11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Program Keluarga Berencana (KB) Keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi perlindungan dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi serta menyelenggarakan pelayanan, pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal. Untuk wanita berusia minimal 20 tahun dan laki-laki berusia minimal 24 tahun. Mengatur jumlah, jarak dan usia ideal melahirkan anak, mengatur kehamilan dan membina ketahanan dan kesejahteraan keluarga (BKKBN, 2012). Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependuudkan dan Pembangunan Keluarga, maka dalam upaya mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas, pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui penyelenggaraan Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Kebijakan keluarga berencana tersebut dilaksanakan untuk membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak reproduksi secara bertanggung jawab tentang usia ideal perkawinan, usia ideal untuk melahirkan, jumlah ideal anak, jarak ideal kelahiran anak, dan penyuluhan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2014a).
11
10
12
Sejalan dengan itu, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, yang dituangkan dalam UU no.17 tahun 2007 tentang RPJPN, menetapkan misi pembangunan jangka panjang di antaranya mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Untuk mewujudkan bangsa
yang berdaya saing, dilakukan
upaya membangun sumber daya manusia yang berkualitas, yang keberhasilannya diukur dengan mengingkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), melalui upaya mencapai penduduk tumbuh seimbang yang ditandai dengan angka reproduksi neto (NRR) sama dengan 1 dan angka kelahiran total (TFR) sama dengan 2,1. Untuk itu dilakukan upaya peningkatan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang terjangkau, bermutu, dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas ditandai dengan menurunnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) (BKKBN, 2014a). Pelaksanaan program KB diharapkan lebih terarah dan dapat memperkuat pencapaian tujuan pengendalian penduduk. Dalam rangka mendukung pencapaian pembangunan nasional yang berwawasan kependudukan dan keluarga kecil bahagia sejahtera serta mencapai penurunan laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,1% dan Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) = 1, diperlukan pelayanan KB yang berkualitas (BKKBN, 2012). Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan 12
13
keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak (Kemenkes RI, 2014). Pelayanan tersebut mecakup pemberian pelayanan yang dapat melindungi klien dari risiko efek samping, komplikasi dan kegagalan pemakaian kontrasepsi. Hal ini penting karena klien yang menjadi peserta KB adalah orang yang ingin menunda memiliki anak, menjarangkan dan membatasi jumlah anak yang dimiliki, sehingga saat mereka menjadi peserta KB tidak menjadi sakit karena komplikasi ataupun kegagalan (hamil) (BKKBN, 2012). Visi yaitu: BKKBN “Terwujudnya pelaksanaan promosi dan KIP/Konseling Kesehatan Reproduksi di seluruh Fasilitas Kesehatan KB tahun 2019”. Melalui visi ini BkkbN diharpkan dapat menjadi inspirator dan fasilitator dan penggerak program keluarga berencana nasional segingga di masa depan seluruh keluarga Indonesia menerima ide keluarga berencana. Sedangkan misi BkkbN dibangun untuk mengemban tugas membangun keluarga Indonesia sebagai keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Untuk itu maka misi yang diemban tidak lain adalah : 1) Meningkatkan advokasi KB dan Kespro kepada stakeholder pengambil keputusan, 2) meningkatkan kualitas materi promosi dan KIP/Konseling KB dan Kespro, 3) tersedianya tenaga provider terlatih yang memberikan konseling KB dan Kespro
13
14
kepada klien, 4) tersedianya sarana dan prasarana yang memadai bagi pelaksanaan konseling KB dan Kespro di Fasilitas Kesehatan” (BKKBN, 2014a). Dalam rangka mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas, Pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui peraturanperaturan yaitu Peraturan Kepala BKKBN Nomor 1562/HK-010/B5/2006 tentang penjabaran program kegiatan bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera dalam pengelolaan keluarga daerah, Peraturan Kepala BKKBN Nomor 55/HK010/B5/2010 tentang standar pelayanan minimal bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera di kabupaten dan kota, Peraturan Kepala BKKBN Nomor 72/PER/B5/2011 tentang organisasi dan tata kerja Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Peraturan Kepala BKKBN Nomor 82/PER/B5/2011 tentang organisasi dan tata kerja perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi (BKKBN, 2014a). Strategi kegiatan promosi dan konseling kesehatan reproduksi dalam program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga adalah 1) merumuskan kebijakan, strategi, dan materi informasi pembinaan akses dan kualitas kesehatan reproduksi. 2) meningkatkan jejaring kerja sama dengan dinas/instansi pemerintah, mitra kerja, dan lembaga swadaya organisasi masyarakat (LSOM) dalam kegiatan kesehatan reproduksi. 3) menyediakan sarana promosi dan konseling kegiatan kesehatan reproduksi. 4) meningkatkan kompetensi promosi, konseling, dan pelayanan bagi tenaga pengelola dan pelaksana kesehatan reproduksi. 5) melaksanakan kegiatan kesehatan reproduksi (penggerakan, sosialisasi, promosi dan 14
15
konseling). 6) dan, melaksanakan monitoring, evaluasi, dan pembinaan kegiatan kesehatan reproduksi (BKKBN 2014b). Akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana yang bermutumerupakan suatu unsur penting dalam upaya pencapaian pelayanankesehatan Reproduksi. Secara khusus dalam hal ini termasuk hak setiaporang untuk memperoleh informasi dan akses terhadap berbagai metodekontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau dan akseptabel (Saifuddin,2010).
2.2. Kontrasepsi Kontraspesi berasal dari kata “Kontra” yang berarti mencegah atau melawan dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah upaya mencegah pertemuan sel telur matang dan sperma untk mencegah kehamilan (BKKBN, 2011). Kontrasepsi adalah upaya mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan (Proverawati dkk, 2010). Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/ mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma.Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan.
15
16
2.2.1. Pembagian Kontrasepsi Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern. 1.
Kontrasepsi Sederhana Kontrasepsi sederhana terbagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus, pantang berkala, metode suhu badan basal, dan metode kalender. Sedangkan kontrasepsi sederhana dengan alat/obat dapat dilakukan dengan kondom, diafragma, kap serviks, dan spermisid.
2.
Kontrasepsi Modern Kontrasepsi modern dibedakan atas 3 yaitu: 1) kontrasepsi hormonal, yang terdiri dari pil, suntik, implant/AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit). 2) IUD/AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). 3) Kontrasepsi mantap yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria) (Hartanto, 2010). Menurut Proverawati dkk (2010) secara umum pembagian kontrasepsi
menurut cara pelaksanaannya terdiri atas : 1. Cara temporer (spacing) yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun sebelum menjadi hamil lagi. 2. Cara permanen (kontrasepsi mantap) yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara mencegah kehamilan permanen.
16
17
2.2.2. Persyaratan Pemakaian Alat Kontrasepsi Adapun syarat-syarat pemakaian alat kontrasepsi adalah sebagai berikut : 1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat 2. Tidak ada efek samping yang merugikan 3. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan 4. Tidak menganggu hubungan persetubuhan 5. Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya 6. Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit 7. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat 8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri (Proverawati dkk, 2010). 2.2.3. Faktor-faktor dalam Memilih Metode Kontrasepsi Faktor – faktor dalam memilih metode kontrasepsi : Bahwa sampai saat ini kita mengetahui belumlah tersedia satumetode kontrasepsi yang benar 100% ideal/ sempurna. Pengalamanmenunjukan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masihdalam bentuk supermarket/toko, dimana calon akseptor memilih sendirimetode kontrasepsi yang diinginkannya (Hartanto, 2010). Faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi : 1. Faktor Pasangan (Motivasi dan Rehabilitas) Faktor pasangan memiliki beberapa sub faktor seperti umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan, dan sikap kepriaan (dukungan suami). 2. Faktor Kesehatan (Kontraindikasi absolute atau relatif) 17
18
Begitu pula dengan faktor kesehatan memiliki beberapa factor didalamnya seperti status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik. 3. Faktor metode kontrasepsi (Penerimaan dan pemakaian) Didalam faktor metode kontrasepsi ada faktor-faktor didalamnya seperti efektivitas, efek samping, kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial dan biaya.
2.3. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) merupakan alat kontrasepsi terbuat dari plastik yang flesibel dipasang dalam rahim. Kontrasepsi yang paling ideal untuk ibu pasca persalinan dan menyusui adalah tidak menekan produksi ASI yakni Alat Kontarsepsi dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Device (IUD), suntikan KB yang 3 bulan, minipil dan kondom (BKKBN, 2014b). Ibu perlu ikut KB setelah persalinan agar ibu tidak cepat hamil lagi (minimal 3-5 tahun) dan punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak dan keluarga. Kontrasepsi yang dapat digunakan pada pasca persalinan dan paling potensi untuk mencegah miss opportunity berKB adalah Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) atau IUD pasca plasenta, yakni pemasangan dalam 10 menit pertama sampai 48 jam setelah plasenta lahir (atau sebelum penjahitan uterus/rahim pada pasca persalinan dan pasca keguguran di fasilitas kesehatan, dari ANC sampai dengan persalinan terus diberikan penyuluhan pemilihan metode kontrasepsi. Sehingga ibu yang setelah bersalin atau keguguran, pulang ke rumah sudah menggunakan salah satu kontrasepsi (BKKBN, 2014b).
18
19
AKDR adalah suatu alat pencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma atau ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, ada reaksi terhadap benda asing disertai peningkatan leukosit (Everett, 2012). AKDR adalah suatu alat pencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma atau ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, ada reaksi terhadap benda asing disertai peningkatan leukosit. 2.3.1. Mekanisme Kerja Sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana mekanisme kerja AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebukan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma. Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berbeda. Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus, selain menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasit anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi sperma (Sulistyawati, 2012). 2.3.2. Jenis AKDR Menurut Arum (2009) jenis-jenis AKDR adalah sebagai berikut : 1.
AKDR CuT-380 A Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselebungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).
19
20
2.
AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering) Menurut Darmani (2003) AKDR yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T. a. Lippes Loop AKDR Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio opaque pada pemeriksaan dengan sinar-x. Menurut Proverawati (2010) AKDR Lippes Loop bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda ukuran panjang bagian atasnya. b. Cu T 380 A AKDR Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T dengan tambahan bahan Barium Sulfat.Pada bagian tubuh yang tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembagadan pada bagian tengahnya masingmasing mengandung 68,7 mg tembaga , denganluas permukaan 380 ± 23m2.Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32 mm, dengan diameter3 mm. pada bagian ujung bawah dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagaikontrol dan untuk mengeluarkan AKDR.
20
21
c. Multiload 375 AKDR Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai 375 mm2 kawat halus tembaga yang membalut batang vertikalnya. Bagian lengannyadidesain
sedemikian
rupa
sehingga
lebih
fleksibel
dan
meminimalkan terjadinyaekspulsi. d. Nova – T AKDR Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan bagian lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka pada jaringansetempat pada saat dipasang. e. Cooper-7 AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2 fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T (Proverawati, 2010). Menurut Suparyanto (2011) AKDR terdiri dari AKDR hormonal dan non hormonal. 1. AKDR Non-hormonal Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah obat atau tidak. 21
22
a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2: 1) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7. Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T. 2) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan Graten ber-ring. b. Menurut Tambahan atau Metal : 1). Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun). Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera di belakang IUD menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 220 mm2. Cara insersi: Withdrawal. 2). Unmedicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon. Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes Loop dapat dibiarkan in-utero untuk selama-lamanya sampai menopause, sepanjang tidak ada keluhan persoalan bagi akseptornya. IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis Un Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-7, Multiload dan Nova-T. 2. IUD yang mengandung hormonal a. Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan dilakukan dengan teknik insersi: Plunging (modified withdrawal). 1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam. 22
23
2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 µg progesteron setiap hari. 3) Tabung insersinya berbentuk lengkung. b. Mirena Mirena adalah AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) yang terbuat dari plastik, berukuran kecil, lembut, fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil levonogestrel dalam rahim. Mirena merupakan plastik fleksibel berukuran 32 mm berbentuk T yang diresapi dengan barium sulfat yang membuat mirena dapat terdeteksi dalam pemeriksaan rontgen. Mirena berisi sebuah reservoir silindris, melilit batang vertikal, berisi 52 mg levonorgestrel (LNG). Setelah penempatan dalam rahim, LNG dilepaskan dalam dosis kecil g/hari (20 pada awalnya dan menurun menjadi sekitarg/hari 10 setelah 5 tahun) melalui membran polydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim. Pelepasan hormon yang rendah menyebabkan efek sampingnya rendah. Keunggulan dari AKDR ini adalah efektivitasnya tinggi, dengan tingkat kesakitan lebih lebih ringan. Mirena merupakan sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk wanita yang tidak dapat mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya. Mengurangi frekuensi ovulasi (Rosa, 2012). Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi lendir serviks. Lendir serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat perjalanan sperma untuk bertemu sel telur. Menipiskan endometrium, lapisan dinding rahim yang dapat mengurangi kemungkinan implantasi embrio pada endometrium. 23
24
Setelah mirena dipasang 3 sampai 6 bulan pertama, menstruasi mungkin menjadi tidak teratur. Mirena dapat dilepas dan fertilitas dapat kembali dengan segera (Rosa, 2012). 2.3.3. Keuntungan Penggunaan AKDR Keuntungan AKDR adalah : (Saifuddin, 2010) 1.
Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi
2.
Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).
3.
AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
4.
Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu diganti)
5.
Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
6.
Tidak mempengaruhi hubungan seksual
7.
Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil
8.
Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380 A).
9.
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
10. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi). 11. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid terakhir) 12. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan 13. Mencegah kehamilan ektopiks
24
25
2.3.4. Kerugian Penggunaan AKDR Kerugian penggunaan alat kontrasepsi AKDR (Proverawati, 2010) adalah sebagai berikut: 1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan) 2. Haid lebih lama dan banyak 3. Perdarahan (spotting antar menstruasi) 4. Saat haid lebih sedikit Adapun kerugian AKDR, yaitu : (Saifuddin, 2010) 1.
Efek samping yang umum terjadi a.
Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
2.
b.
Haid lebih lama dan banyak
c.
Perdarahan (spotting antar menstruasi)
d.
Saat haid lebih sedikit
Komplikasi AKDR a.
Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan
b.
Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia
c. 3.
Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)
Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS
25
26
4.
Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.
5.
Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR.
6.
Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan.
7.
Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi setelah pemasangan AKDR, biasanya menghilang selama 1 hari.
8.
Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR.
9.
Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan).
10. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal. 11. Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini. 2.3.5. Persyaratan Pemakaian AKDR Menurut Saifuddin (2010) yang dapat menggunakan AKDR adalah : 1.
Usia reproduktif
2.
Keadaan nulipara
3.
Menginginkan kontrasepsi jangka panjang 26
27
4.
Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
5.
Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
6.
Risiko rendah dari IMS
7.
Tidak menghendaki metode hormonal
8.
Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
9.
Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari Pada umumnya ibu dapat menggunakan AKDR Cu dengan aman dan efektif.
AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya: (Saifuddin, 2010) 1.
Perokok
2.
Sedang menyusui
3.
Gemuk ataupun yang kurus
4.
Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeki
5.
Sedang memakai antibiotika atau anti kejang Begitu juga Ibu dalam keadaan seperti dibawah ini dapat menggunakan AKDR: (Saifuddin, 2010)
1. Penderita tumor jinak payudara, kanker payudara 2. Tekanan darah tinggi 3. Pusing-pusing, sakit kepala 4. Varises di tungkai atau di vulva 5. Penderita penyakit jantung 6. Pernah menderita stroke 27
28
7. Penderita diabetes dan penyakit hati atau empedu 8. Epilepsi 9. Setelah pembedahan pelvic 10. Penyakit tiroid 11. Setelah kehamilan ektopik 2.3.6. Penggunaan AKDR yang Tidak Diperkenankan Kontra indikasi pemasangan IUD antara lain : 1.
Kemungkinan hamil atau sedang hamil
2.
Baru saja melahirkan (2 – 28 hari pasca persalinan)
3.
Memiliki risiko IMS (termasuk HIV)
4.
Menstruasi yang tidak biasa
5.
Infeksi atau masalah dengan organ kewanitaan seperti : IMS atau penyakit radang panggul dalam 3 bulan terakhir, HIV atau AIDS
Infeksi setelah
melahirkan atau keguguran dan kanker pada organ kewanitaan (BKKBN, 2010). Menurut Arum (2009) penggunaan AKDR yang tidak diperkanankan pada: 1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil) 2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servisitis) 4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami abortus septik 5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat memengaruhi kavum uteri 6. Penyakit trofoblas yang ganas 28
29
7. Kanker alat genetalia 8. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm. 2.3.7. Waktu Pemasangan AKDR Melakukan pemasangan AKDR selama masih menstruasi akan menghilangkan risiko pemasangan AKDR ke dalam uterus yang dalam keadaan hamil, namun klien lebih rentan terhadap infeksi. Pemasangan AKDR dapat dilakukan pada hari-hari selama siklus menstruasi. Angka kejadian AKDR terlepas spontan lebih rendah bila AKDR tidak dipasang selama masa menstruasi (Sulistyawati, 2012). 1.
Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil.
2.
Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.
3.
Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca persalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenoure.
2.3.8. Cara Kerja Pemasangan AKDR Menurut Saifuddin (2010) cara kerja pemasangan AKDR adalah sebagai berikut: 1. Persiapan peralatan dan instrumen Menyiapkan peralatan dan instrumen sebelum melakukan tindakan. Bila alat-alat berada dalam paket yang telah disterilisasi, jangan membuka paket sebelum di melakukan pemeriksaan panggul selesai dan keputusan akhir untuk pemasangan dilakukan. Adapun peralatan dan instrumen yang dianjurkan untuk pemasangan yaitu:
29
30
a. Bivale speculum (kecil, sedang atau besar) b. Tenakulum c. Forsep/korentang d. Gunting e. Mangkuk untuk larutan antiseptik f. Sarung tangan (disterilisasi atau sarung tangan periksa yang baru) g. Cairan antiseptik (misalnya povidon iodin) untuk membersihkan serviks h. Kain kasa atau kapas i. Sumber cahaya yang cukup untuk menerangi serviks (lampu senter sudah cukup) j. Copper T 380 A IUD yang masih belum rusak dan terbuka 2. Langkah-langkah pemasangan AKDR Copper T 380 A a. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan. Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah-langkah tersebut dan pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya b. Periksa genitalia eksterna, untuk mengetahui adanya ulkus, pembengkakan pada kelenjar Bartolin dan kelenjar skene, lalu lakukan pemeriksaan spekulum dan panggul. c. Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi d. Masukkan lengan AKDR Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya 30
31
e. Masukkan spekulum, dan usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik dan gunakan tenakulum untuk menjepit serviks f. Masukkan sonde uterus g. Lakukan pemasangan AKDR Copper T 380 A h. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan dan bersihkan permukaan yang terkontaminasi i. Melakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera setelah selesai dipakai. j. Mengajarkan kepada klien bagaimana memeriksa benang AKDR (dengan menggunakan model yang tersedia dan menyarankan klien agar menunggu selama 15-30 menit setelah pemasangan AKDR. 2.3.9. Pencabutan AKDR Menurut Saifuddin (2010) langkah-langkah pencabutan AKDR sebagai berikut: 1. Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien untuk bertanya. 2. Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan benang AKDR 3. Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali 4. Mengatakan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan. Meminta klien untuk tenang dan menarik nafas panjang, dan memberitahu mungkin timbul rasa sakit.
31
32
a. Pencabutan normal Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau lengkung yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik benang pelanpelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut dengan mudah. Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik, maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar. b. Pencabutan sulit Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis dengan menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak ditemukan pada kanalis servikalis, masukkan klem atau alat pencabut AKDR ke dalam kavum uteri untuk menjepit benang AKDR itu sendiri. Bila sebagian AKDR sudah ditarik keluar tetapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis servikalis, putar klem pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak mengeluh sakit. Bila dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara uterus dengan kanalis servikal sangat tajam, gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan tarikan ke bawah dan ke atas dengan pelanpelan dan hati-hati, sambil memutar klem. Jangan menggunakan tenaga yang besar.
32
33
2.4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan AKDR 1. Umur Usia seorang wanita dapat mempengaruhi kecocokan dan akseptabilitas metode-metode kontrasepsi tertentu. Dua kelompok pemakai, remaja dan wanita perimenopause perlu mendapat perhatian khusus (Wulansari & Hartanto, 2006). Umur akanmempengaruhi seseorang dalam menentukan pemilihan alatkontrasepsi karena biasanya ibu dengan usia muda (baru pertamakali menggunakan alat kontrasepsi)akan cenderung memilih alatkontrasepsi yang kebanyakan orang pakai (Mubarak, 2011). Umur menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan IUD. Semakin meningkatnya umur seseorang dan telah tercapainya jumlah anak ideal akan mendorong pasangan untuk membatasi kelahiran, hal ini meningkatkan peluang responden untuk menggunakan IUD. Sesuai dengan hasil penelitian di India bahwa IUD TCu 380A digunakan oleh wanita yang berumur lebih dari 30 tahun dan wanita yang telah mencapai ukuran keluarga yang diinginkan (Pastuti dkk, 2007). 2. Paritas (Jumlah Anak) Jumlah anak hidup mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Pada pasangan dengan jumlah anak hidup masih sedikit, terdapat kecenderungan untuk menggunakan metode kontrasepsi dengan efektivitas rendah, sedangkan pada pasangan dengan jumlah anak hidup banyak, terdapat kecenderungan menggunakan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi (Wulansari & Hartanto, 2006). 33
34
Tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDR (Dewi, 2012). 3. Pengetahuan Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang dipengaruhi melalui indra pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007). Menurut Polanyi dalam Turban (2005) pengetahuan dapat pula dibagi dua yaitu pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge). Pengetahuan eksplisit adalah kebijakan, petunjuk prosedural, laporan resmi, laporan, desain produk, strategi, tujuan, misi dan kemampuan inti dari perusahaan dan teknologi informasi insfrastruktur. Hal itu adalah pengetahuan yang telah dikodifikasi (terdokumentasi) dalam format yang dapat dibagikan kepada orang lain atau ditransformasikan ke dalam suatu proses tanpa menuntut interaksi antar pribadi. Sedangkan pengetahuan tersembunyi merupakan penyimpanan kumulatif dari pengalaman, peta mental, pengertian yang mendalam (insight) ketajaman, keahlian, know-how, rahasia perdagangan, kumpulan keterampilan, pemahaman dan
34
35
pembelajaran yang dimiliki organisasi, juga budaya organisasi yang telah melekat di masa lalu. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). 4. Sikap Sikap adalah merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sheriff dalam Rakhmat (2008), sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar. Sementara Allport dalam Rakhmat (2008) melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural setting) sebelum memberikan respon. Dari kedua definisi tersebut Rakhmat (2008) menyimpulkan dalam beberapa hal, yaitu pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif. Dan kelima, sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Banyak ibu bersikap negatif terhadap alat kontrasepsi IUD. Hal ini karena sering mendengar rumor/mitos yang beredar di masyarakat, misalnya rumor tentang IUD yang bisa berpindah-pindah tempatnya bahkan bisa ke jantung, IUD bisa 35
36
menyebabkan kanker, dan dapat tertanam di dalam rahim. Sebagian ibu juga malu karena harus membuka bagian yang paling rahasia dari tubuhnya dan takut karena yang didengarnya sangat sakit ketika pemasangan IUD (BKKBN, 2002). 5. Efek Samping Efek samping adalah perubahan fisik atau psikis yang timbul akibat dari penggunaan alat/obat kontrasepsi dan merupakan reaksi yang terjadi karena pemakain alat kontrasepsi tetapi tidak berpengaruh serius terhadap kesehatan klien (Saragih, 2011). Efek samping merupakan faktor yangsangat berpengaruh dalam pemilihan metode kontrasepsi yang akan digunakan wanita. AKDR merupakan alat kontrasepsi yang efektif akan tetapi dapat menimbulkan gangguan pada organ reproduksi karena keberadaannya di dalam rahim dimana AKDR merupakan benda asing bagi rahim sehingga banyak menimbulkan efek samping bagi akseptor, misalnya mengakibatkan bertambahnya volume dan lama haid (metroragia) yang disebabkan adanya faktor mekanik pada endometrium karena ketidakserasian antara besarnya AKDR dan rongga rahim serta kemungkinan disebabkan karena kehamilan intra uteri atau ektopik. Dan akseptor AKDR yang karena efek samping banyak yang memilih untuk drop out karena membuat akseptor tersebut tidak nyaman dan lebih memilih untuk berpindah ke kontrasepsi lain Speroff L dan Darney P (2003) juga mengatakan bahwa gejala yang paling sering bertanggung jawab menyebabkan penghentian AKDR adalah peningkatan perdarahan uterus serta nyeri haid yang meningkat. Dalam waktu satu tahun, 5-15% wanita berhenti menggunakan AKDR karena masalah ini. 36
37
Akseptor KB yang memilih drop out (memutuskan berhenti menggunakan salah satu alat kontrasepsi) disebabkan karena mengalami efek samping. Efek samping pada sebagian alat kontrasepsi menyebabkan ibu merasa tidak nyaman seperti timbul perdarahan di luar haid, haid tidak teratur, tidak datang haid (amenorrhoea), rasa mual, bercak hitam di pipi, jerawat, penyakit jamur pada liang vagina, nyeri kepala, penambahan berat badan, dan rambut rontok (Pinem, 2009). 6. Ingin Punya Anak Lagi Berbagai alasan atau penyebab ibu yang dropout dalam pemakaian alat kontrasepsi yaitu ingin punya anak lagi atau ingin hamil kembali (umur memasuki usia 30 tahun sedangkan anak masih 1 orang). Dengan anak hanya satu orang, rumah terasa sepi dan sunyi sehingga mereka menginginkan anak agar rumah lebih ceria dan dapat membahagiakan ibu apalagi jika ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan di luar rumah. Dengan alasan tersebut mereka lebih memilih untuk menghentikan penggunaan alat kontrasepsi yang telah digunakannya (Pinem, 2009). 7. Suami Peran suami yang sangat besar dalam rumah tangga menyebabkan banyak istri yang patuh terhadap suami. Demikian halnya dalam pemakaian alat kontrasepsi, banyak istri yang meminta izin kepada suami bahwa dirinya menggunakan alat kontrasepsi tersebut, tetapi setelah suami mengetahui bahwa istri menggunakan alat kontrasepsi maka sang suami menganjurkan untuk menghentikan pemakaian tersebut.
37
38
Dukungan suami pada ibu untuk drop out dalam pemakaian salah satu alat kontrasepsi dapat menyebabkan angka drop out meningkat (Hartanto, 2008). 8. Dukungan Petugas Kesehatan Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang bersangkutan. Dalam masalah kesehatan, petugas kesehatan mempunyai peran yang besar dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Kurangnya peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi menyebabkan masyarakat melakukan upayaupaya kesehatan tidak sepenuh hati. Petugas kesehatan berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan dan menjelaskan tentang alat kontrasepsi utamanya mengenai kontrasepsi hormonal. Petugas kesehatan sangat banyak berperan dalam tahap akhir pemakaian alat kontrasepsi. Pemberian pelayanan yang berkualitas tentang IUD dapat mempengaruhi seseorang untuk menggunakan KB IUD ( Pendit, 2007).
2.5. Landasan Teori Faktor keputusan konsumen untuk terus menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012) adalah
38
faktor
39
predisposisi atau predisposing factors (demografi: umur, paritas, pendidikan; pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap, persepsi), faktor pendukung atau enabling factors (ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehata,n) dan faktor pendorong atau reinforcing factors (dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga dari petugas kesehatan itu sendiri). Faktor Predisposisi: 1. Demografi: umur, jumlah anak, pendidikan 2. Pengetahuan 3. Kepercayaan 4. Nilai 5. Sikap 6. Persepsi Faktor Pendukung: 1. Ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan. 2. Keterjangkauan sumber daya kesehatan
Perilaku
Faktor Pendorong: Dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan
Gambar 2.1. Teori Perilaku dari Green (Notoatmodjo, 2012)
39
40
2.6. Kerangka Konsep Berdasarkan teori Green tersebut maka faktor-faktor yang menyebabkan ibu tidak ingin menggunakan AKDR adalah faktor predisposisi (karakteristik meliputi, umur, jumlah anak, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (keinginan punya anak lagi dan efek samping) dan faktor pendorong (dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan). Faktor-faktor tersebut diduga menghambat ibu menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Predisposisi: 1. Karakteristik (umur, jumlah anak) 2. Pengetahuan 3. Sikap Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)dan Tidak Menggunakan Kontrasespsi dalam Rahim (AKDR)
Faktor Pendukung: 1. Keinginan punya anak lagi 2. Efek samping
Faktor Pendorong: 1. Dukungan suami 2. Dukungan petugas kesehatan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
40