BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru dalam program Keluarga Berencana Nasional diubah visinya dari mewujudkan norma Keluarga Kecil
telah
Bahagia Sejahtera
(NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015. Keluarga
yang
berkualitas adalah yang sejahtera,
sehat,
maju,
mandiri,
memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan misi dari keluarga berencana nasional pada paradigma baru adalah menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai integral dalam meningkatkan kualitas keluarga yang sangat mempengaruhi terwujudnya penduduk yang berkualitas (BKKBN, 2011). Tingginya angka kelahiran di Indonesia merupakan salah satu masalah besar dan memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya. Salah satu bentuk perhatian khusus pemerintah dalam menanggulangi angka kelahiran yang tinggi tersebut, adalah
dengan
melaksanakan
pembangunan
dan
keluarga berencana secara komprehensif (Saifuddin, 2006). Gerakan Keluarga Berencana Nasional disiapkan untuk membangun sumber daya manusia yang optimal, dengan ciri semakin meningkatnya peran serta masyarakat dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatka membangun keluarga sejahtera dalam rangka pelayanan KB.
1
Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 adalah penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD (Intra Uterine Device), implant (susuk) dan sterilisasi (BKKBN, 2011). IUD merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi
non
hormonal
dan
termasuk alat kontrasepsi jangka panjang yang ideal dalam upaya menjarangkan kehamilan. Keuntungan pemakaian IUD yakni hanya memerlukan satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama dengan biaya yang relatif murah, aman karena tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar ke seluruh tubuh, tidak mempengaruhi produksi ASI dan kesuburan cepat kembali setelah IUD dilepas. Program BKKBN memberikan penekanan pada kontrasepsi IUD terutama adalah Cu T380 A yang menjadi primadona BKKBN. Adapun keuntungan –keuntungan dari alat kontrasepsi tersebut adalah efektif segera setelah pemasangan, merupakan metode jangka panjang (10 tahun proteksi dan tidak perlu diganti) Angka kegagalan hanya satu dalam 125-170 kehamilan, Akseptor tidak perlu mengingat ngingat kapan dia harus ber KB. Tidak ada pengaruh terhadap lingkungan seksual, meningkatkan kenyamanan tanpa takut hamil. Tidak ada efek samping hormon dengan Cu T380 A. Tidak ada pengaruhnya terhadap hambatan dan volume ASI dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (Saifuddin, 2010). Survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) memperlihatkan proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (85,6%), Pil (81,4%), IUD (58,1%), IMPLAN (45,8%), MOW (20,3%), kondom (49,7%), MOP (11,9%), dan sisanya merupakan peserta
2
KB tradisional yang masing-masing menggunakan cara tradisional seperti pantang berkala maupun senggama terputus (BKKBN, 2012). Perolehan data dari Dinas Kependudukan Kesejahteraan dan Tenaga kerja diprovinsi Aceh tahun 2012 bahwa jumlah keseluruhan penduduk diprovinsi aceh adalah 411.976 jiwa, jumlah keseluruhan pemakai KB berjumlah 151,436, pil (36,1%), suntik (43,7%), implant (3,59%), kondom (11,8%), IUD (3,72%), MOW (0,8%), MOP (0,01%), dan sisanya merupakan peserta KB tradisional yang masing-masing menggunakan cara tradisional seperti pantang berkala maupun senggama terputus (BKKBN, 2012) . Perolehan data Badan Koordinasi keluarga Berencana kabupaten pidie tahun 2012 yang menggunakan alat kontrasepsi pil (46%), suntik (45,5%), IUD (0,4%) implant (0,36%), dan kondom (5,19% ), MOW (0,1%), MOP (0,00%). Berdasarkan data dari Puskesmas simpang tiga tahun 2012 yang menggunakan alat kontrasepsi terdiri dari: pil (4,6%), suntik (4,5%), kondom (0,7%), implant (0,01%), IUD (0,00%). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa AKDR sangat rendah, hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor diantaranya rendahnya pendidikan, ketidaktahuan peserta tentang kelebihan KB IUD. Di mana pengetahuan terhadap alat kontrasepsi merupakan pertimbangan dalam menentukan metode kontrsepsi yang digunakan, kualitas pelayanan KB, dilihat dari segi ketersediaan alat kontrsepsi, ketersediaan tenaga yang terlatih dan kemampuan medis teknis petugas pelayanan kesehatan, Adanya hambatan dukungan dari suami dalam pemakaian alat kontrsepsi IUD, Norma-norma dimasyarakat, salah satunya pemasangan IUD yang dilakukan diaurat (vagina), sehingga menimbulkan perasaan malu sehingga enggan untuk menggunakan IUD (Maryatun 2007).
3
Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan pemakaian alat kontrasepsi IUD, Menarik
minat
penulis
untuk
melakukan
penelitian
yang
menyangkut Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Yaitu “Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan alat Kontrasepsi KB Intra Uterine Device (IUD) Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Pidie Tahun 2013”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apa Sajakah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan alat Kontrasepsi KB Intra Uterine Device ( IUD) Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie Tahun 2013”
C.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan alat Kontrasepsi
KB
Intra Uterine Device
(IUD ) Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga kecamatan
Pidie Kabupaten Pidie. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan Akseptor KB terhadap penggunaan alat Kontrasepsi KB IUD Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie. b. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan Akseptor KB
terhadap
penggunaan alat Kontrasepsi KB IUD Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie.
4
c. Untuk Mengetahui pengaruh Dukungan keluarga Akseptor KB terhadap penggunaan alat Kontrasepsi KB IUD Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan ini dapat bermanfaat bagi : 1.
Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber informasi guna meningkatkan pengetahuan mahasiswi tentang Intra Uterine Device ( IUD)
2.
Bagi Tempat Penelitian Bagi puskesmas lebih mempromosikan tentang pemakaian IUD dan menambah wawasan akseptor tentang manfaat dan keunggulan menggunakan metode alat kontrasepsi dalam rahim
3.
Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan informasi untuk peningkatan strategi pengembangan dan penelitian tentang pengetahuan IUD yang lebih efektif dimasa yang akan datang
4.
Bagi Peneliti Lain Hasil penenelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian di tempat lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
5.
Bagi Akseptor KB Sebagai bahan informasi dan pengetahuan yang bertujuan untuk menambah wawasan akseptor KB
5
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh Subjek pada penelitian ini adalah jenis kontrasepsi KB IUD, objek penelitiannya yaitu akseptor KB di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga.
F. Keaslian Penelitian Penelitian ini sebelumnya pernah diteliti oleh Firnaini tahun 2008 dengan judul gambaran faktor-faktor pengetahuan akseptor KB tentang Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) diwilayah kerja puskesmas Bandar Dua Kabupaten Pidie jaya, Hasil penelitian ini 75% dari Akseptor belum mengetahui tentang alat kontrasepsi dalam rahim. Perbedaan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan kontrasepsi IUD, jumlah populasi dan sampel, tempat
dan waktu penelitian serta variable pendidikan dan dukungan
keluarga. Kesamaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subjek penelitian yaitu pada objek penelitian yaitu akseptor KB.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar 1. Pengertian Kontrasepsi dan IUD Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Mansjoer, 2005) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Device (IUD) adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/ paramedik lain yang sudah dilatih (Irianto, 2007). Dengan adanya alat ini dalam rahim, akan terjadi perubahan pada endometrium yang mengakibatkan kerusakan (lysis) dari spermatozoa sehingga tidak dapat membuahi sel telur (Huliana, 2006). AKDR atau Intra Uterine Device (IUD) merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, aman dan nyaman bagi banyak wanita, Intra Uterine Device (IUD) atau dengan nama lain Alat kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat ini terbuat dari plastik dan tembaga yang berbentuk T (oleh karenanya disebut Cuper T) alat ini dengan suatu prosedur sederhana dimasukkan kedalam rahim.Alat ini berfungsi untuk mencegah bersemainya sel telur yang telah dibuahi didalam rahim. Alat ini
7
cukup efektif dengan kemampuan sampai 97-98% dalam mencegah kehamilan, adapun lama pemakaiannya dapat sampai 4-5 tahun, setelah itu harus ganti dengan yang baru (Salma, 2011)
2. Mekanisme kerja IUD Mekanisme kerja IUD
belum diketahui dengan pasti, tetapi cara kerja
bersifat lokal yaitu (Rahmawati, 2012) a. Perubahan pada endometrium yang mengakibatkan kerusakan pada spermatozoa yang masuk ke dalam rahim. b. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii. c. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri. d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (BKKBN, 2002). e. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
3. Keuntungan Intra Uterine Device (IUD) Menurut Manuaba (2010) keuntungannya yaitu: Efektifitasnya dengan segera yaitu setelah 24 jam dari pemasangan, Reversibel dan sangat efektif, Tidak mengganggu produksi ASI, Dapat dipasang segera setelah melahirkan ataupun pasca abortus, tidak mempengaruhi hubungan sexsual dan dapat meningkatkan kenyamanan berhubungan karena tidak perlu takut hamil, Tidak ada efek samping hormonal seperti halnya pada alat kontrasepsi
8
hormonal, Tidak ada interaksi dengan obat-obatan. Membantu mencegah kehamilan diluar kandungan, dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen.
4. Kerugian Intra Uterine Device (IUD) Dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi panggul, Perforasi uterus, usus dan kandung kemih, bila terjadi bisa terjadi kehamilan ektopik, Tidak mencegah infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/ AIDS sehingga wanita yang memiliki peluang promosikuitas (berganti-ganti pasangan ) tidak direkomendasikan untuk menggunakan alat kontrasepsi ini, prosedur medis (pemeriksaan pelvik ) diperlukan sebelum pemasangan sehingga banyak perempuan yang takut menggunakan kontrasepsi ini, Adanya perdarahan bercak atau postting selama 1-2 hari pasca pemasangan tetapi kemudian akan menghilang. Klien tidak bisa memasang atau melepas sendiri, petugas kesehatan yang diperbolehkan memasang juga yang terlatih, Kemungkinan terlepasnya AKDR setelah pemasangan atau selama pemakaian, sehingga akseptor harus mengecek keberadaan IUD dengan meraba menggunakan jari benar pada liang vagina sewaktu-waktu (bila ada indikasi terlepasnya AKDR ) atau rutin pada akhir menstruasi. Kemungkinan Komplikasi Cuper T 380 Sebagai berikut terdiri dari : (Meilani, 2010). Dapat terjadi perforasi pada saat pemasangannya, Menimbulkan keluhan wanita (terdapat keputihan yang berlebihan, kadang – kadang bercak darah ), Perdarahan yang tidak teratur, Perdarahan menstruasi lebih banyak, Rasa nyeri saat menstruasi, Badan kurus karena banyak mengeluarkan keputihan,akan terasa sakit
9
dan kejang selama 3 – 5 hari setelah pemasangan, Mungkin dapat menyebabkan anemia jika pendarahan pada saat haid sangat banyak, jika pemasangan tidak benar, bisa saja terjadi perforasi dinding uterus ( sangat jarang terjadi jika pemasangannya benar ) bisa mengakibatkan : a. Tidak bisa mencegah infeksi penyakit menular b. Tidak baik digunakan
pada perempuan
yang rentan terkena penyakit
menular sexsual karena sering berganti pasangan. c. Jika perempuan yang terkena IMS ( Infeksi menular sexsual ) memakai IUD, dikhawatirkan akan memicu penyakit radang pelama bulan pertama
5. Waktu untuk pemasangan Intra Uterine Device (IUD) Menurut Susianti (2010) waktu pemasangan IUD yang terbaik adalah: a. Intra Uterine Device (IUD) dapat dipasang pada: Bersamaan pada menstruasi, segera setelah menstruasi, pada akhir masa nifas (puerperium), tiga bulan pasca persalinan, bersamaan dengan seksio sesaria, hari kedua-ketiga pasca persalinan ,dan lain-lain. b. Intra Uterine Device (IUD) tidak dapat dipasang pada keadaan,terdapat infeksi genetalia karena dapat menimbulkan eksesirbasi (kambuh) infeksi, dan keadaan patologis lokal yaitu infeksi vagina, dugaan keganasan serviks, perdarahan dengan sebab yang tidak jelas, pada kehamilan terjadi abortus, mudah perforasi, perdarahan dan infeksi.
6. Indikasi Pemasangan Intra Uterine Device (IUD)
10
Harna (2010) mengatakan indikasi IUD adalah: a. Telah mempunyai anak hidup satu atau lebih. b. Ingin menjarangkan kehamilan. c. Sudah cukup anak hidup, tidak mau hamil lagi namun takut atau menolak cara permanenen. d. Tidak cocok menggunakan kontrasepsi hormonal karena mengidap penyakit jantung, hipertensi,dan lain- lain. e. Berusia diatas 35 tahun dimana kontrasepsi hormonal dapat kurang menguntungkan.
7. Kontra Indikasi Pemasangan Intra Uterine Device (IUD) Kontra Indikasi Relatif antara lain ialah tumor ovarium. Kelainan uterus (miom, polip dan sebagainya), gonorea, servisitis, kelainan haid, dismenorhoe dan panjang kavum uteri yang kurang dari 6,5 cm (Sarwono, 2006) Kontra Indikasi Mutlak pemasangan Intra Uterine Device (IUD) yaitu: (Sarwono, 2006) Diketahui atau dicurigai hamil, perdarahan vagina abnormal yang belum di diagnosis, Namun apabila patologi uterus atau servik sudah dapat singkirkan, maka, Intra Uterine Device (IUD) dapat dipasang, Dicurigai mengidap keganasan saluran genital IUD dapat dipasang setelah dilakukan terapi lokal untuk lesi dini servik, IMS atau PRP yang aktif atau baru terjadi dalam 3 bulan terakhir, Rongga uterus yang mengalami distorsi hebat sehingga pemasangan/ penempatan sulit dilakukan misalnya fibroid besar, Alergi terhadap tembaga atau penyakit hanya untuk alat yang mengandung tembaga
11
Wilson ( jarang )
8. Teknik Pemasangan dan Pencabutan Intra Uterine Device (IUD) Pemasangan, Penggunaan dan instruksi pemakaian kontrasepsi IUD. Memberi salam sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri, Anamese, konseling pra pemasangan AKDR/ IUD, Beri penjelasan pada ibu tindakan yang akan dilakukan dan diberi dukungan mental agar ibu tidak cemas,mengisi formulir informed consent, Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan : (Sarung tangan, duk steril, ring tang, spekulum, penster klem, tena kulum, sonde uterus, gunting benang, kom untuk larutan DTT dan Betadine, kassa, meja gynokolog, AKDR/ IUD dalam kemasan, Memasukan tabung inserter yang sudah berisi AKDR/ IUD dalam kanalis servikalis sampai ada tahanan, Mengeluarkan tabung inserter, potong benang saat tampak keluar dari lubang tabung 3-4cm, cuci tangan, catat semua hasil tindakan dokumentasi.
9. Jenis dan Pemasangan Intra Uterine Device (IUD) Menurut Manuaba (2010) jenis dan pemasangan IUD adalah: a. Jenis Lippes Loop. Cara pemasangannya adalah: Lippes Loop dimasukkan kedalam intudusor dari pangkal, sampai mendekati ujung proksimal, tali AKDR dapat dipotong dahulu, sesuai dengan keinginan atau dipotong kemudian setelah pemasangan, intodusor dimasukkan kedalam rahim, sesuai dengan dalamnya rahim,pendorongAKDR dimasukkan kedalam intodusor untuk mendorong sehingga lippes loop terpasang, setelah terpasang maka intodusor dan pendorongnya ditarik bersama, dan tali AKDR dapat dipotong sependek mungkin untuk menghindari sentuhan penis menghindari infeksi. a.
Jenis Cupper T atau Seven Cupper.
12
AKDR Cupper T atau Seven Cuper telah tersedia dalam keadaan steril,dan baru dibuka menjelang pemasangan dengan cara yaitu : Bungkus Cuper T dibuka, AKDRnya dimasukkan kedalam intodusor melalui ujungnya sampaia batas tertentu dengan memakai sarung tangan steril, introdusor dengan AKDR terpasang dimasukkan kedalam rahim sampai menyentuh fundus uteri dan ditarik sedikit, pendorong selanjutnya mendorong AKDR hingga terpasang, introdusor dan pendorongnya ditarik b.
Jenis Multiload atau Medusa. AKDR
jenis ini siap dipasang langsung dengan cara: pembungkus AKDR
telah siap dipasang langsung dengan mendorong sampai mencapai fundus uteri, tanpa berhenti, setelah mencapai fundus uteri intodusor ditarik, tali AKDR dipotong sependek mungkin, dan sterilisasi pemasangan Medusa atau Multiload lebih terjamin.
B.
Gambar-Gambar Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR atau IUD)
Gambar 2.1 Jenis-Jenis Intra Uterine Device
13
C. Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Akseptor KB Menggunakan Metode Kontrasepsi IUD Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa faktor faktor yang berpengaruh terhadap penggunaan kontrasepsi IUD adalah pemberi pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan yaitu: ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauan dan kualitas yaitu:keyakinan, tradisi, nilai agama, faktor informasi yaitu; tenaga kesehatan, media massa, kelompok masyarakat, keluarga dan pengalaman orang lain, karakteristik individu yaitu: umur, pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, pengalaman, dan persepsi. Dari penelitian terdahulu diketahui banyak faktor yang mempengaruhi Akseptor KB dalam memilih alat kontrasepsi
IUD
diantaranya pendidikan,
pengetahuan, ketersediaan alat kontrasepsi KB, petugas kesehatan, media informasi, biaya pemasangan dan dukungan suami. (Penelitian syamsiah, 2002), Farahwati (2009). Dalam penelitian ini penulis hanya membahas variabel yang diteliti yaitu: pendidikan, pengetahuan, dukungan suami. 1. Pendidikan Menurut Proverawati (2010) pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang/ kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, pendidikan suami-istri yang rendah akan menyulitkan proses pengajaran dan pemberian informasi, sehingga pengetahuan tentang metode kontrasepsi jangka panjang juga terbatas. Tingkat penerimaan program KB sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan baik suami maupun istri, biasanya dengan semakin tinggi
14
pendidikan yang dicapai, penerimaan akan lebih mudah. Dengan pendidikan maka seorang akan dapat berfikir secara rasional dan terbuka terhadap ide-ide baru dan perubahan. Partisipasi akseptor dalam ber KB dinilai sangat rendah,hal ini terlihat jelas pada masyarakat pedesaan yang justru merupakan sebagian besar dari jumlah penduduk indonesia dengan tingkat pendidikan yang tergolong rendah, disamping itu dipengaruhi juga oleh hambatan kultural dalam masyarakat yang menganggab KB adalah urusan perempuan, karena perempuan yang hamil dan melahirkan sehingga menjadi kebiasaan perempuan untuk menerima prilaku sosial tersebut sebagai hal yang wajar (BKKBN,2005) Dari hasil penelitian terdahulu yang diteliti oleh peneliti saudari Ainsyaturradhiah tahun 2012 berjudul gambaran faktor-faktor pengetahuan akseptor KB tentang alat kontrasepsi IUD bahwa Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, karena pengetahuan dipengaruhi pendidikan formal. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin baik pula tingkat pengetahuannya.
Pendidikan
sangat
mempengaruhi
seseorang
dalam
memotivasi untuk siap berperan serta dalam membangun kesehatan. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang. Pendidikan: diperlukan untuk mendapatkan informasi, misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga meningkatkan kualitas hidup. Oleh sebab itu, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki dan semakin
15
mudah orang tersebut menerima informasi, sehingga seseorang lebih mudah menerima terhadap nilai-nilai yang baru dikembangkan. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan-bahan / materi pendidikan pada sasaran pendidik (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku / tujuan (Notoatmodjo, 2005). a. Jenjang pendidikan dasar antara lain SD, MIN, SMP, atau sederajat. b. Jenjang pendidikan menengah antara lain SMU atau sederajat c. Jenjang pendidikan tinggi yaitu program Diploma, Sarjana,Megister, Specialis dan Dokter yang di selenggarakan oleh perguruan tinggi.
2. Pengetahuan Pengetahuan yang kurang pada calon akseptor sangat berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi IUD, IMPLAN, MOW dari beberapa temuan fakta memberikan implikasi program yaitu: manakala pengetahuan dari wanita kurang maka penggunaan kontrasepsi terutama MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang) juga menurun. Para suami juga perlu diberi informasi karena faktor ketidaktahuan suami akan melarang istri menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (Proverawati,dkk,2010). Pengetahuan terhadap alat kontrasepsi merupakan pertimbangan dalam menentukan metode kontrsepsi yang digunakan, kualitas pelayanan KB, dilihat
16
dari segi ketersediaan alat kontrsepsi, ketersediaan
tenaga yang terlatih dan
kemampuan medis teknis petugas pelayanan kesehatan, Adanya hambatan dukungan dari keluarga khususnya suami dalam pemakaian alat kontrsepsi IUD, sangat mempengaruhi penggunaan kontrasepsi IUD (Maryatun 2007). Hasil penelitian dari penelitian sulistio (2010) diketahui salah satu faktor yang sangat mempengaruhi Akseptor KB dalam memilih alat kontrasepsi IUD yaitu pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya prilaku terbuka, manakala pengetahuan wanita kurang maka minat dalam penggunaan kontrasepsi terutama IUD juga menurun. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau kepandaian. Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni, indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat untuk terbentuknya tindakan seseorang ( Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan merupakan pemahaman secara internal berdasarkan pada fakta-fakta ilmiah, pengalaman atau kepercayaan tradisional. Pengalaman menunjukan bahwa pengetahuan ini penting tetapi tidak cukup untuk merubah suatu tindakan karena ada factor lain yang mempengaruhinya seperti persepsi, motivasi, ketrampilan/keahlian dan lingkungan sosial (Kartjadi, 2005 ). Pengetahuan terhadap sejumlah teori-teori yang biasa membantu program perencanaan dan menjelaskan hubungan diantara faktor-faktor yang berbeda
17
sehingga mempengaruhi perilaku dan perubahannya. Pengetahuan didapat dengan menggunakan inovasi-inovasi yang benar dari informasi yang ada biasa membantu pada program perencanaan dan menjelaskan hubungan diantara faktorfaktor yang berbeda sehingga mempengaruhi perilaku dan perubahannya (Kartjadi, 2005). Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang yang mempengaruhi terhadap tindakan yang dilakukan. Pengetahuan seseorang tidak secara mutlak dipengaruhi oleh pendidikan karena pengetahuan dapat juga diperoleh dari pengalaman masa lalu, namun tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami informasi yang diterima yang kemudian menjadi dipahami. Sumber-sumber pengetahuan yaitu: 1. Pengetahuan Empiris./Posteriori. Pengetahuan Empiris/ Posteriori lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi. Bisa didapatkan
dengan melakukan pengamatan dan
observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris juga dapat berkembang menjadi pengetahuan. Deskriptif bila seseorang dapat melukiskan menggambarkan segala ciri,sifat dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulang kali.
18
2. Pengetahuan Rasionalisme. Pengetahuan rasionalisme
didapatkan
melalui akal
budi,
lebih
menekankan pada pengalaman misalnya pengetahuan tentang matematika (Irmayanti, 2007). Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan yang diinginkan di dalam domain kognitif mempunyai 6 ( enam) tingkatan yaitu : a.
Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b.
Memahami (Comprehention) Memahami artinya sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c.
Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi Real ( nyata / sebenarnya)
d.
Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tertentu.
e.
Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
19
f.
Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek ( Notoatmojo, 2005). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara, angket/kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian/responden (Notoatmdjo,2003). Penentuan kategori penelitian menurut Arikunto (2004) sebagai berikut : 1) > 76-100%, jika pertanyaan yang benar dijawab oleh responden adalah kategori baik. 2) 60-75%, pertanyaan yang dijawab benar oleh responden adalah Kategori Cukup. 3) < 60%, jika pertanyaan yang dijawab benar oleh responden adalah kategori kurang.
3. Dukungan Suami. Pendekatan yang mempromosikan kesetaraan dan distribusi pelayanan dan tanggung jawab kesehatan antara laki-laki dan perempuan merupakan pendekatan yang paling efektif. Pada saat ini telah timbul upaya untuk melibatkan laki-laki secara aktif dalam program kesehatan reproduksi, diantaranya pelayanan KB. Pada program KB tradisional yang berfokus pada laki-laki sebagai pengguna dan pengambil keputusan alat kontrasepsi yang dapat mendorong perempuan untuk menggunakan alat kontrasepsi (Hasan, 2008).
20
Bentuk partisipasi laki-laki dalam KB bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi secara langsung sebagai akseptor KB. Dan partisipasi pria secara tidak langsung adalah: mendukung istri dalam berKB, motivator, merencanakan jumlah anak dalam keluarga dan mengambil keputusan bersama (Suryono,2008). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi yaitu: 1.Motivator. Menurut Sugiri (2009), peran pria
dalam program KB tidak berhenti
hanyasebagai peserta. Mereka juga harus menjadi motivator wanita dalam ber KB, ikut merencanakan usia kehamilan, jumlah anak dan jarak kehamilan. Strategi utama yang dilakukan adalah: dengan mendorong keikutsertaan pria dalam memutuskan menggunakan alat KB, yang akan dipakai, aktif dalam mendukung pelaksanaan KB dimasyarakat, dan ikut sebagai peserta KB. Upaya peningkatan partisipasi pria dalam pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi akan dilaksanakan dengan benarbenar memperhatikan kesamaan hak dan kewajiban reproduksi suami istri untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Peran suami sebagai motivator dengan memberikan motivasi/dorongan kepada anggota keluarga/saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk menjadi peserta KB dengan menggunakan salah satukontrsepsi untuk memotivasi orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah menjadi peserta KB karena keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang motivator yang baik (Suryono,2008).
21
Disamping itu para suami harus berani ikut mendorong pengembangan cara,alat,atau obat kontrasepsi baru. Dengan komitmen dan langkah-langkah nyata seperti itu diharapkan tingkat kematian ibu karena mengandung dan melahirkan dapat segera diturunkan dan indonesia bisa mendekati negara-negara lain yang telah terlebih dahulu menurunkan angka kematian karena proses reproduksi tersebut. Semoga bangsa kita juga sanggup menjadikan proses reproduksi sebagai suatu peristiwa yang manusiawi (Suryono, 2001) Kurang berperannya suami dalam program KB dan kesehatan reproduksi disebabkan oleh pengetahuan suami mengenai KB yang relatif rendah. Disamping itu terkesan selama ini program KB itu hanya urusan perempuan, sehingga laki-laki cenderung pada posisi yang pasif (Singodimedjo, 2009). Menurut Suryono (2008), apabila disepakati istri yang akan ber KB, peranan suami adalah: mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB,adapun dukungannya meliputi a. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya. b. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat suntikan KB dan mengingatkan istri untuk kontrol. c. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi. d. Mengantar istri kefasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol/rujukan.
22
e. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan. f. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala. i. Mengggunakan kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.
2.Pengambilan Keputusan. Pria atau suami memiliki peran lebih dominan dalam mengambil keputusan terhadap kesehatan reproduksi wanita. Namun informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi bagi pria diindonesia masih sangat kurang. Terutama mereka tidak punya banyak pilihan dalam menggunakan metode kontrasepsi yang cocok/singodimedjo, 2009). Merencanakan jumlah anak dalam keluarga perlu dibicarakan antar suami dan istri dengan mempertimbangkan kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak. Dalam kaitan ini suami perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan 4 terlalu yaitu: terlalu muda untuk hamil/melahirkan, terlalu tua untuk melahirkan, terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak antara kehamilan sebelumnya dengan kehamilan berikutnya,merencanakan jumlah anak dalam keluarga dapat dilakukan dengan memperhatikan usia reproduksi istri (Suryono, 2008). Memasuki awal perkawinan, suami memiliki peran penting dalam menentukan kelahiran anak. Dari perencanaan keluarga yang meliputi penentuan jumlah anak, kapan istri hamil, dimana istri akan melahirkan, ditolong oleh siapa dan
23
sebagainya, merupakan peran suami dalam menjaga kesehatan reproduksi dan memilih kontrasepsi (wilopo,2001). Peneliti yang dilakukan oleh peneliti lain menunjukkan bahwa suami, sangat
mempengaruhi pilihan kontrasepsi, jika seorng wanita percaya bahwa
suaminya mendukung kontrasepsi, kemungkinan metode kontrsepsi meningkat (Sulistio, 2010). Peran suami dalam keluarga sangat dominan dan memegang kekuasaan dalam pengambilan keputusan apakah istri akan menggunakan kontrasepsi atau tidak, karena suami dipandang sebagai pelindung, pencari nafkah dalam rumah tangga dan pembuat keputusan. Beberapa pria mungkin tidak menyetujui pasangan untuk menjadi akseptor KB karena mereka belum mengetahui dengan jelas cara kerja berbagai alat kontrasepsi yang ditawarkan dan suami akan kawatir tentang kesehatan istrinya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa suami mempunyai pengaruh besar terhadap penggunaan kontrasepsi yang digunakan oleh istrinya. Dalam hal ini pendapat suami mengenai KB cukup kuat pengaruhnya dalam penggunaan metode kontrasepsi untuk istrinya, khususnya dalam pemilihan kontrasepsi dan menjadi peserta KB (Effendi, 2008) Dukungan keluarga salah satu faktor penguat (reinforcing factor) yang dapat mempengaruhi seseorang dalam berprilaku. Sedangkan dukungan keluarga dalam KB Merupakan bentuk nyata dari kepedulian dan tanggung jawab keluarga. Dalam hal ini adalah suami dalam mendukung dan memberikan kebebasan pada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau metode KB IUD (Darmawan, 2009)
24
D. Kerangka Konsep Menurut Notoatmodjo, 2005, Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah hubungan antara konsep, konsep yang diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep penelitian ini, Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, dan Dukungan Suami terhadap faktor-faktor penggunaan kontrasepsi IUD Di wilayah Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Tahun 2013. Karena keterbatasan waktu dan biaya,penulis hanya memfokuskan pada variabel, pendidikan, pengetahuan, dan dukungan keluarga dapat dilihat pada bagan dibawah ini: Pendidikan
Pengaruh penggunaan Alat kontrasepsi KB IUD.
Pengetahuan
Dukungan Suami
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian. E. Hipotesa 1.Ha: Ada pengaruh pendidikan Akseptor KB terhadap penggunaan IUD. 1. Ha : Ada pengaruh pengetahuan Akseptor KB terhadap penggunaan IUD. 2. Ha: Ada pengaruh Dukungan Suami Akseptor KB terhadap penggunaan IUD.
25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah bersifat Analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama mengetahui
faktor-factor yang
mempengaruhi penggunaan alat kontrsepsi KB IUD diwilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie Tahun 2013.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Akseptor KB yang ada di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Simpang Tiga jumlah akseptor KB bulan Januari s/d Juni 2013 yang berjumlah 494 orang. 2. Sampel Pemilihan sampel peneliti didasarkan atas kriteria inklusi yaitu: karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau akan diteliti, kriterianya adalah: a.
Akseptor KB yang menggunakan alat kontrasepsi
b.
Akseptor KB yang tinggal dekat di wilayah kerja puskesmas
c.
Akseptor KB yang bersedia diteliti
d.
Akseptor KB yang dari 12 desa yang sudah di tentukan
26
Teknik yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah Purposive Sampling. Sampel dicari dengan menggunakan rumus Slovin ( Notoatmodjo, 2010 ) yaitu : (
) ( (
( )
) (
)
)
Keterangan : n
: besar sampel
N
: besar populasi
d
: persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir. Peneliti menentukan proporsi sampel dengan mempertimbangkan jumlah
Akseptor KB disetiap desa dalam wilayah dengan menggunakan yaitu:
Ket :
n = jumlah sampel N = jumlah populasi Ʃ = jumlah seluruh akseptor KB
27
Untuk data jumlah Akseptor KB diwilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga dan penjelasan proporsi sampel dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.1 NO
WILAYAH KERJA PUSKESMAS
POPULASI (N)
SAMPEL (n)
1.
Puskesmas Simpang Tiga
61
10
2.
Desa Pante
3.
Desa Cot Jaja
61 51
10 9
4.
Desa Paloh Tox Due
45
7
5.
Desa Bungie
45
7
6.
Desa Kampung Blang
45
8
7
Desa Gigieng
40
7
8
Desa Seuke
33
5
9
Desa Paleu
37
6
10
Desa Sukon
25
4
11
Desa Mantak Tari
31
6
12
Desa Cebrek
20
4
494
83
Total
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Pengumpulan data ini dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Simpang
Tiga Kecamatan Pidie Kabupaten Pidie. 2.
Waktu Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 7 Juni 2013.
28
D. Teknik Pengumpulan Data 1.
Data Primer Data yang dikumpulkan adalah data yang langsung diperoleh dilapangan
dengan menyebarkan kuesioner yang berisi pertanyaan yang selanjutnya diisi oleh responden. Kemudian peneliti menjelaskan tentang petunjuk pengisian kuesioner, setelah responden mengerti
tentang penjelasan
tersebut maka
kuesioner diberikan untuk isi. Peneliti mendampingi responden dalam pengisian kuesioner untuk memudahkan responden jika ada hal-hal yang tidak mengerti, dapat ditanyakan langsung kepada peneliti. 2.
Data Sekunder Data yang penulis peroleh dari Dinas Kesehatan, Klinik bidan swasta dan
dari Puskesmas setempat, data Puskesmas Simpang Tiga serta referensi yang berkaitan dengan penelitian.
29
E. Definisi Operasional
N Variabel o Penelitian Variabel Dependen 1. Penggunaan alat Kontrasepsi KB IUD.
Definisi Operasional Ibu yang menggunakan alat kontrasepsi KB.
Variabel Independen Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir yang pernah diselesaikan orang tua di buktikan dengan ijazah terakhir. 2. Pengetahuan Segala hal pemahaman yang diketahui / dimengerti oleh ibu tentang kontrasepsi IUD.
3.
Dukungan Suami
Segala bentuk dukungan yang diberikan suami dalam penggunaan kontrasepsi
Cara Ukur kuesioner
Tinggi: Diploma/S1 Menengah: SMA/sederaj at Dasar:Tidak tamat SD,SD SMP.
Alat Ukur Kuesione r
kuesioner
Hasil Ukur Menggunak an Tidak menggunak an
Ordina l
Tinggi Menengah Dasar
Ordina l
Mengedarka kuesioner - Tinggi n kuesioner - Cukup dengan 20 - Rendah pertanyaan Tinggi : > 76100% Sedang : 6076% Rendah : < 60 % Mengedarka kuesioner Mendukung Tidak n Mendukung kuesioner 10 pertanyaan dengan kriteria :
30
Skala Ukur
Ordina l
Ordina l
pada akseptor KB.
Mendukun g x Tidak mendukung :
x<6 Tabel 3.2 Definisi Operasional F.Instrumen Penelitian Instrument yang digunakan dalasm penelitian ini berupa kuesioner yang yang berisi 32 pertanyaan yang terdiri dari 1 pertanyaan tentang pendidikan, 1 pertanyaan tentang pemilihan IUD, 20 pertanyaan tentang pengetahuan,10 pertanyaan
tentang
dukungan
1,2,4,7,8,9,14,16,17,19
adalah
suami,
dengan
pertanyaan
pertanyaan
positif
dan
nomor nomor
3,5,6,10,11,12,13,15,18,20 adalah pertanyaan negatif dengan kriteria jawaban positif bila menjawab ya diberi nilai 1, apabila menjawab tidak diberi nilai 0. Pertanyaan dalam bentuk negatif apabila menjawab ya diberi nilai 0, apabila menjawab tidak diberi nilai 1. G.Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut Notoatmodjo (2010) Pengolahan data dilakukan dengan tahap sebagai berikut : a. Editing Memeriksa data yang telah dikumpulkan dan diperiksa kebenarannya. b. Coding
31
Lembaran kuesioner diberi kode berdasarkan jawaban yang diberikan responden, pemberian kode dapat dilakukan sebelum atau setelah pengumpulan data. c. Transferring Penyusunan data agar mudah dijumlah, disusun dan didata untuk disajikan dan analisa. d. Tabulating, memindahkan data yang diperoleh dan disusun ke dalam table
2. Analisa Data a. Analisa Univariat Dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian. Analisa ini menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010) Dalam menentukan kategori setiap variabel, maka peneliti dapat berpedoman pada nilai rata-rata ( x ) setiap variabel tersebut. Adapun rumus mean, yaitu:
x =
x N
Keterangan:
x
= Nilai rata-rata semua responden
x
= Nilai semua responden
N
= Jumlah sampel.
Kemudian setelah diketahui kategori untuk setiap variabel, peneliti akan menghitung frekuensi dan mencari persentasi pada setiap variabel dengan memakai rumus:
32
P=
F x 100 % N
Keterangan: P = Persentase F = Jumlah jawaban benar N = Jumlah soal (Machfoedz, MS, 2009)
b. Analisa Bivariat Analisa bivariat yaitu untuk mengetahui data dalam bentuk tabel silang dengan melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, mengggunakan uji statistik chi-square. Dengan batas kemaknaan (α = 0,05) atau Confident level (CL) = 95% diolah dengan komputer menggunakan program SPSS 17. Data masing-masing subvariabel dimasukkan ke dalam tabel contingency, kemudian tabel-tabel contingency tersebut di analisa untuk membandingkan antara nilai P value dngan nilai alpha (0,05), dengan ketentuan : 1) Ha diterima dan Ho di tolak : Jika P value ≤ 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependent. 2) Ha ditolak dan Ho diterima : Jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependent.
33
Aturan yang berlaku untuk uji Chi-Square untuk program komputerisasi seperti SPSS adalah sabagai berikut : 1. Bila pada tabel kontigency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Fisher Exact Test. 2. Bila pada tabel kontigency 2x2 tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Continuity Correction 3. Bila pada tabel kontigency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2, 3x3 dan lain-lain, maka hasil yang digunakan adala Person Chi-Square 4. Bila pada tabel kontigency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (e) kurang dari 5, maka akan dilakukan merger sehingga menjadi tabel kontigency 2x2 (Budiarto, 2002 ).
34
BAB I V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Puskesmas Simpang Tiga merupakan salah satu puskesmas milik pemerintah yang berada dalam kawasan Aceh Pidie yang terletak di Kecamatan Simpang Tiga. Puskesmas Simpang Tiga menepati areal seluas ± 400 m, yang terdiri dari gedung puskesmas 1 unit dan rumah para medis 5 unit dan memilki wilayah kerja seluas 5600 Ha yang berbatasan dengan : a. Sebelah barat : berbatasan dengan kecamatan kota sigli. b. Sebelah timur : berbatasan dengan kecamatan lampoh saka. c. Sebelah utara : berbatasan dengan kecamatan kembang tanjong d. Sebelah selatan : berbatasan dengan kecamatan pidie. Puskesmas Simpang Tiga mempunyai tenaga kesehatan yang terdiri dari 2 orang Doktor umum, 33 orang Bidan, 11 Perawat, 1 Perawat Gigi, 3 Tenaga Gizi, 2 Analis, 3 Tenaga Kesehatan Lingkungan, Ruang Kerja Dari Puskesmas Simpang Tiga Terdiri Dari Poli Umum, Kartu, Apotik, Laboratorium, Ruang KIA, Ruang KB, Ruang Imunisasi, Ruang Tata Usaha, Ruang Bersalin, Ruang Rawat Inap, Ruang Gigi, Poli umum, Ruang Kepala dan Ruang Tenaga Kesehatan Lingkungan
35
B. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Aceh Pidie terhadap 83 responden, maka diperoleh hasil sebagai berikut : 1.Analisa Univariat Analisa univariat merupakan analisa terhadap tiap-tiap variabel, variabel dependen (terikat) dan variabel independen (bebas), yang meliputi penggunaan metode kontrasepsi IUD, pendidikan, pengetahuan, dan dukungan keluarga. a. Penggunaan Kontrasepsi IUD Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Penggunaan Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2013 No. 1.
Penggunaan Metode Kotrasepsi IUD Menggunakan
2.
Tidak Menggunakan. Jumlah
Jumlah 11
Persentase (%) 13,3
72
86,7
83
100
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga yaitu sebanyak 72 (86,7%) tidak menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi.
36
b. Pendidikan Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2013 No.
Pendidikan
Jumlah
Persentase (%)
1.
Tinggi
20
24,1
2.
Menengah
49
59,0
3.
Dasar.
14
16,9
83
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan responden di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga berada pada jenjang pendidikan menengah yaitu 49 (59,0%).
c. Pengetahuan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2013 No.
Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
1.
Tinggi
23
27,7
2.
Sedang
20
24,1
3.
Rendah
40
48,2
Jumlah
83
100
Berdasarkan
tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga yaitu 40 (48,2%) memiliki pengetahuan kurang tentang alat kontrasepsi IUD.
37
d. Dukungan Suami Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Dukungan suami Akseptor KB di WilayahKerja Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2013 No.
Dukungan Suami
Jumlah
Persentase (%)
1.
Mendukung
61
73,5
2.
Tidak Mendukung
22
26,5
83
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden
di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga yaitu 61 (73,5%)
mendapatkan dukungan suami dalam menggunakan alat kontrasepsi. 2. Analisa bivariat Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel yang meliputi pendidikan, pengetahuan, dan dukungan suami terhadap penggunaan kontrasepsi IUD. a. Pengaruh Pendidikan Akseptor KB Terhadap Penggunaan Kontrasepsi IUD Tabel 4.5 Pengaruh Pendidikan Akseptor KB Terhadap Penggunaan Kontrasepsi IUD di Wilyah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2013 Pendidikan
Penggunaan IUD Menggunakan Tidak
Total
P Value
Menggunakan f
%
f
%
f
%
Tinggi
8
40,0
12
60,0
20
100
Menengah
3
6,1
46
93,9
49
100
Dasar
0
0,0
14
10,0
14
100
Jumlah
11
13,3
72
86,7,
83
100
38
0,000
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa 14 (100%) ibu yang berada pada jenjang pendidikan dasar tidak menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi, sedangkan 8 (40%) ibu dengan pendidikan tinggi memilih IUD sebagai alat kontrasepsi. Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada = 0.05 didapatkan nilai P Value 0.000, sehingga memperlihatkan ada Pengaruh yang signifikan antara pendidikan dengan penggunaan kontrasepsi IUD
b. Pengaruh Pengetahuan Ibu Akseptor KB Dengan Penggunaan IUD Tabel 4.6 Pengaruh Pengetahuan Akseptor KB Terhadap Penggunaan Kontrasepsi IUD di Wilyah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2013 Pengetahuan
Penggunaan IUD Menggunakan Tidak
Total
P Value
Menggunakan f
%
f
%
f
%
Baik
9
39,0
14
5,0
23
100
Cukup
0
0
20
0
20
100
Rendah
2
5,0
38
39,1
40
100
Jumlah
11
13,3
72
86,7
83
100
0,000
Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa 38 (95%) ibu yang memiliki pengetahuan kurang tidak menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi, sedangkan 9 (39,1%) ibu dengan pengetahuan baik memilih IUD sebagai alat kontrasepsi. Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada = 0.05 didapatkan nilai P Value 0.000, sehingga memperlihatkan ada Pengaruh yang signifikan antara pengetahuan dengan penggunaan kontrasepsi IUD.
39
c. Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Penggunaan IUD Tabel 4.7 Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2013 Dukungan Suami
Penggunaan IUD Menggunaka Tidak n
Total
P Value
Menggunakan
f
%
f
%
f
%
Mendukung
11
18,0
50
82,0
61
100
Tidak Mendukung
0
0
22
100
22
100
11
13,3
72
86,7
83
100
Jumlah
0,032
Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa 22 (100%) ibu yang tidak menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi tidak ada dukungan dari suami. Dan sebanyak 11 (18%) ibu yang ada dukungan dari suami memilih IUD sebaga alat kontrasepsi . Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada = 0.05 didapatkan nilai P Value 0.032, sehingga memperlihatkan ada pengaruh yang signifikan antara dukungan suami dengan penggunaan kontrasepsi IUD.
40
C. Pembahasan 1. Pengaruh Pendidikan Dengan Penggunaan IUD Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 59,0% pendidikan ibu akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga berada pada jenjang pendidikan menengah yaitu tingkat SMA. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan-bahan / materi pendidikan pada sasaran pendidik (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku dan tujuan (Notoatmodjo, 2005). Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi, misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga meningkatkan kualitas hidup. Oleh sebab itu, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki dan semakin mudah orang tersebut menerima informasi, sehingga seseorang lebih mudah menerima terhadap nilai-nilai yang baru dikembangkan (Notoatmodjo, 2005) Hasil analisa data bivariat menunjukkan bahwa 100% ibu yang berada pada jenjang pendidikan rendah tidak menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi, sedangkan 40% ibu dengan pendidikan tinggi memilih IUD sebagai alat kontrasepsi. Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada = 0.05
41
didapatkan nilai P Value 0.000, sehingga memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan penggunaan kontrasepsi IUD. Berdasarkan hasil analisis bivariat tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemakaian metode kontrasepsi IUD. Berarti terdapat kecenderungan bahwa pendidikan tinggi seseorang akan berpengaruh terhadap pemakaian metode kontrasepsi IUD. Hal ini dimungkinkan
bahwa
selama
proses pembelajaran berkaitan
dengan
informasi pelayanan KB. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa pemakaian metode kontrasepsi dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, yang berarti tingkat pendidikan ibu sebelumnya akan mempengaruhi ibu dalam praktek pemakaian metode kontrasepsi dengan
penelitian
yang
dilakukan
responden yang berpendidikan
IUD. di
Penelitian
tersebut sama
Kenya menunjukan bahwa
tinggi secara signifikan berpeluang lebih
tinggi menggunakan alat kontrasepsi IUD dan Implant dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah. Sedangkan responden yang
tidak
sekolah mempunyai
peluang
yang
sangat
kecil
untuk
menggunakan metode kontrasepsi IUD (Magadi, 2003) Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap keinginan individu dan pasangan untuk menentukan jumlah anak. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa peningkatan peningkatan
penggunaan
pendidikan
berpengaruh
terhadap
alat kontrasepsi. Hasil di Kenya menunjukan
bahwa responden yang berpendidikan tinggi secara signifikan berpeluang lebih tinggi menggunakan alat kontrasepsi IUD dan Implant dibandingkan
42
dengan responden yang perpendidikan rendah. Sedangkan responden yang tidak sekolah mempunyai peluang yang sangat kecil untuk menggunakan metode kontrasepsi IUD. Menurut asumsi peneliti pendidikan akan mempengaruhi sikap seseorang dalam pengambilan keputusan karena semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rasional dalam pengambilan keputusan hal ini juga akan berlaku dalam pengambilan keputusan untuk memilih alat kontrasepsi yang sesuai, tepat dan efektif bagi ibu untuk mengatur jarak kehamilannya ataupun membatasi jumlah kelahiran. 2.
Pengaruh Pengetahuan Dengan Penggunaan IUD Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan bahwa 48,2% pengetahuan tentang alat kontrasepsi pada akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga berada pada kategori kurang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melaui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang yang mempengaruhi terhadap tindakan yang dilakukan. Pengetahuan seseorang tidak secara mutlak dipengaruhi oleh pendidikan karena pengetahuan dapat juga diperoleh dari pengalaman masa lalu, namun tingkat pendidikan turut pula menentukan
43
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami informasi yang diterima yang kemudian menjadi dipahami (Notoatmodjo, 2007) Berdasarkan hasil analisa data bivariat menunjukkan bahwa 95% ibu yang memiliki pengetahuan kurang tidak menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi, sedangkan 39,1% ibu dengan pengetahuan baik memilih IUD sebagai alat kontrasepsi. Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada = 0.05 didapatkan nilai P Value 0.000, sehingga memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan penggunaan kontrasepsi IUD karena semakin baik pengetahuan responden maka tingkat kesadaran responden untuk menggunakan IUD semakin tinggi karena IUD lebih efektif dibandingkan KB lain. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa rendahnya pemakaian kontrasepsi IUD dikarenakan kurangnya pengetahuan akseptor tentang kelebihan metode tersebut. Ketidaktahuan akseptor tentang kelebihan metode kontrasepsi IUD disebabkan informasi yang disampaikan petugas pelayanan KB kurang lengkap. Penelitian Katz menunjukan bahwa rendahnya pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang terutama IUD di El Salvador karena tiga hal yaitu karena adanya rumor dan mitos dan pengetahuan tentang metode kontrasepsi tersebut yang kurang baik; tidak cukupnya perhatian terhadap metode tersebut selama pelayanan keluarga berencana dan tidak cukupnya jumlah pemberi pelayanan keluarga berencana terhadap metode tersebut (Maryatun, 2009).
44
Menurut asumsi peneliti pengetahuan akseptor KB sangat erat kaitannya terhadap pemilihan alat kontrasepsi, karena dengan adanya pengetahuan yang baik terhadap metode kontrasepsi tertentu akan merubah cara pandang akseptor dalam menentukan kontrasepsi yang paling sesuai dan efektif digunakan sehingga membuat pengguna KB lebih nyaman terhadap kontrasepsi tersebut dan dengan pengetahuan yang baik akan alat kontrasepsi dapat menghindari kesalahan dalam pemilihan alat kontrasepsi yang paling sesuai bagi pengguna itu sendiri.. 3. Pengaruh Dukungan Suami Dengan Penggunaa IUD Berdasarkan tabel 4 menunjukkan terdapat 26,5% suami di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga yang tidak memberikan dukungan kepada istri untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2003) dukungan adalah sokongan, penunjang, bantuan. Dalam hal ini adalah sokongan, dukungan, bantuan suami sebagai pasangan hidup dari akseptor dalam menentukan keputusan pilihan terhadap tindakan yang akan dilakukan yaitu jenis pemilihan kontrasepsi yang digunakan. Dukungan suami merupakan bantuan yang diberikan yang membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram. Dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun bantuan yang dapat membuat individu yang lainnya merasa lebih tenang dan aman. Dukungan keluarga dapat mendatangkan rasa senang, rasa aman, rasa puas, rasa nyaman dan membuat orang yang bersangkutan merasa mendapat dukungan
45
emosional yang akan mempengaruhi kesejahteraan jiwa manusia. Dukungan keluarga berkaitan dengan pembentukan keseimbangan mental dan kepuasan psikologis (Radmacher, 2008) Berdasarkan hasil analisa data bivariat menunjukkan bahwa 100% ibu yang tsidak menggunakan IUD sebagai alat kontrasepsi tidak mendapatkan dukungan dari suami. Dan sebanyak 18% ibu yang mendapatkan dukungan dari suami memilih IUD sebagai alat kontrasepsi . Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada = 0.05 didapatkan nilai P Value 0.032, sehingga memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan penggunaan kontrasepsi IUD. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Duong dkk di Mexico akan pengaruh suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada wanita. Penelitian ini menunjukan bahwa 33% wanita menolak memakai alat
kontrasepsi
setelah
pasca persalinan disebabkan
tidak
terdapat
dukungan dari suami. Penelitian yang dilakukan Mistik dkk di negara Turki juga menyebutkan bahwa 27% suami, tidak menghendaki istri mereka menggunakan IUD dan 32% tidak setuju jika istrinya menggunakan alat kontrasepsi hormonal (Maryatun, 2009). Peran suami dalam keluarga sangat dominan dan memegang kekuasaan dalam pengambilan keputusan apakah istri akan menggunakan kontrasepsi atau tidak, karena suami dipandang sebagai pelindung, pencari nafkah dalam rumah tangga dan pembuat keputusan. Beberapa pria mungkin tidak menyetujui pasangan untuk menjadi akseptor KB karena mereka belum
46
mengetahui dengan jelas cara kerja berbagai alat kontrasepsi yang ditawarkan dan suami akan kawatir tentang kesehatan istrinya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa suami mempunyai pengaruh besar terhadap penggunaan kontrasepsi yang digunakan oleh istrinya. Dalam hal ini pendapat susami mengenai KB cukup kuat pengaruhnya dalam penggunaan metode kontrasepsi untuk istrinya, khususnya dalam pemilihan kontrasepsi dan menjadi peserta KB (Effendi, 2008) Program KB dapat terwujud dengan baik apabila ada dukungan dari pihak-pihak
tertentu.
Menurut
Pinem
(2009),
suami
dan
isteri
membicarakan/mempertimbangkan secara bersama-sama untuk memilih kontrasepsi terbaik yang disetujui bersama, saling berkerjasama dalam penggunaan kontrasepsi, memperhatikan tanda-tanda bahaya penggunaan kontrasepsi dan menanggung biaya untuk penggunaan kontrasepsi. Menurut Prawirohardjo (2011), ikatan suami isteri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/isteri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri. Menurut asumsi peneliti dukungan dari suami dalam penggunaan kontrasepsi sangat diperlukan karena tanpa adanya dukungan dari suami rasa nyaman untuk menggunakan kontrasepsi tidak akan didapatka, metode kontrasepsi tidak dapat dipaksakan pasangan suami isteri harus bersama memilih metode kontrasepsi yang terbaik, saling kerjasama dalam pemakaian, membiayai pengeluaran kontrasepsi, dan memperhatikan tanda dan bahaya.
47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik secara chi square mengenai faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam penggunaan alat Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) di Puskesmas Simpang Tiga
Kecamatan Pidie
Kabupaten Pidie Tahun 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Ada Pengaruh antara pendidikan dengan penggunaan Kontrasepsi IUD dengan nilai p=0,016 (p<0,05).
2.
Ada Pengaruh antara pengetahuan dengan penggunaan Kontrasepsi IUD dengan nilai p=0,016 (p<0,05).
3.
Ada Pengaruh antara dukungan suami dengan penggunaan Kontrasepsi IUD dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
B. Saran 1. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lanjutan dengan metode dan variabel yang lebih kompleks tentang kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD). 2. Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya di bidang pelayanan Keluarga Berencana agar dapat selalu memberikan penyuluhan, bimbingan serta saran-saran kepada ibu-ibu akseptor KB agar memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang alat kontrasepsi IUD.
48
3. Diharapkan institusi pendidikan agar dapat menjadikan karya tulis ilmiah ini sebagai bahan tambahan dalam belajar dan dapat menambah referensi perpustakaan.
49