Artikel:
MEWUJUDKAN SDM BERKUALITAS MELALUI KELUARGA Tjondrorini dan Mardiya
Dalam era global ini, bangsa Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan yang sangat kompleks. Di satu sisi, secara internal kita belum mampu sepenuhnya keluar dari krisis multidimensi yang telah berlangsung sejak tahun 1997. Sementara di sisi lain, secara eksternal kita dihadapkan pada realitas persaingan antar bangsa yang semakin keras dan kompetitif. Belajar dari negara-negara maju yang memiliki sejarah yang sama yakni pernah mengalami krisis baik sosial maupun ekonomi dan berhasil bangkit dari keterpurukannya, maka salah satu kuncinya adalah faktor Sumber Daya manusia (SDM). Negara-negara di Asia Timur seperti Taiwan, Hongkong, Korea Selatan, dan Jepang telah mampu bangkit dari keterpurukan ekonomi dan sosial akibat perang dan kemiskinan sumber daya alam, dalam waktu yang relatif singkat karena tersedianya SDM dengan kualitas yang memadai. Bagaimana menciptakan SDM dan generasi masa depan yang berkualitas, bukanlah persoalan yang sederhana dan mudah. Dibutuhkan strategi yang tepat dengan program-program yang memiliki daya ungkit tinggi dalam rangka meningkatkan kualitas SDM tersebut. Tinggi rendahnya kualitas SDM diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia ( IPM), yang indikator utamanya adalah tingkat kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Guna mewujudkan tingkat kesehatan masyarakat yang baik, tingkat pendidikan yang tinggi dan secara ekonomi memiliki peluang untuk memperoleh pendapatan yang memadai hanya dapat dicapai apabila dimulai dari keluarga. Hal ini berawal dari bagaimana kondisi kualitas
suatu keluarga sebagai wahana
pertama dan utama berkembangnya SDM. Keluarga yang berkualitas tidak akan bisa dicapai begitu saja tanpa ada perencanaan yang baik. Sangat disayangkan saat ini justru banyak pihak melupakan pentingnya perencanaan keluarga tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas) Tahun 2010, bahwa 47% wanita menikah pada usia di bawah 20 tahun. Bahkan di perkotaan angka kelahiran pada kelompok umur 15-19 tahun (Age Spesific Rate/ASFR) menunjukkan proporsi yang lebih besar dibandingkan di perkotaan. Dari sisi kesehatan, ibu yang berusia di bawah 20 tahun akan menghadapi resiko kehamilan dan melahirkan yang lebih besar dibanding ibu yang berusia lebih tinggi. Tentu kondisi ini menjadi kendala untuk dapat melahirkan generasi yang berkualitas.
Perencanaan keluarga yang tepat yang dimulai dengan menentukan usia kawin yang ideal, usia melahirkan yang ideal, mengatur jumlah dan jarak anak yang ideal di dalam keluarga menjadi prasyarat untuk melahirkan generasi yang berkualitas. Selanjutnya keluarga melalui delapan fungsinya yaitu fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan merupakan wahana persemaian nilai-nilai budaya bangsa dan norma agama yang sangat efektif untuk membangun karakter/kepribadian anak, disamping sebagai wahana ideal bagi setiap individu untuk berlatih ketrampilan, bersosialisasi maupun menumbuhkan dan mengembangkan
rasa percaya diri. Karena dalam lingkungan keluarga,
setiap individu tidak saja sekedar belajar untuk memahami dan mengerti akan nilai, norma, ilmu dan ketrampilan, tetapi sekaligus juga
mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai bekal untuk mewujudkan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu, bagaimanapun juga kondisi kualitas suatu keluarga akan menentukan pula kualitas generasi atau sumber daya manusia yang dilahirkannya. Menurut
UU No 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, kkeluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti, keluarga yang berkualitas harus memenuhi tiga syarat mutlak: (1) Keluarga yang bersangkutan harus didasari oleh perkawinan yang sah dan memiliki ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Keluarga yang dibangun harus memiliki wawasan ke depan, bertanggung jawab dan berkomitmen tinggi untuk hidup mandiri, (3) Keluarga yang dibangun harus mampu hidup secara harmonis, memiliki jumlah anak yang ideal (dua anak cukup), sehat dan sejahtera. Ketiga syarat tersebut harus mampu dicapai oleh sebuah keluarga untuk mampu menjalankan fungsi-fungsi keluarga yang mencakup delapan fungsi. Sementara kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga menjadi syarat yang harus dipenuhi agar keluarga yang bersangkutan dapat menjadi keluarga yang berkualitas. Keluarga yang berkualitas akan menjadi wahana efektif untuk membentuk SDM berkualitas karena keluarga tersebut dipastikan memiliki ketahanan yang tinggi, dan akan selalu mengedepankan enam aspek yang dapat dijadikan pegangan hidup bagi setiap individu yang ada di dalamnya terutama anak sebagai calon generasi penerus keluarga, masyarakat dan
bangsa. Keenam aspek yang harus menjadi perhatian dalam membentuk keluarga yang berkualitas adalah sebagai berikut: Pertama, aspek keagamaan. Dalam lingkungan keluarga yang berkualitas, aspek keagamaan harus menjadi landasan utama semenjak keluarga terbentuk. Sebab keluarga ini harus berprinsip, tanpa landasan agama yang cukup, keluarga tidak mungkin dapat melaksanakan fungsi keagamaan secara baik. Apalagi secara hakikat keluarga ini menyadari bahwa keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta anak dan anggota keluarga lainnya dalam kehidupan beragama. Ini berarti, pelaksanaan fungsi keagamaan dalam keluarga berkualitas bukan sekedar setiap anggota keluarga tahu tentang berbagai kaidah dan aturan hidup beragama, melainkan juga harus benar-benar merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, aspek sosial budaya. Salah satu tugas keluarga adalah sebagai institusi penerus kebudayaan dalam masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam konteks kedudukan keluarga sebagai penerus kebudayaan, keluarga yang berkualitas diharapkan memahami bahwa aspek sosial budaya memerlukan perhatian yang cukup ketika akan membangun sebuah keluarga. Artinya, keluarga harus dibangun dalam situasi yang kondusif dan memberikan kesempatan kepada seluruh angggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. Untuk itu, dalam keluarga yang berkualitas, terutama pasangan suami istreri, perlu selalu berupaya memantapkan budaya sendiri dalam koridor yang jelas, namun tetap mampu menyerap budaya asing yang positif dan mencegah yang negatif demi perkembangan masa depan keluarga. Ketiga, aspek ekonomi. Pembangunan aspek ekonomi dalam keluarga berkualitas perlu selalu diupayakan secara optimal dalam rangka membangun keluarga yang mandiri secara ekonomi. Karena keluarga ini harus memiliki kesadaran bahwa keluarga berkualitas baru dapat terbentuk manakala keluarga yang bersangkutan telah memiliki landasan ekonomi yang kuat. Keberhasilan dalam aspek ini akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan aspek-aspek lain dalam keluarga. Keluarga ini telah dapat membayangkan, bagaimana mungkin sebuah keluarga yang berpenghasilan sangat rendah akan mampu mencukupi kebutuhan hidup secara layak, tanpa ada dukungan dari pihak lain atau berhutang kesana kemari. Kondisi ini jelas akan menimbulkan permasalahan sosial, budaya, lingkungan hidup dan kependudukan dalam arti luas. Keempat, aspek biologis dan kesehatan. Pembangunan aspek biologis dan kesehatan selalu menjadi prioritas bagi keluarga yang menginginkan menjadi keluarga berkualias. Karena
keluarga ini harus berasumsi bahwa dalam kehidupannya, setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan. Salah satu kebutuhan yang cukup vital adalah kebutuhan biologis dan kebutuhan akan kesehatan. Kebutuhan biologis salah satunya menyangkut kepentingan fungsi reproduksi, dimana keinginan untuk memperoleh keturunan dan pemuasan nafsu biologis (seks) dapat terpenuhi dengan baik, selain kebutuhan biologis lainnya sebagai makhluk hidup. Sementara kebutuhan akan kesehatan menyangkut kepentingan perlunya hidup sehat, agar seluruh anggota keluarga dapat bekerja dan beraktivitas dengan baik serta dapat menikmati hasil-hasilnya dengan penuh kebahagiaan. Mengingat besarnya hubungan antara aspek biologis dan kesehatan, keluarga khususnya suami isteri dalam keluarga yang berkualitas, tidak menghadapinya secara biofisik belaka. Melainkan didasari pula oleh pandangan psikis maupun moral dan sosial. Kelima, aspek pendidikan. Keluarga berkualitas seharusnya dapat mengerti sepenuhnya bahwa pendidikan dalam keluarga sangat penting diperhatikan untuk mencapai keluarga yang berkualitas tinggi. Apalagi keluarga ini dipastikan juga mengetahui, bahwa Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara, menyebut keluarga sebagai salah satu dari Tri Pusat Pendidikan. Itulah sebabnya keluarga yang berkualitas diharapkan selalu berupaya memberdayakan diri agar mampu menjadi institusi yang handal dalam mencetak generasi penerus yang tidak saja sehat, cerdas, dan trampil, tetapi juga berbudi luhur serta bertaqwa kepada Tuhan YME. Sebagai institusi yang pertama kali dikenal anak, keluarga berkualitas perlu selalu berupaya mengkondisikan diri agar menjadi tempat belajar yang menyenangkan bagi anak, tenang dan penuh kasih sayang. Sehingga anak akan menjadi generasi penerus yang dapat diharapkan perjuangannya dikemudian hari. Keenam, aspek cinta kasih. Aspek ini juga perlu mendapat perhatian lebih pada keluarga yang berkualitas karena keluarga ini mengetahui secara pasti bahwa tanpa komunikasi yang baik antara orangtua dan anaknya, antara anak dengan anggota keluarga lainnya, dan antara anak dengan lingkungannya, keluarga yang benar-benar berkualitas tidak akan terwujud Termasuk komunikasi disini adalah komunikasi anak dengan keseluruhan pribadinya, terutama pada saat anak masih kecil yang masih menghayati dunianya secara global dan belum terdirefensiasikan. Oleh karena itu, keluarga tersebut perlu selalu berupaya membangun dan mempertahankan aspek cinta kasih dalam keluarga karena dirasa sangat penting untuk menjembatani upaya membangun keluarga berkualitas. Apalagi suasana yang penuh cinta kasih akan menjadi modal yang tidak
ternilai harganya bagi keluarga yang berkualitas untuk membahagiakan anak dan mensejahterakan keluarga itu sendiri. Selain keenam aspek tersebut, keluarga berkualitas juga akan selalu memperhatikan aspek-aspek lain yang terkait dan memiliki daya ungkit tinggi untuk mewujudkan generasi penerus yang berkualitas. Seperti aspek pembinaan lingkungan yang memfokuskan pada penciptaan hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara keluarga dan lingkungannya baik lingkungan fisik (alam) maupun lingkungan non fisik (budaya), dan aspek sosialisasi yang mengkhususkan hubungan antar anggota dalam satu keluarga dan antar anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya. Mengingat aspek sosialisasi ini mendapat perhatian yang cukup, maka dalam keluarga yang berkualitas akan terbentuk individu-individu yang tidak saja mampu berkomunikasi secara baik dengan anggota keluarga lainnya atau masyarakat luas, tetapi juga individu yang mampu bersosialisasi serta menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungannya. Upaya mewujudkan SDM yang berkualitas saat ini dan dimasa mendatang menjadi sangat urgen untuk menjawab tantangan zaman seiring dengan munculnya berbagai dampak dari era global dan modernisasi kehidupan. Oleh karena itu keluarga dituntut untuk mampu memainkan perannya yang strategis untuk memberdayakan seluruh anggota keluarganya dengan memantapkan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga sebagai manifestasi sekaligus aktualisasi dari keluarga yang berkualitas. Berdasarkan dari realitas tersebut, maka peringatan Hari Keluarga XX Tahun 2013 yang secara nasional telah diperingati pada tanggal 29 Juni 2013 yang lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara, hendaknya dapat dijadikan moment penting untuk menumbuhkembangkan keluargakeluarga berkualitas sebagai wahana pembentukan generasi masa depan yang juga berkualitas. Tidak hanya generasi yang sehat, cerdas dan trampil, tetapi juga generasi yang berbudi pekerti luhur, menghargai nilai budaya bangsa, memiliki konsep diri yang baik, berkepribadian serta bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Terlebih tema yang diangkat dalam Hari Keluarga tahun ini adalah “Melalui Hari keluarga Kita Bangkitkan Keluarga Indonesia Membangun Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” sebagai aktualisasi upaya mewujudkan keluarga berkualitas. Sekarang tinggal bagaimana kita bersikap. Menjadikan SDM dan generasi masa depan kita tetap seperti apa adanya tanpa harapan yang cerah atau berupaya membangun keluarga berkualitas dengan sekuat tenaga untuk melahirkan SDM berkualitas melalui perencanaan
keluarga yang matang demi terciptanya bangsa yang maju, sejahtera dan mandiri. Oleh karena itu, sangat layak kiranya bila pada momentum Hari Keluarga yang sangat strategis ini penulis mengajak semua keluarga Indonesia khususnya keluarga-keluarga di Daerah Istimewa Yogyakarta ini untuk sejenak merenungkan diri apakah yang bisa kita lakukan untuk melahirkan generasi yang kelak dapat menjadi SDM berkualitas.
Dra. Tjondrorini, M.Kes, Kepala Perwakilan BKKBN DIY Drs. Mardiya, Anggota Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) DIY sekaligus Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi pada BPMPDPKB Kabupaten Kulonprogo