempuan infertil, 5-25% pada perempuan dengan nyeri pelvis dan 50% pada remaja dengan nyeri menstruasi yang sulit dikendalikan dan 7% pada perempuan yang dirawat karena massa di pelvis. Untuk menentukan angka insiden yang sebenarnya, diperlukan pemeriksaan diagnostik yang paling sensitif yaitu pemeriksaan laparoscopy pada populasi perempuan premenopause yang tidak diseleksi sebelumnya dan tidak mempunyai gejala klinis. Tentu saja, penelitian dengan desain seperti itu tidak akan pernah dilakukan.1
Universitas Sumatera Utara
27
Angka kejadian endometriosis berhubungan dengan peningkatan usia dan mencapai puncaknya pada usia 40-44 tahun. Jika dibandingkan dengan perempuan berusia 25-29 tahun, maka relative risk untuk perempuan berusia 3034 tahun adalah 2,1, untuk perempuan berusia 35-39 tahun adalah 4,5 dan akhirnya untuk perempuan 40-44 tahun adalah 6,1.1 Walaupun pada laporan awal menunjukkan bahwa pasien berusia akhir 30 tahunan atau awal 40 tahunan, diagnosis saat ini lebih sering pada akhir usia 20 tahunan atau awal 30 tahunan. Perbedaan usia ini disebabkan oleh penggunaan laparoscopy yang semakin luas untuk mendiagnosis infertilitas. Endometriosis juga dijumpai pada perempuan pasca menopause terutama pada perempuan yang mendapatkan terapi hormon. Minoritas yang tidak mendapatkan terapi hormon, mungkin terdapat sumber hormon lainnya yang mempertahankan proses endometriosis. Sebagai contoh, perubahan androgen perifer pada perempuan yang obesitas. 1 Beberapa faktor resiko telah dikenali berhubungan dengan perkembangan endometriosis. Faktor resiko yang dianggap meningkatkan resiko endometriosis adalah peningkatan paparan pada menstruasi, misalnya waktu aliran darah saat menstruasi yang lama atau tingginya volume menstruasi yang mengalir balik pada saat rangsangan estrogen dipertahankan. Kadang-kadang dijumpai perempuan dengan stenosis serviks. Keadaan ini lazim dijumpai pada perempuan yang jarang hamil dan jarang dijumpai pada perempuan multipara. Resiko endometriosis berkurang pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral tetapi resiko tidak berkurang jika metode yang digunakan adalah non hormonal seperti penggunaan
Universitas Sumatera Utara
28
alat kontrasepesi dalam rahim atau diafragma. Resiko akan meningkat setelah penggunaan kontrasepsi oral dihentikan.1 Dahulu diduga terdapat perbedaan ras pada insiden endometriosis tetapi saat ini diketahui bahwa yang lebih bermakna adalah penjarangan kehamilan, tingkat sosioekonomi dan faktor lainnya. Perempuan dengan endometriosis pada umumnya mempunyai angka paritas yang lebih rendah daripada bukan penderita. Hubungan antara endometriosis dan infertilitas merupakan lingkaran setan. Keadaan lingkungan hormon pada perempuan yang tidak hamil memicu terjadinya endometriosis. Saat endometriosis berkembang, maka hal ini menyebabkan
keadaan
infertil
dan
lingkaran
setan
terbentuk.
Pasien
endometriosis biasanya perempuan yang kuat, berpendidikan dan mempunyai karier yang menunda untuk membentuk keluarga.1
2.5.Patogenesis Banyak teori telah diajukan untuk menerangkan histogenesis endometriosis.1 Tetapi penyebab pasti endometriosis masih belum jelas.3 Terdapat sejumlah teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis antara lain teori transplantasi potongan endometrium ke lokasi ektopik1, metaplasia peritoneum celomic multipotensial1, abnormalitas anatomi3, genetik3, lingkungan3 dan perubahan imunitas seluler3. Mekanisme yang paling mudah dipahami, didukung oleh data klinis dan diterima secara umum adalah teori transplantasi potongan endometrium ke lokasi ektopik. Pada saat menstruasi, sebagian hasil menstruasi mengalir ke balik melalui
Universitas Sumatera Utara
29
lumen tuba uterina ke rongga peritoneum. Hasil menstruasi yang kemudian jatuh di dasar pelvis dan implantasi dan saat yang bersamaan membentuk endometrium.1 Teori transplantasi potongan endometrium ke lokasi ektopik juga didukung oleh fakta bahwa perempuan dengan endometriosis mempunyai volume darah menstruasi dan potongan endometrium yang mengalir kembali lebih banyak jika dibandingkan dengan perempuan tanpa endometriosis.3 Patofisiologi ini menjelaskan sebagian besar lokasi tersering endometriosis. Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan aliran balik hasil menstruasi memang terjadi dan merupakan peristiwa yang sering dijumpai. Darah pada rongga pelvis saat menstuasi dijumpai pada 90% perempuan yang di-laparoscopy karena terdapat cairan intraabdomen. 1 Frekuensi lokasi implan endometrium dijumpai pada rongga pelvis dipengaruhi oleh berbagai kondisi khusus yang menyokong asal transplantasi dari produk
menstruasi.
Penelitian
menunjukkan
tempat
paling sering dari
endometriosis adalah tempat dimana aliran menstruasi keluar yaitu dari fimbria tuba. Selain ovarium, ligamen uterosacral merupakan tempat tersering dengan implan berlokasi di dekat ostium tuba. Posisi uterus juga memegang peranan penting. Endometriosis hampir selalu berlokasi di anterior dan hal ini ditemukan jika posisi uterus juga anterior. Endometriosis juga ditemukan di anterior pada pasien dengan uterus anteflexi. Sebaliknya jika uterus pasien retroflexi, maka endometriosis di anterior menjadi jarang. Perkembangan endometriosis sangat tergantung pada hormon ovarium yang berdekatan dengan ostium tuba sehingga sangat wajar jika ovarium juga merupakan tempat tersering endometriosis. 1
Universitas Sumatera Utara
30
Pada
teori
metaplasia
coelomic,
disebutkan
bahwa
pembentukan
endometrioma pada ovarium atau endometriosis rektovaginal disebabkan oleh metaplasia epitel
coelomic
yang kemungkinan
disebabkan
oleh
faktor
lingkungan.3 Pada teori ini, endometriosis timbul pada pelvis dan tempat lainnya oleh metaplasia serosa peritoneum atau strukur yang mirip serosa. Dijumpainya endometriosis pada perempuan muda digunakan untuk sebagai dasar bahwa endometriosis terjadi karena metaplasia.1 Teori ini juga menjelaskan kenapa banyak perempuan mengalami aliran balik menstruasi, tetapi hanya sedikit yang mengalami endometriosis dan dijumpainya endometriosis tanpa menstruasi.3 Abnormalitas anatomi juga dianggap sebagai suatu prekursor terjadinya endometriosis. Vercellini et al menyimpulkan bahwa kedalaman dan volume cavum Douglas berbeda pada perempuan dengan atau tanpa lesi endometriosis yang dalam jika dibandingkan dengan perempuan yang pelvisnya sehat.3 Salah satu teori patogenesis endometriosis yang cukup menjanjikan adalah teori herediter. Endometriosis merupakan suatu kondisi herediter didapati pada penelitian lebih dari 25 tahun yang lalu. Dengan menggunakan analisis hubungan, berbagai grup telah melaporkan gen yang mungkin bertanggung jawab sebagai penyebab. Pada analisis polimorfisme genetik diketahui bahwa kombinasi of polimorfisme CYP1A1 m1 dan delesi GSTM1 null berhubungan erat dengan fenotip endometriosis dimana delesi GSTM1 null berperan penting dalam pewarisannya.3 Faktor lingkungan juga berperan penting pada endometriosis. Pada hewan coba endometriosis, radiasi proton dan dioksin berpotensi pada perkembangan
Universitas Sumatera Utara
31
penyakit ini. Tetapi hingga saat ini tidak dijumpai penelitian epidemiologi yang berhasil menemukan hubungan antara satu kelompok zat kimia tertentu dengan endometriosis, walaupun diduga senyawa mirip estrogen yang terdapat pada lingkungan merupakan penyebabnya.3 Perubahan imunitas seluler, juga merupakan salah satu model patogenesis yang diduga sebagai dasar patogenesis endometriosis dan kurangnya pengawasan imunitas yang adekuat pada daerah peritoneum diduga sebagai dasar timbulnya penyakit. Beberapa molekul yang dianggap bertanggung jawab sebagai penyebab berubahnya imunitas ini adalah haptoglobin dan monocyte chemoattractant protein 1. Beberapa temuan lain yang mendukung etiologi autoimun dari endometriosis adalah fungsi sel B dan sel T yang abnormal, tingginya kadar serum antibodi IgG, IgA dan IgM, dan berkurangnya aktivitas sel natural killer.3
2.6.Gambaran Klinis Sebagian perempuan dengan endometriosis datang berobat dengan keluhan dysmenorrhea, dyspareunia, nyeri pelvis atau infertilitas.1,5 Tetapi, hanya 5% yang memiliki ke empat gejala utama tersebut.1 Diperkirakan 30% perempuan dengan endometriosis infertil.5 Hingga 20% perempuan dengan endometriosis yang mengeluhkan nyeri kronis berulang yang termasuk diantaranya irritable bowel syndrome, intertitial cystitis/ sindroma nyeri vesica urinaria, fibromyalgia dan migrain. Sebelum menegakkan nyeri pelvis sebagai endometriosis, maka penyebab nyeri lainnya seperti kelainan pada usus besar, vesica urinaria, kejiwaan dan kelainan muskuloskeletal harus disingkirkan.2 Sejumlah kecil penderita datang berobat dengan massa di pelvis dan kadang-kadang ascites.
Universitas Sumatera Utara
32
Banyak penderita endometriosis tidak mempunyai gejala apapun.1 Diagnosis endometriosis merupakan masalah utama dalam penatalaksanaan klinis dan hingga saat ini tidak dijumpai cara diagnosis yang sederhana, dapat diandalkan dan non invasif yang dapat digunakan.6 Terlambatnya diagnosis dan penatalaksanaan menyebabkan pasien menderita nyeri selama bertahun-tahun dan meningkatkan resiko infertilitas jika endometriosis tidak diobati.7 Diagnosis defenitif endometriosis adalah dengan laparoscopy untuk mengevaluasi keadaan pelvis yang merupakan pemeriksaan baku emas untuk kelainan ini.5 Keluhan rasa nyeri dan karakteristik nyeri yang dialami pasien tidak berhubungan dengan luasnya penyebaran endometriosis yang sebenarnya dan kenapa hal ini terjadi, tidak diketahui penyebabnya. Perempuan dengan endometriosis yang minimal dapat mengalami rasa nyeri yang cukup bermakna. Sebaliknya seorang pasien dengan penyebaran endometriosis yang luas dapat tidak merasakan gejala apapun. Pada satu penelitian sebanyak 618 perempuan didiagnosis dengan laparoscopy dengan hasil derajat dan dan luasnya endometriosis pelvis tidak sebanding dengan keluhan nyeri yang dialami hanya 40% pasien. Efek biokimiawi dan efek fisik sepertinya lebih berperan daripada lokasi dan perluasan endometriosis. Dijumpainya sel mast yang mengalami degranulasi juga dianggap berperan dalam patogenesis nyeri.1 Mekanisme timbulnya nyeri pada endometriosis merupakan misteri besar. Diduga bahwa serabut saraf yang berada di pelvis menjadi terstimulasi oleh lesi ektopik endometriosis yang melepaskan beberapa zat terutama pada saat menstruasi. Zat yang diduga dilepaskan adalah prostaglandin, bradykinin dan
Universitas Sumatera Utara
33
histamin, tetapi sedikit sekali penelitian yang mempelajari hubungannya dengan nyeri pelvis pada endometriosis.3 Rangsangan nyeri pada serabut saraf sensori ditimbulkan melalui reseptor yang disebut nociceptor. Reseptor ini peka terhadap rangsangan “noxious” yang mungkin merugikan dan mungkin memicu rangsangan terhadap respon refleks. Reseptor ini mengirimkan rangsangan yang memulai rasa nyeri. Rangsang cepat akan berjalan melalui serabut sensoris A-delta bermyelin dan rangsang lebih lambat dan terus menerus berjalan melalui serabut saraf sensoris C tidak bermyelin. Rangsang ini akan diproses melalui dorsal root ganglia dan bagian bawah spinal cord sebelum ditransmisikan sebagai rangsang yang berbeda ke thalamus, suatu sistem limbik yang menerima nyeri dan membentuk respon emosi terhadap nyeri.3 Pada organ visceral, nociceptor cenderung memberikan respon terhadap penekanan berlebihan, peregangan berlebihan, proses inflamasi dan serangkaian zak kimiawi yang merusak. Nociceptor pada lesi endometriosis dan endometrium penderita endometriosis belum sepenuhnya dipelajari, tetapi diketahui bahwa nociceptor pelvik pada organ yang berdekatan distimulasi oleh NGF dan prostaglandin E. Nociceptor ini juga diketahui sangat sensitif terhadap estrogen. Bradikinin, histamin dan interleukin 1 mungkin juga merupakan zat perangsang yang penting. Nociceptor sebenarnya merupakan organela kompleks yang dapat distimulasi, disensitisasi, dihambat atau diregulasi oleh ratusan molekul intrinsik dan ekstrinsik yang berasal dari sel imun seperti sel mast, makrofag dan sel dendritik, neutrofil, sel natural killer, sel plasma dan sel lainnya.3
Universitas Sumatera Utara
34
Hanya terdapat sedikit keraguan bahwa sel imun nanti akan berperan penting pada mekanisme timbulnya nyeri pada endometriosis, baik pada lesi endometriosis ektopik maupun pada uterus. Jumlah makrofag dan fungsinya sangat berubah pada lesi endometriosis ektopik, cairan peritoneum dan endometrium penderita endometriosis. Pada lesi endometriosis ektopik terdapat hubungan langsung antara jumlah makrofag dan kepadatan serabut saraf. Pada endometrium penderita endometriosis dan lesi endometriosis ektopik, didapati juga perubahan jumlah sel dendritik matur dan immature. Sel mast mungkin mempunyai hubungan secara mikroanatomi dan fungsional dengan serabut saraf pada daerah endometrial-miometrial dimana pada penderita endometriosis, sel mast teraktivasi jumlahnya sangat banyak pada sisi miometrium sedangkan pada endometrium jumlahnya sangat sedikit.3
2.7. Distribusi Endometriosis Lokasi terjadinya endometriosis sangat bervariasi. Frekuensinya sangat tergantung kepada apakah diagnosis berdasarkan gejala klinis atau temuan histopatologis, ke dua hal ini sangat berbeda karena diagnosis seringkali tidak dapat
dikonfirmasi
dengan
biopsi
atau
biopsi
tidak
dilakukan
untuk
mengkonfirmasi temuan klinis. Urutan lokasi berdasarkan frekuensi yang semakin menurun, dua tempat endometriosis paling sering adalah ligamen uterosacral dan ovarium. Pada sebagian besar penelitian masing-masing lokasi ini terlibat lebih dari 60% (karena keterlibatan banyak tempat). Lokasi lainnya pada pelvis adalah kantong Douglas, peritoneum pelvis, permukaan uterus dan tuba uterina. Frekuensi endometriosis pada lokasi ini bervariasi antara 5-20%. 1
Universitas Sumatera Utara
35
Karena diagnosis endometriosis sebagian besar berdasarkan temuan klinis, dilakukannya biopsi sangat selektif dan hal ini mempengaruhi temuan secara patologi. Sebagai tambahan, banyak kasus endometriosis merupakan temuan tidak sengaja pada sediaan salphingo-oophorectomy bilateral (dengan atau tanpa histerektomi) yang dilakukan karena alasan yang tidak berhubungan dengan endometriosis. Sehingga sangat berbeda dengan temuan klinis, secara patologi lokasi utama endometriosis adalah ovarium (36%) (tabel 1). Tuba uterina, serosa uterus dan cul-de-sac masing-masing dengan frekuensi 6-14%. Ligamen uterosacral jarang sekali dibiopsi sehingga lokasi ini hanya sekitar 2% dari endometriosis yang didiagnosis secara biopsi.1 Tabel 1. Lokasi Endometriosis Berdasarkan Hasil Biopsi. 1
Location Ovary Fallopian tube Uterine serosa Cul-de-sac Cervix Colon Peritoneum Appendix Broad ligament Pelvis Uterosacral ligament Vagina Abdominal wall Bladder Fibrous tissue Parametrium Rectum Small intestine Other sites (>20)
Frequency 36% 14% 12% 6% 3% 3% 3% 2% 2% 2% 2% 2% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 7%
Sekitar 5-12% pasien mempunyai endometriosis ekstra pelvis yang didiagnosis secara klinis. Usus merupakan lokasi tersering terutama jika terdapat kontak antara organ pelvis. Urutan berdasarkan frekuensi yang semakin menurun
Universitas Sumatera Utara
36
adalah kolon sigmoid (semua lapisan termasuk lamina propria, submukosa, muskularis dan mesenteriumserosa), rectosigmoid, appendix dan ileum. Endometriosis juga diketahui berlokasi di tempat yang jauh seperti otak, tulang, diafragma, jantung dan otot, hati dan saraf presacral.1
2.8.Pemeriksaan Patologi 2.8.1.Gambaran Makroskopis Endometriosis dapat dapat didiagnosis dengan dijumpainya komponen kelenjar endometrium dan stroma pada jaringan pasca operasi. Tampilan keduanya sangat dipengaruhi oleh topografi, usia dari lesi dan usia pasien. 1 Usia deposit endometriosis mempengaruhi tampilan makroskopisnya. Warna yang bervariasi menggambarkan keadaan fungsional deposit. Permukaan yang berwarna kuning kemerahan menggambarkan kerusakan produk darah pada permukaan lokasi yang terlibat yang umumnya dijumpai pada lesi yang baru. Lesi yang berwarna merah menggambarkan bentuk awal dari endometriosis. Endometriosis akan terus berkembang. Lesi berwarna merah ini akan berkembang menjadi kehitaman pada lesi yang lebih lama yang menggambarkan perdarahan yang telah berhenti. Gambaran makroskopis seperti inilah yang sering dijumpai pada jaringan pasca operasi. Beberapa lesi berwarna coklat sampai kuning kecoklatan yang menunjukkan hemosiderin. Lesi ini disebut sebagai bercak cafeau-lait. Lesi yang paling lama atau lesi putih, dapat mengalami fibrosis dan pembentukan
jaringan
parut
dan
warna
ini
mencerminkan
tingkatan
penyembuhan. Tetapi anehnya, pada lesi yang berwarna putih ini, gambaran
Universitas Sumatera Utara
37
endometriosis paling mudah ditemukan secara histopatologis. Hal ini mungkin disebabkan oleh terbungkusnya jaringan endometriosis oleh jaringan fibrosis dan melindunginya dari kerusakan oleh makrofag. Karena lesi biasanya timbul pada waktu yang berbeda, maka berbagai fokus dapat terlihat berbeda satu dengan lainnya. Sangat jarang lesi endometriosis hanya soliter.1 Pada umumnya lesi yang dapat dikenali secara makroskopis adalah lesi seperti lepuh (blister) berukuran 2-3 mm pada permukaan organ. Berwarna merah dan menggambarkan lesi yang sangat vaskular. Lesi kecil berwarna merah merupakan lesi endometriosis yang dijumpai pada 20% perempuan remaja dengan endometriosis. Lesi ini akan menunjukkan tanda perdarahan dan pembentukan jaringan parut yang berulang-ulang. 1 Saat lesi makin berkembang, maka ukurannya semakin besar hingga mencapai 3 mm bahkan 1 cm yang dapat soliter atau dalam kelompok. Saat lesi ini mengalami siklus yang berulang, maka warnanya menjadi lebih gelap yang sebagian besar disebabkan oleh debris intralumen, darah yang sudah lama, stroma yang hemorrhagic, makrofag hemosiderin-laden dan bahkan terdapat jaringan parut. Lesi ini dapat menonjol, berwarna merah kebiruan sampai biru kehitaman yang mirip dengan mullberry atau blueberry (gambar 9. A). Jika lesi ini mengalami fibrosis luas atau membentuk jaringan parut, maka terlihat berkerut.
Universitas Sumatera Utara
38
1
Gambar 9. Gambaran Makroskopis Endometriosis. A. Lesi endometriosis berwarna hitam (mulberry). B. Lesi endometriosis membentuk kista coklat. Lesi ini berukuran besar tetapi belum seluruhnya menggantikan struktur ovarium.
Lesi endometriosis dapat berada di lapisan serosa atau dapat juga pada lapisan lebih dalam dari organ. Pada ovarium, lesi ini membesar selama siklus mentruasi yang terlihat sebagai penonjolan ke korteks dan seiring dengan waktu akan menginvaginasi jaringan ovarium. Pada pemotongan, lesi ini akan membentuk endometrioma yang dinding dan dasar lesi ini sebenarnya dibentuk oleh korteks (serosa) ovarium sehingga disebut sebagai korteks yang terbalik. Warna korteks yang sperti mutiara kadang-kadang masih dapat dikenali. Jaringan yang melapis endometrioma dibentuk oleh jaringan ikat dan mesotelium.1 Pada beberapa tempat, lesi ini menjadi kistik tetapi biasanya kista ini tidak berukuran besar kecuali jika di ovarium. Pada umumnya, dinding kista jarang lebih tebal dari 2 mm dan jaringan endometriosis jarang lebih tebal daripada 1,5 mm. Istilah kista coklat sering digunakan untuk mendiagnosis lesi ini (gambar 9. B). Istilah ini dapat menyesatkan karena setiap kista yang berdarah akan mempunyai gambaran yang sama seperti kista yang berasal dari korpus luteum
Universitas Sumatera Utara
39
yang berdarah, kista folikel yang tidak ruptur sampai suatu adenokarsinoma endometrioid dengan perdarahan dan nekrosis luas. 1 Pada beberapa kasus, gambaran organ yang mengalami endometriosis bisa sangat berubah karena fibrosis dan jaringan parut. Perlengketan dengan struktur sekitarnya biasanya dijumpai dan membentuk dasar untuk perbedaan tahapan perkembangan penyakit ini. 1 Gambaran lain yang mempengaruhi tampilan endmetriosis adalah usia penderita. Perempuan pada usia reproduksi akan mempunyai gambaran lesi yang lazim dijumpai pada endometriosis. Perempuan pasca menopause atau kekurangan sumber rangsangan estrogen akan mempunyai gambaran lesi yang atrofi dengan struktur kelenjar atau stroma atau keduanya hampir menghilang. 1
2.8.2.Gambaran Mikroskopis Lesi endometriosis dibentuk oleh kelenjar endometrium dikelilingi oleh stroma endometrium. Defenisi ini sangat penting dan kedua komponen harus dijumpai
untuk
menghindari
kesalahan
diagnosis.
Biasanya
gambaran
endometriosis mudah untuk dikenali. Pada pengamatan dengan pembesaran rendah, epitel terlihat sebagai lapisan tipis dan gelap yang berbatas tegas dari stroma dibawahnya yang berwarna lebih pucat (gambar 10. A dan B). Permukaan lumen epitel sedikit tidak teratur. Pada pengamatan dengan pembesaran lebih tinggi, epitel dengan ketebalan satu lapis sel dengan tampilan sel endometrium. Sel biasanya tinggi dan columnar dengan nukleus bentuk seperti cerutu dan letak yang teratur. Sitoplasma eosinofilik dan silia biasanya dapat diidentifikasi.
Universitas Sumatera Utara
40
Kelenjar biasanya terlihat relatif tidak aktif dengan hanya sedikit mitosis tetapi aktivitas proliferasi yang florid dan sekresi dapat diamati. 1
Gambar 10. Gambaran Mikroskopis Endometriosis. 1 A. Lesi endometriosis ovarium. Epitel endometrium dengan ketebalan satu sel dan berbatas tegas dan jelas dari lapisan stroma endometrium dibawahnya yang terlihat berbeda dengan parenkim ovarium. B. Endometrioma ovarium.
Stroma biasanya menyerupai stroma normal yang dijumpai pada endometrium dan dibentuk oleh sel bentuk spindle dengan sitoplasma tidak jelas. Dijumpai jaringan retikulin yang lebih halus jika dibandingkan dengan stroma ovarium yang menyokong sel dan hal ini dapat dibuktikan dengan pewarnaan impregnasi perak. Dijumpainya retikulin juga bermanfaat untuk beberapa organ untuk membedakan antara endometriosis dan stroma yang pada keadaan normal biasanya tidak mempunyai retikulin seperti serviks. Berbagai tingkatan desidualisasi sel stroma dapat dijumpai jika fokus endometriosis ini berfungsi seperti siklus normal. Sel dapat menunjukkan gambaran (pseudo) desidua yang berhubungan dengan pemberian progestin eksogen dan selama kehamilan.1 Makrofag kadang-kadang dapat dijumpai dan dapat mengandung sedikit, fokal atau seluruhnya berisi hemosiderin. Sel otot polos dapat berhubungan dengan komponen stroma fokus endometriosis dan sebagian besar tersusun dalam
Universitas Sumatera Utara
41
kelompokan kecil tetapi kadang-kadang dapat membentuk pelapis tidak utuh di sekitar kista kronik di daerah pelvis.1 Komponen epitel dan stroma tidak selalu dapat dikenali dengan baik. Hal ini sesuai dengan karakter potongan endometrium pada debris mentruasi dan karena proses autolisis menghasilkan sel kelenjar atau stroma yang terpisah satu dengan lainnya. Pada endometriosis yang membentuk kista yang biasanya dijumpai pada ovarium, lapisan endometrium dapat dibentuk oleh stroma saja atau kadang-kadang stroma dengan fibrosis atau makrofag hemosiderin-laden, tetapi jika epitel tidak dijumpai, maka diagnosis tidak dapat ditegakkan. Sering sekali epitel tidak terlihat pada awalnya. Pada beberapa kasus dibutuhkan potongan slaid yang lebih banyak sehingga akhirnya dijumpai temuan endometriosis yang karakteristik. Perhatian lebih harus diberikan saat memeriksa sediaan dengan stroma yang mempunyai retakan. Gambaran ini biasanya tidak diperhatikan tetapi seringkali hanya di lokasi inilah epitel dijumpai. Daerah dengan tampilan seperti ini merupakan fokus yang jarang dijumpai dan sangat mudah untuk tidak terdiagnosis apalagi jika tidak lesi ini tidak dievaluasi dengan sungguh-sungguh. Pada praktek sebenarnya, tidak dapat dibuat satu kriteria yang kaku sehingga menyingkirkan kasus endometriosis yang sudah jelas. Kecuali untuk endometriosis ovarium dimana beberapa lesi yang dideskripsikan diatas dapat dianggap sebagai endometriosis, diagnosis endometriosis berdasarkan pemeriksaan klinis laparoscopy atau berdasarkan dijumpainya hanya stroma pada sediaan biopsi umumnya sudah cukup memadai.1
Universitas Sumatera Utara
42
Manifestasi endometriosis yang paling dikenal pada ovarium adalah kista coklat. Secara makroskopis kista berukuran sedang dengan dinding tipis berisi bahan berwarna coklat keunguan, agak padat dan lengket yang mirip dengan coklat. Tampilan ini disebabkan oleh perdarahan ke dalam lumen kista dan diikuti dengan penghancuran pigmen darah. Gambaran mikroskopis dapat memberikan beberapa pola. Pada umumnya, gambaran endometriosis dengan pelapis mukosa dan kelenjar dapat dengan mudah dikenali dan stroma dapat dikenali sebagai stroma endometrium. Batas yang jelas antara stroma endometrium dengan stroma ovarium disekitarnya. Pola ini mudah dikenali. Banyak endometrioma jika berukuran kecil terlihat mempunyai lokasi di permukaan dengan korteks ovarium terletak
dibawah
lapisan
stroma
endometrium.
Pelapis
fibrous
diatas
endometriosis terlihat sebagai penutup yang tumbuh ke dalam permukaan epitel ovarium untuk menutupi implan endometrium. Pelapis fibrous ini melapisi implan endometrium seperti reaksi terhadap benda asing. Hal ini menunjukkan bahwa pada beberapa kasus, endometriosis merupakan implan endometrium pada serosa ovarium.1 Endometriosis kadang-kadang dapat dijumpai pada lapisan serosa uterus atau dibawah dari lapisan serosa. Kesulitan mendiagnosis kasus seperti ini adalah saat pasien juga mengalami adenomyosis. Pada kasus seperti ini, adenomyosis biasanya terbatas pada lapisan dalam miometrium dan terdapat sejumlah besar miometrium yang tidak terlibat diantara kedua kondisi ini.1
Universitas Sumatera Utara
43
2.7.3.Imunohistokimia Kelenjar endometriosis akan menunjukkan fenotip yang sama dengan gambaran endometrium normal. Epitel pada kelenjar endometriosismenunjukkan ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron tetapi ekspresinya akan berkurang jika dibandingkan endometrium normal. Stroma endometrium juga menunjukkan ekspresi reseptor estrogen, reseptor progesteron dan CD 10.18
2.9.Klasifikasi Endometriosis Klasifikasi yang umumnya digunakan saat ini adalah klasifikasi endometriosis yang direvisi tahun 1996 oleh American Society for Reproductive Medicine. Tujuan klasifikasi ini adalah untuk memperkirakan kemungkinan konsepsi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.1 Sampson telah mulai mengklasifikasi endometriosis dalam stadium sejak tahun 1921. Klasifikasi yang ideal harus mampu memperkirakan prognosis penyakit dengan stadium penyakit.19 Klasifikasi dari American Society for Reproductive Medicine membagi endometriosis bukan hanya berdasarkan luasnya penyakit yang meliputi ovarium, tuba fallopi, peritoneum dan cul-de-sac tetapi tingkat keparahan penyakit.1,
19
Penilaian lesi endometriosis pada peritoneum dan ovarium dengan angka yang berhubungan dengan ukuran lesi.20 Klasifikasi ini juga menilai kerusakan yang disebabkan oleh endometriosis yaitu perlekatan pelvis.1,
20
Penilaian perluasan
endometriosis pada organ dan di dalam organ seperti superfisial (<1mm) atau invasif (>5mm). Klasifikasi ini juga menilai lesi unilateral atau bilateral, ukuran
Universitas Sumatera Utara
44
dari endromterioma dan tipe perlekatan (longgar atau padat).1 Keseluruhan penilaian dijumlahkan dalam angka dan diklasifikasikan dalam stadium.1,
20
Stadium 1(endometriosis minimal: 1-5), stadium 2 (endometriosis ringan: 6-15), stadium 3 (endometriosis sedang: 16-40) dan stadium 4 (endometriosis luas:>40).1 Tabel 2. Klasifikasi endometriosis berdasarkan revised American Society for Reproductive Medicine.18, 20
Universitas Sumatera Utara
45
2.10. Diagnosis Banding Walaupun
ditemukannya
kista
coklat
sangat
mengarah
kepada
endometriosis, tetapi hal ini bukan suatu karakteristik diagnostik karena tampilan yang sama dapat dijumpai pada berbagai keadaan dengan perdarahan yang menjadi kista. Gambaran seperti ini dapat ditemukan pada kista korpus luteum, kista folikel atau bahkan kista neoplastik.1 Lesi endometriosis yang lebih sulit untuk diidentifikasi jika epitel endometrium hanya terdiri dari satu lapis sel kuboidal yang tidak jelas atau terdistorsi (gambar 11). Epitel jika mengalami atrofi dapat menyerupai kistadenoma dengan sel yang mirip dengan oxyphil dan saat pengamatan pertama dapat menimbulkan kecurigaan suatu neoplasia. Nukleus biasanya terletak di basal sel tetapi dapat berada di bagian tengah sel dan menunjukkan sedikit pleomorfisme. Perbedaan dengan epitel kistadenoma musinosum biasanya mudah dilakukan walaupun disebutkan bahwa lesi musinosum dapat dijumpai pada endometriosis. Membedakan dengan kistadenoma serosum lebih sulit dilakukan. Dijumpainya stroma endometrium walaupun jumlahnya sedikit sudah cukup untuk menegakkan diagnosis endometriosis. Reaktivitas dengan CD 10 dapat mengkonfirmasi dijumpainya stroma.1 Keseluruhan bentuk kista endometriosis yang diamati secara mikroskopis cenderung lebih tidak teratur daripada epitel kista neoplastik. Pada jaringan yang lebih dalam dari epitel dijumpai lapisan stroma endometrium dengan karakteristik dibentuk oleh sel kecil berwarna gelap dan tersusun rapat. Pada daerah ini dapat dijumpai perdarahan dengan penumpukan makrofag pigment-laden.1
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 11. Gambaran Mikroskopis Epitel Endometrium pada Endometriosis Ovarium. 1 Satu lapis sel kuboidal epitel endometrium pada endometriosis ovarium.
Gambaran pola histologis yang paling jarang dijumpai adalah epitel pelapis kista menghilang dan perdarahan berulang pada stroma ovarium telah menghilangkan gambaran stroma endometrium dan digantikan oleh jaringan fibrosa. Didalam lapisan fibrosa ini, makrofag hemosiderin-laden tersebar dalam kelompokan tidak teratur. Pada banyak kasus kista yang jelas terlihat secara makroskopis sebagai kista coklat dan pada saat pemeriksaan mikroskopis tidak dijumpai gambaran mikroskopis jaringan endometrium, tapi hanya menunjukkan gambaran fibrotik seperti yang disebutkan diatas. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan pengambilan jaringan untuk diperiksa secara histologis karena sel endometrium tersebar tidak merata di dalam dinding endometrium. Dalam keadaan seperti ini, maka diagnosis patologi yang dapat diberikan berupa “gambaran yang dijumpai sesuai dengan endometriosis”. 1 Endometriosis ovarium juga dapat berupa lesi non kistik dan dikenali sebagai kumpulan struktur kelenjar yang tidak teratur di dalam suatu daerah
Universitas Sumatera Utara
47
endometrial stroma. Kadang-kadang dapat dijumpai gambaran peralihan antara kista inklusi serosa dan fokus endometriosis. Tetapi membedakan keduanya sangat sulit. Ovarium yang mengalami endometriosis biasanya dengan perlekatan permukaan dan keadaan ini biasanya bilateral.1
2.11. Penatalaksanaan dan prognosis Penatalaksanaan endometriosis mempunyai dua tujuan utama yaitu mengatasi nyeri dan mengembalikan fertilitas. Penelitian endometriosis beberapa tahun terakhir memberikan pemahaman lebih baik dalam mekanisme terjadinya nyeri di tingkat seluler. Diduga bahwa dilepaskannya mediator inflamasi seperti prostaglandin, bradikinin, interleukin, norepinephrine dan adenosin pada lokasi implan merupakan mediator penting pada keadaan hyperalgesia. Ditambah lagi dijumpainya saraf spesifik pada lesi endometriosis memegang peranan penting pada hyperalgesia. Sepertinya pengobatan terbaru akan didasari oleh molekul target yang
sudah disebutkan. Saat ini obat utama yang digunakan untuk
endometriosis bekerja dengan menekan fungsi ovarium dan membatasi pertumbuhan dan aktivitas endometriosis dan nyeri yang berhubungan dengan endometriosis. Obat yang digunakan dalam pengobatan endometriosis antara lain golongan androgen (danazol), agonis gonadotropin releasing hormone/GnRH (leuprolide, (gestrinone,
leuprolidedepot,burserelin, medroxyprogesterone)
goserelin,
dan
nafarelin),
kontrasepsi
oral
progestagen (kombinasi
oestrogen/progestagen).3
Universitas Sumatera Utara
48
Pengobatan terhadap nyeri pada endometriosis tidak berguna untuk mengatasi infertilitas. Tindakan pembedahan umumnya digunakan untuk mengatasi infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis. Tetapi harus diingat bahwa tindakan bedah juga membuang jaringan sehat ovarium sehingga menurunkan efek pengobatan infertilitas dan meningkatkan resiko terjadinya menopause. Sehingga segala manfaat dan kerugian tindakan bedah harus dievaluasi untuk setiap kasus endometriosis. 3 Endometrioma tanpa penyulit secara klinis adalah kondisi jinak dan eksisi merupakan penatalaksanaan yang dipilih. Tetapi sejumlah tumor jinak, borderline dan ganas berasal dari epitel, stroma dan tumor mixed müllerian dapat djumpai pada endometriosis ovarium. Tumor ganas yang paling sering dijumpai adalah adenokarsinoma endometrioid dan adenokarsinoma clear cell yang ditemukan pada 1% kasus. Walaupun gambaran sitologi atipia yang berat pada endometriosis diduga merupakan prekursor karsinoma, tetapi jika hanya atipia yang dijumpai, maka penatalaksanaan lain selain tindakan bedah tidak dianjurkan dan karsinoma berulang belum pernah dilaporkan.17
2.12. Serabut saraf dan endometriosis Pada sebagian besar pasien endometriosis datang berobat dengan rasa nyeri yang berhubungan dengan menstruasi dan nyeri pelvis saat berhubungan seksual atau dengan gerakan usus. Nyeri pelvis juga dapat timbul pada waktu lainnya walaupun keluhan nyeri yang berat, terus menerus dan nyeri dalam pada pelvis dan punggung bawah dimulai pada pertengahan siklus menstruasi atau pada
Universitas Sumatera Utara
49
fase luteal dan intensitasnya semakin meningkat hingga terjadi perdarahan menstruasi.8 Mekanisme timbulnya nyeri tidak dipahami sepenuhnya walaupun diduga bahwa endometriosis adalah suatu kondisi inflamasi dengan ditemukannya berbagai jenis leukosit pada plak endometriosis dan endometrium normal. Karena itu terdapat potensi untuk produksi lokal molekul perangsang nyeri dalam jaringan ini. Tetapi tidak dijumpai jaras yang jelas atau mekanisme yang mendasari aktivasi saraf sensoris pada endometrium normal dan plak endometriosis.3 Terdapat sejumlah usaha untuk mendiagnosis perempuan dengan endometriosis dan tanpa endometriosis. Beberapa penanda saraf digunakan untuk mengidentifikasi tipe spesifik serabut saraf yang dijumpai pada lapisan endometrium seperti Protein Gene Product (PGP9.5, penanda spesifik untuk serabut saraf bermyelin dan tidak bermyelin), neurofilament (NF, penanda spesifik untuk serabut bermyelin), substance P(SP) dan calcitonin gene related peptide (CGRP) untuk serabut saraf sensoris, vasoactive intestinal polypeptide (VIP, serabut sensorisAδ, sensoris C dan penanda serabut saraf cholinergic), neuropeptida Y (NPY, penanda serabut sensoris Aδ & sensoris C dan serabut saraf adrenergic).4 Dari beberapa penelitian diketahui bahwa serabut saraf tidak bermyelin meningkat kepadatannya pada lapisan fungsional dan basal endometrium perempuan dengan endometriosis, sedangkan pada perempuan tanpa endometriosis tidak dijumpai serabut saraf. Dengan menggunakan PGP9.5, serabut saraf berukuran relatif besar dapat dijumpai pada persambungan
Universitas Sumatera Utara
50
endometrium-myometrium. Hal tidak pernah diamati pada perempuan tanpa endometriosis.3 Tokushige et al menunjukkan bahwa pada lapisan fungsional endometrium perempuan dengan endometriosis terpulas positif dengan PGP9.5 tetapi negatif dengan NF yang merupakan penanda serabut saraf bermyelin. Serabut saraf ini tidak dijumpai pada perempuan tanpa endometriosis. Serabut saraf sensoris tidak bermyelin dijumpai pada lapisan fungsional endometrium pada perempuan dengan endometriosis. Serabut saraf ini tidak pernah dijumpai pada lapisan fungsional endometrium pada perempuan tanpa endometriosis. Pengamatan ini memberikan arahan baru untuk penelitian mekanisme timbulnya nyeri dan pada penanganan nyeri pada endometriosis. Temuan ini juga memberikan potensi untuk mengembangkan teknik diagnostik yang lebih mudah dan tidak invasif untuk diagnosis endometriosis.8 Pada
penelitiannya
Tokushige
et
al
menggunakan
pulasan
imunohistokimia untuk mengidentifikasi serabut saraf tidak bermyelin dengan penanda panneuronal PGP9.5 pada lapisan fungsional endometrium pada 25 sediaan berasal dari kuretase endometrium dan 10 blok berasal dari keseluruhan endometrium (dari sediaan histerektomi) berasal dari perempuan dengan endometriosis yang mengeluhkan dysmenorrhoea dan nyeri (nilai rerata ± SD 10 ± 7/mm2 pada sediaan kuretase dan nilai rerata kepadatan ± SD 11 ± 7/mm2 pada sediaan histerektomi). Tidak dijumpai serabut saraf pada lapisan fungsional endometrium pada sediaan kuretase endometrium maupun sediaan uterus dari histerektomi perempuan tanpa endometriosis (n=47 dan 35).11
Universitas Sumatera Utara
51
Dari penelitian Tokushige et al ini juga dijumpai bahwa terdapat peningkatan kepadatan serabut saraf yang diwarnai dengan PGP9.5 pada lapisan basal endometrium dan di miometrium pada perempuan dengan endometriosis (nilai rerata kepadatan ± SD 18 ± 8/mm2, 3.3 ± 1.2/mm2) jika dibandingkan dengan perempuan tanpa endometriosis (rerata kepadatan ±SD 0/mm2 dan 0.9 ± 0.8/mm2). Banyak serabut saraf kecil tidak bermyelin dan serabut saraf besar bermyelin yang dijumpai pada lapisan basal endometrium perempuan dengan endometriosis tetapi serabut saraf tidak bermyelin jarang ditemukan dan serabut saraf bermyelin tidak pernah ditemukan pada perempuan tanpa endometriosis. Endometrium pada perempuan dengan endometriosis mungkin menghasilkan sejumlah
molekul
pengatur
dengan
efek
neurotropik
(misalnya
faktor
pertumbuhan saraf) untuk memicu pertumbuhan serabut saraf.11 Dalam berbagai penelitian disebutkan bahwa serabut saraf dapat dijumpai pada endometriosis peritoneum, endometrioma ovarium, dan lesi endometriosis dalam.3 Zhang et alpada penelitiannya menunjukkan bahwa serabut saraf yang terpulas dengan PGP9.5 dapat dijumpai pada lesi endometriosis ovarium pada 31.1% perempuan penderita endometriosis di ovarium. PGP9.5 terekspresi paling jelas pada jaringan fibrotik intertitium lesi endometriosis ovarium walaupun stroma pada lesi endometriosis ovarium juga memberikan reaksi positif dengan PGP9.5. Kepadatan serabut saraf yang terpulas dengan PGP9.5 pada lesi endometriosis di ovarium berhubungan dengan gejala nyeri. Nilai rerata kepadatan ± SD serabut saraf yang terpulas PGP9.5 pada lesi endometriosis ovarium pada perempuan dengan dan tanpa nyeri adalah 0.72 ± 1.36/mm2, 0.1 ±
Universitas Sumatera Utara
52
0.25/mm2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mungkin terdapat hubungan antara serabut saraf yang terpulas dengan PGP9.5 pada lesi endometriosis ovarium
dengan
mekanisme timbulnya nyeri
pada perempuan
dengan
endometriosis ovarium.12 Timbulnya serabut saraf pada endometrium dan lesi endometriosis ektopik pada perempuan dengan endometriosis diduga karena terdapat rangsangan yang memicu perkembangan saraf lokal dan NGF diduga sebagai penyebabnya. NGF diekspresikan dengan intensitas kuat pada kelenjar dan stroma lapisan fungsional dan basal endometrium pada perempuan dengan endometriosis, sedangkan pada perempuan tanpa endometriosis nyaris tidak diekspresikan sama sekali. NGF juga diekpresikan
pada
berbagai
lesi
endometriosis
ektopik.
Kemungkinan
neurotrophin lainnya juga berperan.3 NGF akan berinteraksi dengan dua reseptor spesifik yaitu TRK-A (reseptor dengan afinitas tinggi) dan p75 (reseptor dengan afinitas lemah). Reseptor ini nyaris tidak dijumpai pada endometrium normal tetapi keduanya diekspresikan dengan kuat pada serabut saraf dan stroma endometrium penderita endometriosis. Hal yang sama juga dijumpai pada stroma lesi endometriosis ektopik. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa kombinasi sekresi neurotrophin dan reseptornya yang bertambah merupakan penyebab pertumbuhan serabut saraf baru.3
Universitas Sumatera Utara
53
2.13. Protein Gene Product (PGP9.5) PGP9.5 adalah penanda panneuronal yang spesifik untuk serabut saraf bermyelin dan tidak bermyelin.4 Protein ini juga dikenal sebagai ubiquitin Carboxyl-terminal hydroxylase (UCH-L1), merupakan protein sitoplasma 24.8 kDa yang pada awalnya diisolasi pada ekstrak otak. PGP9.5 diekpresikan pada semua sel saraf dan sel neuroendokrin vertebrata. Fungsi dari PGP9.5 pada awalnya tidak diketahui tetapi terbukti mempunyai kesamaan dengan UCH-L1 yang merupakan suatu enzim pada jaringan timus sapi. Gen PGP6.5 berlokasi pada kromosom 4p14.9 PGP9.5 memotong ubiquitin dari protein lainnya dan melindunginya dari proses degradasi oleh enzim protease. Ubiquitin Carboxyl-terminal hydroxylase merupakan kelompok enzim protease thiol penting untuk mengambil kembali ubiquitin yang merupakan suatu peptida dari kompleks polyubiquitin dan produk gen ubiquitin dengan proses cotranslational. Ubiquitin merupakan protein berukuran kecil yang memegang peranan penting dalam identifikasi dan membuang protein yang menjadi sasaran untuk dihancurkan. Modifikasi protein melalui proses ubiquitinisasi atau deubiquitinisasi sangat penting pada berbagai jaras selular termasuk diantaranya pengaturan siklus sel, respon sel terhadap stress dan perbaikan DNA.9 PGP9.5 pada awalnya diidentifikasi pada neuron dan spesifik pada neuron. Tetapi pada pengamatan oleh Thompson et al, protein ini juga diekspresikan pada sel melanosit, sel neuroendokrin seperti pada kelenjar hipofisis anterior, kelenjar sel parafolikular tiroid, sel pancreatic islet dan sel adrenal medula. PGP9.5 juga
Universitas Sumatera Utara
54
diekpresikan
pada sejumlah
jaringan
normal
yang tidak
berasal
dari
neuroektoderm seperti sel otot polos, tubulus distal ginjal, spermatogonia, sel leydig, oosit, melanosit, epitel sekresi prostat, sel duktus ejakulatori, epididimis, sel epitel payudara, sel merkel dan sel fibroblast dermis.9
2.14. Kerangka Konsepsional
Universitas Sumatera Utara