BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Terapi Alternatif 1.1 Defenisi Terapi Alternatif Terapi alternatif adalah setiap bentuk praktik pengobatan yang berada di luar bidang dan praktik pengobatan kedokteran modern (Hadibroto, 2006). Mursito (2003) menyatakan bahwa terapi alternatif digunakan diluar cara modern yang biasa dilakukan di rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan lainnya. Sedangkan menurut Mangoenprasadjo (2005), terapi alternatif merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang menggunakan cara, alat, atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran standar) dan dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran modern. Terapi alternatif menggunakan secara luas falsafah penyembuhan, pendekatan, dan berbagai jenis dan teknik terapi (Hadibroto, 2006). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi alternatif adalah praktik pengobatan, dan pelayanan kesehatan di luar praktik kedokteran yang mencakup luas falsafah penyembuhan, pendekatan dan berbagai jenis dan teknik terapi.
6
Universitas Sumatera Utara
1.2 Jenis dan Pemilihan Tepat Terapi Alternatif Menurut Charthy (1994 dalam Taruna, 2003) menyebutkan beberapa jenis terapi alternatif yaitu : akupresue, akupuntur, teknik alexander, kinesiology, aromaterapi, autogenic therapy, chiropractice, terapi warna, homeopati, osteopati, hipnoterapi, iridology, naturopathy, terapi nutrisi, terapi polaritas, psikoterapi, refleksiologi, pemijatan, dan pengobata.Cina. Dalam ensiklopedia terapi alternatif, Shealy (1998) menyebutkan jenis terapi ini dibagi dalam 3 kelompok besar yaitu: pertama, terapi energi yang meliputi akupuntur, akupresur, shiatsu, do-in, shaoilin, qiqong. T’ai chi ch’uan, yoga, meditasi, terapi polaritas, refleksiologi, metamorphic technique, reiki, metode bowen, ayurveda, terapi tumpangan tangan. Kedua, terapi fisik yang meliputi masase, aromaterapi, osteopati, chiropractic, kinesiology, rolfing, hellwork, feldenkrais methode, teknik alexander, trager work, zero balancing, teknik relaksasi, hidroterapi, flotation therapy, metode bates. Ketiga, terapi pikiran dan spiritual yang meliputi psikoterapi, psikoanalitik, terapi kognitif, terapi humanistik, terapi keluarga, terapi kelompok, terapi autogenik, biofeedback, visualisasi, hipnoterapi, dreamwork, terapi cahaya, biorhythms, terapi warna. Sedangkan menurut Hadibroto (2006), untuk memudahkan pemahaman mengenai cara-cara terapi alternatif yang beragam, NCCAM (National Centre for Complementary and Alternatif Medicine), yang menjadi sub-bagian dari NIH (National Institutes of Health), Bethesda, Maryland USA mengelompokkan terapi alternatif menjadi lima kategori, sesuai bidang cakupannya, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Alternative Medical Systems Alternative medical systems ini adalah pengganti dengan sistem pengobatan lengkap (healing systems) yang tidak diberikan oleh dokter biasanya. Sistem ini berkembang sebelum ditemukan metode pengobatan konvensional. Misalnya : pengobatan ala oriental (Oriental medicine), Ayurveda dan Naturopati. 2. Mind-Body Interventions (Intervensi pikiran-tubuh) Memperkuat fungsi dan reaksi tubuh dengan pendayagunaan kekuatan pikiran, misalnya : meditasi, hipnotis, berdoa dan mental healing. 3. Biological-based Therapy Menggunakan bahan alami, misalnya herbal product (China, Barat dan obat tradisional lainnya), diet khusus dan orthomolrcular remedies. 4. Manipulative and Body-based methods Merangsang atau menggerakan anggota tubuh untuk mengembalikan fungsinya yang normal, misalnya chiropractic, osteopathic manipulation, dan pijat (massage). Juga termasuk gerak dan latihan pernafasan seperti yoga, Alexander technique, pilates, teknik buteyko, eucapanic breathing. 5. Energy Therapy Mendayagunakan sumber energi untuk memperbaiki fungsi sistem tubuh yang menggunakan tenaga yang berasal dari dalam atau luar tubuh untuk mengobati penyakit, yaitu : biofield therapies (misalnya acupuncture, acupressure, qi gong, reiki, refleksilogi, therapeutic touch) dan bioelectromagnetic-based therapies (adalah terapi alternatif misalnya electromagnetic field therapy).
Universitas Sumatera Utara
Menurut penelitian Supradi (1996), seseorang yang sakit akan mengambil keputusan untuk berobat dengan mempertimbangkan 3 hal, yakni : (a). alternatif apa saja yang dilihat masyarakat agar mampu menyelesaikan masalahnya, (b). kriteria apa yang dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa alternatif yang ada, dan (c). bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih pengobatan alternatif tersebut. Cyberindo (CBN, 2004) menambahkan, perlu adanya cara memilih terapi alternatif yang tepat dan manfaatnya dengan cerdas. Menurut Hadibroto (2006), sebelum menggunakan terapi alternatif terlebih dahulu harus mempelajari manfaat dan kerugiannya dan jangan mudah percaya oleh iklan atau promosi dari penyedia jasa, terapi alternatif sering melebihlebihkan kehebatan produk kesehatan mereka. Badan Pengawas Obat dan Makanan atau FDA (food and drug administration) memperingatkan untuk berhati-hati dengan pernyataan iklan yang berlebihan, seperti : 1. Kata-kata yang menantang (red flag word) Misalnya kata-kata : jaminan memuaskan (satisfaction guaranteed), keajaiban pengobatan (miracle cure), atau penemuan baru (new discovery). 2. Semboyan pengobatan yang menyesatkan (pseudo-medical jargon) Banyak istilah-istilah yang terdengar meyakinkan, tetapi tidak didukung dengan pembuktian medis yang dapat dipercaya, misalnya, kata-kata meremajakan, membersihkan (purify), penetral racun (detoxify), membangkitkan tenaga baru (energiza), yang tidak begitu jelas apa maksud dengan semua itu.
Universitas Sumatera Utara
3. Menyembuhkan segalanya (cure-alls) Jangan percaya bila ada produk atau cara penyembuhan yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit hanya dengan satu cara. Pada dasarnya manusia itu unik, sehingga ada obat yang cocok bagi seseorang, tetapi tidak cocok untuk orang lain. Walaupun gejala penyakitnya sama, tetapi penyebabnya bisa saja berbeda. 4. Fakta anekdot (anecdotal evidence) Pernyataan yang tidak mengandung data ilmiah tetapi cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, misalnya khasiat susu kuda liar yang dipercaya ampuh menyembuhkan penyakit tertentu. Berdasarkan uraian diatas, banyaknya terapi alternatif membuat pasien bingung untuk memilihnya. Namun dari kriteria yang ada, terapi alternatif pijat refleksi adalah pilihan yang cocok. Hal ini dilihat dari masuknya terapi pijat refleksi ke dalam terapi energi. Menurut Pamungkas (2009) bahwa pemijatan refleksi merupakan pemberian energi yang dimasukan ke dalam tubuh untuk memperlancar peredaran darah, sehingga dapat terhindar dari penyakit dan dapat mengobati penyakit. Terapi alternatif pijat refleksi ini langsung memberikan sentuhan penekanan pijat pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai pada zona terapi yang berfungsi untuk menerangkan suatu batas dan letak reflekreflek yang berhubungan langsung dengan organ tubuh manusia. Hadibroto (2006) juga mengatakan, para peneliti menemukan adanya aliran energi di dalam tubuh yang berhubungan dengan zat kimia yang berfungsi sebagai
penghantar
rangsangan
untuk
mengontrol
pusat-pusat
yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi organ tubuh manusia. Oxenford (1998) menambahkan, ketika sebuah rangsangan berjalan di sepanjang garis, rangsangan itu juga akan merangsang segala sesuatu yang berada di garis saluran tersebut. Organ-organ dan bagian-bagian tubuh manusia yang berfungsi dengan baik akan membiarkan energi mengalir dengan bebas melaluinya, dengan hampir tidak mengubahnya. Tetapi, ketika rangsangan bertemu dengan area tubuh yang rusak maka efek dari penambahan aliran energi akan merangsang bagian tersebut untuk menyembuhkan diri sendiri. Selain itu, pijat refleksi mudah untuk dilakukan karena tidak harus dilakukan oleh terapis namun dapat dilakukan sendiri dimanapun dan kapanpun jika sudah tahu titik-titik saraf mana yang akan disentuh untuk mengobati penyakitnya. Biaya yang dikeluarkan juga relatif murah dan terjangkau serta manfaat yang dirasakan setelah pijat refleksi juga langsung terasa oleh klien.
2. Pijat Refleksi 2.1 Defenisi Refleksi Menurut Soewito (1995), Refleksologi adalah ilmu yang mempelajari tentang titik-titik tekan tertentu pada kaki dan tangan manusia, untuk suatu penyembuhan. Hadibroto (2006) menambahkan bahwa refleksologi adalah cara pengobatan dengan merangsang berbagai daerah refleks (zona) di kaki, tangan, dan telinga yang ada hubungannya dengan berbagai organ tubuh. Selain itu, Pamungkas (2009) juga mendefenisikan bahwa pijat refleksologi adalah jenis pengobatan yang mengadopsi kekuatan dan ketahanan
Universitas Sumatera Utara
tubuh sendiri, dengan cara memberikan sentuhan pijatan pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai zona terapi. Zona terapi adalah wilayah/daerah yang dibentuk oleh garis khayal (abstrak) yang berfungsi untuk menerangkan suatu batas dan reflek-reflek yang berhubungan langung dengan organ-organ tubuh. Sedangkan menurut Nirmala (2004), pijat refleksi temasuk suatu terapi pelengkap atau alternatif berupa pemijatan daerah atau titik refleks pada telapak kaki atau tangan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pijat refleksi merupakan salah satu pengobatan pelengkap alternatif yang mengadopsi kekuatan dan ketahanan tubuh sendiri, dimana memberikan suatu sentuhan pijatan atau rangsangan pada telapak kaki atau tangan yang dapat menyembuhkan penyakit serta memberikan kebugaran pada tubuh.
2.2 Sejarah Refleksi Bukti yang paling nyata dari sudah adanya praktik refleksologi pada kebudayaan kuno adalah ditemukan lukisan praktik refleksologi tangan dan kaki pada lukisan dinding di makam Ankhmahor (bangsawan tertinggi di bawah Firaun) di Saqqara, yang dikenal juga sebagai makam tabib. Lukisan dinding Mesir ini diperkirakan berasal dari tahun 2330 SM. Sebelum penemuan ini, anggapan umum mengenai refleksologi adalah bahwa sistem pengobataan ini berasal dan selalu dihubungkan dengan praktik penyembuhan oriental kuno seperti Shiatsu dan Akupunktur. Padahal di bagian dunia yang lain, suku Indian dari Amerika Utara juga diyakini sejak zaman purba telah mengetahui cara
Universitas Sumatera Utara
memanipulasi dan menstimulasi kaki orang sakit sebagai bagian dari praktik penyembuhan mereka. Dari semakin banyaknya informasi yang terkumpul akhirnya menyimpulkan, bahwa berbagai ragam praktik modern refleksologi telah ada di semua kultur pengobatan kuno (Hadibroto, 2006). Dalam peradaban Barat, salah satu buku yang paling awal yang berisikan tulisan mengenai refleksologi diterbitkan pada tahun 1582 oleh dua dokter Eropa yang paling menonjol pada zamannya, yakni Adamus dan A tatis. Selanjutnya adalah William H. Fritzgerald yang mengembangkan dan mempromosikan praktik refleksologi (Hadibroto, 2006). Pada tahun 1913,
Fritzgerald
menemukan
bahwa tekanan
yang
diaplikasikan pada titik-titik tertentu di tubuh bisa mengusir rasa nyeri dan memperbaiki fungsi dari organ-organ tubuh manusia tertentu. Berdasarkan risetnya Friztgerald mengembangkan suatu sistim baru yang terdiri dari sepuluh zona dan menjangkau mulai ubun-ubun hingga ujung jari kaki. Bersama Edwin Bowers C, menulis buku berjudul Zone Therapy yang kemudian dikenal sebagai refleksologi pada awal tahun 1960-an (Hadibroto, 2006). Pada tahun 1961, atas desakan ikatan profesi fisioterapis, nama zone therapy diubah menjadi reflexology (refleksologi). Nama-nama lain untuk refleksologi yang popular di Amerika adalah Pressure Point Massage, Compression Massage, Pointed Pressure Massage dan Vita-Flex. Sedangkan di Eropa dan bagian dunia lain tetap banyak dipakai istilah zone therapy, di samping Reflex Zone Therapy dan Reflexotherapy (Hadibroto, 2006) .
Universitas Sumatera Utara
2.3 Fisiologi Pemijatan Refleksi Pamungkas (2009) menyatakan bahwa terapi pijat refleksi adalah cara pengobatan yang memberikan sentuhan pijatan pada lokasi dan tempat yang sudah dipetakan sesuai pada zona terapi. Pada zona-zona ini, ada suatu batas atau letak reflek-reflek yang berhubungan dengan organ tubuh manusia, dimana setiap organ atau bagian tubuh terletak dalam jalur yang sama berdasarkan fungsi system saraf. Soewito (1995) menambahkan pada telapak kaki terdapat gambaran tubuh, dimana kaki kanan mewakili tubuh bagian kanan dan kaki kiri mewakili tubuh bagian kiri. Potter & Perry (1997) menegaskan bahwa pemberian sentuhan terapeutik dengan menggunakan tangan akan memberikan aliran energi yang menciptakan tubuh menjadi relaksasi, nyaman, nyeri berkurang, aktif dan membantu tubuh untuk segar kembali. Apabila titik tekan dipijat atau disentuh dan diberi aliran energi maka system cerebral akan menekan besarnya sinyal nyeri yang masuk kedalam sistem saraf yaitu dengan mengaktifkan sistem nyeri yang disebut analgesia (Guyton & Hall, 2007). Ketika pemijatan menimbulkan sinyal nyeri, maka tubuh akan mengeluarkan morfin
yang disekresikan oleh sistem serebral sehingga
menghilangkan nyeri dan menimbulkan perasaan yang nyaman (euphoria). Reaksi pijat refleksi terhadap tubuh tersebut akan mengeluarkan neurotransmitter yang terlibat dalam sistem analgesia khususnya enkafalin dan endorphin yang berperan menghambat impuls nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam system serebral dan medulla spinalis (Guyton & Hall, 2007; Potter & Perry, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Rasa sakit yang dirasakan oleh tubuh di atur oleh dua sistem serabut saraf yaitu serabut A-Delta bermielin dan cepat dan serabut C tidak bermeilin berukuran sangat kecil dan lambat mengolah sinyal sebelum dikirim ke sistem saraf pusat atau sistem serebral. Rangsangan yang masuk ke sistem saraf serabut A-Delta mempunyai efek menghambat rasa sakit yang menuju ke serabut saraf C, serabut saraf C bekerja untuk melawan hambatan. Sementara itu, signal dari otak juga mempengaruhi intensitas rasa sakit yang dihasilkan. Seseorang yang merasa sakit bila rangsangannya yang datang melebihi ambang rasa sakitnya, secara reflek orang akan mengusap bagian yang cedera atau organ tubuh manusia yang berkaitan dengan daerah titik tekan tersebut. Usaha tubuh untuk merangsang serabut saraf A-Delta menghambat jalannya sinyal rasa sakit yang menuju ke serabut C menuju ke otak, dampaknya rasa sakit yang diterima otak bisa berkurang bahkan tidak terasa sama sekali (Guyton & Hall, 2007) . 2.4 Metode Refleksi Menurut Pamungkas (2009), metode pijat refleksi yang berkembang di tanah air berasal dari dua sumber, yaitu metode dari Taiwan dan metode yang diperkenalkan oleh Benjamin Gramm. Pada metode yang berasal dari Taiwan ini dilakukan pemijatan dengan menekan buku jari telunjuk yang ditekuk pada zona refleksi. Sedangkan metode kedua adalah metode yang diperkenalkan oleh Benjamin Gramm, dimana metode ini mempergunakan alat bantu berupa stik kecil untuk menekan zona refleksi.
Universitas Sumatera Utara
Penekanan pada saat awal dilakukan dengan lembut, kemudian secara bertahap kekuatan penekanan ditambah sampai terasa sensasi yang ringan, tetapi tidak sakit. Pada individu seperti bayi, maupun orang tua maka tekanan dapat dibuat lebih lembut. Penekanan dapat dilakukan 30 detik sampai 2 menit (Harapan, 2009). Nirmala (2004) mengatakan, jika menggunakan alat bantu stik maka titik yang dipijat lebih terasa sakit, pijatan yang dilakukan bisa lebih kuat, tepat sasaran, dan tidak melelahkan. Apabila dengan menggunakan tangan, saat memijat akan terasa ada semacam butiran-butiran pasir bila organ yang dipijat ada gangguan. Kalau pasir tersebut tidak terasa lagi saat dipijat, maka tubuh sudah mulai membaik. Kedua metode tersebut telah berkembang di Eropa dan Amerika, dimana keduanya sama-sama bermanfaat untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit.
2.5 Hal-Hal yang Perlu diperhatikan Sebelum Pijat Refleksi Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pijat refleksi menurut Nirmala (2004) dan Pamungkas (2009), yakni sebelum pemijatan, kaki terlebih dahulu direndam air hangat yang diberi minyak essensial sejenis garam tapi wangi. Gunanya untuk menghilangkan kotoran dan kuman yang ada di kaki, Setelah itu, kaki dikeringkan kemudian memakai minyak khusus untuk pemijatan supaya kulit tidak lecet ketika dipijat. Pemijatan sebaiknya dilakukan dua hari sekali atau tiga kali dalam seminggu dan pimijatan tidak dianjurkan untuk dilakukan setiap hari atau setiap saat karena akan merusak saraf refleks. Setiap titik refleksi biasanya dipijat 5 menit, jika terasa sakit sekali boleh dipijat 10
Universitas Sumatera Utara
menit. Jika pemijatan terlalu keras dan klien merasa kesakitan, maka tekanan pijatan dikurangi dan memindahkan pijat ke bagian lainnya. Jangan memijat pada waktu klien menderita penyakit menular dan ada bagian tubuh yang luka ataupun bengkak. Sesudah pemijatan maka akan menimbulkan reaksi yakni pada klien yang sakit ginjal, kadang-kadang akan mengeluarkan urine berwarna coklat atau merah dan hal ini merupakan gejala yang normal, terasa sakit pinggang setelah pemijatan selama hari ketiga dan keempatnya dan ini merupakan tanda bahwa peredaran darah sudah mulai kembali normal. Selain itu, reaksi yang ditimbulkan adalah suhu badan naik, ini merupakan reaksi yang nomal sebagai reaksi kelenjar refleksi. Kemudian timbul adanya luka/ulkus di paha, ini merupakan bahwa kotoran yang ada di dalam darah tidak dibuang secara normal sehingga dibuang melalui luka/ulkus. Timbul adanya vena yang menonjol, ini merupakan sirkulasi darah kembali normal. Tumit kaki bengkak, ini merupakan bahwa ada kelenjarnya yang masih terhambat. Dan apabila ada salah satu bagian tubuh yang sakit, ini disebabkan karena ada peredaran darah tersebut berhasil kembali berjalan dengan normal.
2.6 Hal-hal yang Perlu diperhatikan Dalam Pijat Refleksi Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pijat refleksi menurut Nirmala (2004) dan Pamungkas (2009) adalah seseorang yang hanya sekali atau dua kali pijat belum tentu dapat sembuh dari penyakitnya, namun diperlukan waktu yang cukup. Biasanya sakit dapat berangsur-angsur sembuh atau berkurang dengan
Universitas Sumatera Utara
rajin dipijat. Untuk penyakit yang berat biasanya diperlukan 20-30 kali pijat atau sepuluh minggu.Bagi klien yang menderita penyakit jantung, diabetes melitus, lever dan kanker, pemijatan atau pemberian tekanan tidak boleh kuat. Tiap refleksi hanya boleh dipijat selama 2 menit. Pemijatan tidak boleh dilakukan apabila klien dalam keadaan sehabis makan. Setelah selesai pemijatan dianjurkan untuk minum air putih, agar kotoran dalam tubuh mudah terbuang bersama urine. Bagi penderita penyakit ginjal kronis tidak dianjurkan minum lebih dari 1 gelas. Tidak dianjurkan melakukan pemijatan jika dalam kondisi badan kurang baik karena akan mengeluarkan tenaga keras. Dan yang terakhir tidak dianjurkan pemijatan pada ibu hamil, karena akan terjadi peningkatan hormon dan badan terlihat bengkak dan terasa sakit apabila ditekan begitu juga tidak dianjurkan pada penderita rheumatoid arthtritis.
2.7 Titik-Titik Refleksi Pada Kaki dan Manfaatnya Gambaran tubuh dengan segala isinya dapat ditemukan pada telapak kaki, dan ini disebut titik tekan, titik tekan ini yang akan dimanfaatkan untuk suatu penyembuhan. Bila titik-titik tekan tertentu ditekan, maka akan menimbulkan suatu aliran energi yang mengalir sepanjang jalur zone pada zone yang ditekan tersebut (Soewito, 1995)
.
Universitas Sumatera Utara
Berikut gambar organ tubuh manusia yang di temukan pada telapak kaki sebagai berikut :
Gambar 1. Organ Tubuh Manusia pada Telapak Kaki
Berikut gambar titik tekan atau zona peta wilayah refleks di kaki adalah sebagai berikut :
Telapak Kaki kanan
Telapak Kaki kiri
Gambar 2. Titik Tekan atau Zona Peta Wilayah Refleks Kaki
Universitas Sumatera Utara
Kaki samping dalam
Tungkai kaki
Kaki samping luar
Gambar 3. Titik Tekan pada Kaki Samping Dalam, Tungkai Kaki dan Kaki Samping Luar
Sumber : Pamungkas, Refalino. (2009). Jari Refleksi Pijat Refleksi Dengan Jari. Yogyakarta : Lafal Indonesia Keterangan gambar pada sistem tubuh adalah : 2.7.1 Sistem persarafan pusat a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 1. otak (brain) 2. dahi 3. otak kecil (cerebellum) 4. N. V (trigeminus) b. Pada kaki samping luar 5. N. V (trigeminus) 2.7.2 Penglihatan a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 8. mata (eye)
Universitas Sumatera Utara
2.7.3 Pendengaran a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 9. telinga (ear) 2.7.4 Sistem pernafasan a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 7. hidung (nose) 11. otot trapezius 14. paru-paru dan bronkus (lung/broncos) b.
Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki 6. hidung (nose) 10. bahu (shoulder) 43. rongga dada (chest) 44. diafragma 48. esophagus 61. iga
2.7.5 Sistem kardiovaskuler a.
Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 29. jantung
2.7.6 Sistem pencernaan a.
Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 16. lambung 17. duodenum 18. pankreas
Universitas Sumatera Utara
19. serabut saraf lambung 23. yeyenum 24. colon transverses 25. apendiks 26. colon desendens 27. rectum 28. anus 29. limfa 2.7.7 Sistem perkemihan a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 21. ginjal 22. ureter 23. bladder 51. uretra 2.7.8 Sistem muskuluskletal a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 28. lutut (knee) b. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki 35. lutut (knee) 38. sendi panggul 46. rahang atas/gigi/graham (upper jaw/teeth/gums) 47. rahang bawah/gigi/graham (lower jaw/teeth/gums) 49. kunci paha (groin)
Universitas Sumatera Utara
54. tulang punggung (spine) 55. tulang pinggang (lumbar spine) 56. tulang kemaluan 57. tulang ekor (coccyx) 58. pinggul (hip) 2.7.9 Sistem reproduksi a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 29. kelenjer reproduksi (indung telur/testis) 31. kelenjer reproduksi (indung telur/testis) b. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki 49. rahim (uterus) dan kelenjer prostat 50. penis dan vagina 2.7.10 Sistem endokrin a. Pada telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri 7. leher 12. tiroid 13. paratiroid 19. adrenal 36. kelenjer reproduksi 53. tulang leher (cervical spine) 2.7.11 Sistem kelenjer limfe a. Pada kaki samping dalam & luar dan tungkai kaki 39. kelenjer getah bening (bagian atas tubuh)
Universitas Sumatera Utara
40. kelenjer getah bening (bagian perut) 41. kelenjer getah bening (bagian dada) 45. amandel
Adapun manfaat pijat refleksi itu sendiri menurut Pamungkas (2009) yaitu: Melancarkan sirkulasi darah di dalam seluruh tubuh, menjaga kesehatan agar tetap prima, membantu mengurangi rasa sakit dan kelelahan, merangsang produksi endorphin yang berfungsi untuk relaksasi tubuh, mengurangi beban yang ditimbulkan akibat stress, membuang toksin, memperkuat fungsi sistem limfatik yang menghilangkan racun dan zat bahaya lain dari tubuh, memperbaiki keseimbangan kimiawi tubuh dan meningkatkan imunitas, memperbaiki keseimbangan potensi elektrikal dari berbagai bagian tubuh dengan memperbaiki kondisi zona yang berhubungan, menyehatkan dan menyeimbangkan kerja organorgan tubuh manusia.
2.8 Teknik-Teknik Pemijatan Refleksi Adapun teknik-teknik pemijatan refleksi menurut Oxenford (1998) adalah sebagai berikut : a. Gerakan mengelus (Effleu-rage) 1) Geserkan tangan secara beruntun ke arah bawah dari puncak kaki (bagian punggng kaki), yaitu dari puncak siku kaki (mata kaki) ke ujung-ujung jari kaki 2) Geserkan ujung-ujung jari mengelilingi tulang siku kaki (mata kaki), gerakan ini akan sekaligus melembutkan kulit dan jaringan
Universitas Sumatera Utara
3) Geserkan jari-jari kebawah di sisi-sisi kaki dari puncak siku kaki (mata kaki) ke arah jari, satu tangan pada masing-masing sisi ini akan terasa seperti air mengalir pada kaki 4) Pegang kaki, gunakan telapak dan jari-jari tangan satu lagi untuk memijat berputar-putar dibagian punggung kaki yang terletak antara jari kelingking dan mata kaki b. Gerakan menyebar 1)
Pegang kaki dengan kedua tangan dimana jempol tangan saling bertemu di punggung kaki dan jari-jari lain menggenggam kaki. Tariklah jempol dari tengah kearah sampng. Ulangi gerakan ini secara menyeluruh sampai ke jari kaki
2)
Pegang kaki dengan kedua tangan diman jempol tangan saling bertemu ditelapak kaki dan jari-jar lain menggenggam kaki. Tarik jempol dari tengah kearah samping. Ulangi gerakan ini secara menyeluruh sampai ke jari kaki.
c. Siku kaki 1) Rotasi siku kaki Pengang tumit dengan telapak tangan, tangan yang satu lagi diletakan dijari-jari kaki dengan menggunakan empat jari tangan kemudian jempol tangan diletakan di samping jempol kaki. Putarlah kaki searah jarum jam. Lakukan beberapa putaran, kemudian ulangi dengan arah sebaiknya.
Universitas Sumatera Utara
2) Peregangan siku kaki Pegang kaki dengan cara yang sama seperti posisi rotasi sik kaki. Regangkan kaki kearah bawah sedemikian rupa sehingga jari-jari kaki menunjukkan kearah bawah, sejauh mungkin selama masih terasa nyaman. Selanjutnya, dorong kaki kembali kearah tungkai sehingga jari-jari kaki menunjuk kearah atas, sejauh mungkin selama masih terasa nyaman. d. Gerakan meremas/Mengaduk adonanroti Peganglah kuat-kuat satu kaki dengan satu tangan, pijatlah telapaknya dengan tangan lainya. Tangan yang memijat berada dalam posisi mengepal, gunakan bagian depan (bagian bawah dari jari-jari, bukan bagian tulang yang menonjol) dari kepalan tangan untuk memijat seluruh telapak kaki, dengan gerakan seakan-akan meremas/mengaduk adonan roti. Ini merupakan gerakan yang lambat, dalam dan berirama. Terutama berguna ketika mengerjakan tumit yang keras, disini boleh menggunakan bagian tulang yang menonjol dari sendi kedua jari-jari untuk mengendurkan jauh ke dalam jaringan tumit, dimana terletak refleks skiatik dan refleks pinggul. e. Gerakan-gerakan stimulasi (Perangsangan) 1) Gerakan naik turun dan dari sisi ke sisi Pegang kaki di antara kedua tangan, gerakan tangan-tangan dengan keras keatas dan bawah pada sisi-sisi kaki, dari tumit ke jari-jari kaki
Universitas Sumatera Utara
sebaliknya. Dalam posisi yang sama, sekarang gulungkan kaki diantara tangan-tangan sehingga berguling dari sisi ke sisi 2) Melonggarkan siku kaki Setelah melakukan gerakan diatas, kerjakan bagian belakang dari n tulang siku kaki dengan sisi-sisi tangan, dengan telapak menghadap keatas. Berikan rangsangan dan pengenduran pada sisi-sisi tumit. Ini juga merupakan gerakan yang cepat. Jangan menabrak bagian mata kaki f. Rotasi jari-jari kaki Pegang/dukung kaki dengan kuat dengan satu tangan yang memegangi kaki pada bagian tumit dalam posisi standar. Tangan lain digunakan untuk menggenggam jari-jari dengan kuat, tetapi tidak menekannya terlalu keras. Putarlah jari-jari kaki, tindakan ini akan melonggarkan jari-jari kaki dan meningkatkan kelenturan sekaligus mengendurkan otot-otot leher jari kaki. g. Putaran spinal Letakkan tangan dibagian punggung kaki secara berdampingan dengan jari-jari telunjuk saling bersentuhan dan jempol-jempol tangan berada dibawah telapak kaki. Dengan perlahan lakukan gerakan maju mundur dibagiann punggung kaki dan sekeliling bagian dalam telapak kaki. Selanjutnya pindahkan kedua tangan sedikit lebih depan (ke arah jari-jari kaki) dan ulangi seluruh gerakan
Universitas Sumatera Utara
h. Diafragma 1)
Pegang kaki, kemudian letakkan tangan untuk memijat dengan jempol berada pada alas bagian bola kaki dan jari-jari tangan terletak pada punggung kaki. Tekan ke arah bawah dimana jempol geserkan ke samping dan ulangi penekanan. Gerakan ini seperti mengangkat dan menurunkan botol bir dengan sebuah pegangan besar
2)
Dapat juga mengendurkan diafragma dengan memegangi kaki dengan cara yang sama dan mengerjakan bagian diafragma dengan memutar jempol jari tangan pemijat dengan kuat.
i. Pleksus solar Pleksus solar terletak di garis diafragma yaitu, letakkan tangan pada punggung kaki (jempol tangan dibagian telapak kaki) dan menekan perlahan-perlahan bagian tengah bantalan ditelapak kaki, refleks pleksus solar terletak di cekungan tengah-tengah bantalan. Pleksus solar adalah tempat bersilangnya saraf-saraf bagian perut. Tempat ini merupakan pusat utama untuk mengumpulkan stress dan semua perasaan gugup lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Berikut gambar beberapa teknik pemijatan refleksi adalah sebagai berikut :
Gambar 4. Teknik Pemijatan Refleksi Sumber : Oxenford. (1998). Penyembuhan Dengan Refleksologi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
3. Faktor-faktor Penyebab Klien Memilih Terapi Alternatif Pengobatan dalam masyarakat sebagai perilaku kesehatan masyarakat adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Terapi alternatif semakin beragam disamping pelayanan medis yang semakin meningkat mutu dan kecanggihan teknologinya. Ada beberapa faktor atau alasan penyebab seorang klien memilih terapi alternatif, diantaranya : (1). Faktor sosial masyarakat, (2). Faktor ekonomi, (3). Faktor budaya yang diadopsi klien kebanyakan, (4). Faktor psikologi, (5). Faktor kejenuhan terhadap pelayanan medis yang tidak memberikan kesembuhan, (6). Faktor manfaat dan keberhasilan terapi, (7). Faktor pengetahuan, (8). Persepsi tentang sakit dan kondisi penyakit yang di derita (Mubarak, 2009; Foster & Anderson, 1986; Turana, 2003; Varghese, 2004).
Universitas Sumatera Utara
3.1 Faktor Sosial Masyarakat Proses sosial menurut Mubarak (2009) merupakan cara-cara berhubungan orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial yang saling bertemu. Varghese (2004) menyebutkan bahwa pengaruh sosial memang sangat kompleks salah satunya adalah pengaruh orang lain atau sugesti teman yang memiliki alas an memilihan terapi alternatif. Menurut Deucth dan Gerard (1955, dalam Maramis, 2006) hal ini disebabkan karena pengaruh informasional yaitu pengaruh agar informasi yang diperoleh dari orang lain diterima sebagai fakta, sehingga dengan pengaruh tersebut dapat mempengaruhi prilaku orang-orang yang berada disekitarnya. Hal ini dapat dilihat pada fenomena sosial di sebagian masyarakat bahwa prilaku mencari dan memelihara kesehatan pada pengobatan alternatif tersebut sudah mendapatkan pembenaran bahkan saling merekomendasikan klien yang sakit pada pengobatan alternatif (foster & Anderson, 1986).
3.2 Faktor Ekonomi Faktor ekonomi mepengaruhi masyarakat dalam mempertahankan kondisi kesehatannya yang baik (Mubarak, 2009). Varghese (2004) menyatakan terapi alternatif dipilih karena alasannya murah dalam mempertahankan derajat kesehatan. Marsalina (2008) menambahkan bahwa pergi ke terapi alternatif biayanya sangat terjangkau bahkan ada yang membuat gratis maka, masyarakat dapat menikmati fasilitas kesehatan tersebut. Faktor ini diperkuat dengan persepsi masyarakat bahwa terapi alternatif sedikit membutuhkan tenaga, biaya, dan waktu (Foster & Anderson, 1986).
Universitas Sumatera Utara
3.3 Faktor Budaya yang Diadopsi Klien Kebanyakan Manusia
pada
dasarnya
adalah
makhluk
budaya
yang
harus
membudayakan dirinya terhadap kebutuhan dasarnya, dimana kebudayaan merupakan
keseleruhan
yang
kompleks
yang
didalamnya
terkandung
pengetahuan, kepercayaan, tingkah laku, kebiasaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat (Mubarak, 2009). Salah satu alasan mengapa klien memilih tempat terapi alternatif karena pengobatan di tempat ini memiliki seseorang yang mampu mempercepat kesembuhan penyakitnya (Foster & Anderson, 1986).
3.4 Faktor Psikologi Manusia merupakan makhluk bio-psiko-kultural-spiritual, dan unsur-unsur ini saling mempengaruhi. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan yang holistic dalam menghadapi individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan (Maramis, 2006). Termasuk diantaranya melalui pendekatan psikologis yaitu segala sesuatu berkenaan dengan proses mental baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada prilaku (Depdiknas, 2005). Kebutuhan akan hal ini tersebut menurut Kessler & Ress L dalam Turana (2003) dapat dipenuhi oleh terapi alternatif sehingga pasien lebih mengontrol penyakitnya. Dalam hal ini, klien memperoleh kenyamanan pada saat berobat. Selain juga tidak menggunakan peralatanperalatan yang menyakitkan (Zulkifli, 1999). Sedangkan Nirmala (2004) menambahkan, klien tidak ada keluhan atau rasa sakit selama pengobatan dan merasa diberi efek penyegaran dan relaksasi.
Universitas Sumatera Utara
3.5
Faktor
Kejenuhan
terhadap
Pelayanan
Medis
yang
Tidak
Memberikan Kesembuhan Proses terapi alternatif yang terlalu lama daripada pelayanan medis meyebabkan si penderita bosan menerima peran sebagai pasien, dan ingin segera mengakhirinya, oleh karena itu dia berusaha mencari alternatif terapi lain yang mempercepat penyembuhannya atau hanya memperingan rasa sakitnya (Foster & Anderson, 1986). Menurut Turana (2003) dari sudut pandang klien bukan suatu hal yang penting mengenai dasar ilmiah. Pengguna dari terapi alternatif ini biasanya pula mencoba pengobatan konvensional yang tidak menyembuhkan penyakitnya. Kedokteran modern belum mampu secara meyakinkan menangani masalah penyakit degeneratif seperti masalah penuaan, kanker, diabetes, hipertensi. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat dan minat pencari pertolongan ke terapi alternatif. Harapan (2009) menambahkan, seseorang yang sudah didiagnosa seorang dokter menderita penyakit yang parah dan dikatakan akan bertahan dua tahun lagi, maka seseorang itu mencari pengobatan lain untuk bertahan hidup dan mengatasi penyakitnya dengan menggunakan terapi alternatif.
3.6 Faktor Manfaat dan Keberhasilan Terapi Varghese (2004) menyatakan keefektifan dari terapi alternatif menjadi alasan yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan terapi alternatif. Suatu hal dikatakan berhasil apabila mendatangkan hasil atau perubahan ke arah yang diharapkan (Depdiknas, 2005). Pernyataan ini juga di dukung oleh Turana (2003)
Universitas Sumatera Utara
adanya beberapa manfaat umum dari terapi alternatif baik secara psikologis dan sosial yang dapat terpengaruh akibat ketidakpastian penyakit, biaya yang rendah dan menyenangkan, penguatan dan keterlibatan langsung klien dalam penanganan penyakitnya. Harapan (2009) berpendapat penggunaan terapi alternatif ini bisa langsung dirasakan manfaat dan keberhasilannya dalam mengatasi berbagai penyakit. Pamungkas (2009) menambahkan penggunaan terapi alternatif ini selain bisa menyembuhkan bisa juga untuk kebugaran dan secara tidak langsung dapat mencegah penyakit.
3.7 Faktor Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, telinga atau kognitif yang merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang yang didapat secara formal dan informal. Pengetahuan formal diperoleh dari pendidikan sekolah sedangkan pengetahuan informal diperoleh dari media informasi yaitu media cetak seperti buku-buku, majalah, surat kabar, juga media elektronika seperti televisi, radio dan internet (Purwanto, 1996). Pengetahuan formal terkait dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang berbeda mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan
Universitas Sumatera Utara
bereaksi terhadap kesehatan mereka, hal ini yang juga dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan terhadap pengobatan (Notoatmodjo, 2003). Tingkat pendidikan yang masih rendah serta kurangnya informasi kesehatan yang diterima menyebabkan sebagian besar masyarakat kurang menyadari akan pentingnya kesehatan. Keadaan seperti ini membuat masyarakat berpedoman bahwa sehat adalah kondisi fisik/biologisnya masih mampu melakukan aktivitas dan gerakan yang normal seperti biasanya berarti dalam kondisi sehat, sedangkan konsep sakit adalah jika kondisi tubuh sudah tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (Foster & Anderson, 1986). Menurut Turana (2003), bahwa sudut pandang klien bukan suatu hal yang penting mengenai dasar ilmiah. Penggunaan terapi alternatif ini biasanya pula sudah
mencoba
pengobatan
konvensional
yang
tidak
menyembuhkan
penyakitnya. Hal ini membuat pasien tidak percaya akan pelayanan medis, dan penggunaan terapi alternatif ini mendengar keberhasilan penyembuhan alternatif dari orang-orang disekitar lingkungan yang sudah mengalami kesembuhan melalui pengobatan alternatif tersebut.
3.8 Persepsi Tentang Sakit dan Kondisi Penyakit yang Diderita Pesepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama (Notoatmodjo, 2007). Menurut Mubarak (2009) persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya, dimana penyebab penyakit dikatagorikan 2 golongan yaitu pertama personalitik karena
Universitas Sumatera Utara
penyakit timbul karena perbuatan orang lain atau berbau mistik, sedangkan kedua yaitu naturalistik karena penyakit disebabkan faktor makanan,debu dan alam. Foster & Anderson (1986) berpendapat Tidak ada satu perilaku kesehatan individu yang sama dalam mencari alternatif penyembuhan, karena memang setiap individu memiliki karakteristik perilaku sendiri-sendiri. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsikan penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut (Notoatmodjo, 2007). Becker (1979 dalam Notoatmodjo 2007) mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan yaitu: perilaku sehat dan perilaku sakit. Perilaku sehat (health behavior) merupakan hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Sedangkan perilaku sakit (the sick role behavior) merupakan segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Universitas Sumatera Utara