BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.3 Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Plasmodium terdiri dari 5 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malaria, Plasmodium ovale dan Plasmodium knowlesi. Keempat spesies pertama tersebut terdapat di Indonesia. Spesies yang terbanyak ditemukan adalah Plasmodium falciparum dan vivax.3,6 Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi yang berat bahkan dapat menimbulkan kematian. 3 Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran / majemuk (mixed infection). Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka penularan tinggi. Penyakit ini jarang ditemui pada bulan-bulan pertama kehidupan. Anak yang berusia beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria yang berat dan dapat menyebabkan kematian bila disertai gangguan nutrisi.6 Penularan malaria dapat ditularkan secara alami melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, melalui transfusi darah atau secara kongenital antara ibu dan janin, walaupun cara infeksi ini jarang dijumpai. Intensitas penularan tergantung pada faktor yang berhubungan dengan parasit, vektor, manusia sebagai pejamu, dan lingkungan.3,4,6
Universitas Sumatera Utara
Secara klinis, gejala infeksi malaria tunggal terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu, yang diselingi satu periode bebas demam. Pasien biasanya mengalami lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pasien dengan infeksi majemuk / campuran (lebih dari satu jenis plasmodium), serangan demam terjadi terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya minimal.11 Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi. Masa inkubasi ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit. Masa terpendek pada Plasmodium falciparum dan terpanjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan derajat imunitas pejamu. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah pada Plasmodium falciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 13-17 hari dan Plasmodium malariae 28-30 hari. Masa inkubasi malaria akibat transfusi darah pada Plasmodium falciparum 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari, dan Plasmodium malariae 40 hari.6 Setelah melewati masa inkubasi, timbul periode paroksisme berupa gejala demam pada anak besar dan orang dewasa. Periode paroksisme biasanya terdiri atas tiga stadium yang berturutan, yaitu:
1.Stadium dingin Stadium ini diawali dengan gejala menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau
Universitas Sumatera Utara
sianosis, kulit kering dan pucat, muntah, dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.6
2. Stadium demam Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering, dan terasa panas, nyeri kepala, sering terjadi mual dan muntah. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium falciparum setiap 24-48 jam.11
3. Stadium berkeringat Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, kemudian suhu tubuh menurun dengan cepat, dan kadang-kadang sampai di bawah normal.6,11 2.2 Status nutrisi Status nutrisi pada anak dinilai berdasarkan antropometri, klinis, pemeriksaan laboratorik dan analisis diet.12 Setiap metode penilaian status nutrisi mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Metode yang paling sering digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan pemantuan status nutrisi anak adalah dengan menggunakan metode antropometri dan klinis.13,14 Antropometri merupakan pengukuran pada variasi dimensi fisik dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat nutrisi yang berbeda.14 Faktor umur sangat penting dalam penentuan status nutrisi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status nutrisi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.15 Indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur ( TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U), lingkar lengan atas menurut tinggi badan (LLA/TB). Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status nutrisi yang berbeda.15,16 Tabel 2.1. Pembagian status nutrisi menurut indeks antropometri17
STATUS NUTRISI
Ambang batas baku untuk keadaan nutrisi berdasarkan indeks
BB/U
80-120%
TB/U
90 - 110%
Normal Malnutrisi ringan-sedang
60 - 80%
70 – 90%
BB/TB
90 110% 70 – 90%
LLA/U
85 100% 70 - 85%
LLA/TB
> 85%
75 - 85%
Universitas Sumatera Utara
Malnutrisi berat
< 60%
< 70%
< 70%
< 70%
< 75%
Berdasarkan standar kurva pertumbuhan internasional NCHS/WHO (National Center for Health Statistics / World Health Organization) 2007 direkomendasikan penggunaan empat indikator dalam menilai pertumbuhan anak, yaitu:1,18,19 1. Tinggi badan menurut usia (TB/U) 2. Berat badan menurut usia (BB/U) 3. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 4. Body Mass Index menurut usia (BMI/U) Keempat indikator ini digunakan untuk mengetahui kondisi malnutrisi akut dan kronik, yaitu: berat badan kurang, kurus dan pendek.1,13,20 1. Berat badan kurang atau underweight ( BB/U < -2 SD sampai >-3 SD) merupakan komposisi dalam indikator pertumbuhan yang digunakan untuk menilai perubahan malnutrisi sepanjang waktu. 2. Kurus atau Wasted ( BB/TB < -2 SD sampai >-3 SD atau BMI/U < -2 SD sampai >-3 SD) sering dihubungkan dengan gagalnya peningkatan berat badan atau mengalami penurunan berat badan. kurus juga dianggap sebagai malnutrisi akut. 3. Pendek atau stunted ( TB/U < -2 SD sampai >-3 SD) sering dihubungkan dengan rendahnya kondisi ekonomi dan/atau akibat
infeksi
berulang dan juga dianggap suatu malnutrisi kronik.
Universitas Sumatera Utara
2.3.Hubungan infeksi malaria dan status nutrisi Infeksi dan status nutrisi saling mempengaruhi. Infeksi dapat mempengaruhi status nutrisi dan nutrisi yang menurun dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.21,22 Hal ini bergantung kepada status nutrisi anak sebelum sakit, terjadinya infeksi, lamanya infeksi, dan asupan makanan selama masa penyembuhan.1,21 Penelitian di Nigeria menemukan pengaruh Malaria Falsiparum akut terhadap perubahan berat badan anak berdasarkan faktor prediktor berat badan, pejamu dan parasit. Dari penelitian ini ditemukan bahwa malaria akut mempengaruhi pertumbuhan pada anak yang lebih muda.23 Penelitian di Linggasari Banjarnegara mendapatkan pada saat insiden malaria tinggi terjadi juga penurunan berat badan sejumlah anak balita.9 Pada Penelitian lain didapati tidak ada hubungan yang signifikan antara nutrisi kurang yang kronik dengan terjadinya malaria yang asimtomatik. Tetapi anak yang mengalami anemia dan anak dengan splenomegali lebih sering mengalami malaria asimtomatik.5 Beberapa peneliti menyimpulkan mekanisme hubungan antara gangguan nutrisi, infeksi, dan imunitas antara lain meliputi:21 1. Adanya anoreksia Gangguan keseimbangan nitrogen yang disebabkan oleh adanya infeksi atau gangguan imunitas dapat menurunkan asupan makanan. Terputusnya asupan makan dari anak yang menderita demam, diare atau infeksi lain dibeberapa negara dalam tata cara pemberian makan dapat menimbulkan kembali efek dari anoreksia. 2. Penurunan absorpsi dalam saluran pencernaan
Universitas Sumatera Utara
Penurunan absopsi protein, lemak, karbohidrat, nitrogen umumnya terjadi pada anak yang mengalami diare. Malabsorpsi vitamin A juga terjadi selama demam, diare akut dan infeksi pernafasan
3. Peningkatan katabolisme Respon suatu katabolik terjadi pada semua infeksi saat subklinis tanpa harus didahului oleh demam. Melalui rangsang pengeluaran interleukin-1 dari leukosit, perubahan hormon diawali dengan mobilisasi asam amino dari perifer, terutama dari otot skeletal. Asam amino digunakan untuk proses glukoneogenesis di hati dan nitrogen dikeluarkan di urin. Selain itu juga terjadi peningkatan kehilangan lipid, karbohidrat, copper, zinc dan elektrolit lainnya 4. Peningkatan anabolisme Selama infeksi, asam amino dipisah dari jalur normal untuk mensintesa immunoglobulin, limfokin, protein C-reaktif, dan berbagai protein lain termasuk enzimenzim hati. Selama demam dapat meningkatkan basal metabolic rate sekitar 12% setiap kenaikan 1°C. sehingga meningkatkan kebutuhan energi. 5. Kehilangan nutrien Infeksi dapat menurunkan konsentrasi mikronutrien dalam plasma dan meningkatkan pengeluaran dalam urin, seperti defisiensi vitamin A, asam askorbat, vitamin B, zat besi dan zink. Penelitian klinis tahun 2007 menunjukkan bahwa pemberian kombinasi vitamin A dan suplemen zink secara signifikan dapat menurunkan wabah penyakit malaria.24 Walaupun pemahaman pengaruh nutrisi pada malaria masih belum lengkap, namun
Universitas Sumatera Utara
jelas bahwa nutrisi secara kuat mempengaruhi wabah penyakit malaria.6 Disamping infeksi, ada beberapa hal lain yang mempengaruhi status nutrisi anak seperti: asupan makanan yang tidak cukup, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan jumlah anak dalam keluarga.10,20,25
2.4 Dampak infeksi malaria terhadap malnutrisi akut dan kronik Hubungan antara malnutrisi dan malaria sangat kompleks. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa malaria dapat dikaitkan dengan pertumbuhan dan malnutrisi sendiri juga dapat meningkatkan risiko terjadinya malaria.1 Malnutrisi adalah suatu gangguan akibat tidak adekuatnya atau tidak seimbangnya pengaturan makan, atau suatu kegagalan dalam mengabsorpsi atau menggantikan komponen dari makanan.18 Prevalensi malnutrisi energi protein dijumpai 53.3% pada anak usia dibawah 5 tahun di negara berkembang. Sekitar 32% diantaranya adalah pendek atau stunted dan 9% adalah kurus atau wasted. Prevalensi untuk berat badan badan kurang, pendek dan kurus berbeda-beda ditiap negara. Asia tenggara merupakan urutan teratas dari hasil survey ini.13,26 Sedangkan survey malaria tahun 1999 pada anak usia 2 tahun sampai 18 tahun di Jepang dijumpai prevalensi pendek dan kurus adalah 45.1% dan 9.2%.1 Malnutrisi energi protein juga dapat menyebabkan tingkat kehadiran sekolah anak menurun, kognitif anak menjadi rendah dan meningkatkan risiko kematian pada anak usia dibawah 5 tahun. Sekitar 56% dari kematian anak disebabkan oleh efek malnutrisi.26
Universitas Sumatera Utara
Suatu penelitian menemukan status nutrisi stunting dan wasting meningkatkan risiko terjadinya malaria dan anemia berat.26 Sedangkan penelitian pada tahun 2004 di Equatorial Guinea meneliti faktor sosioekonomi dan nutrisi terhadap infeksi Plasmodium falciparum menemukan anak perkotaan yang stunting dan belum pernah mendapat kolostrum berhubungan positif dengan parasitemia Plasmodium falciparum.27 Suatu Penelitian di Vanuatu tahun 1993 menemukan malaria yang disebabkan Plasmodium vivax merupakan prediktor utama dari kejadian malnutrisi akut pada anak usia dibawah 10 tahun.28 Sedangkan penelitian lain menyimpulkan bahwa anak malnutrisi berisiko tinggi terinfeksi malaria dibandingkan anak yang tidak malnutrisi.10
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka konsep INFEKSI SOSIOEKONOMI
PEKERJAAN
ASUPAN MAKANAN
PENDIDIKAN STATUS NUTRISI
OBESITAS
NUTRISI LEBIH
NORMAL
MALNUTRISI RINGAN-SEDANG
MALNUTRISI BERAT
KURUS
PENDEK
MALNUTRISI AKUT
MALNUTRISI KRONIK
: yang diamati dalam penelitian Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara