II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (Madura dan Nusa Tenggara) menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Jagung (Zea mays L.), adalah salah satu sumber karbohidrat yang dapat digunakan sebagai pengganti beras, karena jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan beras. Jagung juga merupakan sumber protein dan sebagai komoditi lokal yang tersedia secara melimpah karena banyak dibudidayakan oleh petani (Adisarwanto, 2000).
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi, meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, terdapat varietas yang mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut :
7
Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas: Commelinidae Ordo: Poales Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus: Zea Spesies: Zea mays L. (Aak, 1993).
2.1.1 Karakterisasi Biji Jagung
Biji jagung merupakan jenis serealia dengan ukuran terbesar dan berat rata-rata 250-300 mg (Mudjisihono, 1994). Biji jagung tersusun dari 4 bagian terbesar yaitu : perikarp (5%), endosperm (82%), lembaga (12%) dan tip cap (1%). Perikarp merupakan lapisan luar biji yang dilapisi oleh testa dan lapisan aleuron. Lapisan aleuron mengandung 10% protein (Mertz 1972). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak (33%), protein (18,4%), dan mineral (10,5%) (Inglett 1987). Endosperm hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm) (Wilson 1981). Perbandingan pati lunak dan pati keras endosperm bervariasi tergantung jenis jagungnya. Tip cap adalah bagian yang menghubungkan biji dengan janggel.
Proses pengolahan dengan menghilangkan sebagian dari fraksi biji jagung yang akan mempengaruhi mutu gizi produk akhirnya (Suarni, 2009). Pada proses
8
pembuatan tepung, penggilingan adalah proses pemisahan perikarp, endosperma dan lembaga. Perikarp harus dipisahkan karena kandungan seratnya cukup tinggi sehingga dapat membuat tepung bertekstur kasar. Lembaga dilakukan pemisahan karena tanpa pemisahan lembaga tepung akan mudah mengalami ketengikan. Tip cap juga harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Pada pembuatan tepung, endosperma merupakan bagian yang digiling menjadi tepung (Suarni et al., 2001). Struktur biji jagung dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur biji jagung Sumber : Suarni dan Widowati (2011)
2.1.2 Jenis Jagung
Tanaman jagung dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu jagung komposit dan jagung hibrida. Setiap golongan memiliki beberapa varietas, jika jagung digolongkan berdasarkan endospermanya, maka jagung dapat digolongkan sebagai berikut : Jagung Mutiara (Zea mays var. indurate), Jagung Lekuk (Zea mays var. inderata), Jagung Manis (Zea mays var. saccharata), Jagung Brondong (Zea mays var. everta), Jagung Ketan (Zea mays var. ceratina), dan Jagung Pod (Zea mays var. tunicate) (Sudjana., 1991).
9
Jagung juga dapat digolongkan berdasarkan umur tanamnya. Berdasarkan umur tanamnya, jagung dibedakan menjadi 3, antara lain : 1) Berumur pendek atau genjah, dengan umur tanam 75-90 hari. Contohnya yaitu Genjah Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna. 2) Berumur sedang atau tengahan, dengan umur tanam 80-90 hari. Contohnya yaitu hibrida C-1, hibrida CP-1, hibrida CP-2, hibrida IPB-4, dan hibrida Pioneer-2. 3) Berumur dalam atau panjang, dengan umur tanam 120 hari. Contohnya yaitu Kania Putih, Bastar Kuning, Bima, dan Harapan.
2.1.3 Kandungan Gizi Jagung
Menurut Arief dan Asnawi (2009), komponen kimia terbesar dalam biji jagung adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian besar berisi pati. Pati terdiri atas dua jenis yaitu amilosa 25-30% dan amilopektin 70-75% (Boyer dan Shannon, 2003). Rumus bagun amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Rumus bangun amilosa dan amilopektin Sumber : Boyer dan Shannon (2003)
10
Selain pati jenis karbohidrat yang ada pada jagung yaitu fruktosa, glukosa, dan sukrosa dengan jumlah yang sama yaitu 1-3% (Lehninger 1982).. Keunggulan jagung dibanding jenis serealia lainnya adalah warna kuning pada jagung. Warna kuning pada jagung dikarenakan kandungan karotenoid. Jagung kuning mengandung karotenoid berkisar antara 6,4 - 11,3 μg/g, 22% diantaranya betakaroten dan 51% xantofil. Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin (Suarni dan Widowati, 2011). Komposisi kimia jagung bervariasi antara varietas yang berbeda karena dipengaruhi oleh beberapa faktor genetis menyangkut spesies, varietas dan keturunan. Komposisi kimia berbagai tipe jagung dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia berbagai tipe jagung (%) Varietas jagung Air Abu Kristalin 10,5 1,7 Floury 9,6 1,7 Starchy 11,2 2,9 Manis 9,5 1,5 Pop 10,4 1,7 Hitam 12,3 1,2 Srikandi Putih 10,08 1,81 Srikandi Kuning 11,03 1,85 Anoman 10,07 1,89 Lokal Pulut 11,12 1,99 Lokal non Pulut 10,09 2,01 Bisi 2 9,70 1,00 Lamuru 9,80 1,20 Sumber : Arief dan Asnawi (2009)
Protein 10,3 10,7 9,1 12,9 13,7 5,2 9,99 9,95 9,71 9,11 8,78 8,40 6,90
Serat Kasar 2,2 2,2 1,8 2,9 2,5 1,0 2,99 2,97 2,05 3,02 3,12 2,20 2,60
Lemak 5,0 5,4 2,2 3,9 5,7 4,4 5,05 5,10 4,56 4,97 4,92 3,60 3,20
Karbohidrat 70,3 70,4 72,8 69,3 66,0 75,9 73,07 72,07 73,77 72,81 74,20 75,10 76,30
Jagung mengandung antigizi seperti antitripsin, asam fitat, dan oligosakaraida yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi tubuh sehingga menghambat kesehatan (Arief dan Asnawi, 2009). Menurut Noble dan Andrizal (2003) terdapat dua golongan tanaman jagung yaitu hibrida dan komposit bersari bebas.
11
Protein zein kekurangan asam amino triptofan, lisin, treonin, valin, dan asam amino bersulfur. Adapun kandungan gizi jagung kuning hibrida disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi dalam 100 gram jagung kuning hibrida Komponen Karbohidrat (g) Gula (g) Serat (g) Kalori (kkal) Protein (g) Lemak (g) Vitamin A, setara dg 10 µg Folat (Vit. B9), 46 µg Vitamin C, 7 mg Besi, 0,5 mg Magnesium, 37 mg Potasium, 270 mg Air (g) Sumber : Suarni dan Firmansyah (2005)
Kadar 79,56 1,2 2,7 90 6,97 1,2 1% 12% 12% 4% 10% 6% 10,2
Menurut Suarni dan Firmansyah (2005), jagung mempunyai kadar protein sebesar 6,97%. Protein yang terdapat dalam biji jagung yaitu prolamin (zein) 47,2%, glutein 35,1%, albumin 3,2% dan globulin 1,5%. Glutein adalah jenis protein yang prinsipnya sama dengan gluten yaitu mengembangkan adonan, akan tetapi lebih kuat pada gluten.
2.2 Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dengan keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik. Fermentasi aerobik adalah fermentasi yang memerlukan oksigen, sehingga hasil ATP respirasi sangat tergantung pada pasokan oksigen yang cukup
12
bagi selnya, sedangkan fermentasi anaerobik tidak memerlukan oksigen (Ferdiaz, 1992). Fermentasi merupakan pengolahan substrat menggunakan peranan mikroba (jasad renik) sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Produk fermentasi berupa biomassa sel, enzim, metabolit primer maupun sekunder atau transformasi (biokonversi) (Ryadini et al, 2005). Menurut Winarno (1997), enzim yang berperan dalam proses fermentasi antara lain glukosidase, protease, dan glukanase.
Menurut Lechevalier (2007), fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Khamir sejak dulu berperan dalam fermentasi yang bersifat alkohol dimana produk utama dari metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis yang utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir dan anggur dan juga digunakan untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti. Kapang digunakan dalam pembuatan beberapa macam keju dan beberapa fermentasi bahan pangan Asia seperti kecap dan tempe. Jenis-jenis kapang yang termasuk golongan Aspergillus, Rhizopus, dan Penicillium sangat penting dalam fermentasi bahan pangan.
2.3 Tepung Jagung Terfermentasi
Setyani dkk. (2012) menyatakan bahwa pembuatan tepung jagung terfermentasi menggunakan ragi tempe mampu melunakkan dan meningkatkan kecernaan biji. Hal ini karena berbagai jenis enzim yang diproduksi oleh jamur tempe mampu melakukan proses degradasi senyawa kompleks. Menurut Alka dkk., (2012) dalam Setyani dkk., (2012), semakin lama waktu fermentasi alami sereal seperti
13
jagung, sorgum, dan millet sampai 36 jam dapat menyebabkan peningkatan daya cerna protein. Menurut Rosmisari (2006), pembuatan tepung terfermentasi sangat ditentukan oleh kondisi kadar air bahan, kelembaban udara dan suhu dalam fermentasi serta ketersediaan oksigen. Kadar air bahan terlalu tinggi mendorong pertumbuhan bakteri lebih dominan dari pada jamur, sebaliknya kadar air bahan sangat rendah akan menghambat pertumbuhan jamur sekaligus mendorong sporulasi. Oksigen yang berlebihan selama fermentasi akan mempercepat sporulasi dan metabolisme sehingga panas yang ditimbulkan cukup besar. Suhu fermentasi terlalu tinggi juga menghambat pertumbuhan jamur tempe demikian pula sebaliknya. Menurut Nurrahman (2012), suhu fermentasi tempe berkisar antara 250C – 300C, dengan kelembaban relatif (RH) 70%-85% dan waktu inkubasi selama 24-48 jam.
Menurut Ilyas (2007) selama fermentasi/ pemeraman pertumbuhan tempe terjadi kenaikan suhu sampai 400C karena adanya pertumbuhan kapang dan hifa yang melakukan penetrasi kedalam bahan dan menguraikan protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino, asam lemak dan glukosa. Menurut Nurrahman (2012) aktivitas fisiologis jamur pada proses fermentasi tempe dimulai sejak diinokulasikannya inokulum yang telah siap difermentasi. Spora jamur tersebut mulai tumbuh dengan membentuk benang-benang hifa yang tumbuh memanjang, membalut dan menembus biji. Benang-benang tersebut semakin padat, membentuk tempe yang kompak, putih dan dengan aroma khas tempe. Fermentasi tempe terjadi aktivitas enzim-enzim yaitu amilolitik, lipolitik dan proteolitik. Kandungan gizi tepung jagung terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 3.
14
Tabel 3. Kandungan gizi tepung jagung terfermentasi Komposisi Protein (g) Lemak (g) Serat Kasar (g) Moisture (g) Ash (g) Carbohydrat (g) Ca (ppm) Na (ppm) Zn (ppm) Sumber : Setyani dkk (2012).
Jumlah 11,27 5,13 3,09 4,30 1,86 76.74 53,67 113,51 23,07
2.4 Pembuatan Roti Manis
2.4.1 Roti Manis
Roti manis didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang penambahan bahan yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia, 1995). Tepung terigu yang biasanya digunakan dalam pembuatan roti manis adalah tepung terigu berprotein tinggi yang mampu menyerap air dalam jumlah besar dan mengandung 12–13% protein (Sartika, 2002). Komposisi kimia pada roti manis dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia roti manis tiap 100 g bahan Komposisi Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Air (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (UI) Vitamin B1 (UI) Vitamin C (UI) Sumber : Gaman dan Sherington (1992)
Jumlah 7,9 49,7 1,5 40 20 140 2,5 0 0,15 0
15
Kualitas roti secara umum karena variasi dalam penggunaan bahan baku dan proses pembuatannya. Jika penggunaan bahan baku sesuai yaitu menggunakan tepung terigu berprotein tinggi dan proses pembuatannya benar maka roti yang dihasilkan akan mempunyai kualitas yang baik (Kurniawati, 2012). Syarat mutu roti manis dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Syarat mutu roti manis (SNI 01-3840-1995) No Kriteria Uji Satuan 1 Keadaan : Kenampakan Bau Rasa 2 Air % b/b 3 Abu (tidak termasuk % b/b garam) 4 Abu yang tidak larut % b/b dalam asam 5 NaCl % b/b 6 Gula % b/b 7 Lemak % b/b 8 Serangga/belatung 9 Bahan tambahan makanan - Pengawet - Pewarna - Pemanis buatan - Sakarin siklamat 10 Cemaran logam : - Raksa (Hg) mg/kg - Timbal (Pb) mg/kg - Tembaga (Cu) mg/kg - Seng (Zn) mg/kg 11 Cemaran Arsen (As) mg/kg 12 Cemaran mikroba - Angka lempeng total Koloni/g - E. coli APM/g - Kapang Koloni/g Sumber : Standar Nasional Indonesia (1995).
Persyaratan Normal, tidak berjamur Normal Normal Maks 40 Maks 3,0 Maks 3,0 Maks 2,5 Maks 8,0 Maks 3,0 Tidak boleh ada
Negatif
Maks 0,05 Maks 1,0 Maks 10,0 Maks 40,0 Maks 0,5 Maks 106 <3 Maks 104
16
2.4.2 Bahan Baku Roti
Bahan baku untuk proses pembuatan roti dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan pokok atau bahan utama seperti tepung terigu, ragi dan air, bahan penambah rasa yaitu gula, garam, margarin, susu, dan telur, serta bahan tambahan untuk meningkatkan mutu adonan yaitu bread improver.
2.4.2.1 Tepung Terigu
Pada umumnya bahan dasar dalam pembuatan roti adalah tepung terigu. Tepung terigu adalah hasil dari penggilingan gandum dan banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen terbanyak dalam tepung gandum adalah pati dengan kandungan amilosa 20 – 26% dan amilopektin 70 - 75% (Fitasari, 2009). Komponen terpenting yang membedakan dengan bahan lain adalah kandungan protein yaitu gluten. Gluten digunakan untuk membantu penangkapan gas-gas CO2 hasil fermentasi khamir yang membantu dalam pengembangan adonan (Artama, 2001). Ginting (2004), menyatakan bahwa tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan roti manis sebaiknya mengandung gluten 8 – 12%.
Tepung terigu dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan protein yaitu tepung lemah (Soft wheat), Tepung sedang (medium wheat) dan tepung kuat (hard wheat). Tepung yang digunakan dalam pembuatan roti manis adalah tepung yang berprotein tinggi yaitu tepung kuat. Dipasaran secara umum tepung ini dikenal dengan merek Cakra Kembar, Kereta Kencana, Gunung dan Tali Emas. Tepung kuat adalah tepung terigu yang mampu menyerap air dalam jumlah banyak. Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat) dan memiliki kandungan
17
protein 11-13%. Tingginya protein yang terkandung menjadikan sifat tepung mudah dicampur, difermentasi, memiliki daya serap air tinggi, dan elastis sehingga cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta (Bogasari, 2010).
Tepung sedang (medium wheat) mengandung 10-11% protein. Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan tepung serba guna (all-purpose flour). Dipasaran secara umum tepung ini dikenal dengan merek Segitiga Biru, Gunung Bromo, Kompas dan Beruang Biru. Tepung ini dibuat dari campuran tepung kuat dan tepung lemah sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut sehingga cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel, panada, aneka cake dan muffin (Bogasari, 2010).
Tepung lemah (soft wheat) memiliki sifat daya serap air yang rendah dan hanya mengandung 8-9% protein. Secara umum dipasaran merek yang beredar saat ini adalah Gatotkaca, Naga Hijau atau Semar. Tepung lemah mempunyai warna yang lebih putih, mudah menggumpal jika digenggam, demikian juga apabila ditabur tepung tidak mudah menyebar karena terdapat gumpalan-gumpalan kecil. Adonan yang terbentuk dari tepung lemah kurang ekstensibel, lengket, daya pengembang yang rendah dan kurang elastis sehingga kurang cocok untuk pembuatan roti, biasanya cocok bila digunakan untuk pembuatan cake atau bolu, biskuit, cookies dan cracker yang tidak memerlukan proses fermentasi. (Bogasari, 2010).
Komposisi kimia tepung terigu yang dikehendaki untuk pembuatan roti manis yaitu memiliki kadar air 14%, kadar protein 8 - 12%, kadar abu 0,25 – 0,60% dan
18
gluten basah 24 – 36% (Astawan, 2004). Pada proses fermentasi enzim α dan β amylase yang secara alamiah terdapat dalam tepung terigu akan memecah pati menjadi maltosa yang akan digunakan dalam fermentasi khamir. Sel-sel khamir menghasilkan enzim maltase yang mengubah maltosa menjadi glukosa, sedangkan sukrosa yang ditambahkan akan dipecah oleh khamir menjadi glukosa dan fruktosa kemudian dipecah lagi menghasilkan gas CO2 dan etanol (Buckle et al, 1987). Komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g bahan Komposisi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vit A (SI) Vit B1 (mg) Vit C (mg) Air (g) Bdd ( %) Sumber : Departemen Kesehatan RI (2010).
Jumlah 365 12 1,3 77,3 16 106 1,2 0 0,12 0 12,0 100
2.4.2.2 Susu Bubuk
Tujuan pemakaian susu dalam pembuatan roti adalah memperbaiki gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan kalsium, memberikan pengaruh terhadap warna kulit, memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya, menghasilkan kulit yang enak dan crispy serta bau aromatik (Subarna, 2002). Susu bubuk yang biasa digunakan adalah susu skim atau susu krim. Keuntungan susu skim adalah kandungan air dan kandungan lemaknya
19
rendah sehingga dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat tengik. Kadar air susu skim adalah 2,5% dan kandungan lemaknya 1,1%. Sebaiknya penyimpanan susu bubuk senantiasa dijaga agar tetap kering, hal ini dilakukan karena susu bubuk bersifat sangat rentan terhadap kerusakan dari lingkungan terutama air (Imanningsih, 2013). Salah satu merek susu skim yang biasa digunakan adalah susu Dancow. Kandungan gizi susu Dancow dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kandungan gizi susu Dancow dalam 400 g bahan Komposisi Protein (g) Magnesium (mg) Besi (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Vit A (IU) Vit D (IU) Vit E (IU) Vit B1 (tiamin) (mg) Vit B2 (riboflavin) ( mg) Vit B3 (niacin) ( mg) Vit B6 (piridoksin) ( mg) Vit B9 (asam folat) ( mcg) Vit B12 (kobalamin) ( mcg) Vit C (mg) Sumber : Departemen Kesehatan RI (1996).
Jumlah 6,6 23 1,2 351 203 486 62 1,4 0,11 0,38 1,8 0,18 54 0,5 14
2.4.2.3 Ragi Roti
Ragi/yeast adalah salah satu jenis mikroorganime eukariotik bersel tunggal yang berkembang biak dengan cara memakan gula. Ragi adalah mikroorganisme dari jenis khamir Saccharomyces Cerevisiae. Fungsi utama ragi adalah mengembangkan adonan. Pengembangan adonan terjadi karena ragi menghasilkan gas karbondioksida (CO2) selama fermentasi. Gas ini kemudian terperangkap dalam jaringan gluten yang menyebabkan roti bisa mengembang.
20
Komponen lain yang terbentuk selama proses fermentasi adalah asam dan alkohol yang berkontribusi terhadap rasa dan aroma roti, namun alkohol akan menguap dalam proses pemanggangan roti (Karti, 2011).
Ragi biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air serta bahan lain lalu diaduk-aduk merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Pada saat membuat adonan, sebaiknya ragi tidak langsung dicampur dengan garam dan gula. Dosis penggunaan ragi pada pembuatan roti manis yaitu sebesar 0,2 % dari jumlah tepung terigu (Koswara, 2009). Menurut Yusen (2013), kondisi optimal bagi aktivitas ragi roti dalam proses fermentasi adalah pada aw = 0.905, suhu antara 250 C sampai 300 C dan pH antara 4.0 sampai 4.5. Enzim yang terdapat pada ragi adalah invertase, maltase, dan zymase (Buckle et al., 1987).
Menurut Moeksin (2010), ada 3 jenis ragi yaitu ragi cair (liquid yeast) yang diproduksi dari yeast cream yang berlangsung pada tahap proses industri (mengandung 15– 20% materi kering). Ragi basah (compressed yeast) memiliki kadar air sekitar 70%, sehingga harus disimpan pada suhu 20 -500 C untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas. Keunggulan ragi basah adalah lebih toleran terhadap air dingin/es, lebih mudah larut, terutama dalam proses pengadukan singkat, serta memiliki aroma khas yang tidak bisa didapatkan pada ragi jenis lain. Ragi kering instan (Instant Dry Yeast) adalah jenis ragi yang paling sering digunakan karena aplikasinya lebih praktis. Ragi jenis ini berbentuk butiran halus berwarna cokelat muda dan memiliki aroma khas ragi roti. Penggunaan dosis ragi ini hanya sekitar 1%-2,5% dari berat tepung terigu. Penyimpanan ragi jenis ini harus di dalam wadah kedap udara dan disimpan
21
dalam suhu kering dan sejuk atau di dalam chiller. Ragi yang dipakai dalam pembuatan roti manis biasanya jenis Instant dry yeast yang pemakaiannya lansung dicampurkan dengan bahan lainnya.
2.4.2.4 Gula
Gula yang biasa digunakan dalam pembuatan roti adalah gula putih dari tebu atau beet, tetapi ada juga roti yang menggunakan gula merah yaitu roti gambang. Penggunaan gula pada pembuatan roti bertujuan untuk memberikan rasa manis, menyediakan makanan bagi ragi dalam fermentasi, membantu dalam pembentukan krim dari campuran, memperbaiki tekstur produk, membantu mempertahankan air sehingga memperpanjang kesegaran, menghasilkan kulit (crust) yang baik, dan dapat menambah nilaim nutrisi pada produk (Andarwulan, 2011).
Dalam adonan gula dapat menyerap air dan membuat adonan lebih encer atau lengket sehingga perlu diperhatikan dalam penambahan atau pengurangan air agar menghasilkan produk yang baik. Penambahan gula ke dalam adonan bervariasi jumlahnya yaitu 5-20% dari berat tepung. Gula dapat memperlambat aktivitas ragi karena gula meningkatkan tekanan osmotik dari adonan. Pada proses mixing, pencampuran gula harus merata. Pencampuran gula yang tidak merata akan menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit roti dan membentuk lubang besar atau kantong udara pada produk roti (Andarwulan, 2011).
22
2.4.2.5 Improver
Improver disebut juga pengembang, namun sebenarnya berbeda dengan bahan pengembang kimia (chemical leaving agents). Menurut Koswara (2009), didalam improver terdapat penguat gluten (Ascorbic acid), pelunak gluten (Sodium metabisulfit), makanan ragi (amonium klorida), enzim (Alfa amylase), dan emulsifier (surfactant atau lecitchin). Kandungan Improver tersebut dapat membantu pengembangan dan memperbaiki warna roti sehingga tampil lebih bagus dengan serat lebih lembut, tetapi tidak menghasilkan gas pengembang karena senyawa atau bahan yang mengembangkan produk tersebut adalah gas yang dihasilkan oleh ragi (yeast). Improver diaplikasikan saat awal proses mixing dengan komposisi 0,5%-1% dari berat terigu (Muzaifa, 2012).
2.4.2.6 Telur
Telur dalam pembuatan roti dapat berfungsi untuk membentuk warna dan flavor yang khas, memperbaiki cita rasa dan kesegaran roti, meningkatkan pengembangan, meningkatkan nilai gizi dan kelembutan produk, dan digunakan untuk mengoles permukaan roti manis sehingga permukaan mengkilap. Menurut Wahyudi (2003), telur akan meningkatkan krim dan jumlah sel udara yang terbentuk. Selama pemanggangan, sel udara mengembang dan uap air yang terbentuk akan meningkatkan pengembangan. Albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih baik pada remah (crumb) roti. Albumin dalam adonan roti berfungsi untuk mencegah kristalisasi gula dan penguapan air yang berlebih selama pengadukan, sehingga akan memberikan tekstur halus pada adonan .
23
Roti yang lunak dapat diperoleh dengan penggunaan kuning telur yang lebih banyak. Kuning telur banyak mengandung lesitin (emulsifier) yaitu sekitar 7-10% dari total kandungan lemak pada telur. Bentuknya padat, tetapi kadar air sekitar 50 %. Sementara putih telur kadar airnya 86 %. Putih telur memiliki daya creaming yang lebih baik dibandingkan kuning telur (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Kandungan gizi telur ayam dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Kandungan gizi telur ayam dalam 100 g bahan Komposisi Telur ayam Energi (kkal) 162 Protein (g) 12,8 Lemak (g) 11,5 Karbohidrat (g) 0,7 Kalsium (mg) 54 Fosfor (mg) 180 Besi (mg) 2,7 Vit A (RE) 309 Vit B (mg) 0,1 Air (g) 74 Sumber : Rahayu (2003).
Putih telur ayam 50 10,8 0 0,8 6 17 0,2 0 0 87,8
kuning telur ayam 361 19,3 31,9 0,7 147 586 7,2 686 0,27 49,4
2.4.2.7 Air
Air merupakan bahan yang paling murah dalam pembuatan produk bakeri, tetapi sangat besar peranannya pada produk yang mengembang seperti roti dan donat. Air dalam pembuatan roti diperlukan dalam pembentukan gluten yang berfungsi dalam menentukan konsistensi adonan, menentukan mutu produk yang dihasilkan, dan berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan seperti garam, gula, susu dan mineral sehingga bahan tersebut menyebar merata dalam tepung, sebagai bahan pengikat yang memungkinkan terjadinya fermentasi adonan. Jumlah air yang digunakan tergantung pada kekuatan tepung dan proses yang digunakan. Faktor-faktor yang
24
terlibat pada proses penyerapan air antara lain macam dan jumlah protein serta sebanyak 45.5 % air akan berikatan dengan pati, 32.2 % dengan protein dan 23.4 % dengan pentosan (Koswaram 2009). Banyaknya air yang dipakai akan menentukan mutu dari roti yang dihasilkan. Jika penggunaan air terlalu banyak, adonan akan menjadi lengket dan susah ditangani selama proses pembuatan roti. Sebaliknya jika terlalu sedikit air yang digunakan, produk akhir roti setelah baking akan menjadi keras (Wheat Associate, 1983).
2.4.2.8 Garam
Menurut Andarwulan (2011), penggunaan garam dalam pembuatan roti berfungsi memberi rasa agar tidak hambar, memperkuat cita rasa, mengontrol perkembangan khamir (ragi) untuk produk yang dikembangkan dengan ragi, memperkuat daya regang dalam adonan, membantu mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki, meningkatkan daya absorpsi air dari tepung, serta mengatur warna kulit roti. Garam juga memiliki sifat astringent effect, yakni memperkecil pori-pori roti. Pemakaian garam dalam keadaan normal berkisar 1,5-2%. Pemakaian garam lebih rendah dari 1,5% akan memberi rasa hambar, sedangkan pemakaian lebih dari 2% akan menghambat laju fermentasi. Jumlah garam yang digunakan tergantung jenis tepung yang akan dipakai (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
Pengolahan bahan makanan yang dilakukan dengan pemberian garam NaCl atau gula pada konsentrasi tinggi, dapat mencegah kerusakan bahan pangan. Pada konsentrasi NaCl sebesar 2 - 5% yang dikombinasikan pada suhu rendah, cukup untuk mencegah pertumbuhan mikroba psikrofilik. Syarat garam yang baik dalam
25
pembuatan roti adalah harus seratus persen larut dalam air, jernih, bebas dari gumpalan - gumpalan dan bebas dari rasa pahit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.4.3 Proses Pembuatan Roti Manis
Berdasarkan urutannya proses pembuatan roti dibedakan menjadi beberapa tahapan sebagai berikut :
2.4.3.1 Pencampuran (Mixing)
Sebelum dilakukan pencampuran, bahan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan komposisinya. Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan seperti tepung terigu, ragi, improver, gula, dan susu bubuk, selanjutnya telur dan mentega dengan pemberian air sedikit demi sedikit lalu dimasukkan garam. Proses mixing akan mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten hingga kalis. Cara mengetahui adonan yang sudah kalis adalah dengan merenggangkan sepotong adonan roti, bila adonan membentuk lapisan tipis yang tidak mudah robek atau berlubang.
Tahap pencampuran yaitu dengan menambahkan tepung terigu, ragi, gula, susu hingga tercampur rata, setelah itu telur, garam yang sudah dilarutkan dengan air, dan yang terakhir adalah margarin. Pengadukan yang berlebihan akan merusak susunan gluten, adonan akan semakin panas, dan peragiannya semakin lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang pertambahan volumenya sangat buruk dan remah pada bagian dalam. Waktu pengadukan umumnya selama 8-10 menit atau 10-12 menit (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
26
2.4.3.2 Peragian/Fermentasi
Proses yang paling penting dalam pembuatan roti adalah proses fermentasi yang dilakukan oleh ragi roti. Tujuan fermentasi (peragian) adonan adalah untuk membantu pengembangan adonan sehingga volume adonan dapat bertambah dan menghasilkan produk bermutu baik. Selain itu fermentasi berperan dalam pembentukan cita rasa roti dari terbentuknya alkohol, penurunan pH, dan terbentuknya metabolit lainnya secara langsung akan berperan sebagai prekursor flavor dan rasa roti. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain jumlah yeast yang digunakan dalam adonan, pH, penyerapan air, serta kuantitas bahan (Hadiyanto, 2010). Menurut Anni (2008), ragi yang digunakan untuk mengembangkan adonan adalah: ragi basah (compressed yeast), ragi kering aktif (active dry yeast), dan ragi kering instant (instant dry yeast), namun yang paling banyak digunakan adalah ragi kering instant.
Proses fermentasi terjadi penguraian pati yang diubah oleh enzim amilase menjadi maltose dan maltotriosa kemudian akan dipecah lagi menjadi glukosa. Sukrosa yang ditambahkan akan dipecah oleh khamir menjadi glukosa dan fruktosa kemudian dipecah lagi menghasilkan gas CO2 (Buckle et al, 1987). Gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi akan terperangkap didalam lapisan gluten. Gluten digunakan untuk membantu penangkapan gas CO2 hasil fermentasi khamir (Kurniawati, 2012). Menurut Latifah dan Febriyanti (2000), sifat fisik gluten yang elastis terbentuk saat pengulenan atau pengadonan dengan mengikat molekul air. Gluten bersifat elastis dan kenyal sehingga digunakan sebagai kerangka adonan. Gas akan mendesak lapisan gluten yang elastis yang
27
selanjutnya akan menyebabkan pengembangan. Gas karbon dioksida menyebabkan adonan mengembang dan menjadi lebih ringan dan lebih besar. Setelah adonan mengembang, pemukulan perlu dilakukan agar suhu adonan rata, gas CO2 hilang, dan udara segar tertarik ke dalam adonan sehingga rasa asam pada roti dapat hilang. Suhu optimum fermentasi adonan adalah 27oC dan kelembaban 70-75 %, dengan waktu fermentasi selama 3-25 menit dalam baskom yang ditutupi dengan kain basah (Subarna, 2002).
2.4.3.3 Pembentukan Adonan (Moulding)
Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah diistrahatkan digiling dengan roll pin, kemudian dibentuk sesuai dengan jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk. Saat melakukan proses pemotongan dan penimbangan ini harus di lakukan secara cepat dikarenakan proses pengembangan adonan tetap berjalan. Tujuan pemotongan dan penimbangan adonan adalah untuk menghasilkan adonan yang seragam dengan ukuran dan berat yang sama, sehingga produk roti yang di hasilkan akan seragam (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).
2.4.3.4 Pengembangan Adonan (Proofing)
Proofing adalah proses fermentasi lanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan volume adonan yang dibentuk (Semadi, 2011). Menurut Koswara (2009), Suhu ruang proofing yang baik adalah antara 35 – 400 C dengan kelembaban relatif (RH) 80 - 85% selama 15 - 45 menit. Proses proofing ini mengakibatkan ragi roti
28
menguraikan gula dalam adonan dan menghasilkan gas karbondioksida, sehingga volume adonan roti berkembang menjadi duakali lipat. Suhu optimal fermentasi yeast yaitu 35 – 400 C. Yeast akan mati pada suhu 55 - 560 C, dan akan melambat pada suhu 260 C serta aktivitasnya akan berhenti pada suhu 40 C. Proses proofing yang terlalu lama akan mengakibatkan roti menjadi bantat karena rusaknya jaringan gluten yang diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme yang berlebihan (over fermentasi). Menurut Kieffer (2004), gluten pada proofing berfungsi membuat tekstur pada adonan bertambah elastis dan mengembang setelah banyak kehilangan gas, teregang dan terkoyak pada proses pembagian, sehingga menghasilkan roti manis yang lembut.
2.4.3.5 Pemanggangan
Pemanggangan merupakan proses pematangan adonan menjadi roti yang dapat dicerna oleh tubuh dan menimbulkan aroma yang khas. Setelah adonan dipanggang akan terjadi perubahan warna. Perubahan warna yang terjadi yaitu dari kuning kecoklatan hingga kuning muda. Perubahan warna tersebut karena adana reaksi “Maillard”. Menurut Winarno (1997) reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara karbohidrat yang terdapat pada pati, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer, biasanya pada suhu yang tinggi. Pada akhir reaksi terbentuk pigmen coklat melanoidin yang memiliki bobot molekul besar. Faktor yang mempengaruhi reaksi maillard adalah suhu dan waktu pemanasan. Semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu pemanasan, reaksi maillard akan semakin banyak terjadi.
29
Tahapan reaksi Maillard yaitu gula pereduksi (aldosa) bereaksi dengan gugus amino membentuk senyawa basa Schiff. basa Schiff terjadi menurut reaksi Amadori yaitu terjadi isomerasi basa katalis atau penataan ulang dari N-glikosida dari suatu aldosa hingga terbentuk amino ketosa. Hasil reaksi amadori mengalami dehidrasi membentuk furfural dehida dari pentosa atau hidroksil metil furfural dari heksosa. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan produk antara metilalfa-dikarbonil yang kemudian terurai menghasilkan reduktor-reduktor dan alfadikarboksil. Aldehid-aldehid aktif hasil tahapan 3 dan 4 akan terpolimerisasi dengan atau tanpa mengikutsertakan asam amino. Polimerisasi tanpa asam amino di sebut kondensai aldol, sedangkan polimerisai dengan gugus amoni membentuk senyawa coklat yang disebut melanoidin.
Menurut Semadi (2011), beberapa menit pertama setelah adonan masuk oven, terjadi peningkatan volume adonan yang cepat. Pada saat ini enzim amilase menjadi lebih aktif dan terjadi perubahan pati menjadi dekstrin, sedangkan produksi gas karbondioksida meningkat. Pada suhu 50-600 C, aktivitas metabolisme khamir meningkat, sampai terjadi perusakan khamir karena panas berlebihan. Pada saat suhu mencapai sekitar 760 C, alkohol dibebaskan serta menyebabkan peningkatan tekanan dalam gelembung udara. Sejalan dengan terjadinya gelatinisasi pati, struktur gluten mengalami kerusakan karena penarikan air oleh pati. Di atas suhu 760 C terjadi penggumpalan gluten yang memberikan struktur crumb. Pada proses pemanggangan terjadi serangkaian reaksi yang berurutan sehingga menghasilkan roti yang diinginkan. Reaksi tersebut yaitu gas CO2 dibebaskan karena kenaikan suhu sampai ± 120°F (48,90 C), kemudian ditahan oleh gluten sehingga dapat menaikkan tekanan (Ginting, 2004).