4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Menopause Menopause adalah salah satu bagian dari siklus alami kehidupan reproduktif perempuan.1 Menopause merupakan berhentinya menstruasi, biasanya ditandai ketika seorang perempuan tidak lagi mengalami menstruasi selama 12 bulan berturut-turut, yaitu berakhirnya masa kesuburan akibat penurunan produksi dua hormon sex dari ovarium, yaitu esterogen dan progesteron.1 Menopause adalah periode dimana siklus seksual berhenti dan hormon-hormon kelamin perempuan menghilang dengan cepat sampai hampir nol.8
2.1.1. Tahapan Menopause Tahapan menopause dibagi menjadi 4, yaitu premenopause, perimenopause, menopause dan paskamenopause. Premenopause adalah masa sebelum menopause yang dapat ditandai dengan munculnya keluhan-keluhan klimakterium dan periode perdarahan uterus yang tidak teratur. Masa premenopause terjadi 4-5 tahun sebelum menopause, yang diawali dengan adanya keluhan berupa gangguan siklus menstruasi yang tidak teratur dan terkadang disela dengan jumlah darah menstruasi yang banyak.3 Perdarahan yang terjadi disebabkan karena turunnya kadar esterogen, insufisiensi korpus luteum dan kegagalan proses ovulasi.3 Setelah masa premenopause, seorang perempuan akan mengalami masa perimenopause.3 Perimenopause adalah masa menjelang dan setelah menopause. Di beberapa literatur, masa perimenopause di sebut juga dengan klimakterium.3,9 Masa klimakterium adalah periode transisi selama penurunan gradual dari efisiensi ovarium ketika ovulator berkurang regulasinya dan akhirnya berhenti, selama menopause, dan termasuk periode setelah menopause, ketika tubuh menyesuaikan perubahan endokrin dan perubahan lain yang terjadi.1 Masa klimakterium ditandai dengan kegagalan fungsi ovarium dan mulai muncul pada
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5
usia sekitar 45-50 tahun.10 Beberapa keluhan sistemik yang muncul berkaitan dengan vasomotor seperti gejala panas, insomnia, berkeringat banyak, sakit kepala, serta juga terjadi gangguan mental, seperti depresi.1,3,8 Masa menopause adalah haid terakhir yang masih dipengaruhi oleh hormon reproduksi yang berlanjut dengan tidak adanya haid selama 12 bulan berturutturut, kemudian dilanjutkan dengan masa paskamenopause.1,3 Paskamenopause adalah masa yang berlangsung 3-5 tahun setelah menopause.2 Perubahan yang muncul pada masa ini antara lain atropi organ reproduksi, penurunan ketebalan dan keratinisasi kulit dan mukosa, perubahan pada tulang yang dapat mengarah ke osteoporosis, dan kondisi predisposisi seperti artherosclerosis, diabetes, dan hipotiroid.1,3
2.1.3. Patofisiologi Menopause Esterogen, yang disekresi oleh ovarium, adalah hormon yang penting untuk perkembangan dan keberlangsungan dari karakteristik sekunder dan untuk pertumbuhan uterus. Progesteron, yang disekresi oleh corpus luteum dan plasenta, bertanggung jawab untuk membentuk dinding uterus pada bagian setengah akhir siklus menstruasi dan selama kehamilan.11 Pada usia 45-50 tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak teratur, dan ovulasi tidak terjadi selama beberapa siklus. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus terhenti sama sekali. Penyebab menopause adalah matinya ovarium. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya beberapa folikel primordia yang masih tertinggal yang akan dirangsang oleh FSH (Follicle Stimulating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon). Produksi esterogen dari ovarium berkurang ketika jumlah folikel primordia menjadi nol. Esterogen adalah hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium. Esterogen di sekresi dalam jumlah besar oleh ovarium sebagai respon terhadap hormon kelenjar hipofisis anterior, yaitu FSH dan LH, dan dalam jumlah kecil oleh hormon korteks adrenal.8 Ketika produksi esterogen menurun dibawah nilai kritis, esterogen tidak lagi dapat menghambat produksi dari FSH dan LH, juga tidak dapat merangsang aliran LH dan FSH ovulasi untuk menimbulkan siklus osilasi. FSH dan LH (khususnya
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6
FSH) diproduksi sesudahnya dalam jumlah besar dan kontinu. Esterogen diproduksi dalam jumlah dibawah nilai kritis untuk jangka waktu yang singkat sesudah menopause, tetapi setelah beberapa tahun, ketika folikel primordia yang tersisa menjadi atretik, produksi esterogen oleh ovarium turun menjadi hampir nol.8 Kadar esterogen saat premenopause adalah 40-400 pg/ml dan terus turun sampai pada masa paskamenopause 10-20 pg/ml. Penurunan ini menimbulkan keluhan atau perubahan klinis.6,8 Menstruasi muncul dalam beragam interval, dan penurunan aliran menstruasi disebabkan oleh sekresi estradiol (esterogen) yang tidak beraturan dan kurangnya sekresi progesteron saat fase luteal. Hilangnya hampir seluruh folikel membuat sekresi esrtradiol dari ovarium terhenti, dan estrone yang diproduksi theca cell dan adrenal androgens menjadi esterogen yang predominan.12 Selama menopause terjadi, sensitivitas folikuler terhadap stimulasi gonadotropin berkurang dan level plasma FSH dan LH meningkat. Ketika menopause terjadi, hilangnya feedback negatif dari estradiol dan inhibin meningkatkan plasma gonadotropin 4-10 kali lipat dari karakteristik pada fase folikuler, dan level FSH melebihi level LH. Walaupun siklus sekresi gonadotropin masih terjadi, tetapi kesuburan/fertilitas sudah hilang.12 Pada saat paskamenopause, seorang perempuan harus menyesuaikan kembali kehidupannya dari kehidupan yang mendapat rangsangan fisiologis dari esterogen dan produksi progesteron menjadi kehidupan yang kosong dari hormonhormon tersebut.8 Hilangnya esterogen seringkali menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis yang besar pada fungsi tubuh, termasuk rasa panas yang ditandai dengan kemerahan di kulit, dyspnea, mudah letih, berkeringat banyak, sakit kepala, insomnia, dan gangguan pada emosional seperti gelisah, cemas, depresi dan rasa tidak berguna yang muncul di beberapa perempuan.1,8
2.1.4. Pengaruh Menopause Terhadap Keadaan Intra Oral Baik progesterone maupun esterogen memiliki pengaruh terhadap jaringan periodonsium dan penyakit periodontal (gingivitis dan periodontitis).13 Penurunan kadar esterogen pada perempuan akan menimbulkan berbagai keluhan fisik dan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
7
psikologis.1,8 Keluhan fisik antara lain dapat berupa rasa tidak nyaman di dalam rongga mulut. Perubahan-perubahan pada rongga mulut dapat ditemukan pada gingiva, membran mukosa dan lidah, serta hilangnya tulang alveolar.1 Pada gingiva, terjadi beberapa perubahan seiring proses penuaan, antara lain hilangnya keratinisasi, berkurangnya stippling, meningkatnya lebar dari attached gingiva, berkurangnya selularitas jaringan ikat, meningkatnya substansi interselular dan pengurangan konsumsi oksigen. Pada pasien menopause, keratinisasi berkurang, epitelnya atropi, dan elastisitas gingiva menghilang.1,6,14 Perubahan gingiva terkait dengan menopause biasanya merepresentasikan respon berlebihan terhadap plak bakterial, dan menyebabkan gingivitis.11,13 Kondisi yang disebut sebagai menopausal gingivostomatitis (Senile Athrophic Gingivitis) juga dapat terjadi, yang ditandai dengan perubahan gingiva menjadi kering, mudah berdarah dan warnanya bervariasi dari pucat sampai menjadi sangat eritema.15 Menopausal gingivostomatitis umumnya terjadi selama menopause ataupun pada periode paskamenopause.1,15 Pasien dengan menopausal gingivostomatitis juga mengeluhkan adanya rasa kering pada mulut, sensasi terbakar pada kavitas oral terkait dengan sensasi ekstrim terhadap perubahan termal, sensasi rasa yang abnormal serta kesulitan dalam penggunaan GTSL (Gigi Tiruan Sebagian Lepasan).1,15 Jumlah cairan gingiva meningkat seiring bertambah parahnya inflamasi. Hormon progesterone dan esterogen meningkatkan permeabilitas dari pembuluh di gingiva dan aliran dari cairan gingiva.11,13,16 Cairan gingiva (gingival crevicular fluid) merupakan eksudat inflamasi yang normalnya muncul secara klinis pada sulkus gingiva.15 Penelitian Vittek menyatakan bahwa gingiva manusia memiliki protein reseptor untuk esterogen. Esterogen dapat mempengaruhi proliferasi selular dan proses keratinisasi pada epitel yang sensitif. Progesterone mempengaruhi dilatasi dan peningkatan permeabilitas mikrovaskular gingiva, serta peningkatan kerentanan terhadap luka dan eksudasi.11,13 Gejala dari gingivitis akibat pengaruh hormon termasuk akumulasi plak pada gigi, adanya inflamasi pada gingiva, gingival yang memerah, dan adanya perdarahan pada gingival. Perubahan ini bervariasi tergantung respon imun
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
8
masing-masing individual terhadap berbagai iritan di dalam mulut (contohnya plak gigi).13 Pada membran mukosa dan lidah dapat terjadi beberapa perubahan, seperti kekeringan (dryness) disertai dengan sensasi terbakar (burn sensation), perubahan komposisi saliva, gangguan pada kelenjar liur, yang dapat menyebabkan xerostomia dan menurunkan aliran saliva, epitel menjadi tipis dan atropi dengan pengurangan keratinisasi, dan toleransi terhadap protesa bisa berkurang, gangguan persepsi rasa kebiasaan makan dan diet yang tidak mencukupi dapat menyebabkan perubahan pada jaringan mukosa, dimana gejala ini biasanya terkait dengan defisiensi vitamin, terutama vitamin B.1,7,15 Defisiensi nutrisi yang terjadi dapat meningkatkan kerentanan jaringan periodontak terhadap terjadinya penyakit periodontal akibat faktor lokal seperti plak dan akumulasi kalkulus. Tekstur diet yang lunak juga dapat meningkatkan akumulasi plak dan pembentukan kalkulus.15 Mulut kering (xerostomia) biasa terjadi pada wanita menopause sehingga terjadi penurunan aliran saliva atau adanya perubahan konsistensi saliva. Berkurangnya aliran saliva menyebabkan produk bakteri akan mudah menempel pada permukaan plak sehingga dapat meningkatkan frekuensi terjadinya karies.11,17 Pada perempuan paskamenopause juga dapat terjadi hilangnya tulang alveolar akibat dari osteoporosis sistemik, resorpsi alveolar ridge, dan dapat terjadi kehilangan gigi. Tulang akan mengalami osteoporosis seiring dengan penuaan. Kepadatan tulang menjadi berkurang, jumlah trabekula berkurang, tulang kortikal menipis, vaskularisasi berkurang, dan kecenderungan fraktur meningkat.1,14 Pada orang tua, apalagi yang yang berusia lanjut seperti pada perempuan paskamenopause (usia 50-69 tahun)5,18,19 dapat mengalami kesulitan dalam menjalankan prosedur kebersihan mulut yang maksimal. Hal ini disebabkan karena adanya kondisi fisik dan psikologis yang sudah mengalami kemunduran, adanya medikasi yang sedang dijalani, serta terjadinya keterbatasan mobilitas dan kecekatan.20
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
9
2.2. Gingiva Normal 2.2.1. Anatomi Gingiva
Gambar 2.1 Anatomi normal gingiva Sumber: Carranza’s Clinical Periodontologi 9th edition. Philladelphia: W.B. Saunders Company. 2003:17.
Gingiva merupakan bagian dari mukosa mulut yang melapisi prosesus alveolaris dari rahang dan mengelilingi servikal gigi. Gingiva secara anatomis dibagi menjadi gingiva margin, sulkus gingiva, attached gingiva, dan interdental gingiva.21 Gingiva margin (free gingiva) merupakan batas tepi dari gingiva bebas yang berada di sekeliling gigi di bagian servikal (collar-like fashon), atau biasa juga disebut dengan unattached gingiva (gingiva yang tidak melekat). Lebar gingiva margin ± 1 mm dan dapat dipisahkan dari permukaan gigi dengan prob periodontal.21 Sulkus gingiva adalah ruangan dangkal di sekeliling gigi yang dibatasi oleh permukaan gigi pada satu sisi dan batas epitel dari marginal gingiva di sisi lainnya, dan berbentuk V. Penentuan klinis dari kedalaman probing pada sulkus gingiva merupakan parameter diagnosis yang penting. Kedalaman probing dari sulkus gingiva yang normal adalah 2-3 mm.21 Attached gingiva (gingiva yang melekat pada permukaan gigi dibawah garis servikal) merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Karakteristiknya firm dan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
10
resilient, serta terikat erat ke periosteum di bawahnya terhadap tulang alveolar. Aspek fasialnya relatif longgar dan merupakan mukosa alveolar yang bersifat movable. Lebar attached gingiva juga merupakan parameter klinis yang penting, yaitu jarak antara mucogingival junction ke proyeksi permukaan eksternal dari dasar sulkus gingiva/poket periodontal. Lebar dari attached gingiva bertambah seiring dengan penuaan.21 Interdental
gingiva
mencakup
gingival
embrasure,
yaitu
ruang
interproksimal dibawah area kontak gigi, dapat berbentuk piramidal/ col shape. Pada salah satu bagian papila, ujungnya berada diantara titik kontak; bagian lainnya berbentuk depresi (cekungan) seperti lembah yang menghubungkan papila fasial dan lingual, dan menyesuaikan diri dengan bentuk kontal interproximal. Bentuk gingival pada ruang interdental bergantung pada titik kontak diantara 2 gigi yang berdekatan dan ada/ tidak adanya resesi. Batas tepi dan ujung dari papila interdental di bentuk oleh marginal gingival.21
2.2.2. Karakteristik Gingiva Normal Pada gingival normal, warna dari gingival cekat dan marginal gingival dideskripsikan sebagai coral pink. Hal ini terjadi karena suplai vaskularisasi, ketebalan dan derajat keratinisasi epitel serta ada atau tidaknya sel berpigmen. Sel berpigmen seperti melanin, non-hemoglobin yang memberikan warna coklat bertanggung jawab pada pigmentasi normal kulit, gingival, dan membrane oral mukosa. Ukuran gingival berhubungan dengan jumlah elemen- elemen seluler dan interseluler serta suplai vascular. Jika terjadi perubahan ukuran pada gingiva, maka hal tersebut merupakan tanda umum penyakit gingival.21 Kontur/ bentuk gingival bervariasi dan bergantung pada bentuk gigi dan susunannya dalam lengkung rahang, lokasi dan ukuran dari area kontak proksimal, serta dimensi fasial dan lingual dari gingival embrasure. Bentuk interdental gingival ditentukan oleh kontur permukaan proksimal gigi dan lokasi serta bentuk gingival embrasure. Konsistensi gingiva padat dan kenyal, kecuali pada free margin, dan terikat dengan erat pada tulang di bawahnya. Gingiva cekat
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
11
tekstur permukaannya stippled, dimana stippling merupakan bentuk spesialisasi atau penguatan (reinforcement) adaptif terhadap fungsi gingiva.21 Tekstur permukaan dari gingiva juga berkaitan dengan kehadiran dan derajat keratinisasi epitel. Keratinisasi merupakan adaptasi protektif dari fungsi gingiva dan meningkat ketika gingiva distimulasi dengan penyikatan gigi. Kontur dari gingiva beragam dan bergantung dari bentuk gigi dan susunannya pada lengkung, lokasi dan ukuran dari area kontak proksimal, serta dimensi facial dan lingual dari gingival embrasure. Ukuran dari gingiva sama dengan jumlah total elemen selular dan intraselular yang dimiliki serta suplai vaskularnya.21
2.3. Gingivitis Gingivitis dapat didefinisikan sebagai adanya peradangan pada jaringan gingiva yang mengelilingi gigi, tanpa adanya kehilangan tulang secara radiografis.13 Peradangan atau inflamasi ditandai dengan adanya tumor (pembengkakan); kalor (perubahan suhu menjadi meningkat/panas); rubor (rasa sakit); dan dolor (kemerahan).22 Perubahan patologi pada gingivitis terkait dengan kehadiran mikroorganisme pada sulkus gingiva. Organisme ini memiliki kemampuan untuk mensistesa produk-produk (seperti kolagenase, hyalurodinase, protease, dsb.) yang menyebabkan kerusakan pada sel epitel dan jaringan ikat.22 Keradangan gingiva hampir selalu dihubungkan dengan adanya akumulasi plak yang terdapat pada/dekat marginal gingiva, ataupun kalkulus, plak yang telah termineralisasi.23 Keradangan gingiva biasanya disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk.24 Kebersihan mulut adalah prosedur untuk menjaga kesehatan rongga mulut, antara lain dengan menyikat gigi dan melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi.25 Keradangan gingiva dapat diatasi dengan membersihkan plak gigi secara efektif dengan menjaga kesehatan mulut. Kesehatan gingiva dapat dipertahankan dengan pemeliharaan kebersihan mulut secara efektif dan skeling.26
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
12
2.3.1. Etiologi Gingivitis Gingivitis yang terjadi terkait dengan formasi plak gigi merupakan bentuk penyakit gingiva yang paling umum terjadi. Plak yang menginduksi terjadinya penyakit gingiva adalah hasil interaksi dari mikroorganisme yang ditemukan di biofilm plak gigi dan jaringan, dan sel inflamasi host. Interaksi plak-host ini dapat dipengaruhi oleh efek faktor lokal, faktor sistemik ataupun keduanya; medikasi; dan malnutrisi yang dapat mempengaruhi keparahan dan durasi respon yang terjadi.27
2.3.1.1. Plak Gigi Plak gigi merupakan deposit lunak yang membentuk biofilm, menempel ke permukaan gigi atau permukaan keras lainnya pada kavitas oral, area supragingiva terutama sepertiga gingiva dan subgingiva terutama pada permukaan yang kasar, berlubang atau tepi restorasi yang overhanging. Plak gigi berwarna putih keabuabuan, kuning dan memiliki penampakan globular.17 Menurut posisinya pada permukaan gigi, plak diklasifikasikan menjadi plak supragingiva dan plak subgingiva. Plak supragingiva berada pada atau di atas bagian yang berbatasan dengan tepi gingival. Plak supragingiva yang langsung berkontak pada tepi gingival disebut sebagai plak margin. Plak subgingiva berada di bawah tepi gingiva, diantara gigi dengan jaringan sulkus gingiva.17 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi plak dan pH plak, yaitu: bakteri (Streptococcus mutans), area kontak retensi plak misalnya restorasi yang overhanging dan over-contour, ketebalan plak, buffer saliva, aliran saliva, fluoride, dan frekuensi mengkonsumsi karbohidrat.20 Beberapa faktor diketahui juga dapat mempengaruhi akumulasi plak, antara lain: gigi berjejal, permukaan yang kasar, area yang sulit dibersihkan, gigi berada diluar oklusi, serta multiplikasi bakteri.17 Plak gigi ini terlihat pada permukaan gigi setelah 1-2 hari tidak melakukan pembersihan pada mulut. Pergerakan jaringan dan pergeseran materi makanan pada permukaan gigi pada saat mengunyah mengakibatkan pembuangan plak
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
13
secara mekanik pada dua pertiga bagian koronal gigi, sehingga plak secara spesifik terlihat pada sepertiga bagian gingiva.17 Lokasi dan kecepatan pembentukan plak berbeda-beda pada setiap individu, tergantung dari kebersihan mulut, makanan yang dikonsumsi, faktor-faktor yang berasal dari tubuh inang, seperti komposisi dan aliran saliva. Pembentukan plak terjadi melalui tiga fase, yaitu pembentukan pelikel gigi, kolonisasi awal bakteri pada permukaan gigi, kolonisasi sekunder dan maturasi plak.17 Permukaan di dalam mulut ditutupi oleh glikoprotein saliva. Terjadi pertukaran hidroksiapatit email dengan glikoprotein saliva, diikuti dengan penguncian (interlocking) antara kristal-kristal anorganik dan masuk ke tubulus dentin sehingga terbentuklah pelikel. Pelikel mengandung substrat yang merupakan tempat bakteria di sekitarnya dapat melekat. Pelikel dengan substratnya pada permukaan benda keras yang tidak terlindung, menyebabkan bakteri secara progresif terakumulasi dan membentuk plak.17,28 Hanya dalam beberapa jam, bakteri dapat ditemukan melekat pada pelikel. Bakteri-bakteri ini melekat ke pelikel memalui adesin, yaitu molekul spesifik yang ada pada permukaan sel bakteri. Adesin ini akan berinteraksi dengan reseptor dalam pelikel gigi membuat massa plak menjadi matang, sehingga terjadilah transisi dari lingkungan awal aerobik (dimana banyak ditemukan spesies fakultatif gram positif) ke lingkungan anaerobik (dimana banyak ditemukan spesies anaerob gram negatif).17 Kolonisasi sekunder terbentuk dari bakteri yang pada awal kolonisasi tidak menempati permukaan gigi yang bersih. Bakteri-bakteri ini termasuk Prevotella intermadia, Prevotella loescheii, Capnocytophaga spp., Fusobacterium nucleatum dan Porphyromonas gingivalis. Mikroorganisme ini melekat pada bakteri yang telah melekat pada massa plak (koagregasi). Pada fase ini juga terjadi proses maturasi plak bakteri secara bersamaan.17
2.3.2. Kalkulus Gigi Interaksi plak-host untuk menginduksi terjadinya penyakit gingiva dipengaruhi oleh faktor lokal. Salah satu faktor lokal yang berkontribusi terhadap
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
14
gingivitis adalah pembentukan kalkulus. Faktor ini berkontribusi karena kalkulus mampu
mempertahankan
mikroorganisme
pada
plak
dan
menghambat
pembersihan dari teknik kontrol plak yang dilakukan sendiri oleh pasien.27 Menurut Carranza29, kalkulus gigi merupakan plak gigi yang telah termineralisasi yang menutupi permukaan gigi asli dan gigi tiruan. Hampir sama dengan Carranza, Wilkins1 juga mendefinisikan kalkulus gigi sebagai deposit keras hasil mineralisasi plak gigi yang terbentuk pada mahkota klinis gigi asli atau gigi tiruan atau pada protesa gigi lainnya.
2.3.2.1. Klasifikasi Kalkulus Gigi Kalkulus gigi, berdasarkan lokasi perlekatannya pada gigi serta jaraknya dari tepi gingiva (free gingival margin), terbagi menjadi dua, yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva.1,30,31 Kalkulus supragingiva terletak pada bagian korona dari tepi gingiva sehingga dapat terlihat mata.29 Kalkulus supragingiva ini biasanya berwarna putih atau putih kekuningan, konsistensi keras seperti tanah liat namun mudah dilepaskan dari permukaan gigi.29 Kalkulus supragingiva biasanya cepat terbentuk lagi setelah dilakukan pembersihan.29 Kalkulus supragingiva dapat ditemukan di permukaan bukal gigi molar rahang atas dan di permukaan lingual gigi anterior rahang bawah, mahkota dari gigi yang berada diluar lengkung oklusi, di gigi yang tidak digunakan (nonfunctioning teeth), atau di gigi yang tidak terkena sikat waktu menyikat gigi.1,29 Kalkulus subgingiva terletak lebih ke apikal dari tepi gingiva, meluas ke arah dasar sulkus gingiva atau ke dasar poket periodontal dan bila poket semakin dalam akibat penyakit periodontal, maka kalkulus akan terbentuk pada permukaan akar yang terekspos.1 Kalkulus subgingiva terletak dibawah puncak marginal gingiva sehingga tidak akan terlihat pada pemeriksaan klinis.29 Konsistensi kalkulus subgingiva lebih keras dan lebih padat serta lebih melekat erat ke permukaan gigi dibandingkan dengan kalkulus supragingiva.29 Kalkulus subgingiva biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauan.29 Kalkulus subgingiva dibentuk oleh mineralisasi plak subgingiva, eksudat inflamasi, dan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
15
cairan gingiva (gingival crevicular fluid) sebagai sumber mineral utama pembentukan.1,31
2.3.2.2. Mekanisme Pembentukan Kalkulus Kalkulus adalah dental plak yang telah mengalami mineralisasi.29 Pembentukan kalkulus terjadi dalam tiga tahap, yaitu pembentukan pelikel, maturasi plak, dan mineralisasi plak menjadi kalkulus.1 Plak yang lunak akan menjadi keras akibat presipitasi garam mineral, 1-14 hari setelah pembentukan plak.29 Tidak semua plak akan mengalami kalsifikasi. Plak pada awalnya mengandung sejumlah kecil material anorganik yang akan bertambah seiring dengan perkembangan plak menjadi kalkulus. Mikroorganisme tidak selalu berperan penting dalam pembentukan kalkulus karena kalkulus juga bisa terbentuk pada gigi yang tidak memiliki plak berisi bakteri.1,29 Kalsifikasi dimulai dari pengikatan ion kalsium ke komplek karbohidratprotein pada matriks organik dan presipitasi kristal garam kalsium fosfat. Mineralisasi terdiri dari pembentukan kristal hidroksiapatit, octocalcium phosphate,
whitlockite,
dan
brushite,
masing-masing
dengan
pola
perkembangannya khasnya. Kalsifikasi dimulai sepanjang permukaan bagian dalam plak supragingiva dan pada plak subgingiva yang berbatasan pada gigi. Dalam 24-72 jam, kalsifikasi dari pusat-pusat yang terpisah akan membesar dan menyatu, membentuk deposit padat dari kalkulus. Kalkulus terdiri dari lapisanlapisan yang dipisahkan oleh kutikula tipis yang akan menyatu selama proses kalsifikasi.29 Saliva
merupakan
sumber
terjadinya
mineralisasi
bagi
kalkulus
supragingiva, sedangkan serum transudat yang disebut gingival crevicular fluid merupakan sumber mineral bagi kalkulus subgingiva. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan kalkulus dari tahap plak lunak menjadi termineralisasi sekitar 10 hari hingga 20 hari, dengan waktu rata-rata 12 hari1, sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai jumlah maksimum pembentukan kalkulus adalah 10 minggu hingga 6 bulan.29
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
16
Waktu yang diperlukan untuk mengawali kalsifikasi dan jumlah dari akumulasi kalkulus berbeda-beda pada setiap orang tergantung kecenderungan individu dalam membentuk kalkulus, derajat kekasaran permukaan gigi, dan kebiasaan tiap orang dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.1 Berdasarkan perbedaan tersebut, tiap orang mungkin akan diklasifikasikan sebagai heavy, moderate, atau slight calculus, atau bahkan non-calculus formers.29
2.3.3. Klasifikasi Gingivitis Berdasarkan durasi dan keparahannya, gingivitis dibagi menjadi gingivitis akut, gingivitis rekuren, dan gingivitis kronis. Gingivitis akut muncul tiba-tiba, durasinya pendek, serta disertai rasa sakit. Gingivitis Rekuren adalah gingivitis yang muncul kembali setelah disembuhkan melalui perawatan atau hilang secara spontan. Gingivitis kronis muncul perlahan, durasinya panjang, dan tanpa disertai rasa sakit, kecuali jika terjadi komplikasi eksaserbasi akut.32 Berdasarkan distribusinya, gingivitis dibagi menjadi localized marginal gingivitis dimana distribusinya terbatas pada satu area atau lebih pada marginal gingiva, localized diffuse gingivitis dimana perluasan distribusinya terbatas dari marginal gingiva ke mucobuccal fold, localized papillary gingivitis dimana distribusinya terbatas pada satu area atau lebih dari interdental gingiva, generalized marginal gingivitis dimana distribusinya melibatkan marginal gingiva pada semua gigi yang berhubungan, serta generalized diffuse gingivitis dimana distribusinya melibatkan seluruh gingiva.32
2.3.4. Patogenesis Gingivitis Secara klinis, penyakit periodontal dimulai dengan adanya peradangan jaringan gingiva di sekitar leher gigi dan warnanya menjadi lebih merah daripada jaringan gingiva sehat. Peradangan jaringan gingiva (gingivitis) ditandai juga dengan adanya perdarahan spontan atau perdarahan yang sering saat menyikat gigi. Gingivitis jika tidak dirawat akan menimbulkan kerusakan jaringan perio yang lebih dalam. Proses terjadinya gingivitis dibagi menjadi 4 tahap yaitu tahap
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
17
1 (lesi inisiasi), tahap II (lesi awal), tahap III (lesi terbentuk), dan tahap IV (lesi advanced/meluas).32 Manifestasi awal dari adanya inflamasi gingiva adalah perubahan vaskular yang terdiri dari dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan inflamasi awal ini terjadi sebagai respon dari aktivasi leukosit terhadap mikrobial dan stimulasi sel endotel. Secara klinis, respon awal gingiva terhadap plak bakterial (gingivitis subklinis) tidak terlihat. Lesi initial ini terjadi 2-4 hari setelah stimulus mikrobial. Perubahan ini terjadi pada gingivitis tahap I.32 Seiring berjalannya waktu, gambaran klinis berupa eritema mulai muncul sebagai akibat dari proliferasi vaskular, serta terjadi perdarahan saat probing. Lesi awal ini terjadi 4-7 hari setelah stimulus mikrobial. Pada gingivitis tahap III, pembuluh darah menjadi engorged dan congested, tidak terjadi arus balik dari pembuluh vena, dan aliran darah menjadi terhambat, sehingga mengakibatkan gingival anoxemia yang terlihat seperti warna kebiruan pada gingiva yang memerah. Lesi ini terbentuk pada hari ke 14-21 setelah stimulus mikrobial. Pada tahap lesi advanced, lesi telah meluas hingga ke tulang alveolar dan mengarah ke kerusakan periodontal.32
2.3.5. Gambaran klinis gingivitis Dalam mengevaluasi tanda-tanda klinis gingivitis, kita harus sistematis, dimulai dari warna, kontur, konsistensi, posisi, derajat keparahan perdarahan dan rasa sakit. Gejala awal dari inflamasi gingiva yang mengarah ke terjadinya gingivitis adalah peningkatan produksi gingival crevicular fluid dan perdarahan pada sulkus gingiva dengan probing perlahan. Perdarahan gingival bervariasi keparahannya, durasi, dan kecepatanya untuk berhenti. Perdarahan pada probing terjadi lebih awal dibanding perubahan warna dan tanda-tanda visual yang lain pada inflamasi. Melihat perdarahan dibanding perubahan warna untuk mendiagnosa inflamasi gingiva tahap awal lebih berguna dibanding melihat tandatanda objektif yang lain, tetapi bukan berarti tanda-tanda klinis lainnya diabaikan.32 Indikator klinis terbaik untuk mengetahui adanya inflamasi gingiva adalah adanya perdarahan saat probing.33
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
18
Karakteristik dari keradangan gingiva atau gingivitis adalah adanya perubahan warna dari merah muda (coral pink) menjadi merah, dan lama kelamaan bisa menjadi merah kebiruan, adanya perubahan bentuk gingiva dari yang awalnya bentuk tipis dengan batas tajam menjadi edema dan bengkak pada papila interdental, perubahan pada posisi gingiva dengan pembengkakan tepi gingiva yang mendekati/terletak pada tonjolan mahkota, perubahan tekstur permukaan menjadi mengkilat, kehilangan bentuk gingiva yang bergelombang, kehilangan interdental groove dan free marginal groove, serta terjadi perdarahan pada tekanan ringan sampai spontan, atau timbulnya eksudat supuratif melalui orifis gingiva.27
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
19
2.4. Kerangka Teori Perempuan paskamenopause
Perubahan Hormonal
Perubahan Psikososial
Penurunan progesteron dan esterogen
Gangguan emosional
Depresi
Perubahan Fungsional
Penurunan sel-sel sekretori saliva
Penyakit sistemik dan obatobatan
Penurunan vasomotor
Penurunan fungsi pengunyahan
Stress
Penurunan GCF
Perubahan kualitas & kuantitas saliva
Penurunan resistensi terhadap bakteri
Penurunan fungsi kognitif
Diet
Protesa Kebersihan Mulut • Frekuensi menyikat gigi • Kunjungan ke dokter gigi
Penurunan Salivary flow rate & pH, serta buffer saliva
Xerostomia
PLAK Karies, antara lain karies servikal
Kalkulus
Keradangan penyakit periodontal • Gingivitis • Periodontitis
Gambar 2.2. Skema Kerangka Teori
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Universitas Indonesia