BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keluarga Berencana ( KB ) 2.1.1. Definisi Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : (1) mengindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5) menetukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004). Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagian dan sejahtera (Juliantoro, 2000). Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa. Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik KB, AKDR, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat
Universitas Sumatera Utara
diperoleh langsung dari apotek atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Pelayanan kontrasepsi suntik KB sering dilakukan oleh bidan dan dokter sedangkan pelayanan AKDR, implant dan vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan berkompeten. 2.1.2. Tujuan KB Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana. Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana. Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan dalam bidang KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar secara terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga berencana. Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB, penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan program di lapangan
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Visi dan Misi KB Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015″ dijabarkan dalam salah satu misinya kedalam peningkatan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (BKKBN, 2011).
2.2. Kontrasepsi Kontrasepsi adalah suatu alat, obat atau cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya konsepsi atau pertemuan antara sel telur dan sperma di dalam kandungan/rahim. Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan
dalam
tiga
kategori,
yaitu
menunda/mencegah
kehamilan,
menjarangkan kehamilan, serta menghentikan/mengakhiri kehamilan atau kesuburan. Cara kerja kontrasepsi bermacam macam tetapi pada umumnya yaitu : a. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi. b. Melumpuhkan sperma. c. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 2.3.1. Pengertian AKDR AKDR adalah alat kecil yang terdiri dari bahan plastik yang lentur, yang dimasukkan kedalam rongga rahim oleh petugas kesehatan yang terlatih (Manuaba, 2001). AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom. Efektifitas metode AKDR antara lain ditunjukkan dengan angka kelangsungan pemakaian yang tertinggi bila dibandingkan dengan metode tersebut diatas. Alat kontrasepsi dalam rahim terbuat dari plastik elastik, dililit tembaga atau campuran tembaga dengan perak. Lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas dengan waktu penggunaan dapat mencapai 2-10 tahun, dengan metode kerja mencegah masuknya spermatozoa/sel mani kedalam saluran tuba. Pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi ini harus dilakukan oleh tenaga medis (dokter atau bidan terlatih), dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi namun tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar infeksi menular seksual. 2.3.2. Jenis AKDR Jenis AKDR yang dipakai di Indonesia antara lain adalah : a. Copper-T AKDR berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.
Universitas Sumatera Utara
b. Copper-7 AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada AKDR Copper- T. c. Multi load AKDR ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini. d. Lippes loop AKDR ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). 2.3.3. Efektivitas AKDR Sebagai kontrasepsi, AKDR tipe Copper T efektifitasnya sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan). Sedangkan AKDR dengan progesteron
Universitas Sumatera Utara
antara 0,5 – 1 kehamilan per 100 perempuan pada tahun pertama penggunaan (Meilani, 2010). 2.3.4. Mekanisme Kerja AKDR Cara kerja dari AKDR adalah sebagai berikut: 1. Menghambat kemampuan sperma masuk ke dalam tuba falopii 2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri 3. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi 4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus. 2.3.5. Keuntungan AKDR Keuntungan dari AKDR adalah sebagai berikut: 1. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi 2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan 3. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti) 4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat 5. Tidak memengaruhi hubungan seksual 6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil 7. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI 8. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
Universitas Sumatera Utara
9. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih setelah haid terakhir) 10. Tidak ada interaksi dengan obat-obat 11. Membantu mencegah kehamilan ektopik. 2.3.6. Efek Samping atau Kerugian AKDR Adapun kerugian dari kontrasepsi AKDR adalah sebagai berikut: 1. Efek samping yang umum terjadi: a.
Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
b.
Haid lebih lama dan banyak
c.
Perdarahan (spotting) antar menstruasi
d.
Saat haid lebih sakit
2. Komplikasi lain: a.
Merasakan sakit dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan
b.
Perdarahan pada waktu haid lebih banyak dan memungkinkan penyebab terjadinya anemia
c.
Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)
3. Tidak mencegah IMS termasuk HIV / AIDS 4. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan 5. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR. Penyakit radang panggul memicu infertilitas
Universitas Sumatera Utara
6. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan plevik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan 7. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1 – 2 hari 8. Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri 9. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera setelah melahirkan) 10. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal 11. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini. 2.3.7. Indikasi Pemakaian AKDR Menurut Meilani (2010), indikasi pemakaian kontrasepsi AKDR adalah: 1. Wanita yang telah mempunyai anak hidup satu atau lebih 2. Ingin menjarangkan kehamilan 3. Sudah cukup anak hidup, tidak mau hamil lagi, namun takut atau menolak cara permanen (kontrasepsi mantap). Biasanya dipasang AKDR yang efeknya lama 4. Tidak boleh atau tidak cocok memakai alat kontrasepsi hormonal (mengidap penyakit jantung, hipertensi, hati)
Universitas Sumatera Utara
5. Berusia diatas 35 tahun, dimana kontrasepsi hormonal dapat kurang menguntungkan. 2.3.8. Kontraindikasi Pemakaian AKDR Menurut Meilani (2010) kontraindikasi pemakaian AKDR adalah: 1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil) 2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis) 4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septic 5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri 6. Kanker alat genital 7. Ukuran rongga panggul kurang dari 5 cm 2.3.9. Cara Pemasangan AKDR Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam rongga rahim (cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik ialah pada waktu serviks masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali (Hartarto, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Faktor-faktor dalam Memilih dan Menggunakan Alat Kontrasepsi Seperti kita ketahui sampai saat ini belum tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal atau sempurna. Pengalaman menunjukkan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masih dalam bentuk cafeteria atau supermarket, yang artinya calon klien memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkannya. Menurut Hartarto (2004), faktor-faktor yang memengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi adalah : 1. Faktor pasangan, yang dapat mempengaruhi motivasi dalam memilih metode kontrasepsi, yaitu meliputi : umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah anak yang diinginkan, pengalaman dengan alat kontrasepsi yang lalu, sikap dari individu sendiri dan sikap dari pasangan (suami). 2. Faktor kesehatan, yang dapat mempengaruhi keadaan kontraindikasi absolute atau relative, yaitu meliputi : status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan panggul. 3. Faktor metode kontrasepsi, yang berhubungan dengan tingkat penerimaan dan pemakaian yang berkesinambungan, yaitu meliputi: efektivitas, efek samping , kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial dan besarnya biaya. Keikutsertaan seorang akseptor dalam keluarga berencana juga tidak terlepas dari perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yaitu respon dan stimulus atau rangsangan. Respon atau reaksi manusia baik
Universitas Sumatera Utara
bersifat positif (pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktek), sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri dari empat unsur pokok, yakni sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan , makanan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
2.5. Teori Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan, apabila dilihat dari segi biologis. Secara lebih jelas perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Skinner, seorang ahli psikologi mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut merespon, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R”, atau stimulus Organisme Respons. Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaiatan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman,
serta
lingkungan.
Dari
batasan
ini,
perilaku
kesehatan
dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok. 2.5.1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance)
Universitas Sumatera Utara
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu : 1.
Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
2.
Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Maksudnya adalah bahwa kesehatan ini sangat dinamis dan relative, sehinga orang yang sehat juga perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
3.
Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memeliharan serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman.
2.5.2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem/Fasilitas Pelayanan atau Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) Perilaku ini adalah mengenai upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 2.5.3. Perilaku Kesehatan Lingkungan Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
kesehatannya. Dengan kata lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak menganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana pengelolaan pembuangan limbah, pengelolaan sampah dan sebagainya. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis dan sosial. akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebaginya (Notoatmodjo, 2007).
2.6. Teori Difusi Inovasi 2.6.1. Pengertian Inovasi Menurut Rogers (1983) inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut. Salah satu bekal yang berguna bagi usaha-usaha untuk memasyarakatkan ideide baru itu adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana ide-ide tersebut
Universitas Sumatera Utara
tersebar kedalam sistem sosial dan mempengaruhinya. Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial, yang merupakan inti dari perubahan masyarakat. Upaya memperkenalkan ide baru KB AKDR kepada masyarakat akan menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem sosial, baik dalam lingkup keluarga ataupun masyarakat secara keseluruhan. 2.6.2. Difusi dan Perubahan Sosial Menurut Hanafi (2000) difusi adalah tipe khusus komunikasi. Difusi merupakan proses bagaimana inovasi tersebar kepada anggota sistem sosial. Pengkajian difusi adalah telaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi adalah telaah tentang semua bentuk pesan. Dalam kasus difusi karena pesan yang akan disampaikan “baru” maka ada resiko bagi penerima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkah laku dalam penerimaan inovasi jika dibandingkan dengan penerimaan pesan biasa. Dalam difusi biasanya memusatkan perhatian pada terjadinya perubahan tingkah laku (overt behavior) yaitu menerima atau menolak ide-ide baru, tidak hanya sekedar perubahan pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap sebagai langkah perantara dalam proses pengambilan keputusan oleh seseorang yang akhirnya membawa perubahan pada tingkah laku. Menurut Rogers (1983), dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Inovasi Yaitu gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam
hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. 2.
Saluran komunikasi Yaitu seperangkat alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu memperhatikan: (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. 3.
Jangka waktu Yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam: (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang yang relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
Universitas Sumatera Utara
4.
Sistem sosial Yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Anggota sistem sosial bisa berupa perorangan (individu), kelompok informal, organisasi modern atau subsistem. Diantara anggota sistem sosial, ada yang memegang peran penting dalam proses difusi, yakni mereka yang disebut pemuka pendapat atau agen perubahan. Pemuka pendapat adalah seseorang yang relatif sering mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dalam cara tertentu secara informal. Para pemuka pendapat mempunyai pengaruh dalam proses penyebaran inovasi, mereka bisa mempercepat diterimanya inovasi oleh anggota masyarakat tetapi dapat juga menghambat tersebarnya suatu inovasi kedalam sistem. Agen perubahan adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi kedalam suatu sistem sosial. mereka adalah tenaga professional (petugas) yang mewakili lembaga instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan masyarakat dengan cara menyebar ide baru. Seorang agen perubahan adalah yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial dalam rangka melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh instansi atau lembaga mereka bekerja. 2.6.3. Proses Keputusan Inovasi Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang. Jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, dia mulai menggunakan ide baru, praktek baru atau barang baru itu dan menghentikan penggunaan ide-ide yang
Universitas Sumatera Utara
digantikan oleh inovasi itu. Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahuinya adanya inovasi, sampai mengambil keputusan menerima atau menolak dan kemudian mengukuhkannya. Dalam proses keputusan inovasi seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap untuk mengurangi ketidak yakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut. Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses ini merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan psikologi sosial yang menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan tahapan efek dasar. Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan. Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya.
2.7. Paradigma Proses Keputusan Inovasi Proses keputusan inovasi terdiri atas 5 tahap, yaitu: 1.
Knowledge (Pengetahuan) Pada tahapan ini individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa?, bagaimana?, dan mengapa? Merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Pada tahap ini individu akan
Universitas Sumatera Utara
manatapkan “Apa inovasi itu? Bagaimana dan mengapa ia bekerja? Dari pertanyaan tersebut akan membentuk tiga jenis pengetahuan, yaitu : a. Awareness knowledge
(Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan akan
keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada ini inovasi diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui keberadaan suatu inovasi. b. How-to-knowlegde (Pengetahuan pemahaman), yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan suatu inovasi dengan benar. Rogers memandang pengetahuan jenis ini penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan cukup tentang penggunaan inovasi ini. c. Principles-knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang prinsipprinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah tentang cara kerja dari AKDR, bagaimana fungsi dari penggunaan AKDR dalam mencegah proses kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Persuation (Bujukan) Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sifat positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Seorang individu akan membantuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi, maka tahap ini berlangsung setelah tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi. Tahap pengetahuan lebih bersifat kognitif, sedangkan tahap persuasi bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena individu pada tahap ini akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan social akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.
3.
Decision (Keputusan) Pada tahap ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, maka inovasi akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi, yaitu active rejection dan passive rejection. Active rejection terjadi ketika individu mencoba inovasi dan berpikir adakn mengadopsi inovasi tersebut namun akhirnya dia menolak. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berpikir untuk mengadopsi inovasi.
Universitas Sumatera Utara
4. Implementation (Penerapan) Pada tahap ini, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidak pastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidak pastian dari hasil-hasil inovasi masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Klein dalam hal ini masyarakat, akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidak pastian dari akibatnya. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi adalah suatu organisasi, karena dalam hal ini jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbada-beda. 5. Confirmation (Penegasan/Pengesahan) Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka individu akan mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers (1983) keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna menyatakan ketidak setujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang akan menguatkan keputusannya. Pada tahap ini mungkin terjadi perubahan keputusan jika diperoleh informasi yang bertentangan dengan inovasi. Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan menerima atau menolak inovasi selama jangka waktu yang tidak terbatas.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Adopsi Inovasi Menurut Rogers (1983), ada beberapa faktor yang memengaruhi proses adopsi inovasi, seperti: (1) faktor personal, (2) faktor sosial, dan (3) faktor situasional. 2.8.1 Faktor Personal yang Memengaruhi Adopsi Inovasi : 1.
Umur Adopsi inovasi yang tertinggi terdapat pada sekelompok orang yang berusia
relatif tua. Walaupun terdapat beberapa bukti bahwa orang-orang yang berusia relatif tua kurang dapat menerima perubahan, tetapi bukan berarti mereka tidak mau menerima perubahan untuk orang lain. 2.
Pendidikan Pendidikan
merupakan
sarana untuk
meningkatkan suatu
tambahan
pemahaman tentang hal-hal baru. Disamping itu pendidikan juga merupakan sesuatu yang dapat menciptakan dorongan kepada seseorang untuk menerima suatu inovasi. 3.
Karakteristik Psikologi Seseorang yang fleksibel secara mental, mampu memandang elemen-elemen
yang nyata dalam situasi yang baru apabila melakukan penyesuaian diri terhadap situasi tersebut. Dengan perkataan lain, kemampuan mengakses informasi dengan cepat dapat menciptakan suatu keadaan rasional, karena
hal tersebut akan
mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi.
Universitas Sumatera Utara
2.8.2. Faktor Sosial yang Memengaruhi Adopsi Inovasi terdiri dari: 1.
Keluarga Keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan untuk menerima suatu inovasi. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga. 2.
Tetangga dan Lingkungan Sosial Tetangga adalah orang-orang yang tinggal pada suatu geografis tertentu yang
telah mengembangkan suatu perasaan memiliki atau kebersamaan dan cenderung berasosiasi dengan sesamanya daripada dengan pihak luar. Pada umumnya belajar dengan tetangga biasanya lebih berhasil dari pada belajar dengan pihak lain yang tinggal berjauhan sehingga tetangga banyak berperan dalam proses adopsi inovasi. 3.
Kelompok Referensi Kelompok referensi adalah sekelompok orang yang dijadikan contoh oleh
orang lain atau kelompok lain dalam pembentukan pikiran, penilaian, dan keputusan dalam bertindak. Oleh sebab itu kelompok referensi berperan dalam menyadarkan masyarakat yang relatif lambat dalam mengadopsi sesuatu. 4.
Budaya Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam
proses adopsi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang sehingga menjadi penting dalam memengaruhi perilaku individu sedangkan sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada tata nilai yang ada.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Faktor Situasional yang Memengaruhi Adopsi Inovasi adalah: 1.
Status Sosial Kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat berhubungan positif dengan
proses adopsi inovasi. Seseorang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat cenderung lebih mudah menerima berbagai perubahan yang ditawarkan disebabkan ia lebih mudah untuk mendapatkan berbagai informasi tentang perkembangan baru yang sedang dan akan terjadi. 2.
Sumber Informasi Orang-orang
yang
memanfaatkan
berbagai
sumber
informasi
yang
didapatkannya berkorelasi positif dengan proses adopsi inovasi. Sebaliknya, orangorang yang enggan untuk mencari dan mendapatkan informasi dan hanya bergantung dengan informasi yang apa adanya akan berkorelasi negatif dengan proses adopsi inovasi.
2.9. Landasan Teori Keputusan akseptor untuk memilih dan menggunakan AKDR tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Teori yang menjelaskan tentang keputusan akseptor memilih alat kontrasepsi dapat dijelaskan dengan teori keputusan dari Rogers (1983) yang menerangkan bahwa
upaya
perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada seseorang tersebut, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1.
Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.
2.
Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut.
3.
Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.
4.
Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
5.
Tahap
Adoption
(Adopsi),
yaitu
tahap
seseorang
memastikan
atau
mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut. Dalam proses pengambilan keputusan inovasi dalam suatu system sosial, terdapat tiga hal, yaitu : 1.
Keputusan hak memilih inovasi
(optional innovation-decision), yang
menunjukkan kebebasan perorangan untuk memutuskan adopsi atau menolak terhadap inovaasi, tanpa harus tergantung pada keputusan inovasi anggota sistem sosial yang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.
Keputusan inovasi kolektif, yang merujuk pada keputusan adopsi maupun penolakan inovasi berdasarkan konsensus antar anggota sistem sosial
3.
Keputusan inovasi otoriter (authority innovation-decision), keputusan inovasi hanya oleh beberapa orang individu didalam sistem sosial yang memiliki kekuasaan, status maupun kemampuan untuk mengambil keputusan tersebut. Berdasarkan sifat inovasi yang akan didifusikan, dapat dipilih pendekatan
pengambilan keputusan yang sesuai. Tidak tertutup kemungkinan diperlukan dua atau lebih pendekatan keputusan secara berurutan sesuai dengan perkembangan keadaan. Rogers (1983), menjelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi proses adopsi inovasi, yaitu : 1.
Faktor personal, yaitu : umur, pendidikan, dan karakteristik psikologis.
2.
Faktor sosial terdiri dari keluarga, tetangga/lingkungan sosial, kelompok referensi dan budaya.
3.
Faktor situasional, yaitu status sosial dan sumber informasi.
Universitas Sumatera Utara
Saluran Komunikasi Kondisi Awal: 1. Situasi awal, 2. Kebutuhan & problem 3. Inovasi 4. Sistem sosial Pengetahuan
Karakteristik dari unit Pengambil Keputusan 1. Sosia ekonomi 2. Variabel individu 3. Perilaku komunikasi
Persuasi
Keputusan
Implementasi
Konfirmasi
1. Adopsi
Continued Adopsi Later Adopsi
2. Rejection
Discontinuance Continued
Karakteristik dari Inovasi 1. Relative Advantage 2. Compatibility 3. Complexity 4. Triability 5. Observability
Gambar 2.1. Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi Rogers (1983)
Universitas Sumatera Utara
2.10. Kerangka Konsep Kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel independen
Variabel dependen
Faktor Personal : 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pengetahuan
Faktor Sosial : 1. Peranan keluarga 2. Kelompok referensi 3. Budaya
Kelangsungan Penggunaan AKDR
Faktor Situasional : Konseling
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara