BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metanol
Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol – alkohol lain seperti, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol sedikit larut dalam lemak dan minyak. Titik didih metanol berada pada 64,7oC dengan panas pembentukan (cairan) –239,03 kJ/mol pada suhu 25oC. Metanol mempunyai panas fusi 103 J/g dan panas pembakaran pada 25oC sebesar 22,662 J/g. Tegangan permukaan metanol adalah 22,1 dyne/cm sedangkan panas jenis uapnya pada 25 oC sebesar 1,370 J/(gK) dan panas jenis cairannya pada suhu yang sama adalah 2,533 J/(gK) (Winarso,1998).
Metanol dapat dibuat dari proses penyulingan kayu, gasifikasi batu bara muda dan sintesis gas alam. Sintesis metanol dari gas alam saat ini tekhnologinya di pakai pada pembuatan metanol skala industri di mana di Indonesia sendiri baru ada 2 pabrik yang mengolahnya yaitu kilang metanol Bunyu di Tarakan, Kaltim dengan kapasitas produksi 1000 MT/day dan kilang metanol Kaltim Metanol Industri di Bontang juga di Kaltim dengan kapasitas produksi 2000 MT/day (KMI,1997).
Adapun secara ringkas, tahapan proses pembuatan metanol adalah sebagai berikut (di pakai di kilang KMI Bontang) :
2.2.
Unit 100 – Reforming
Unit ini berfungsi untuk mempersiapkan bahan baku yang masuk menuju reaktor metanol agar sesuai dengan kondisi operasi reaktor metanol tersebut. Pada unit ini terdapat beberapa bagian pula, antara lain:
2.2.1. Desulfurisasi
Tahap desulfurisasi bertujuan menurunkan kandungan sulfur dalam bahan baku gas alam sampai kadar yang diijinkan dalam proses. Proses ini menjadi penting karena katalis yang digunakan pada unit pre-reforming dan sintesis metanol sensitif terhadap keracunan sulfur.
2.2.2. Pre-Reporming
Gas alam setelah keluar dari desulfurizer direaksikan dengan steam superheated, reaksi yang terjadi sebagai berikut: m
CnHm + n H2O ⇌ nCO + ( + n) H2 - panas CO CO
2
+ 3 H2 ⇌ CH4 + H2O + panas + H2O ⇌ CO2 + H2 + panas
2.2.3. Steam Reforming
Reaksi pemecahan metana CH4 + H2O ⇌ CO + 3 H2 – panas Komposisi gas yang keluar selanjutnya ditentukan oleh reaksi kesetimbangan peruraian yang sangat eksotermis. CO + H2O ⇌ CO2 + H2 + panas 2.2.4. Autotermal Reforming Merubah sisa-sisa CH4 dengan steam dan O2 untuk mendapatkan sintesis gas pada rasio stoikiometri yang optimum untuk proses sintesis metanol , di mana reaksi parsial dan sempurna berlangsung sekaligus. Prinsip reaksi kimia meliputi proses penyempurnaan pembakaran metana, oksidasi parsial metana dan reformasi metana. CH4 + 2O2 ⇌ CO2 + 2H2O + panas
CH4 + O2 ⇌ CO + H2 + H2O + panas
CH4 + H2O ⇌ CO + 3H2 - panas 2.3.
CO + H2O ⇌ CO2 + H2 + panas Sintesis Metanol
Gas-gas CO, CO2, dan H2 menjadi CH3OH dan H2O lalu disintesis dalam reaktor dengan tekanan ±80 bar dan menggunakan katalis CuO. Hasil dari sintesis gas di unit
reaktor kemurniannya masih berkisar 70 %, maka dilakukan tahap akhir yaitu destilasi untuk mendapatkan metanol dengan kemurnian tinggi.
Menurut standard International Methanol Producers and Consumer Assocation (IMPCA) kualitas metanol tertinggi adalah grade AA dengan kandungan metanol minimal 99,85 %, dan kandungan etanol maksimal 10 ppm (KMI,1997).
2.4.
Reaktor
Jika tidak ada pertukaran panas yang berlebihan maka reaktor tersebut adalah adiabatik. Jika reaktor beropresi sangat baik antara hubungan termal dengan lingkungan sekitar maka temperatur menjadi konstan. (dalam kedua waktu dan posisi dalam reaktor) dan dengan demikian reaksi yang terjadi didalam reaktor tersebut adalah reaksi isotermal. Waktu yang dihabiskan dalam reaktor oleh setiap volume cairan sama (Westerterp,1963). Reaktor adalah salah satu unit proses yang paling penting dalam proses kimia. Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan pada sebuah reaktor agar dapat berjalan secara optimal antara lain kondisi operasi, reaksi yang terjadi dalam reaktor, jenis reaktor dan katalis yang digunakan pada reaktor. Reaktor ideal berdasarkan kerjanya bisa dibagi menjadi dua macam yaitu reaktor batch dan reaktor alir kontinyu. Reaktor alir kontinyu sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu: Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB) dan Reaktor Alir Pipa (RAP) (KMI,1997).
2.4.1. Reaktor Batch Reaktor batch sering digunakan untuk tingkat produksi kecil dan waktu reaksi yang lama. Reaktor fleksibel dan kondisi reaksi dapat disesuaikan, berguna dalam produksi berbagai bahan kimia yang berbeda. Operasi batch sering ditakutkan dimana fouling atau kontaminasi cepat terjadi didalam reaktor. Biaya investasi reaktor batch termasuk peralatan bantu umum yang relatif rendah. disisi lain, operasi manual diperlukan pengawasan yang relatif luas, sementara operasi otomatis seringkali sulit dan mahal. Berkenaan dengan kapasitas reaktor, telah ditunjukkan pada bagian sebelumnya kapasitas tangki reaktor selalu lebih kecil dibandingkan tabung reaktor (Westerterp,1987). Reaktor batch berdasarkan sifatnya adalah transisi dari sistem tertutup. Sementara reaktor batch dapat menjadi sederhana baik diaduk dalam botol batch temperatur konstan, atau laboratorium reaktor batch skala pabrik. Diamati dari jenis tingkat konsentrasi dapat disimpulkan bahwa percobaan dalam tipe batch, konsetrasi dari reaktan dan produk diukur sebagai fungsi dari waktu. Seperti yang ditunjukan sebelumnya, penggunaan reaktor memungkinkan untuk pengukuran langsung dari laju reaksi. Dikondisi steady state (berada dalam reaktor batch), skala waktu digunakan untuk teknik analitik dan pemisahan reaksi. Selain itu karena banyak contoh dapat menjadi hasil dikondisi yang sama. Meningkatkan akurasi dari data secara dramatis (Tim Dosen Kimia Dasar. 2009).
2.4.2. Reaktor Alir Tangki Berpengaduk Pengukuran langsung harga reaksi untuk reaktor ideal adalah isotermal, tekanan operasi reaktor aliran konstan di kondisi steady state dengan pencampuran yang lengkap diseluruh reaktor sehingga komposisi seragam. Reaksi ideal ini sering disebut reaktor alir tangki berpengaduk atau aliran kontinyu, reaktor tipe ini adalah asumsi bahwa komposisi aliran buangan didalam reaktor terjadi pada komposisi konstan (Davis,2003) 2.4.3. Reaktor Alir Pipa Tipe lain dari reaktor ideal adalah operasi reaktor aliran tubular dengan reaksi isotermal ditekanan konstan dan pada kondisi steady state dengan waktu tinggal yang khusus. Tipe reaktor ini tetap normal karena pipa silinder penampang konstan. Dengan demikian, aliran sebuah pengisi berjalan disepanjang tabung dan campuran sebagai pengisi berjalan lancar di sepanjang tabung. Karena itu diberi nama plug flow reactor (PFR). Asumsi ini tidak ada terjadi pencampuran antara volume cairan dengan elemen radial (aliran normal) atau aksial (arah aliran) yang berdekatan. Artinya setiap elemen volume memasuki reaktor memiliki jarak waktu yang sama karena pertukaran massa tidak pada massa yang lain (Devis,2003). 2.5.
Fixed Bed Reaktor
Merupakan suatu reaktor yang mana katalis berdiam di dalam reaktor bed, didalam reaktor, katalis ditopang oleh suatu struktur penyangga katalis berupa penampang berlubang dengan tambahan lapisan semacam keramik inert balls dengan diameter
bervariasi sesuai dengan ukuran partikel katalis baik disisi terbawah maupun dilapisan teratas bed katalisator. Secara spesifik, fixed bed reaktor yang ada di unit pengolahan minyak bumi dirancang berdasarkan kebutuhan proses. Struktur internal reaktor pun berbeda dari satu dengan lainnya. Karena sifatnya yang sangat spesifik, perancangan reaktor itu sendiri biasanya juga terkait dengan lisensi prosesnya. Hal ini terkait dengan kebutuhan proses, terutama terkait dengan kebutuhan katalis yang sangat spesifik tergantung pada fungsinya masing-masing. Meskipun demikian, secara umum bagian-bagian internal reaktor tetap sama, hanya saja tiap lisensi proses maupun reaktor tersebut memiliki tipe desain masing-masing yang diharapkan mampu mengoptimalkan fungsi dari reaktor tersebut. Bagian utama dari sebuah fixed bed reaktor adalah reaktor vessel, reaktor internal, katalisator, inert balls dan tingkat katalisator. Reaktor vessel merupakan bagian yang menyediakan tempat bagi katalis dan tempat berlangsungnya kontak antara minyak umpan dan katalis yang kemudian terjadi reaksi. Reaktor vessel dirancang dengan dasar perancangan pressure vessel (ASME BPVC Section VIII Division 2). Kunci dari perancangan reaktor vessel ini adalah pemilihan material, tekanan kerja yang diinginkan (allowable working pressure), dimensi dan ketebalan dinding vessel (Howard, 1957). 2.6.
Konversi
Untuk mengurangi efek CO terhadap lingkungan, dibutuhkan usaha memanfaatkan gas tersebut menjadi produk yang berguna. Salah satu alternatif memanfaatkan CO
adalah hidrogenasi katalitik gas CO menjadi metanol. CO dapat dikonversi menjadi metanol. Konversi tersebut dapat ditingkatkan dengan penggunaan katalis yang berperan mempercepat jalannya reaksi dan mengarahkan reaksi sesuai yang diinginkan agar reaksi tetap berlangsung secara konstan. Dilihat dari maafaat cukup bervariasi penggunaan metanol, maka perlu dilakukan pelajaran mengenai konversi gas CO menjadi metanol. Kendala yang dihadapi dalam sintesis metanol melalui reaksi hidrogenasi katalitik CO diantaranya yaitu: a. Kondisi operasi tekanan dan temperatur sintesis metanol relatif tinggi. Hal ini menyebabkan tingginya biaya investasi dan operasional. b. Konversi CO2 dan selektivitas yang rendah sehingga membutuhkan investasi besar untuk mendaur ulang umpan CO2 yang tidak terkonversi. c. Belum ditemukannya katalis yang optimal untuk mengkonversi CO2 dengan selektivitas yang tinggi terhadap metanol. Untuk mengatasi kendala tersebut, harus terfokus pada pengembangan katalis berbasis Cu dan Zn karena kedua komponen tersebut telah dinyatakan aktif dalam sintesis metanol (Zenta,2009). 2.7.
Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat suatu reaksi serta dapat mempertahankan suatu reaksi agar tetap berlangsung secara tetap atau konstan. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi yaitu energi yang dibutuhkan agar partikel
dapat bertumbukan, sehingga kesetimbangan reaksi cepat tercapai. Katalis yang baik dapat menginduksi transformasi molekul-molekul reaktan dengan cepat tanpa mengalami penurunan kualitas yang berarti. Katalis hanya dapat mempercepat tercapainya kesetimbangan reaksi dan tidak dapat menggesernya (Twigg,1970). Katalis yang memiliki fasa yang sama dengan reaktan disebut dengan katalis homogen, sedangkan apabila fasanya berbeda disebut heterogen. Didalam industri katalis memiliki kemampuan kerja bergantung pada tiga karakter yaitu : 1. Aktivitas katalis. Kemampuan katalis untuk mempercepat konversi umpan menjadi produk per satuan berat atau volume katalis pada kondisi tertentu. Aktivitas katalis per satuan volume menjadi hal penting secara ekonomi karena berpengaruh terhadap ukuran dan harga reaktor. Penurunan aktivitas katalis akan menyebabkan konversi reaksi akan turun pada waktu tinggal yang tetap. Umumnya kerusakan katalis (deaktivasi katalis) dibagi menjadi: a. Pengerakan (fouling) Deaktivasi katalis akibat pengerakan, pada umumnya berlangsung cepat. Pengerakan terjadi jika ada zat-zat dalam reaktor terdeposit diatas permukaan katalis dan menutup pori-pori katalis secara fisik. Karbon merupakan bentuk kerak yang paling umum dan bentuk pengerakannya disebut coking. Misalnya pembentukan coke (C) pada reaksi pemecahan hidrokarbon. CH4
C + 2H2
CnHm
nC +
𝑚𝑚 2
H2
Reaksi pembentukan deposit karbon terjadi pada rentan temperatur antara 650800oC. b. Peracunan (poisoning) Deaktivasi katalis akibat peracun, umumnya berlangsung lambat, peracunan disebabkan oleh penyerapan zat kimia. Zat-zat dalam aliran proses ini kemudian menutup atau memodifikasi aktif sintesis pada katalis racun dapat menyebabkan
perubahan
morfologi
permukaan
katalis
baik
melalui
rekonstruksi permukaan maupun relaksasi permukaan. c. Kerusakan (sintering) Deaktivasi katalis yang disebabkan oleh pertumbuhan atau aglomerasi kristal yang akan merubah struktur kimia katalis atau kemampuan kerja optimum katalis. 2. Selektivitas katalis Kemampuan katalis untuk mengarahkan reaksi spesifik untuk menghasilkan produk yang diinginkan sehingga berlangsung reaksi pembentukan produk yang lain dapat dihambat. 3. Umur katalis Periode dimana katalis dapat mempercepat reaksi pada rentang waktu yang telah ditentukan. Umur katalis berkaitan erat dengan aktivitas dan selektivitas. Apabila katalis yang telah mengalami penurunan kekuatan mekanik, aktivitas dan selektivitas yang berakibat penurunan konversi secara drastis maka dikatakan bahwa katalis telah berumur dan harus segera diregenerasi atau diganti (Twigg,1989).
2.8.
Neraca Massa
Neraca massa adalah suatu perhitungan bahan yang masuk dan keluar dalam suatu sistem. Perhitungan ini sangat diperlukan dalam rancangan bangun alat, evaluasi dan efisiensi kerja alat serta kebutuhan bahan baku dari suatu produk. Perhitungan neraca massa berdasarkan hukum kekekalan massa, dimana tidak akan pernah terjadi massa yang hilang, akan tetapi massa yang masuk hanya berubah bentuk, sehingga massa yang masuk selalu sama dengan massa yang keluar. Untuk sebuah sistem yang diamati, neraca massa total dinyatakan sebagai berikut : [Laju Akumulasi Massa] = [Laju Massa Masuk] – [Laju Massa Keluar] 𝑑𝑑𝑑𝑑
�
𝑑𝑑𝑑𝑑
� = mmasuk - mkeluar
…………………………………………………………. 2.1
Pada saat kondisi Sready State (tunak) tercapai laju akumulasi adalah nol. Maka pada kondisi tunak persamaan 2.1 menjadi 0 = 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 - 𝑚𝑚𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘
0 = 𝑚𝑚𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 ………………………………………………………………………. 2.2
Untuk proses yang berjalan steady state (kondisi tunak), laju aliran massa
yang memasuki sistem aliran harus sama dengan yang meninggalkan sistem itu, karena dalam sistem aliran yang berada pada kondisi steady state massa tidak bertambah atau berkurang. Neraca massa berlaku untuk keseluruhan proses atau alat, dan juga untuk bagian proses atau alat tersebut. Oleh karena itu, berlaku untuk keseluruhan bahan yang masuk dan keluar dari proses tersebut atau untuk salah satu bahan (komponen) yang melalui proses tanpa mengalami perubahan (KMI,1997).
2.9.
Konsep Kesetimbangan
Pada umumnya reaksi kimia terjadi secara bolak-balik (reversible). Reaksi yang berjalan secara searah (irreversible) relatif lebih sedikit dibanding yang bolak-balik. Kesetimbangan kimia terjadi untuk reaksi yang bersifat reversible. Kesetimbangan kimia adalah keadaan di mana reaksi kecepatan pembentukan produk dan peruraian produk adalah sama. Secara makroskopis sudah tidak terlihat lagi perubahan kuantitas reaktan maupun produk. Kesetimbangan kimia pada suatu reaksi melibatkan dua senyawa berbeda yang bertindak masing-masing sebagai reaktan dan produk. Untuk reaksi aA + bB ⇌ cC + dD, konstanta kesetimbangan dituliskan sebagai: Kc
[C]c [D]d [A]a [B]b
Kc dikenal sebagai tetapan kesetimbangan, (c menunjukan konsentrasi yang dinyatakan dalam mol per liter, seperti dinyatakan dalam penggunaa kurung siku ([ ]). Ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan ringkas kaitannya dengan Kc pada suatu reaksi, yaitu: 1. Jika persamaan reaksi dibalik, maka persamaan reaksi kesetimbangan yang baru mempunyai tetapan kesetimbangan yang besarnya merupakan kebalikan dari tetapan kesetimbangan semula, yaitu
1
Kc
.
2. Jika persamaan kimia dikalikan factor n, maka persamaan faktor kesetimbangan yang baru mempunyai tetapan kesetimbangan yang besarnya adalah tetapan kesetimbangan semula dipangkatkan dengan faktor n tersebut, yaitu (Kc)”.
2.9.1. Meramalkan Arah Reaksi Tetapan kesetimbangan dapat membantu untuk meramalkan arah dari suatu reaksi hingga tercapai kesetimbangannya, serta dapat untuk menghitung konsentrasi dari reaktan dan produk pada keadaan kesetimbangan. Jika dalam persamaan tetapan kesetimbangan, konsentrasi produk dan reaktan yang dimasukkan bukan pada keadaan kesetimbangan, maka harga yang diperoleh disebut koefisien reaksi (Q). Dari besaran Q ini, dapat meramalkan arah dari reaksi yang akan terjadi yaitu dengan membandingkan nilai dari Q dan K. ada tiga kemungkinan yang mungkin terjadi, yaitu: 1. Q < K, perbandingan konsentrasi awal dari produk terhadap reaktan terlalu kecil sehingga untuk mencapai kesetimbangan, reaktan harus berubah menjadi produk. Dengan kata lain, reaksi akan bergeser ke arah pembentukan produk. 2. Q = K, konsetrasi awal sudah setimbang. Maka sistem dalam keadaan setimbang. 3. Q >K, perbandingan konsentrasi awal dari produk terhadap reaktan terlalu besar, sehingga untuk mencapai kesetimbangan, produk harus terurai menjadi reaktan. Dengan kata lain, reaksi akan bergeser ke arah pembentukan reaktan. 2.9.2. Prinsip Le Chatellier Kesetimbangan kimia menggambarkan neraca suatu reaksi bolak-balik. Dalam banyak kasus, neraca kesetimbangan merupakan hal yang cukup penting dalam suatu proses
kimia.
Merubah
kondisi
operasi akan
dapat
mengganggu
neraca
kesetimbangan dan arah kesetimbangan akan bergeser sehingga akan mempengaruhi produk yang terbentuk. Gangguan-gangguan yang dapat mengganggu proses operasi
tersebut diantaranya adalah perubahan suhu, tekanan, volume dan konsentrasi. Komposisi zat-zat dalam suatu reaksi setelah tercapainya kesetimbangan pada suhu tertentu adalah konstan. Factor volume merupakan kebalikan dari tekanan, jika tekanan diperbesar maka volume akan mengecil, begitu juga sebaliknya. Pada tahun 1888 Henri Louis Le Chatelier mengenalkan suatu asas yang kemudian dikenal sebagai asas Le Chatelier (prinsip Le Chatelier) yang berbunyi, “jika pada suatu sistem kesetimbangan dilakukan aksi tertentu, sistem akan mengadakan reaksi untuk mengurangi pengaruh aksi tersebut”. Aksi yang dimaksud dalam pernyataan di atas adalah melakukan tindakan dengan mengubah konsentrasi, tekanan, volume dan suhu. Prinsip Le Chatelier membantu untuk dapat memprediksi arah kesetimbangan baru jika sistem tersebut dikenal aksi. Lebih penting lagi, sistem ini membantu industri kimia untuk menciptakan kondisi optimum yang dapat memaksimalkan hasil produksi (Nurdin, 2009).