11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur dan Karakteristik Kolesterol dan Fosfolipid
Kolesterol adalah salah satu sterol yaitu steroid alkohol yang merupakan steroid yang paling banyak. Steroid dikelompokkan sebagai sejenis lipid karena ia larut dalam lemak, tetapi ia tidak tersabunkan karena ia tidak mengandung asam lemak.
Seperti diketahui, lipid pada urnurnnya terhidrolisis oleh pemanasan
dengan alkali, menghasilkan sabun dari komponen asarn lemaknya. Kolesterol sebagai salah satu jenis steroid, merupakan molekul kompleks dengan empat cincin yang saling bergabung sebagai intisiklik. Molekul kolesterol mempunyai gugus polar pada bagian kepalanya, yaitu gugus hidroksil pada posisi 3 dan bagian rnolekul lain merupakan struktur non-polar yang relatif kaku (Harper, Rodwell, dan Mayer, 1979). Fosfolipid adalah golongan lipida yang mengandung fosfor dalam bentuk gugus asam fosfat. Fosfolipid dikenal sebagai lipida polar karena memiliki satu atau lebih "kepala" dengan polaritas tinggi, selain ekor hidrokarbomya. Seperti diketahui lipida pada umumnya (triasil gliserol rnisalnya) merupakan molekul hidrofobik non-polar, karena molekul ini tidak mengandung muatan listrik atau gugus fungsional dengan polaritas tinggi. Fosfolipid utama yang ditemukan pada membran adalah fosfogliserida yang dibedakan berdasar gugus alkohol pada "kepala" yang bersifat polar. Fosfogliserida mengandung dua ekor non-polar, yang merupakan asam lemak berantai panjang (urnurnnya 16 atau 18 atom karbon).
Satu dari asam lemak
tersebut bersifat jenuh d m satunya lagi tidak jenuh. Asarn fosfatitat, yang tidak memiliki kepala alkohol, merupakan senyawa induk fosfogliserida. Fosfogliserida yang paling banyak adalah fosfatidil etanolamin yang mengandung alkohol etanolamin dan fosfatikholin dengan &oh01 fosfatigliserin
dengan
asarn
kholin.
hidroksiaminserin
Selain itu dikenal pula pada
kepalanya
dan
fosfatidilinositol yang mengandung alkohol siklikinositol (Harper er al. 1979). Semua fosfogliserida bemuatan negatif pada gugus fosfatnya pada pH 7. Selain itu gugus alkohol pada kepala juga dapat memberikan satu atau lebih muatan listrik pada pH mendekati 7. Senyawa fosfogliserida dengan demikian rnemiliki dua gugus yang sangat berbeda; gugus hidrofilik pada kepala yang bersifat polar dan ekor yang hidrofolik yang bersifat non-polar. Keadaan seperti itu dikenal sebagai senyawa bersifat ampifatik.
2.2 Peran Kotesterol dan Fosfolipid Secara Umum
1. Sebagai komponen lipoprotein plasma dan khilomikron
Di dalam plasma darah terdapat tiga kelas utama plasma lipoprotein
(VLDL = very low densiv lipoprotein; LDL = low densi& lipoprotein; HDL = high densitiy lipoprotein), yang mengandung 50-90% Iipida (Harper et al., 1979).
Plasma lipoprotein terdiri dari komponen-komponen protein, triasilgliserida, fosfolipid dan kolesteroi (Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi kimia plasma lipoprotein
Dalarn plasma lipoprotein ini terlihat bahwa dengan karakteristik molekulmolekul penyusunnya, peran plasma lipoprotein sebagai pentransport lipida bisa terselenggara.
Triasigliserol non-polar dan kolesterol tersembunyi di dalam
lapisan sebelah luar dari bagian hidrofilik rantai polipeptida yang larut di daIarn air dan bagian kepala rnolekul trigliserida polar yang bersifat hidrofilik. Kulit sebelah luar lipoprotein yang bersifat menghadap ke air sehingga menjadikan struktur yang kaya akan lipida ini larut di dalarn air. Dengan mekanisme seperti itulah plasma lipoprotein berperan untuk transport lipida rnelalui darah dari usus halus menuju depot lemak dan jaringan (Lehninger, 1982).
2 . Sebagai komponen membran Semua mernbran, baik membran sebelah luar atau membran plasma dari banyak sel, ataupun membran organel seperti mitokondria dan kloroplast, mengandung lipida polar.
Besar kandungan tersebut berkisar antara 20-80%
rnassa mernbran, bergantung kepada jenis membran; sisanya terutama merupakan protein.
Bagian lipida membran tersusun atas suatu carnpuran berbagai jenis
lipida polar
atau amfipatik; membran sel hewan terutama mengandung
fosfogliserida dan spingolipida dalam jurnlah yang sedikit. Triasilgliserol terdapat hanya- dalarn jumlah sangat kecil di dalarn rnembran.
Beberapa sel membran
hewan, terutama membran plasma sebelah luar, mengandung kolesterol dan ester
dalam jumlah yang cukup banyak. Kolesterol merupakan komponen membran plasma yang penting, selain itu juga berperan sebagai prekursor banyak senyawa steroid. Semua lipida polar memiliki kepala bersifat polar dan bennuatan listrik, serta ekor hidrokarbon yang bersifat non polar.
Lipida ini secara spontan
membentuk misel, lapisan tunggal dan lapisan ganda, di mana strukturnya distabilkan oleh interaksi hidrofobik.
Lapisan ganda lipida polar berfhngsi
sebagai inti struktural dari membran sel, yang juga mengandung berbagai jenis protein, beberapa protein ekstrinsik pada permukaan membran, dan yang lain protein intrinsik pada bagian daIam struktur membran. 2.3 Nilai Nutrisi Kolesterol dan FosfoIipid bagi Krustase
Baik untuk ikan ataupun krustase, asarn lemak berperan penting sebagai sumber energi dan juga merupakan nutrien yang esensial (Kanazawa, 1985). Berlainan dengan hewan air lainnya, udang penaeid dan lobster (Homarus americanus) memiliki kebutuhan yang unik akan sterol dan fosfolipid. Hewan pada umumnya marnpu mensintesis sterol dari asetat, tapi krustase tidak demikian (Castell, Mason dan Budson, 1974). Mamalia dapat mensintesis fosfolipid dari 1,2 digliserida dan membentuk cytidine-5-diphosphate choline (CDP-choline) tapi
kemampuan krustase untuk biosintesis fosfolipid sangat terbatas. Tokolan udang yang pakannya diberi sterol kelangsungan hidupnya cukup tinggi namun pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan udang yang pakannya diberi kolesterol. Teshima dan Kanazawa (1986=)mengatakan bahwa
kolesterol adalah sterol yang paling efektif untuk udang dan bernilai nutrisi tinggi karena memiliki daya rangsang "feed intake". Teshima dan Kanazawa (1986a) menyatakan bahwa komposisi lemak hepatopankreas, haemolim dan otot larva udang yang ransumnya mengandung cukup fosfolipid ternyata berbeda dengan udang yang ransumnya kekurangan fosfolipid.
Kebutuhan udang akan fosfolipid diduga berhubungan dengan
perannya untuk rnemperlancar transportasi lemak seperti trigliserida dan kolesterol dalam tubuh melalui haemolim.
Selanjutnya diasumsikan bahwa ransum yang
kekurangan fosfolipid akan mengakibatkan transport lemak tidak mencukupi kebutuhan dan akibatnya pertumbuhan dan kelangsungan hidup menurun. Dikemukakan pula bahwa nilai retensi lemak dalam tubuh khususnya kolesterol sangat m e n m bila ransum udang kekurangan fosfolipid. D'Abramo, Bordner dan Conklin (1982) telah meneliti hubungan antara fospatidilkholin
ransum d m kolesterol serum pada lobster, Homarus sp.
Diketahui bahwa ketiadaan fospatidilkholin kedelai ransum murni yang diberikan pada larva lobster telah mengakibatkan p e n m a n konsentrasi kolesterol dan fosfolipid yang cukup besar daIam serum. fospatidilinositol
digunakan
sebagai
Bila fosfolipid telur, sephalin dan
pengganti
fospatidilkhoIin
konsentrasi kolesterol dan fosfolipid dalam serum tetap rendah.
kedelai,
Konsentrasi
kolesterol dan fosfolipid dalarn serum memiliki keterkaitan yang tinggi. Terdapat indikasi bahwa absorpsi kolesterol oleh usus tidak terhambat oleh ketiadaan fospatidilkholin
atau
keberadaan fosfolipid
pengganti.
Diduga molekul
fospatidiikholin merupakan komponen penting lipoprotein yang mentransfer kolesterol dari hepatopankreas ke haemolim.
Teshima dan Kanazawa (1986~)menyatakan bahwa mekanisme transport lemak pada P.japonicus dan spesies udang lainnya berbeda dari mekanisme pada mamalia.
Transport lemak pada udang terutarna dilaksanakan oleh fosfolipid
sebagai kornponen HDL. Pada mamalia lemak ditransport melalui saluran limpha (lymph-duct) sebagai khilomikron; pada udang fosfolipid diperlukan secara khas
untuk transport asam lemak dalam haemolim.
2.4
Kemampuan Biosintesis dan Kebutuhan Udang akan Kolesterol dan Fosfolipid Ketidakmampuan udang-udangan (Crustacea) untuk mensintesis kolesterol
telah banyak diteliti.
Van den Oord (1964) menyatakan bahwa jenis kepiting
(Cancer pagurus L.) tidak memiliki kemampuan mensintesis kolesterol. Hal yang sama untuk
kepiting Asracus asracus diteliti oleh Zandee (1967). Selanjutnya
Teshima, Kanazawa, Saada, dan Kawazaki (1982) dengan menggunakan teknik perunutan radio aktif '4~-asetatdan 14C-mevalonat juga mernbuktikan bahwa tidak terbentuk '4~-kolesterolpada tubuh udang P. japonicus.
Hal tersebut
menunjukkan bahwa udang P. japonicus juga tidak mempunyai kemarnpuan mensintesis kolesterol. Sebagai akibat ketidakrnampuan mensintesis kolesterol tersebut maka udang memerlukan kolesterol dalarn pakannya. Dari berbagai sterol yang diteliti, temyata kolesterol merupakan sterol yang menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan
hidup
terbaik
(Teshima,
Kanazawa,
dan
Saada,.
1983).
Pertumbuhan d m kelangsungan hidup terbaik larva P.japonicus dihasilkan oleh pakan yang mengandung kolesterol 1% (Kanazawa, 1985); sedangkan untuk
udang P. japonicus berukuran 0.25 gram adalah 0.5% (Teshima dan Kanazawa, 1988).
Keterbatasan kemampuan udang-udangan wtuk mensintesis fosfolipid telah diteliti pada lobster, Homarus americanus oleh Shieh (1969). Sedangkan Kanazawa ( 1 9 8 5 ) rnenyatakan bahwa kemampuan udang P. japonicus untuk rnensintesis fosfolipid tidak dapat mengimbangi kebutuham metabolismenya. Dari berbagai fosfolipid yang diteliti, lesitin dari kedelai berpengaruh terbaik. Kebutuhan lesitin untuk larva P. japonicus berkisar antara 1%
sampai 3.5%
(Kanazawa, 1985). Dengan menggunakan teknik perunutan radio aktif '4~-kolesterolyang diberikan bersarna lesitin daiam pakan udang, Teshima dan Kanazawa ( 1 9 8 8 ) menunjukkan peran fosfolipid sebagai berikut : Fosfolipid mempercepat aiau rnernperIancar transport kolesterol yang berasal dari pakan ke hepatopankreas. Fosfolipid juga berperan dalam pembentukan ester koleteril di hepatopankreas dan mernpercepat pengeluaran kolesterol hepatopankreas ke haemolim.
Selain itu
fosfoIipid diduga juga dapat meningkatkan aktivitas LCAT (Iesitin kolesterol asil transferase) dalam hemolirn. LCAT adalah enzim yang mengkatalisis pemindahan gugus asil dari posisi P-fosfotidilkolin ke gugus 3P-hidroksi dari kolesterol.
2.5 Pencernaan pada Udang
2.5.1
Saluran pencernaan
Saluran pencernaan udang praktis merupakan tabung yang relatif lurus, sangat jarang ditemui adanya kelokan-kelokan usus. Saluran pencernaan terdiri dari 3 bagian : usus bagian depan Cforegut), bagian tengah (midgut) dan bagian
belakang (hindgut). Usus bagian depan dan belakang berasal dari ektoderm dan kedua dindingnya dilapisi khitin. Berbeda dengan itu usus bagian tengah berasal dari
endoderm dan dindingnya dilapisis khitin (Vonk, 1960 dan Lockwood,
1989). Menurut Lockwood (1989) usus depan terdiri dari oesephagus, cardiac stomach d m pyloric stomach.
Cardiac stomach berbentuk kantong d m
dindingnya dilapisi khitin yang tebal sehingga bagian ini berfungsi menggerus pakan. Pakan yang dapat melewati cardiac stomach masuk ke pyZoric stomach, yang berupa klep penyaring, sehingga pakan yang masuk ke midgut hanyalah pakan yang sudah halus. Sekresi
enzim-enzirn
pencemaan
dari
hepatopankreas
melalui
hepatopancreatic duct masuk ke ujung anterior midgut berbatasan denganforegut. Enzim-enzim dari situ dapat juga masuk ke cardiac stomach dan pencernaan mulai terjadi. Walaupun pencernaan mulai terjadi di foregut absorbsi tidak terjadi di sini, absorbsi hanya terjadi di hepatopankreas dan midgut. Sama seperti di foregut, di hindgut pun tidak terjadi absorbsi. Fungsi nyata dari hindgut adalah pembuangan. Di sini terdapat 6 buah tonjolan yang mengecil ke arah belakang dan mampu berkontraksi kuat membentuk feses seperti pellet.
2.5.2
Hepatopankreas
Hepatopankreas
mempunyai
peranan
sangat penting
dalarn
sistem
pencemaan udang. Hepatopankreas merupakan satu organ yang memerankan 2 h n g s i organ, hepar dan pankreas pada hewan tingkat tinggi.
Vonk (1960) menyatakan bahwa ha1 yang jeIas rnernbedakan pencernaan crustacea dengan vertebrata adalah adanya enzim-enzim yang hanya disekresikan olah satu organ yaitu kelenjar hepatopankreas.
Dinyatakan pula bahwa
metabolisme crustacea sangat ditentukan oleh peran sentral hepatopankreas. Pernyataan tersebut diperkuat dengan informasi-informasi sebagai berikut :
-
Hepatopankreas
mensekreksikan
enzim-enzim
tryptic
proteolitic,
karbohidrase, lipase dan bahkan khitinase (Lockwood, 1989).
- Hepatopankreas dan midgut merupakan ternpat absorbsi zat-zat pakan (Vonk, 1960 dan Lockwood, 1989).
-
Hepatopankreas melaksanakan proses-proses
metabolisrne karbohidrat
(glikogenesis dan glikolisis), metabolisme protein (glukoneogenesis) dan rnetabolisme lemak (Lockwood, 1989)
-
Hepatopankreas me~pZdCanternpat penyimpanan cadangan bahan organik (protein, karbohidratIgIikogen dan lemak, termasuk kolesterol) dan bahan anorganik (seperti Ca, Mg, Pod, dll.) yang penting untuk pergantian kulit (Passano, 1960).
- Hepatopankreas juga mensekresi cairan pencernaan (digestivejuices) yang mengakibatkan penurunan tegangan permukaan dan berfungsi sebagai asam empedu (Vonk, 1960).
-
Selain itu, hepatopankreas juga berperan dalam sintesis lipoprotein plasma dan plasma protein.
2.6
Laju Absorbsi dan Distribusi Kolesterol Laju absorbsi adalah banyaknya kolesterol yang diabsorbsi dari midgut
masuk ke hepatopankreas per satuan waktu. Butir 2.5 telah menjelaskan bahwa absorbsi hanya terjadi di hepatopankreas dan midgut dan tidak terjadi di foregut
dan hindgut. Aronof (1967) menyatakan bahwa bila pakan berlabel diberikan hanya satu kali pada waktu 0 maka akan tejadi hubungan antara bahan dengan produk d m waktu sebagai berikut : a) Aktivitas jenis produk akan naik dengan cepat sampai mencapai puncak selanjutnya menurun dengan kecepatan yang lebih rendah dan berakhir dalam bentuk garis yang asimtotik dengan waktu, b) Di lain pihak aktivitas jenis bahan atau pakan akan menurun dengan cepat hingga mencapai waktu puncak dari aktivitas jenis produk dan selanjutnya menurun dengan lambat sarnpai asimtotik dengan waktu, dan C) Kedua fenornena tersebut diilustrasikan dalam Garnbar 1, di mana hubungan antara aktivitas jenis dan produk merupakan model logistik fungsi gama.
Gambar 1.
Grafik hubungan aktivitas jenis bahan dan produk dengan waktu menurut Aronof (1 967).
Selanjutnya Aronof (1967) menunjukkan bahwa bila produk berasal dari bahan tadi menghasilkan produk lanjutan sehingga menjadi hubungan bahan produk dalarn sistem 3 pool , maka fimgsi aktivitas jenis produk Isinjutan tersebut juga akan serupa dengan fungsi produk pertama. Teshima, Kanazawa d m Kakuta (1986) menunjukkan bahwa kadar lemak total hepatopankreas dan haemolim udang Penaeus japonicus meningkat selama 1 jam setelah pemberian pakan dan selanjutnya menurun 3 sampai 6 jam setelah pemberian pakan.
Atas dasar hal itu laju absorbsi dan distribusi memiliki
fenornena yang serupa dengan fungsi hubungan bahan produk dalam sistem 3
pool. 2.7 Struktur Hepatopankreas Udang Windu
Menurut Bell dan Lightner (1988) struktur hepatopankreas udang Penaeid hanya terdiri dari tubule-tubule. Tubule terbagi tiga jenis: apical hepatopankreatic tubule
(Hta);
medial
hepatopankreatic
tubule
(Htm)
dan
proksimal
hepatopankreatic tubule (Htp). Hta banyak mengandung sel-sel ernbrionik yang belurn berdiferensial atau sel-E (Hpe) dan sedikit menjauh dari apex, sel-sel absorpsi dan penyimpan atau sel-R.
Pada Htp terdapat banyak sel-sel B
(Blasenzellen) yang berfungsi mensekresi enzim-enzim. Bagian medial tubule hepatopankreas (Htrn) ditandai dengan adanya lumen yang berbentuk bintang, merupakan ciri "pakan kosong". Di sini tubule banyak mengandung sel-R (Hpr) dan sel F (Hpf = Fibrillenzellen) yang berfungsi absorpsi dan penyimpanan. Dengan mengamati preparat histologis satu organ hepatopankreas udang windu yang dibuat seri dengan potongan setebal 4
- 6 p terIihat bahwa : proximal
hepatopankreatic tubule (Htp) yang banyak rnengandung sel B, yang berfungsi mensekresikan enzim berada di bagian ventral dan anterior dari hepatopankreas. Apical hepatopancreatic tubule (Hta) dan medial hepatopancreatic tubule (Htrn), yang banyak mengandung sel-sel F dan R yang berfungsi absorpsi dan penyimpanan, terdapat pada bagian dorsal d m posterior hepatopankreas.
2.8
Rekayasa Genetika Sebagai Alternatif Peningkatan Kemampuan Biosintesis Tave (1988) rnengernukakan bahwa prinsipnya rekayasa genetika (generic
engineering) adalah suatu proses pernindahan atau transfer suatu gen dari satu
organisme ke organisme lainnya. bentuk
manipulasi
genetika
pemindahadtransfer gen-nya.
Rekayasa genetika merupakan salah satu
lainnya (hibridisasi
rnisalnya),
terletak
pada
Pada rekayasa genetika, satu gen ditransfer ke
organisme lain dalam satu tahap, sedangkan cara lain memindahkan sebagian besar dari "genome" atau "genotype". Aplikasi
rekayasa
genetika
dalarn
akuakultur
relatif
masih
baru
dilaksanakan, namun dari piIihan gen-gen yang telah dicoba ditransfer terlihat ke arah sasaran akuakultur apa/mana teknologi ini akan digunakan. Beberapa gen yang telah dipilih d m dicoba ditransfer ke spesies ikan antara lain : 1. Gen hormon pertumbuhan (sornatotropin)
Hormon pertumbuhan adalah hormon polipeptid yang disintesis di bagian posterior kelenjar hipofisa sernua vertebrata. Horrnon ini dilepaskan dari hipofisa masuk ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan rangsangan pertumbuhan dan perkernbangan.
Seperti hormon polipeptid lainnya (insulin rnisalnya), ia akan
dipecah dalarn saluran pencemaan bila ia diberikan dalam bentuk pakan dan oleh karenanya hanya efektif bila disuntikkan.
Mengenai ha1 ini telah dibuktikan
bahwa hormon perturnbuhan unggas dan mamalia efektif untuk ikan salmon. Sekarang penggunaan gen hormon perturnbuhan dari ikan saImon dan trout telah memungkinkan, namun belum diketahui apakah secara aktual akan lebih efektif daripada gen yang berasal dari mamalia (Mac Lean dan Penman, 1990).
2. Gen somatotropin releasing factor Somaiotropin releasing factor adalah protein yang rnerangsang sel-sel kelenjar hipofisa anterior untuk peningkatan pelepasan somatotropin. Ikan-ikan yang direkayasa genetika dengan gen ini akan meningkatkan pelepasan hormon alamiahnya.
Beberapa laboratorium telah mernpertimbangkan penggunaan
transfer gen ini tapi hasilnya belum diketahui. 3 . Gen metallothionein Metallothionein adalah protein yang dapat mengikat logam berat di dalam sel, terutstma kadnium, ternbaga, seng dan rnerkuri. Dalam sel hewan ia memiliki dua fungsi; memasok seng untuk enzim tertentu yang memerlukan seng dan detoksifikasi, suatu proses yang melibatkan pengikatan logam berat di dalam sel oleh protein untuk selanjutnya diekskresikan dari sel dan organisme dalam bentuk senyawa protein metaIlthionein melalui ginjal. Transfer gen metallothionein pada ikan diinformasikan oleh Mac Lean dan Penman (1990). Sampai saat ini rekayasa genetika untuk rneningkatkan kemampuan biosintesis kolesterol dan fosfolipid pada udang belum diketahui.