TINJAUAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH (Analisa Buku “Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib)
SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
NUR ISROKHAH 61111013
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
NOTA PEMBIMBING Lamp.
: 5 (lima) eksemplar
Hal.
: Persetujuan Naskah Skripsi Kepada Yth, Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang Di Semarang Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah membaca,
mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana
semestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara/I : Nama
: Nur Isrokhah
NIM
: 61111013
Fak./Jurs
: Dakwah/BPI
Judul skripsi
: Tinjauan Bimbingan dan Konseling Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian, atas perhatiannya diucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, 19 Desember 2011 g, Bidang Substansi Materi,
Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.Ag NIP. 1964034 199101 2 001
Hj. Mahmudah, S.Ag, M.Pd NIP. 19701129 199803 2 001
SKRIPSI TINJAUAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH (Analisa Buku “Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib) Di susun Oleh: Nur Isrokhah 061111013 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 28 Desember 2011 dan dinyatakan lulus memenuhi syarat Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji
Dr. Muhammad Sulthon M. Ag NIP. 19620827 199203 1 001 Angota Penguji I
Sekertaris Dewan Penguji
Hj. Mahmudah, S.Ag, M.Pd NIP. 19701129 199803 2 001
Penguji II
Prof. Dr. Hj. Ismawati, M. Ag NIP. 19480705 196705 2 001
H. Machasin, M. Si NIP. 19541516 198003 1 003
Pembimbing I
Pembimbing II
Ag 1964034 199101 2 001
Dra. Hj. Jauharotul Farida, M. Hj. Mahmudah, S.Ag, M.Pd NIP. NIP. 19701129 199803 2 001
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 19 Desember 2011 Penulis
Nur Isrokhah NIM. 61111013
ABSTRAKSI Nur Isrokhah (061111013). Penelitian ini berjudul “Tinjauan Bimbingan dan Konseling Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)”. Hidup berpasang-pasangan merupakan fitrah makhluk hidup di dunia. Namun hanya manusialah satu-satunya makhluk Allah yang mampu membungkus fitrah hidup dalam sebuah ikatan perkawinan. Salah satu tujuan perkawinan adalah terbentuknya keluarga yang harmonis. Dalam Islam keluarga harmonis adalah keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Mewujudkan sebuah keluarga sakinah memang bukanlah hal yang mudah. Perlu adanya upaya yang mengarah pada proses tersebut. Antara lain kesadaran anggota keluarga, sosialisasi, bimbingan dan dorongan kepada mereka untuk menanamkan nilai-nilai pembentukan keluarga sakinah. Penelitian ini merupakan penelitian literer, dengan metode pengumpulan data berupa dokumentasi dan wawancara. Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data-data teks yang berupa buku dan data-data website pada internet, sedangkan metode wawancara, digunakan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan dari narasumber atau (tokoh) yang berkompeten. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan Bimbingan Konseling Keluarga Islam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasionalistik dan pendekatan psikologis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam membangun rumah tangga hendaknya mempunyai tujuan yang jelas, dengan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, lalu mengelola sebuah keluarga dalam naungan agama yang kuat, agar menjadi keluarga yang berkualitas supaya menghasilkan generasi yang tidak hanya pandai dan berbakat, namun juga berbakti pada orang tua dan juga taat terhadap agamanya. Membangun sebuah keluarga menurut Muhammad Thalib harus dimulai dengan memilih pasangan yang tepat, artinya lebih mengutamakan segi agama yang kuat sebelum pertimbangan-pertimbangan lainnya, agar pernikahan yang akan dilaksanakan senantiasa mendapat ridha dari Allah, sehingga mendapatkan kebahagiaan sejati yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan, mengelola sebuah keluarga dari dalam serta hubungan-hubungan dengan dunia luar menjadi hal penting dalam terbentuknya suatu keluarga yang sakinah. Mengendalikan emosi dan mengedepankan musyawarah dalam penyelesaian masalah akan menjadikan keluarga menjadi tenteram serta tertanam nilai-nilai demokrasi dalam keluarga. Meskipun terdapat hal yang agak kontroversial tentang poligami, secara umum konsep keluarga yang ditawarkan Muhammad Thalib tentang membentuk keluarga sakinah cukup relevan dengan asas-asas Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam antara lain asas kebahagiaan dunia dan akhirat, asas sakinah mawaddah dan rahmah, asas komunikasi dan musyawarah, dan asas sabar dan tawakkal. Pemikiran Muhammad Thalib ini memiliki persamaan prinsip yaitu dalam rangka membangun keluarga sakinah berdasarkan syari’at Islam. Keywords : Keluarga Sakinah, Muhammad Thalib, Manajemen.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, sang maha pengasih, penyayang dan pemurah, karena dengan rahmat dan pertolonganNya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
:
TINJAUAN
BIMBINGAN
DAN
KONSELING KELUARGA DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH (Analisa Buku “Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib) Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw, yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu ke-Islaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita, baik di dunia maupun di akhirat. Penulis menyadari, tersusunnys skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dan melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada: Bapak
Prof.
DR.
H.
Muhibbin,
M.Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Ibu Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.Ag., selaku pembimbing I dan Ibu Hj. Mahmudah, S.Ag.,M.Pd. selaku pembimbing II, yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Bapak Drs. Ali Murtadho, M. Pd Selaku dosen wali yang telah memberikan pengarahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis. Kajur dan Sekjur BPI Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Seluruh Dosen, Staf, Karyawan di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Yang membantu menyelesaikan proses perkuliahan, urusan birokrasi dan lain sebagainya selama menuntut ilmu. Seluruh karyawan dan karyawati Perpustakaan Fakultas Dakwah maupun Perpustakaan Institut IAIN Walisongo Semarang. Keluarga penulis, terutama Ibunda tercinta, yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Juga tak lupa kepada semua pihak yang membantu terselaikannya penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan, mendapat balasan yang lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua guna penyempurnaan skripsi ini. Dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Terutama dalam pengembangan Bimbingan Konseling Islam.
Semarang,19 Desember 2011
Penulis
MOTTO
) ٦ : ( التحريم
“Wahai orang-orang yang beriman,
jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksa) api neraka....” (Q.S. at-Tahrim ; 6)
PERSEMBAHAN
Sembah sujudku hanya kepada Allah SWT dan segala puji bagiNya, skripsi ini penulis persembahkan kepada : Keluarga Penulis (Bapak, Ibu, serta saudara-saudara penulis) Pembimbing saya Dra, Hj. Jauharotul Farida, M.Ag dan Hj. Mahmudah, S.Ag. M.Pd. yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai akhirnya skripsi ini selesai dikerjakan Dosen-dosen Fakultas Dakwah yang telah memberikan ilmu-ilmunya, semoga ilmu yang saya peroleh dari bapak/ibu dosen selama ini bisa bermanfaay bagi saya, keluarga, dan masyarakat luas Perpustakaan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang Teman-teman seperjuangan (bpi’ 06 community)
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................
iv
ABSTRAKSI ................................................................................................
v
HALAMAN KATA PENGANTAR...............................................................
vi
HALAMAN MOTTO....................................................................................
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
ix
DAFTAR ISI .................................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
6
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................
7
E. Metode Penelitian ...................................................................
11
F. Sistematika Penulisan .............................................................
17
TEORI
UMUM
TENTANG
PERNIKAHAN,
KELUARGA
SAKINAH, BIMBINGAN KONSELING DAN KELUARGA ISLAM A. Pernikahan Dalam Islam .........................................................
19
1. Pengertian Pernikahan.......................................................
19
2. Dasar Hukum Pernikahan..................................................
21
3. Rukun Dan Syarat Pernikahan...........................................
24
4. Tujuan Pernikahan Dalam Islam........................................
29
B. Tinjauan Tentang Keluarga Sakinah .......................................
34
1. Pengertian Keluarga Secara Umum ...................................
34
2. Pengertian Keluarga Sakinah.............................................
35
3. Unsur-unsur dan Ciri Keluarga Sakinah ............................
38
4. Fungsi Dan Peran Keluarga Sakinah .................................
39
a. Membentuk Manusia Bertaqwa ...................................
40
b. Membentuk Masyarakat Sejahtera ...............................
41
C. Problematika Kehidupan Berumah Tangga .............................
42
1. Problem Seksual ...............................................................
43
2. Problem Ekonomi .............................................................
43
3. Problem Emosi .................................................................
44
4. Problem Keturunan ...........................................................
44
5. Problem Pendidikan ..........................................................
45
6. Problem Pekerjaan ............................................................
45
D. Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam.....
46
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam ...............................................................................
46
2. Tujauan Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam................................................................................. 3. Asas-asas
Bimbingan
dan
Konseling
Pernikahan
dan
Keluarga Islam.................................................................. BAB III
MUATAN
PESAN
MUHAMMAD
THALIB
48
50
TENTANG
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH A. Mengenal Lebih Dekat Muhammad Thalib .............................
66
1.
Biografi Muhammad Thalib...............................................
56
2.
Karya-karya Muhammad Thalib........................................
59
B. Pokok Isi Buku Manajemen Keluarga Sakinah Karya Muhammad Thalib .....................................................................................
61
C. Pemikiran Muhammad Thalib tentang Membangun Keluarga Sakinah dalam Buku Manajemen Keluarga Sakinah ............................
66
1. Memahami Fitrah Kehidupan Manusia ..............................
67
2. Memahami Nilai dan Arti Keluarga dalam Kehidupan ......
69
3. Mencari Pasangan Hidup ..................................................
72
BAB IV
4. Manajemen Kehidupan Berumah Tangga..........................
79
5. Memahami Konflik dalam Rumah Tangga dan Solusinya .
88
ANALISIS
KONSEP
MUHAMMAD
THALIB
TENTANG
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH A. Analisis Buku Muhammad Thalib tentang Membentuk Keluarga Sakinah ..................................................................................
91
B. Analisis Bimbingan Konseling Keluarga Islam Terhadap Pemikiran Muhammad Thalib tentang Membentuk Keluarga Sakinah .... 101 C. Konsep Kesetaraan Gender dalam Keluarga Islam .................. 113
BAB V
1.
Konsep Gender.................................................................... 113
2.
Kesetaraan Gender dalam Keluarga Sakinah....................... 114
3.
Tinjauan Persamaan Gender terhadap Perilaku Poligami..... 118
PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................ 122 B. Saran-saran ............................................................................ 123 C. Penutup ................................................................................. 124
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP PEDOMAN WAWANCARA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan semua makhlukNya yang ada di seluruh jagat raya ini berpasang-pasangan, tak terkecuali manusia, yang diciptakan dengan segala kesempurnaan dibandingkan dengan semua makhluk ciptaanNya. Manusia
jugalah
satu-satunya
makhluk
Allah SWT
yang
mampu
membungkus fitrah hidupnya dalam suatu ikatan pernikahan, di mana ikatan tersebut mempunyai tujuan utama yaitu untuk meneruskan keturunannya di dunia. Pernikahan adalah babak baru untuk mengarungi kehidupan yang baru pula. Ibarat membangun sebuah bangunan, diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang (Mahalli, 2006: 31). Pernikahan merupakan satusatunya sarana yang sah untuk membangun sebuah rumah tangga dan melahirkan keturunan, sejalan dengan fitrah manusia. Kehidupan dan peradaban manusia tidak akan berlanjut tanpa adanya kesinambungan pernikahan dari setiap generasi umat manusia (Indra dkk, 2004: 61). Terkait dengan hal tersebut di atas sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Q.S. adz-Dzariyat ayat 49 : )٤٩: تَرَكَسُوٌَْ (انرازياث
ْوَيٍِْ كُمِ شَٸْ خَهَقَُْا شَوْجَيٍِْ نَعَهَكُى
Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. (Q.S. adz-Zariyat: 49). (Departemen Agama RI, 1986: 862).
2
Islam
menilai
bahwa
pernikahan
adalah
bagian
dari
cara
menyempurnakan pelaksanaan ajaran agama. Pernikahan adalah fitrah yang dianugerahkan Allah kepada umat manusia (Mahalli, 2006: 6). Islam di dalam memberikan anjuran menikah serta rangsangan-rangsangan didalamnya, terdapat beberapa motivasi dan tujuan yang jelas, yaitu memberikan dampak positif yang lebih besar dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Sebab menikah merupakan bagian dari nikmat serta tanda keagungan Allah yang diberikan kepada umat manusia. Dengan menikah berarti mereka telah mempertahankan
kelangsungan
hidup
secara
turun-temurun
serta
melestarikan agama Allah di persada bumi ini (Mahalli, 2006: 34). Karena tujuan menikah dalam islam adalah mencapai ketenangan dan ketenteraman serta kehidupan yang sejuk (Ghozali, 2008: 31). Di dalam al-Qur‟an surat Ar-Ruum ayat 21 Allah SWT telah menegaskan :
ًوَيٍْ أَيَآ ِتهِ ٲٌَْ خَهَقَ نَكُىْ يٍِْ ٲََْفُسِكُىْ ٲَشْوَٰاجًا نِتَسْكُ ُىْا إِنَيْهَا وَجَعَمَ بَيَُْكُىْ يَىَّدَة )٢۱: يَتَفَكَسُوٌَ (انسوو
ٍوَزَحْ ًَتً ۚ إٌَِ فِيْ ذَٰ نِكَ ألٰيَاثً نِقَىْو
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. ( Q.S. ar-Ruum: 21 ). (Departemen Agama RI, 1986: 644).
Ayat tersebut mengandung makna bahwa keluarga Islam terbentuk dalam keterpaduan antara ketenteraman (sakinah), penuh rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Ia terdiri dari istri yang patuh dan setia, suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah,
3
ibu yang lemah lembut dan berperasaan halus, putra-putri yang patuh dan taat serta kerabat yang saling membina silaturrahmi dan tolong-menolong. Hal ini dapat tercapai bila masing-masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak dan kewajibannya. Dalam Islam, segala sesuatunya diatur dengan hukum dan syari‟at, termasuk juga pernikahan dengan segala tata caranya. Hal ini menunjukkan bahwa tema pokok pernikahan mempunyai makna yang sangat penting menurut islam. Bahkan, pernikahan ditetapkan sebagai salah satu hukum pokok di antara sunah-sunah Rasul yang lain (Indra dkk, 2004: 63). Yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Saw :
ِوَعٍَْ أَ َسٍ بٍِْ يَانِكِ زَضِيَ اهللُ تَعَا نىَ عَ ُْهُ أٌََ انَُبِيَ صَهَى اهلل عَه ْيهِ وَسَهَى ُ نَكٍَِ أَََا أُصَهِيَ وَأَََاوُ وَأَصىْوُ وَأُفْطِسُ وَأَتَصَوَج: َحًَِدَ اهللُ وَأََْثَي عَه ْيهِ وَقَال ﴾ يُِِى ﴿ يتفق عهيه
َانُِسَاءَ فًٍََْ زَغِبَ عٍْ سَُُتىِ فَهَيْس
Artinya : “Dari Anas bin Malik R.A. Bahwasanya Nabi SAW memuji Allah dan menyanjung-Nya kemudian beliau bersabda : “Akan tetapi aku sembahyang dan tidur dan berbuka dan mengawini perempuan, maka barang siapa yang tidak suka akan sunnahku, maka ia bukanlah termasuk dalam golonganku”. (Muttafaqun „alaih) (al Asqalani, 1984: 356). Terkait dengan hadits di atas, maka Indra dkk (2004: 63) menjelaskan bahwa apabila nikah merupakan sunah Rasul, maka jelas bahwa pernikahan adalah ibadah, yang tentunya akan mendatangkan semua kebaikan yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Dan juga membina sebuah rumah tangga
4
atau hidup berkeluarga merupakan perintah agama bagi setiap muslim dan muslimah. Sehingga melalui rumah tangga yang islami, diharapkan akan terbentuk komunitas kecil masyarakat islam yang harus dibina dan dididik dengan baik sesuai dengan ajaran islam, yang pada akhirnya akan terbentuk keluarga yang ideal dan masyarakat yang islami pula. Merealisasikan sebuah konsep ideal dalam membangun keluarga sakinah memang bukanlah hal yang mudah, perlu ada upaya yang mengarah pada proses tersebut, antara lain yaitu kesadaran anggota keluarga, sosialisasi, bimbingan dan dorongan kepada mereka untuk menanamkan nilai-nilai pembentukan keluarga sakinah. Permasalahan dan goncangan yang kadang timbul dalam kehidupan berkeluarga, sering kali harus dibutuhkan suatu bimbingan dan dorongan agar mereka dapat menemukan kembali ruh kebahagiaan dalam berumah tangga. Di antara masalah-masalah tersebut yang sering timbul dalam keluarga adalah; masalah seks, masalah kesehatan, masalah masalah ekonomi, masalah pendidikan, dan masalah pekerjaan (Pujosuwarno, 1994: 72-78). Menurut Sanwar (1984: 3), Dalam koridor ilmu dakwah pernikahan merupakan bagian penting dari materi dakwah. Isi atau materi dakwah bertitik pangkal kepada “al-khâir wal hudâ” serta “amar ma’rûf nâhi munkar”. Sedangkan pemikiran Muhammad Thalib disini dapat dijadikan salah satu referensi materi dakwah dalam bidang keluarga untuk mewujudkan suatu keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, karena salah satu fungsi dakwah adalah menyampaikan ajaran Islam yang telah diturunkan oleh Allah
5
SWT kepada Rasulullah SAW bagi umat manusia seluruh alam, memelihara ajaran tersebut dan mempertahankannya guna memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. (Fahrudin, 2007: 93) Ada banyak tokoh di Indonesia yang secara serius membahas tentang mewujudkan keluarga yang ideal, dalam agama Islam yaitu keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, salah satu tokoh tersebut adalah Muhammad Thalib, ia adalah seorang pengajar, muballigh serta penulis, yang sudah banyak menghasilkan karya dan pemikiran dalam membentuk keluarga sakinah. Di antara karya-karyanya adalah “Manajemen Keluarga Sakinah. Yang membahas tantang cara mewujudkan keluarga yang sakinah dari awal memilih dan menentukan pasangan, membangun sebuah dalam rumah tangga, mengatasi masalah dalam keluarga, baik yang menyangkut hubungan suami istri, hubungan anak dengan orang tua maupun manajemen hubungan dengan saudara dan kerabat. Dan juga bagaimana cara mendidik anak agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, serta berbakti pada orangtua. Pemikiran Muhammad Thalib tersebut menarik untuk dikaji secara lebih mendalam. Maka konsep pemikiran tersebut dihubungkan dengan Bimbingan Konseling Keluarga Islam, sehingga konsep tersebut lebih aplikatif sebagai sebuah pendekatan panduan dalam rangka mewujudkan keluarga sakinah mawaddah dan rahmah yang menjadi idaman bagi semua orang.
6
Untuk itulah, penulis berkeinginan untuk menjadi salah satu bagian penting dalam mencari format ideal bimbingan dalam membentuk keluarga sakinah. Sebagai sumbangsih terhadap khasanah keilmuan dalam bimbingan Konseling Keluarga, yang khususnya diperuntukkan bagi para calon pasangan yang akan melangsungkan pernikahan, yang akan penulis paparkan dalam bentuk penelitian dengan judul “Tinjauan Bimbingan dan Konseling Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)”. B. Rumusan Masalah Dari uraian tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana konsep manajemen keluarga sakinah menurut Muhammad Thalib? 2. Bagaimana konsep pesan Muhammad Thalib tentang keluarga sakinah ditinjau dari Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, yaitu : 1. Untuk menguji model Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib.
7
2. Untuk menganalisis ketepatan pesan-pesan tersebut sebagai materi konseling keluarga islam. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan keilmuan khususnya bidang dakwah dan Bimbingan Konseling Perkawinan Keluarga Islam. 2. Secara praktis, penulis berharap hasil penelitian ini nantinya bisa menjadi panduan sekaligus rujukan bagi para pembaca secara umum atau konselor dalam membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. D. Tinjauan Pustaka Berikut ini adalah beberapa karya ilmiah dan hasil-hasil penelitian yang pernah ditulis oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain : Penelitian
M.
Fahrudin
pada
tahun
2007
yang
berjudul
“Keseimbangan Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut Pemikiran Imam Nawawi Dalam Membentuk Keluarga Sakinah (Perspektif
Bimbingan
Konseling Keluarga Islam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Menurut Imam al-Nawawi keseimbangan hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga bukanlah kesamaan wujud sesuatu dan karakternya, tetapi yang dimaksud adalah bahwa hak-hak antara mereka itu saling mengganti dan melengkapi. Sesuai dengan kedudukan masing-masing sebagai anggota keluarga. Maka tidak ada suatu pekerjaan yang dilakukan oleh isteri untuk suaminya melainkan si suami juga harus melakukan sesuatu perbuatan yang seimbang untuk istrinya. (2) Imam al-Nawawi di sisi lain juga
8
memberikan keterangan dan indikasi untuk mengakui perlu adanya keseimbangan antara suami istri. Hanya mereka dibedakan pada status fungsional saja. Suami mencari nafkah dan memberi keperluan secara materiil sedangkan istri menjadi pemimpin dalam kerangka psikis, kasih sayang dan emosionalitasnya dalam keluarga. (3) Keseimbangan hak dan kewajiban suami istri menurut Imam al-Nawawi dapat diterapkan dalam bimbingan konseling keluarga Islam dalam rangka menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah yang dicita-citakan keluarga Islam. Penelitian Eka Itaussa‟adah (2007), yang berjudul “Membentuk Keluarga Sakinah Menurut M. Quraish Shihab (Analisis Pendekatan Konseling Keluarga Islam)”. Hasil penelitian menunjukkan, menurut M. Quraish Shihab (2006: 141) keluarga sakinah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang pertama lagi utama, adalah menyiapkan kalbu. Sakinah/ketenangan bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktivitas. Meski dalam al-Qur'an menegaskan bahwa tujuan disyariatkannya pernikahan adalah untuk menggapai sakinah. Namun, itu bukan berarti bahwa setiap pernikahan otomatis melahirkan sakinah, mawaddah, dan rahmat. Pendapat M. Quraish Shihab di atas, menunjukkan bahwa keluarga sakinah memiliki indikator sebagai berikut: pertama, setia dengan pasangan hidup; kedua, menepati janji; ketiga, dapat memelihara nama baik; saling pengertian; keempat berpegang teguh pada agama. Menurut Shihab, beberapa faktor untuk membentuk keluarga sakinah: (a) Kesetaraan. Mencakup banyak aspek, seperti kesetaraan
9
dalam kemanusiaan. (b) Musyawarah. Pernikahan yang sukses bukan saja ditandai oleh tidak adanya cekcok antara suami/istri karena bisa saja cekcok terjadi bila salah satu pasangan tidak bisa menerima semua yang dikehendaki oleh pasangannya. Dari berbagai problem rumah tangga, bimbingan dan konseling terhadap berbagai problem rumah tangga relevan dengan fungsi konseling keluarga Islam yaitu membantu agar klien dapat menjalani kehidupan berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu maka konseling keluarga khususnya yang Islami pada prinsipnya berisi dorongan untuk menghayati kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran Islam. Perbedaan antara penelitian oleh Eka Itaussa‟adah dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Fahrudin terletak pada pembahasan pokok masalahnya. M. Fahrudin dalam penelitiannya menemukan bahwa untuk membentuk keluarga sakinah diperlukan keseimbangan hak dan kewajiban antara suami istri, yang membedakan adalah fungsi masing-masing anggota keluarga. Sedangkan dalam penelitan Eka Itaussa‟adah lebih pada proses dalam pembentukan keluarga sakinah. Bahwa dalam mewujudkan keluarga sakinah diperlukan perjuangan dan usaha yang keras dan keluarga sakinah tidak bisa dicapai dengan tiba-tiba. Dua penelitian ini mempunyai kesamaan yaitu diperlukan adannya unsur keseimbangan dalam rumah tangga agar dapat tercapai keluarga sakinah,mawaddah dan rahmah.
10
Penelitian berikutnya adalah penelitian dengan judul Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Implikasinya dalam Membentuk Keluarga Sakinah dilakukan oleh Wiwik Muhartiwi (2008). Pada intinya bahwa dalam perkawinan masalah hubungan seksual merupakan masalah yang cukup rumit. Hubungan seksual ini dapat menjadi sumber masalah dalam perkawinan, dan dapat berakibat runyamnya kehidupan keluarga sampai pada perceraian. Contoh cukup banyak dan dapat diikuti melalui media massa. Walaupun telah dikemukakan di bagian depan bahwa perkawinan itu bukan semata-mata mengenai masalah hubungan seksual saja, tetapi masalah hubungan seksual dalam perkawinan kiranya tidak dapat diabaikan. Hal ini dapat diikuti misalnya melalui sebuah majalah yang cukup terkenal dengan judul "Gadis Bunting" (Tempo, No. 40 Tahun XIII, 3 Desember 1983). Dari apa yang dikemukakan oleh Tempo tersebut jelas bahwa masalah hubungan seksual tidak dapat diabaikan dalam pasangan pria dan wanita. Dan bila dikaji lebih jauh, penyimpangan-penyimpangan dalam hal kehidupan keluarga, misalnya isteri menyeleweng ataupun sebaliknya, bila mau secara jujur hal tersebut bersumber pada masalah hubungan seksual ini. Perbedaan penelitian ini dengan dua penelitian yang sebelumnya yaitu penelitian ini menitik
beratkan
penanganannya,
pada
terutama
pembahasan
problem
dari segi
seksualitas
rumah
tangga
dan
dan penyimpangan-
penyimpangannya. Sedangkan penelitian penulis yang berjudul “Tinjauan Bimbingan dan Konseling Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku
11
“Manajemen Keluarga Sakinah”
karya
Muhammad Thalib)”
akan
memfokuskan pembahasan pemikiran Muhammad Thalib yang tertuang dalam buku Manajemen Keluarga Sakinah, dan hubungannya dengan bimbingan konseling keluarga Islam dari beberapa aspek termasuk dari aspek kesetaraan gender. Sehingga konsep dari pemikiran Muhammad Thalib tersebut secara teknis dapat dipakai sebagai sebuah pendekatan (panduan) dan cara yang efektif untuk menambah wawasan bagi para calon pengantin dalam rangka mewujudkan keluarga sakinah. Hal inilah yang membedakan isi materi ataupun kajiannya dengan hasil penelitian terdahulu. E. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan a. Jenis penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian literer sehingga termasuk jenis penelitian kualitatif, dengan hasil akhir berupa kata-kata tertulis. Bogdan dan Taylor mengatakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis (Moleong, 2009: 4). b. Pendekatan penelitian Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan pendekatan-pendekatan
yang
diharapkan
mampu
memberikan
pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Untuk itu pendekatan yang digunakan adalah :
12
1) . Pendekatan Rasionalisik Pendekatan
rasionalistik,
yaitu
pendekatan
yang
menekankan kepada empiri sensual, empiri logik, empiri etik (Muhadjir, 1996: 56). Empiri sensual berfungsi mengamati kebenaran berdasarkan inderawi manusia, sedangkan empiri logik berfungsi mengamati kebenaran berdasarkan ketajaman fikir manusia dalam memberi makna, dan empiri etik berfungsi mengamati kebenaran berdasarkan akal budi manusia dalam memberikan makna (Muhadjir, 1996: 10-11). 2) . Pendekatan Psikologis Berkaitan dengan pemikiran Muhammad Thalib tentang keluarga sakinah dengan pendekatan psikologis diharapkan akan memudahkan proses bimbingan dan konseling perkawinan Islam, yaitu membentuk keluarga sakinah mawadah wa rahmah. 2. Definisi Konseptual dan Operasional Untuk
menghindari
kesalahfahaman
penelitian ini, yaitu “Tinjauan
pembaca
terhadap
judul
Bimbingan Dan Konseling Keluarga
Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)”, maka perlu adanya definisi konseptual dan operasional. Oleh karena itu penulis jelaskan pengertian judul yang telah dirumuskan. Hal ini untuk memudahkan pemahaman serta
13
menjaga adanya kekeliruan pengungkapan maksud yang terkandung dalam judul tersebut. a. Definisi Konseptual 1. Keluarga Sakinah Keluarga sakinah adalah keluarga yang didalamnya terdapat ketenteraman, ketenangan, kedamaian, rahmat dan tuma’ninah yang berasal dari Allah SWT (Ensiklopedi Islam, 1997: 202). Keluarga sakinah adalah sebuah keluarga di mana pasangan suami istri dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupannya penuh dengan ketenangan, bahagia dan sejahtera baik lahir maupun bathin, suami bisa membahagiakan istri dan sebaliknya, serta keduanya mampu mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang
sholeh
dan
sholehah.
(http://kolom-
hukum.blogspot.com/2011/07pengertian-keluarga.html) 2.
Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu
atau
sekumpulan
individu
itu
dapat
mencapai
kesejahteraan hidupnya (Bimo Walgito, 1995: 4). Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan
14
petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Konseling keluarga Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam menjalankan pernikahan dan hidup berumah tangga selaras dengan ketentuan dan petunjukNya, mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan pernikahan sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. (Faqih, 2001: 82) b. Definisi Operasional 1. Keluarga Sakinah Dari definisi konseptual di atas secara operasional dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan keluarga sakinah dalam penelitian ini adalah keluarga yang tenang, tenteram, damai, sejahtera, bahagia, serta melaksanakan hak dan kewajiban suami dan istri sesuai dengan syari‟at islam. 2.
Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam Sedangkan Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, memahami tentang makna pernikahan dan makna keluarga sakinah, serta membantu individu untuk mencegah terjadinya masala-masalah yang timbul dikemudian hari setelah menikah.
15
3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian adalah darimana data dapat di peroleh (Arikunto, 2006: 129). Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data sekunder (Azwar, 1998: 91). Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data yaitu referensi data utama tentang materi bimbingan dan konseling keluarga Islam, yang jenis datanya adalah sebagai berikut: a. Data Primer adalah data penelitian langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang diteliti (Suryabrata, 1993: 39). Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku karya Muhammad Thalib yang berjudul, “Manajemen Keluarga Sakinah”, Yogyakarta: Pro-U Media, 2007. b. Data Sekunder yaitu sumber data yang dijadikan data pelengkap dan pendukung data primer atau data dari tangan kedua (Surakhmad, 1990: 163). Sebagai data sekunder dalam penelitian ini berupa bukubuku yang memiliki relevansi langsung dengan materi yang akan diteliti misalnya : 1. M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2007. 2. Muhammad Thalib, Ensiklopedi Keluarga Sakinah, Jilid I dan II, Yogyakarta: Pro-U Media, 2008.
16
3. Achmad Mubarok, Psikolagi Keluarga (Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa), Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2005. 4. Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan Data Menurut Suryabrata, kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya (Suryabrata, 1993: 84). Pengumpulan data sebuah penelitian adalah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam sebuah penelitian, adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Dokumentasi, yang dimaksud dokumentasi dalam penelitian ini adalah data-data teks yang berupa buku-buku, data-data website internet, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pemikiran Muhammad Thalib tentang keluarga sakinah khususnya dalam buku yang berjudul “Manajemen Keluarga Sakinah”. b. Wawancara, adalah upaya mendapatkan informasi/data berupa jawaban atas pertanyaan (wawancara) dari nara sumber (tokoh) yang berkompeten (Moleong, 2009: 135). Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan Muhammad Thalib sebagai tokoh obyek penelitian ini dengan melalui email. 5. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Setelah data terkumpul, kemudian dikelompokkan dalam satuan kategori dan dianalisis
17
secara kualitatif (Moleong, 2009: 280). Sesuai dengan sumber data yang digunakan dan jenis data yang diperoleh, maka analisis terhadap data yang telah terkumpul akan dilakukan dengan menggunakan content analysis, yaitu analisis tentang isi pesan atau komunikasi (Muhadjir, 1996: 76). Disamping itu, data yang dipakai adalah data yang bersifat deskriptif (data tekstular) yang hanya dianalisis menurut isinya (Suryabrata, 1993: 85). Artinya pemikiran Muhammad Thalib akan dipaparkan sebagaimana adanya. F. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam memahami gambaran secara menyeluruh tentang penelitian ini, maka penulis memberikan sistematika penulisan penelitian sebagai berikut: Bab I berisi pendahuluan, yang menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penelitian. Bab II adalah landasan teori, diantaranya pengertian pernikahan, dasar hukum pernikahan, fungsi dan tujuan pernikahan dalam Islam, rukun dan syarat pernikahan, pengertian keluarga secara umum, pengertian keluarga sakinah, ciri keluarga sakinah, fungsi dan peran keluarga sakinah, Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam, yang berisi pengertian Bimbingan Islam, Konseling Islam, tujuan Bimbingan dan Konseling
18
Keluarga Islam, asas-asas pernikahan dalam Islam yang harus disampaikan dalam Konseling Keluarga Islam. Bab III adalah muatan pesan Muhammad Thalib tentang membentuk keluarga sakinah yang meliputi, biografi Muhammad Thalib, karya-karya Muhammad Thalib, pokok isi buku Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib. Bab IV berisi analisis, yang merupakan jawaban dari rumusan masalah pada Bab I. Pada bab ini penulis mencoba untuk mengembangkan pemikiran Muhammad Thalib tentang konsep keluarga sakinah dalam buku Manajemen Keluarga Sakinah, serta relevansi konsep Muhammad Thalib dalam membentuk keluarga sakinah tinjauan Bimbingan Konseling Keluarga Islam serta ditinjau dari sudut pandang gender. Bab V merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran-saran yang layak dikemukakan.
BAB II TEORI UMUM TENTANG PERNIKAHAN, KELUARGA SAKINAH, BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA
A. Pernikahan Dalam Islam 1.
Pengertian Pernikahan Pernikahan, atau nikah dalam bahasa Arab berasal dari kata “nikahun” yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja (fi’il madhi) “nakaha”, sinonimnya “tazawwaja”, kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai pernikahan (Tihami, 2009: 7). Sedangkan pernikahan menurut istilah banyak dikemukakan oleh para pakar, ulama’, fuqaha’, dan perundang-undangan menurut perspektif masing-masing. Adapun beberapa pengertian tentang perkawinan antara lain : a.
Menurut Hasbi Indra dkk, nikah adalah akad antara pihak pria dengan wali wanita, sehingga hubungan badan antara kedua pasangan pria dan wanita menjadi halal (Indra dkk, 2004: 72)
b.
Menurut Tihami, nikah menurut syara’ adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera (Tihami dkk, 2009: 8). Pengertian tersebut berdasarkan firman Allah :
20
)ٗ۹: بدٚرَزَكَشٌَُْٔ (انزاس
ٍِْْ نَؼَهَكُىََٛٔيٍِْ كُمِ شَٸٍ خَهَمَُْب صَْٔج
Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah ” (Q.S. adDzariyat : 49). (Departeman Agama RI, 1986: 862) c.
Menurut M. Ali Hasan adalah aqad (perjanjian) yaitu serah terima antara orang tua calon mempelai pria sebagai penyerahan dan penerimaan tanggung jawab dalam penghalalan bercampur keduanya sebagai suami istri (Hasan, 2006: 12).
d.
Menurut Muhammad Thalib pernikahan adalah jalan yang mengikat seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri yang mengandung syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh para pelakunya (Thalib, 2007: 26).
e.
Sedangkan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974’ perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU No. 1 Tahun 1974 Pasal: 1). Dari pengertian pernikahan tersebut perkawinan sebenarnya harus
menjadi miniatur surga. Namun mewujudkannya bukan hal
yang mudah, karena manusia memiliki banyak perbedaan selera, kecenderungan, kodrat dan karakter. Tidak mungkin bagi dua orang yang berlainan jenis bersatu dalam bingkai pernikahan yang cocok secara sempurna. Jadi, pernikahan adalah mewujudkan rumah tangga
21
yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan hadis agar tercapai keluarga yang bahagia dunia dan akhirat. 2.
Dasar Hukum Pernikahan Pernikahan mempunyai landasan hukum kuat baik didalam AlQur’an dan sunah (Thalib, 2007: 29-31). Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pernikahan antara lain :
Surat an-Nur 32 :
ََُُْْٕٕكٚ ٌٍَِْْ يٍِْ ػِجَب دِكُىْ َٔإِيَبءِكُىْ ۚ إِٛ يُِْكُىْ َٔانصّب نِذََٙبيَٚٔأََْكِذُْٕانَؤ )ٖٕ : ْىٌ (انُٕسِٛػَه
ٌسغ ِ َُٓىُ انّهُّ يٍِْ فَضِْهِّ ۗ َٔانّهُّ َٔاُُِْٛغَٚافُمَشَآء
Artinya :“Kawinkanlah bujangan-bujangan yang telah layak untuk kawin dari antara para budak laki-laki dan perempuan kamu. Jika mereka miskin, Allah kelak akan memberikan kecukupan kepada mereka dari rizki-Nya dan Allah Mahaluas (rizki-Nya) dan Mahatahu.” (Q.S. an-Nur: 32). (Departemen Agama RI, 1986: ).
Surat ar-Rum 21 :
ََْٓب َٔجَؼَمََٛآ ِرِّ ٲٌَْ خَهَكَ نَكُىْ يٍِْ ٲََْفُسِكُىْ ٲَصَْٰٔاجًب نِزَسْكُ ُْٕا إِنََٚٔيٍْ أ )ٕٔ: (الروم
ٌََُٔزَفَكَشٚ ٍَبدً نِمَْٕوْٰٚ رَٰ ٰنِكَ ألَُِْٙكُىْ يََٕدَحً َٔسَدْ ًَخً ۚ إٌَِ فَٛث
Artinya :“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia telah menciptakan untukmu istri- istri dari jenis kamu sendiri supaya kamu merasa tenang kepadanya dan Dia telah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara kamu. Sesungguhnya hal yang demikian itu benar-benar menjadi tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.” (Q.S. ar-Rum : 21) (Departeman Agama RI, 1986 : 644)
22
Ayat tersebut menjelaskan bahwa begitu besar hikmah yang terkandung dalam pernikahan. Dengan melakukan pernikah, manusia akan mendapatkan kepuasan jasmaniyah dan rohaniyah. Yakni kasih sayang, ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan hidup.
Surat an-Nisa’ 3 :
ُْٗ فَبَْكِذُْٕايَبطَبةَ نَكُىْ ْيٍَِّ انُِسَبءِيَثًَََٙزْٛ انَِٙٔٳٌِْ خِفْزُى ْٲَنَب رُمْسِطُْٕاف ًَََْْٗبَُكُىْ َرانِكَ أدََٚٔثُهَبسَ َٔسُ َثغَ ۚ فَٳٌِْ خِفْزُىْ أَنَبرَؼْذِنُْٕافََٕادِذَحًأَْٔيَبيَهَكَذْ أ )ٖ: (انُسبء
أَنَبرَؼُْٕنُٕا
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang ystim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada berbuat aniaya.” (Q.S an-Nisa : 3)(Departeman Agama RI, 1986: 115) Ayat tersebut sangat jelas sebagai perintah dari Allah untuk
menikah
(mengawini
perempuan).
Bahkan
Allah
memberikan kelonggaran untuk menikahi perempuan sampai empat orang, asalkan mampu untuk berbuat adil terhadap para istrinya.
Dalam hadis Rasulullah SAW dijelaskan :
ِِّ ثِبنصَْٕوْٛ َزَضََٔجَ َٔإنَبفَؼَهْٛفَه٬ََبيَؼْشَشَانشَجَبةِ يٍَِ اسْزَطَبعَ يُِْكُىُ انْجَبءَحٚ )(سٔاِ انجخبس٘ ٔيسهى
ٌفَئَُِّ َنُّ ِٔجَبء
23
Artinya : “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang mampu menikah, hendaklah dia menikah. Jika belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu ibarat pengebiri,” (HR. Muttafaq ‘alaih) (al-Asqalani, 1984: 356). Nikah dapat disebut salah satu syari’at yang paling longgar untuk dilakukan
oleh orang yang sudah mampu dibebani dengan
tanggung jawab hukum syar’i, atau yang sering disebut mukallaf. Apabila dikelompokkan dari beberapa pendapat ulama, hukum nikah dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dari mukallaf itu sendiri. Diantaranya yaitu : a.
Mubah sebagai asal hukumnya, hukum ini dikenakan bagi laki-laki yang terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera nikah atau karena alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin (Hasan, 2006: 9).
b.
Sunnah, sekiranya seseorang telah mampu membiayai rumah tangga dan juga keinginan berumah tangga, tetapi keinginan nikah itu tidak dikhawatirkan menjurus kepada perbuatan zina (Hasan, 2006: 8).
c.
Wajib, bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk nikah dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina (Ghazali, 2008: 18).
d.
Haram, bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila
24
melangsungkan pernikahan akan terlantarlah dirinya dan istrinya (Ghazali, 2008: 20). e.
Makruh, pernikahan berubah menjadi makruh apabila pernikahan tersebut dilakukan oleh orang yang tidak dapat memenuhi nafkah lahir batin (Hasan, 2006: 10).
3.
Rukun dan Syarat Perkawinan (Rofiq, 1998: 71-72) Dalam pernikahan ada beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi, agar pernikahan itu menjadi sah dan sempurna. Adapun yang menjadi rukun nikah adalah : a.
Calon mempelai laki-laki dan perempuan Keberadaan calon pengantin laki-laki dan perempuan mutlak adanya dalam pernikahan. Namun ada hal-hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan calon pemgantin adalah : 1.
Antara calon pengantin laki-laki dan perempuan bukan muhrim. Ketentuan ini berdasarkan surat an-Nisa’ 23. Apabila ditarik kesimpulan ada tiga golongan muhrim, yaitu : 1) Golangan pertama karena pertalian darah :
Anak kandung perempuan/anak kandung laki-laki;
Ibu kandung/bapak kandung;
Saudara kandung;
perempuan
kandung/saudara
laki-laki
25
Keponakan
perempuan/anak
perempuan
saudara
perempuan
saudara
kandung laki-laki;
Keponakan
perempuan/anak
kandung perempuan;
Bibi (dari ayah);
Bibi (dari ibu);
2) Golongan kedua karena susuan, yaitu :
Perempuan yang pernah menyusui;
Perempuan
sesusuan
(anak
perempuan
dari
perempuan yang pernah menyusui); 3) Golongan karena semenda, yaitu :
Mertua perempuan/mertua laki-laki;
Anak perempuan tiri (apabila sudah mencampuri ibunya). Namun bila belum mencampuri ibunya, maka anak perempuan tiri boleh dinikahi;
Menantu perempuan/juga menantu laki-laki;
Menikahi dua orang perempuan bersaudara sekaligus, kecuali menikahi ipar perempuan dari istri yang telah dicerai;
Ibu tiri sekalipun sudah dicerai oleh ayahnya;
2.
Calon pengantin harus seagama (sama-sama beragama Islam)
3.
Calon pengantin sedang tidak terikat perkawinan dengan orang lain.
26
4. b.
Bukan wanita musyrik/kafir.
Wali Wali
merupakan
orang
yang
memberikan
izin
berlangsungnya akad nikah antara laki-laki dan perempuan. Wali nikah hanya ditetapkan bagi pihak pengantin perempuan. Adapun dalil yang digunakan adanya wali sebagai rukun nikah adalah sebagai berikut : )ٕٖٕ : (البقره
َفَالَ تَعْضُلُوْاىُيَ أَىْ يَنْكِحْي
Artinya : ….”maka janganlah kamu menghalangi mereka, kawin lagi dengan bakal suaminya”…. (al-Baqarah: 232). (Departemen Agama RI, 1986: 56) Ayat
ini
sebenarnya
tidak
lebih
sekedar
hanya
menunjukkan larangan atau kerabat atau keluarga wanita untuk tidak menghalangi pernikahannya. Maka larangan tersebut tidak dapat dipahami persetujuan wali menjadi syarat syah akad nikah, baik pengertian majasi atau hakiki. Ayat tersebut turun dalam peristiwa ma’qul bin Yasar yang berjanji tidak akan menikahkan saudara perempuannya dengan orang yang menceraikannya. Sedangkan dalam hadits Rasulullah SAW :
: ََ اهللُ ػًََُُْٓب لبَلَِّٙ سَضْٛ َِٔػٍَْ اَثِٗ ثُشْدَحَ ػٍَْ أَثِٗ يُْٕسَٗ ػٍَْ أَث ٍ (سِٔ ادًذِٙثَِٕن
َ الَ َِكَبحَ اِال: َِّ َٔسَهَىْٛ َلَبلَ سَسُْٕلُ اهللِ صَهَٗ اهللُ ػه )ٔاالسثؼخ
Artinya : Dari Abu Burdah dari Abi Musa dari ayahnya r.a telah berkata : telah bersabda Rasulullahi SAW : Tidak sah nikah kecuali ada wali (Diterangkan Ahmad bin Hanbal dalam riwayat Ibnu Abdullah) (al-Asqalani, 1984: 362)
27
Berdasarkan hadis tersebut, jumhur ulama, termasuk Imam Syafi’i dan ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa seorang perempauan tidak dibenarkan menikahkan dirinya sendiri maupun perempuan selainnya. Sebab berdasarkan ketentuan dalil tersebut perwalian merupakan persyaratan yang harus dipenuhi demi keabsahan akad nikah. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf seorang perempuan yang baligh, berakal dan mampu menguasai dirinya, diperbolehkan melangsungkan akad nikah bagi dirinya sendiri baik itu gadis ataupun janda. (Rofiq, 1998: 84) Untuk sahnya orang yang menjadi wali dn dua orang saksi harus memenuhi 6 syarat berikut ini: 1) Islam 2) Baligh 3) Sehat akalnya 4) Merdeka (bukan budak) 5) Laki-laki 6) Adil Sedangkan orang-orang yang berhak menjadi wali sesuai dengan urutannya adalah: 1) Ayah 2) Kakek (ayah dari ayah) 3) Saudara laki-laki sekandung
28
4) Saudara laki-laki seayah 5) Keponakan dari saudara laki-laki sekandung 6) Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah 7) Anak laki-laki paman (Rofiq, 1998: 87) Dalam pernikahan dikenal juga adanya beberapa macam wali, yaitu : 1) Wali Mujbir yiatu wali yang mempunyai hak untuk memaksa gadisnya menikah dengan laki-laki dengan batas yang wajar. Yang termasuk wali mujbir adalah garis keturunan ke atas dengan perempuan tersebut yang akan menikah. 2) Wali Nasab, yaitu wali nikah yang mempunyai hubungan keluarga calon pengantin perempuan. Wali ini terdiri dari saudaara
laki-laki
sekandung,
bapak
paman,
beserta
keturunannya menurut garis patrinial (laki-laki). 3) Wali Hakim, yaitu bila semua wali di atas tidak ada, maka penguasa dapat ditunjuk dengan kesepakatan kedua belah pihak ( calon istri-suami) menjadi wali untuk menikahkannya (Rofiq, 1998 : 85). c.
Dua orang saksi Tentang saksi, sebagian fuqaha berpendapat bahwa saksi menjadi salah satu syarat sah dari sebuah perkawinan. Saksi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Islam; 2) Baligh/Dewasa;
29
3) Merdeka; 4) Laki-laki; 5) Adil; 6) Hadir dalam ijab qobul; 7) Mengerti maksud ijab qabul (Rofiq, 1998 : 71). d.
Ijab qabul Para ulama menegaskan bahwa ijab qabul atau akad nikah yang disertai dengan syarat-syarat adalah sah, sepanjang akad tersebut berisi hal-hal yang memang yang menjadi tujuan atau merupakan esensi dari pernikahan. Adapun syarat-syarat ijab qabul adalah : 1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali; 2) Adanya pernyataan menerima dari calon mempelai laki-laki; 3) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau atau terjemahan dari kata nikah atau tazwij ; 4) Antara dan qabul bersambungan, artinya tidak ada penundaan diantara keduanya; 5) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya; 6) Orang yang berkaitan dengan ijab dan qabul tidak sedang dalam ihram haji/umrah; 7) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang, yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita atau wakilnya dan dua orang saksi (Rofiq, 1998 : 72)
4.
Tujuan Pernikahan dalam Islam
30
Ketika Allah SWT mensyari’atkan pernikahan, tentunya banyak mengandung tujuan dan hikmah yang terkandung didalamnya. Tujuantujuan penikahan sesuai dengan firman Allah Swt dalam al-Qur’an antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut: a.
Menentramkan hati dan mewujudkan kasih sayang Agar tidak menyimpang dari syari’at, perwujudan kasih sayang antar lawan jenis haruslah dengan cara yang relevan menurut ajaran agama, yaitu dengan menikah. Banyak terjadi kekeliruan pada jaman sekarang ini dalam hal mengartikan kasih sayang, diantaranya bermesraan, berpacaran, dan bahkan berzina dengan mengatas namakan kasih sayang, karena diluar pernikahan, semua itu haram hukumnya dalam Islam. Maka hanya dengan pernikahan seseorang akan dapat merasakan kasih sayang yang sesungguhnya, dan juga mendapatkan ketentraman hidup sesuai dengan janji Allah dalam alQur’an. Potensi cinta kasih, mawaddah dan rahmah yang di anugerahkan Allah kepada pasangan suami istri adalah satu tugas yang
berat
tetapi
mulia.
Malaikatpun
berkeinginan
untuk
melaksanakannya, akan tetapi kehormatan itu diserahkan kepada manusia. Agar tugas tersebut dapat dipikulnya, maka Allah menciptakan kecenderungan kepada lawan seks, anak, dan aneka harta benda. Naluri terhadap lawan jenis itulah yang menjadikan manusia mampu melanjutkan generasi dan membangun dunia ini (Shihab, 2007 : 78).
31
b. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah) (http://tausyah.wordpress.com)
Rasulullah Saw bersabda :
َِّ َٔسَهَىَ دًَِذَاهللََٛ صَهَٗ اهللُ ػَهِٙ أٌََ انَُج: ٍػٍَْ أَ َسِ اثٍِْ يَبنِك ُ َٔأَرَضََٔد٬ُ َٔأُفْطِش٬ُ َٔاَصُى٬ُ َٔأَََبو٬ِِّٗ َٔلَمَ نَكٍِِ أَََب أُصَهْٛ ََٔأَثَُْٗ ػَه )يُِِٗ (سٔاِ انجخبسٔيسهى Artinnya :
َْسَٛ فًٍََْ سَغِتَ ػٍَْ سَُُـزِٗ فَه٬َانُِسَبء
“Dari Anas bin Malik: sesungguhnya Nabi Saw telah memuji Allah dan mengagungkanNya dan beliau bersabda : “ Namun aku sendiri shalat, tidur, puasa, berbuka dan menikahi perempuan. Maka barangsiapa membenci sunnahku(tata kehidupanku), ia bukan termasuk golonganku” (H.R Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas, telah jelas bahwa nikah merupakan sunnah rasul, yang harus di ikuti oleh semua ummatnya, bahkan Rasulullah Saw tidak menganggap sebagai golongan dari ummatnya pada seorang yang tidak menikah, disinilah maka nikah menjadi salah satu sarana ibadah untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Swt.
32
c.
Menahan nafsu syahwat, membentengi diri dari syaitan, dan menjaga kemaluan Islam mengakui adanya insting tersebut, maka dalam Islam tidak membiarkan semuanya tanpa ikatan batas, akan tetapi untuk menyalurkannya,
Islam
membuat
batasan-batasan,
maka
disyari’atkanlah pernikahan dan diharamkan penyaluran insting tersebut dengan selain pernikahan. Pernikahan juga merupakan kekuatan dan sarana untuk membersihkan hati dan badan. Karena itu, rasulullah SAW memerintahkan kepada siapa saja yang tegoda karena melihat wanita, maka segeralah ia mendatangi istrinya (Syarqawi, 2003 : 4) Dengan demikian, perkawinan merupakan jalan untuk menyalutkan naluri manusia dan memenuhi kebutuhan biologisnya dengan tepat dan benar, serta terpelihara keselamatan agamanya. Bila seseorang belum mampu untuk menikah, hendaklah ia menahan diri dengan cara berpuasa. Tujuannya ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, agar dia mempunyai daya tahan mental dalam menghadapi godaan syaitan (berbuat zina) (Subhan, 2004 : 34) d.
Membentuk keluarga dalam sebuah masyarakat Islami Keluarga merupakan struktur masyarakat yang paling kecil. Islam memberikan perhatian terhadap kealuarga. Islam melatakkan dasar-dasar yang dapat menjamin tegak dan langgengnya keluarga dalam bentuk yang bisa mengangkat derajatnya, menguatkan
33
hubungan di antara para anggota keluarganya dan membeaarikan jaminan keamanan dan ketentraman bagi hidupnya, jika keluarga tersebut sesuai deangan syari’at yang telah digariskan dalam Islam. Islam mengatur hak dan kewajiban masing-masing pasangan suami istri, apabila keduanya dapat melaksanakannya secara konsisten,
maka
ketenteraman,
keluarga kasih
akan
mendapatkan
ketenangan,
sayang
serta
kebahagiaan
(http://tausyah.wordpress.com). e. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam (http://tausyah.wordpress.com) Dari hasil pernikahan, diharapkan akan tumbuh generasi muslim yang shalih dan shalihah, yang nantinya akan mengemban tugas,
melanjutkan
perjuangan
untuk
berdakwah
dan
mengembangkan risalah Islam, sehingga perjuangan para ulama terdahulu
dan
perjuangan
kita
sekarang
akan
terus
berkesinambungan dan makin berkembang demi tegaknya risalah Islam di muka bumi ini. Pada akhirnya, tujuan dekat dari pernikahan setiap pasangan manusia adalah untuk meraih sakinah dengan pengembangan potensi mawaddah
dan rahmat,
sedangkan tujuan akhirnya adalah
melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi dalam pengabdian kepada Allah SWT. (Shihab, 2007: 80)
34
B. Tinjauan Tentang Keluarga Sakinah 1. Pengertian Keluarga Secara Umum Keluarga sudah menjadi istilah yang tidak asing dalam masyarakat. Bila mendengar kata keluarga pasti asumsi yang ada dalam pikiran kita adalah suatu kelompok yang biasanya terdiri dari bapak, ibu dan anakanaknya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995 : 471) Keluarga adalah sekelompok orang yang mempunyai hubungan kekerabatan
karena
hubungan
perkawinan
atau
pertalian
darah
(http://blogspot.com). Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengertian keluarga secara umum dapat dibedakan menjadi : a. Keluarga inti atau keluarga batih (primary group) terdiri atas bapak, ibu, dan anak, disana terjalin hubungan kekeluargaan; b. Pasangan yang menikah maupun tidak, tanpa anak; c. Kelompok yang terdiri dari seorang bapak dan ibu yang menikah atau tidak, yang cerai ataupun yang ditinggal bersama anak-anaknya; d. Kelompok anak yang ditinggalkan orangtuanya; e. Seorang yang hidup berpoligami dengan atau tanpa anak; f. Beberapa sanak saudara dengan anak-anak yang berumah tangga. (Subhan, 2004 : 1-2) Susunan keluarga ini bertalian dengan hakikat kedudukan perkawinan dalam tata masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kata keluarga dipakai dalam beberapa pengertian, yaitu sanak saudara, kaum kerabat, orang seisi rumah, suami istri, anak, kelompok ornag yang beradan dalam suatu naungan organisasi tertentu (misalnya keluarga
35
Nahdhatul Ulama, keluarga Muhamadiyyah) dan masyarakat terkecil berbentuk keluarga lainnya. (Subhan, 2004: 3) 2. Pengertian Keluarga Sakinah Menurut M. Quraish Shihab (2006: 136) kata sakinah terambil dari bahasa Arab yang terdiri dari huruf-huruf sin, kaf, dan nun yang mengandung makna "ketenangan" atau antonim dari kegoncangan dan pergerakan. Berbagai bentuk kata yang terdiri dari ketiga huruf tersebut kesemuanya bermuara pada makna di atas. Kata sakinah disebut enam kali di dalam al-Qur’an, dengan makna dan konteks yang berbeda-beda(Subhan, 2004: 3), yaitu: Surat al-Baqarah ayat 248:
سكِينَة هِيْ رَبِكُن وَبَقَِيةٌ هِوَا تَرَكَ اَل هُوسَى َ ِأىْ يَأْتِكُنُ الّتَابُوْتُ فِيو )ٕٗ٨ : (البقره..ُكة َ ِالْوَالَء
ُوَاَلُ ىَارُوىَ تَحْوُِلو
Artinya : Ialah kembalinya tabut kepadamu, didalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat. (Q.S al-Baqarah : 248) (Departemen Agama RI, 1986 : 61) Surat at-Taubah ayat 26 : )ٕ٦ : ّ(انزٕث
ٍَُِْٛس ِك ْي َنتَهُ ػَهَٗ سَسُِٕنِّ َٔػَهَٗ انًُْؤْي َ ُثُىَ أََْضَلَ اهلل
Artinya : Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman (Q.S at-Taubah : 26) (Departemen Agama RI, 1986 : 281) Surat at-Taubah ayat 40 : )ٗٓ : (انزٕثخ
َذَ ثِجُُذٍ نَىْ رَشَ َْْٔبَِّٚ َٔأَٛس ِك ْي َنتَهُ ػَه َ ُفَؤََْضَلَ اهلل
36
Artinya:
Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) Dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya (Q.S at-Taubah : 40) (Departemen Agama RI, 1986 : 285).
Surat al-Fath 18: )ٔ٨ : (انفزخ
ْجًبِِْٚٓىْ َٔاَثَبثَُٓىْ فَزْذًب لَشَّٛسكِينَةَ ػَه َ ْ لُهُٕ ثِِٓىْ فَؤََضَلَ الِٙفَؼَهِىَ يَب ف
Artinya: Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan balasan kepada mereka dengan ketenangan yang dekat. (Q.S. alFath : 4) (Departemen Gama RI, 1986 : 840) Surat al-Fath ayat 4: )ٗ : (انفزخ
ًَْبًَبَِٚضْدَادُْٔا إٍَِْٛ نَُِْٛ لُهْٕةِ انًُْؤْيِّٙس ِك ْينَةَ ف َ َُْٕانَزِْ٘ أََْضَلَ ال
Artinya : Dialah yang menurunkan ketenangan-ketenangan ke dalam hati orang-orang yang beriman supaya keimanan mereka bertambah. (Q.S al-Fath : 4) (Departemen Agama RI, 1986 : 837).
Surat al-Fath ayat 26 :
ُس ِك ْي َنتَه َ ُخَ فَؤََْضَلَ اهللَِٛخَ انْجَب ِْهًََِٛخَ دًٍَََِٛ كَفَشُٔا فِٗ لُهُٕثِِٓىُ انذِٚإِرْ جَؼَمَ انَز )ٕ٦ : (انفزخ
ٍَُِِٛػَهَٗ سَسُِٕنِّ َٔػَهَٗ انًُؤْي
Artinya : Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalun Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman. (Q.S al-Fath : 26) (Departemen Agama RI, 1986 : 842). Munculnya istilah sakinah sesuai dengan firman Allah surat arRum ayat 21 yang menyatakan bahwa tujuan berumah tangga adalah untuk mencari ketenangan dan ketenteraman atas dasar mawaddah dan
37
rahmah, saling mencintai dan penuh rasa kasih sayang antara suami dan istri. Firman Allah berfirman dalam surat ar-Rum ayat 21:
ًَُْكُىْ يََٕدَحََْٛٓب َٔجَؼَمَ ثََٛآ ِرِّ ٲٌَْ خَهَكَ نَكُىْ يٍِْ ٲََْفُسِكُىْ ٲَصَْٰٔاجًب نِزَسْكُ ُْٕا إِنََٚٔيٍْ أ )ٕٔ: َزَفَكَشٌَُٔ (الرومٚ ٍَبدٍ نِمَْٕوْٰٚ رَٰ ٰنِكَ نَؤًِٙخً ۚ إٌَِ ف َ َْٔسَد Artinya :“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia telah menciptakan untukmu istri- istri dari jenis kamu sendiri supaya kamu merasa tenang kepadanya dan Dia telah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara kamu. Sesungguhnya hal yang demikian itu benar-benar menjadi tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.” (Q.S. ar-Rum : 21) (Departeman Agama RI, 1986 : 644) Pisau dalam bahasa Arab disebut sikkin, karena ia adalah alat yang membuat binatang yang disembelih menjadi tenang, tidak bergerak, yang sebelumnya meronta. Akan tetapi sakinah karena perkawinan adalah ketenangan yang dinamis dan aktif
tidak seperti kematian
binatang. (Shihab, 2000: 192) Kata sakinah yang sering diartikan dengan damai atau tenang dan tenteram, adalah semakna dengan sa’adah yang bermakna bahagia, keluarga yang penuh rasa kasih sayang dan memperoleh rahmat Allah SWT (Mubarok, 2005: 148). Keluarga sakinah adalah keluarga yang setiap anggotanya merasakan suasana tenteram, damai, bahagia, aman dan sejahtera lahir bathin. Sejahtera lahir adalah bebas dari kemiskinan harta dan tekanan-tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin adalah bebas dari kemiskinan iman, serta mampu mengkomunikasikan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat (Subhan, 2004: 7). Pendapat di atas, menunjukkan bahwa Keluarga Sakinah memiliki Indikator
38
sebagai berikut: Pertama, setia pada pasanagan hidup; Kedua, menepati janji; Ketiga, komunikatif; Keempat,
saling pengertian; Kelima,
berpegang teguh pada Agama. 3. Unsur-unsur dan Ciri Keluarga Sakinah Unsur keluarga secara umum jika dijabarkan meliputi : a. Seorang laki-laki yang berstatus sebagai suami. b. Seorang perempuan yang berstatus sebagai istri. c. Anak-anak. d. Sanak keluarga lainnya. (Musnamar, 1992: 57) Sebuah keluarga dapat dinilai, apakah termasuk keluarga sakinah atau bukan, ada beberapa unsur yang dapat dijadikan barometer keluarga sakinah, antara lain : 1) Sakinah, menurut Ibrahim al-Baqi sebagaimana dikutip Quraish Shihab, dalam bahasa al-Qur’an adalah “litaskunu ilaiha” yang mempunyai arti ketenangan, ketenteraman dan saling mencintai. Sedangkan, 2) Mawaddah, adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Dia adalah cinta yang plus. Bukankah yang mencintai,sesekali hati kesal sehingga cintanya pudar bahkan putus. Tetapi yang bersemi dalam hati yang mawaddah, tidak lagi akan memutuskan hubungan seperti yang bisa terjadi pada orang yang bercinta. Hal ini karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehungga pintu-pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin. Dan,
39
3) Rahmah, adalah kondisi psikis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan
ketidakberdayaan
sehingga
mendorong
yang
bersangkutan untuk memberdayakannya. Karena itu dalam kehidupan rumah tangga akan bersungguh-sungguh bahkan bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangan serta menolak segala yang mengganggu dan mengeruhkannya (Shihab, 2000: 208-209) Apabila ketiga hal di atas terdapat dalam sikap suami isteri, maka niscaya Keluarga yang mereka bangun akan menjadi keluarga sakinah sesuai dengan syari’at Islam dan juga sesuai dengan yang mereka harapkan. Adapun keluarga yang sakinah adalah keluarga yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a) Kehidupan beragama dalam keluarga. b) Mempunyai waktu untuk bersama. c) Mempunyai pola komunikasi yang baik bagi sesama anggota keluarga. d) Saling menghargai antara satu dengan yang lainnya. e) Masing-masing merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai kelompok. f) Bila terjadi suatu masalah dalam keluarga mampu menyelesaikan secara positif dan konstruktif. (Musthofa, 2003: 12) 4. Fungsi dan Peran Keluarga Sakinah Apabila keluarga yang dibangun betul-betul menjadi keluarga yang sakinah, tentu akan menghasilkan generasi yang baik menjadi
40
tumpuan bangsa negara dan agama. Sehingga terbentuknya keluarga sakinah mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut : a. Membentuk Manusia Bertaqwa Islam membina dan mendidik kehidupan manusia atas landasan ajaran tauhid, kemudian akan tumbuh iman dan akidah , setelah memahami makna keduanya akan memmbuahkan amal ibadah dan amal salih lainnya. Amal perbuatan yang dijiwai oleh iman dan terus menerus dipelihara akan menciptakan suatu sikap hidup seorang muslim yang disebut taqwa (Subhan, 2004 : 17). Ada beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang makna taqwa, antara lain :
ِْؤَرِكُىَُٛكَفِشْػَُْكُىْ سَٚٔ َجْؼَمْ نَكُىْ فُشْلَبًَبٚ ٍََْ آيَ ُْٕا إٌِْ رَزَمُٕا هللَُٚٓب انَزَٚب أٚ )ٕ۹: (االَفبل
ِْىَٛغْفِشْنَكُىْ ٔاهللُ رُٔانْفَضْمِ انْؼَظَٚٔ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu al-Furqan (petunjuk yang dapat membedakan antara yang baik/benar dan yang salah/batil) dan menghapus segala kesalahankesalahan dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan sesungguhnya Allah mempunyai karunia yang besar (Q.S al-Anfal : 29) (Departeman Agama RI, 1986 : 265). Orang tua berperan sebagai penanggung jawab keluarga. Apabila pembinaan ketaqwaan ini telah dimulai sejak dini, sejak masa kanak-kanak, maka perkambangan dan pembinaannya pada saat dewasa kelak akan lebih mudah. Pembinaan ini dapat ditempuh melalui pendidikan keluarga, sekolah, atau lingkungan masyarakat, baik formal maupun informal.
41
Maka pada perkembangan selanjutnya akan melahirkan manusia-manusia bertaqwa yang siap untuk membentuk keluarga sakinah yang baru. Dengan demikian, keluarga yang sakinnah mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat kaitannya terhadap ketaqwaan. Manusia yang bertaqwa dilahirkan oleh keluarga sakinah, sebaliknya juga, ketaqwaan dapat memberikan makna bagi kehidupan manusianya serta memperkokoh dan melahirkan kekluarga sakinah, sehingga masyarakat menjadi sejahtera (Subhan, 2004 : 24). b. Membentuk Masyarakat Sejahtera Masyarakat sejahtera adalah masyarakat di mana seluruh anggotanya merasa aman dan tenteram dalam kehidupannya, baik secara individu maupun kelompok, baik jasmani maupun rohani. Sehingga untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dibutuhkan beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain, adanya keseimbangan dalam keberagamaan, ekonomi dan sosial disamping tumbuhnya perhatian untuk kesejahteraan anggota masyarakat lainnya. Masyarakat sejahtera akan menjadi tempat bernaung bagi manusia-manusia bertaqwa yang melahirkan keluarga sakinah. Dalam masyarakat yang sejahtera manusia yang bertaqwa dapat mewujudkan dan mengapresiasikan ketaqwaannya dengan baik, sebagai hamba Allah yang selalu taat sehingga rasa sosial dapat direalisasikan untuk membentuk masyarakat sejahtera.
42
Melalui masyarakat sejahtera akan tercapai tujuan kehidupan manusia di bumi, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengusahakan
kesejahteraan
umat
manusia
pada
umumnya.
Masyarakat sejahtera akan dapat terwujud apabila setiap keluarga yang ada merupakan keluarga-keluarga sakinah. Sebagai lembaga keluarga yang bernuansa kehidupan dunia dan akhirat, keluarga sakinah sanggup melahirkan manusia bertaqwa yang mampu bertanggungjawab atas kesejahteraan manusia lain, dan sanggup mewujudkan terbentuknya masyarakat sejahtera. Dengan demikian, keluarga sakinah memiliki peran ganda, yaitu di samping dapat melahirkan manusia-manusia bertaqwa, juga keluarga-keluarga sakinah dalam jumlah besar tentunya akan mampu melahirkan masyarakat yang sejahtera. (Subhan, 2004: 25-27) C. Problematika Kehidupan Berkeluarga Keluarga sakinah, keluarga yang bahagia, penuh cinta dan kasih sayang merupakan dambaan setiap keluarga muslim di manapun. Namun pada kenyataanya tidak semua orang bisa dan mampu untuk mewujudkannya. Ada berbagai masalah, besar maupun kecil yang sering kali merintangi laju bahtera rumah tangga seseorang. Hal itu terjadi baik karena kurangnya pengetahuan, kurangnya komunikasi antara suami isteri, atau antara anak dengan orang tua, dan juga berbagai masalah rumah tangga sehari-hari lainnya yang sering dijumpai baik karena kekurangan dari masing-masing anggota keluarga terasebut, maupun faktor ekternal adanya campur tangan pihak luar. (Shiddieq, 2004: 104)
43
Kehidupan dalam berumah tangga sudah pasti akan menghadapi berbagai persoalan, baik yang menyenangkan maupun tidak, yang mudah untuk diselesaikan maupun yang sulit untuk di atasi, yang antara lain : 1. Problem Seksual Seks bukanlah segalanya, namun dalam kehidupan rumah tangga sangat menentukan kebahagiaan suami isteri. Karena itu kehidupan seks suami isteri juga kerap menjadi penyebab ketidak harmonisan rumah tangga. Problem seks inilah yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga seseorang yang mengganggu keharmonisan suami isteri dan tidak jarang menjadi penyabab terjadinya perselingkuhan atau bahkan berujung perceraian, hal ini disebabkan kurangnya komunikasi antara suami isteri didalam rumah tangga. 2. Problem Ekonomi Masalah ekonomi juga merupakan faktor yang sangat sensitif dan rentan dalam menimbulkan problem dalam rumah tangga. Bukan hanya masalah kekurangan materi yang bisa menimbulkan keretakan rumah tangga, tapi ekonomi yang cukup, bahkan berlebih, kerap kali juga menimbulkan masalah tersendiri. Yang sering terjadi adalah masalah dalam pengaturan keuangan keluarga dan pembagian harta warisan. Kesulitan ekonomi dapat menjadi sebab terjadinya perceraian juga, walaupun ini bukan merupakan faktor utama dan satu-satunya. Karena ketidakstabilan ekonomi atau belum adanya pekerjaan tetap, baik suami maupun isteri akan sulit mewujudkan keluarga harmonis seperti yang diinginkan dalam sebuah mahligai rumahtangga.
44
3. Problem Emosi Emosi adalah problematika yang paling umum dalam sebuah rumah tangga. Pengendalian emosi yang kurang, menimbulkan egoisme pada masing-masing anggota keluarga, menyebabkan amarah, perselisihan, dan atau bahkan pertengkaran juga penyiksaan fisik. Emosi jugalah yang menyebabkan suami isteri pisah ranjang, pisah rumah, bahkan bercerai. Terlepas dari apapun penyebab terjadinya pertengkaran antara suami isteri, yang membuat suasana memanas adalah emosi yang tidak terkontrol. Maka baik suami maupun isteri harus harus mau belajar dan berusaha untuk mengendalikan emosi, demi kebaikan pribadi dan kebahagiaan rumah tangganya. Masing-masing harus mau saling menyadari dan menerima kesalahannya, harus mau saling minta maaf dan memaafkan satu dengan yang lainnya. 4. Problem Keturunan Anak adalah amanat Allah bagi manusia sekaligus buah hati mereka, buah cinta dan pengikat tali kasih sayang. Kehadiaran anak akan membuat suasana rumah menjadi hangat, semakin ceria, penuh canda tawa dan bahagia. Namun persoalan anak juga sering kali menimbulkan masalah dalam rumah tangga, baik bagi suami isteri yang telah memiliki anak, yang belum punya, maupaun yang sudah divonis medis tidak akan dapat memiliki anak. Bagi keluarga yang tidak bisa atau belum bisa mendapatkan keturunan, masalah yang timbul biasanya akan saling menyalahkan siapa yang tidak tidak bisa menghasilkan keturunan tersebut, sedangkan bagi
45
pasangan yang sudah di anugerahi keturunan, problem muncul biasanya ketika anak susah diatur, tidak sesuai dengan keinginan orang tua, atau terlalu banyak anak sehingga menyulitkan dalam hal pengaturan dan pembagian waktu dan perhatian terhadap anak-anak. Hal ini juga berkaitan erat dengan problem ekonomi. 5. Problem Pendidikan Problem yang terkadang timbul dari pendidikan ini adalah ketika antara suami dan istri tidak sesuai atau seimbang, dalam hal ini akan menimbulkan masalah yaitu tentang cara mendidik anak, dan ini terjadi apabila tidak ada kesepakatan antara suami istri dalam mengambil keputusan. Bukan berarti tidak diperbolehkan perkawinana antara suami istri yang tidak setara pendidikannya, akan tetapi yang paling penting adalah kesepakatan tentang pandangan hidup itulah yang harus dikedepankan. Problem pendidikan juga kadang timbul dari pihak anak, dimana kadang-kadang anak mogok untuk melanjutkan pendidikannya atau jurusan yang diambil tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya. 6. Problem Pekerjaan Seoarang suami yang menjadi kepala keluarga, sekaligus tulang punggung pencari nafkah dalam keluarga, terkadang terlalu sibuknya sehingga sehingga keadaan istri dan anak-anaknya kurang ia perhatikan. Istri merasa tidak mendapat perhatian dari suaminya, padahal selain nafkah lahir, nafkah batin juga harus dipenuhi. Selain itu, ada juga yang bukan hanya suami yang bergulat dengan pekerjaan, tapi istri juga seorang wanita
46
karir, yang lebih sering diluar rumah untuk pekerjaannya dibanding kebersamaan untuk keluarganya. Padahal, fungsi dan peran seorang ibu juga penting dalam perkembangan anak-anaknya dilingkungan keluarga. (Pujosuwarno, 1994: 72-78 ) Kenyataan akan adanya problem yang berkaitan dengan pernikahan dan kehidupan keluarga, yang sering kali tidak bisa di atasi sendiri oleh yang terlibat dengan masalah tersebut, menunjukkan bahwa diperlukan adanya konseling dari orang lain untuk turut serta mengatasi masalahnya tersebut. Selain itu kenyataan bahwa kehidupan pernikahan dan keluarga itu selalu ada saja masalahnya, menunjukkan pula perlunya bimbingan islami mengenai pernikahan dan pembinaan kehidupan berkeluarga. (Musnamar, 1992: 69) D. Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam 1.
Pengertian Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam Sebelum membahas lebih jauh tentang pengertian Bimbingan dan Konseling Islam, alangkah baiknya perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian Bimbingan dan Konseling dalam pengertian umum. Rumusan tentang bimbingan telah diusahakan orang satidaknya sajak awal abad ke-20, yang diprakarsai pertama kali oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak saat itu, berbagai rumusan tentang bimbingan bermunculan sesuai dengan perkembangan pelayanan ittu sendiri sesuai pekerjaan khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya (Prayitno dan Amti, 1999 : 93).
47
Pengertian Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang atau beberapa individu, baik anak-anak, remaja , maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan potensi dirinya sendiri dan mampu untuk mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno dan Amti, 1999 : 93) Sedangkan kata Konseling secara etimologi berasal dari bahasa latin yaitu consilium yang artinya dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Sedangkan dalam bahasa AngloSaxon, istilah Konseling berasal dari kata sellan,
yang berarti
menyerahkan atau menyampaikan. Menurutistilah, Konselaing adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh seorang ahli (disebut Konselor) kepada individu yang sedang mempunyai masalah (disebut Klien) yang beujung pada teratasinya masalah yang dialami klien (Prayitno dan Amti, 1999 : 93). Tren yang sekarang berkembang dalam ilmu pengetahuan adalah adanya fenomena Islamisasi ilmu pengetahuan atau Islamisasi Sains. Yaitu adanya konsepsi bidang ilmu pengetahuan tertentu yang bercorak Islami, yang sebelumnya konsepsi dasar ilmu pengetahuan tersebut dikembangkan oleh Barat atau non muslim . Namun dalam konteks Bimbingan dan Konseling ini adalah bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan bukan dalam arti akan mengislamkan teori-teori dan konsep-konsep ilmu pengetahuan
yang
menggantikannya
ada, yang
atau Islami,
menghapuskan melainkan
yang
suatu
ada
upaya
dan untuk
48
mengetengahkan suatu alternatif baru teori dan konsep ilmu pengetahuan yang berasaskan dan bernafaskan ajaran Islam (Musnamar, 1992 : ix). Dengan demikian, Bimbingan Islami adalah adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar ,mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Faqih, 2001 : 4). Sedangkan pengertian Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (Musnamar, 1992 : 5) Dengan berlandaskan pada rumusan bimbingan islami dan konseling islami yang bersifat umum tersebut, maka Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islami dapat dirumuskan adalah sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam meenjalani penikahan dan kehidupan berumah tangganya bisa selaras dengan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Musnamar, 1992 : 70). 2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam Berdasarkan pengertian Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam di atas, dapat diketahui bahwa tujuan Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam adalah sebagai berikut (Musnamar, 1992 : 71-72):
49
a.
Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan pernikahannya, antara lain :
Membantu individu memahami hakekat pernikahan menurut Islam;
Membantu individu memahami tujuan pernikahan dalam Islam;
Membantu
individu
memahami
persyaratan-persyaratan
pernikahan menurut Islam;
Membantu
individu
memahami
kesiapan
dirinya
untuk
menjalankan pernikahan menurut Islam;
Membantu individu melaksanakan pernikahan sesuai dengan ketentuan syari’at Islam.
b.
Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangganya, antara lain:
Membantu individu memahami hakekat kehidupan berumah tangga (berkeluarga) menurut ajaran Islam;
Membantu individu memahami tujuan hidup berkaluarga menurut Islam;
Membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan berkeluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah menurut ajaran Islam;
Membantu individu memahami dan melaksanakan pembinaan kehidupan berumah tangga sesuaai dengan ajaran Islam.
50
c.
Membantu individu memahami melaksanakan pembinaan kehidupan berumah tangga sesuai dengan ajarn Islam, yaitu dengan cara :
Membantu individu memahami problem yang dihadapinya;
Membantu individu memahami kondisi dirinya dan keluarganya serta lingkungannya;
Membantu individu memahami dan menghayati cara-cara mengatasi masalah pernikahan dan rumah tangga menurut ajaran Islam;
Membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan masalah yang dihadapinya sesuai denganajaran Islam.
d.
Membantu individu memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan rumah tangga agar tetap baik dan mengembangkannya agar jauh lebih baik, dengan cara :
Memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan kehidupan berumah tangga yang semula terkena masalah dan telah terastasi agar tidak menjadi bermasalah kembali;
Mengembangkan situasi dan kondisi pernikahan dan kehidupan berumah tangga menjadi lebih baik (sakinah, mawaddah dan rahmah).
3. Asas-asas Pernikahan dalam Islam yang harus disampaikan dalam Konseling Keluarga Islam Pada prinsipnya Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Adapun asas-asas
51
dalam Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam secara spesifik adalah sebagai berikut : a.
Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat (Musnamar, 1992 : 72). Asas ini merupakan asas yang paling fundamental dalam kehidupan manusia. Bila dapat diringkas bahwa tujuan hidup manusia
adalah
mencari
kebahagiaan
dunia
dan
akhirat.
Sebagaimana Firman Allah : : انَُبسِ (انجمشح
َخِشَحِ دَسَ َُخً َٔلَُِب ػَزَاةٜ اِٙب دَسَ َُخً َٔفَُْٛ انذِٙسَثََُب آَرَُِب ف )ٕٓٔ
Artinya : Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharaklah kami dari siksa api neraka. (Q.S al-Baqarah : 201) (Departeman Agama RI, 1986 : 49). Kebahagiaan yang dimaksud dalam hal ini adalah bukan hanya kebahagiaan pribadi semata, tetapi juga seluruh anggota keluarga; suami, isteri, anak dan anggota keluarga lainnya baik di dunia maupun akhirat. Allah Berfirman :
ٌََُٕزَمٌَُٕ أَفَالَ رَؼْمِهٚ ٍَِْٚخِشَحَ نِهَزَٜب اِالَ نَؼِتٌ َٔنٌَْٕٓ َٔنَهذَاسُاََُْٛبحُ انذَٛٔيَب انْذ )ٖٕ: (االَؼى Artinya : Dan tidak kehidupan ini selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kehidupan di Kampung akhirat itu lebuh baik bagi ornag-orang yang bertaqwa, maka tidakkah kamu memahaminya? (Q.S al-An’am : 32) (Departeman Agama RI, 1986 : 191).
52
b.
Asas Sakinah, Mawaddah dan Rahmah (Musnamar, 1992 : 73). Pernikahan dan pembentukan serta pembinaan keluarga islami dimaksudkan untuk mencapai keadaan keluarga atau rumah tangga yang Sakinah, mawaddah dan rahmah, keluarga yang tenteram, bahagia penuh dengan kasih dan sayang. Dengan demikian bimbingan dan konseling pernikahan dan keluatga islami berusaha membantu individu untuk menciptakan kehidupan pernikahan dan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah tersebut. Firman Allah SWT :
ََْٓب َٔجَؼَمََٛآ ِرِّ ٲٌَْ خَهَكَ نَكُىْ يٍِْ ٲََْفُسِكُىْ ٲَصَْٰٔاجًب نِزَسْكُ ُْٕا إِنََٚٔيٍْ أ )ٕٔ: (الروم
ٌََُٔزَفَكَشٚ ٍَبدً نِمَْٕوْٰٚ رَٰ ٰنِكَ ألَُِْٙكُىْ يََٕدَحً َٔسَدْ ًَخً ۚ إٌَِ فَٛث
Artinya :“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia telah menciptakan untukmu istri- istri dari jenis kamu sendiri supaya kamu merasa tenang kepadanya dan Dia telah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara kamu. Sesungguhnya hal yang demikian itu benar-benar menjadi tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.” (Q.S. arRum : 21) (Departeman Agama RI, 1986 : 644) c.
Asas Komunikasi dan Musyawarah (Musnamar, 1992 : 73). Pernikahan merupakan penyatuan dua insan dengan jenis kelamin yang berbeda, latar belakang, sifat dan karakter yang berbeda. Tetapi dengan pernikahan mereka hendak menyatukan pandangan , visi dan misi kehidupan secara bersama-sama. Untuk mewujudkannya, maka dibutuhkan komunikasi yang baik diantara keduanya. Pecahkan masalah dengan semangat musyawarah.
53
Dengan komunikasi dan musyawarah yang dilandasi dengan ketulusan hati,rasa saling menghormati dan rasa kasih sayang, maka kehidupan berkeluarga akan berjalan dengan tenteram. Artinya mereka mampu menyelesaikan persoalan-persoalan rumah tangga yang muncul dengan baik. Allah SWT berfirman : )ٖ٨ : ٖ (انشٕس...َُُٓىَٛث
ََْٖٔأَيْ ُشُْىْ شُْٕس
Artinya : Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka. ( Q.S asy-Syura : 38). Badai rumah tangga, kadangkala memang relatif sulit untuk dihindari dalam kehidupan berkeluarga. Maka antara suami dan isteri harus
berupaya
menyelasaikannya
dengan
komunikasi
dan
musyawarah yang baik. Namun apabila hal itu belum berhasil, kehadiran
pihak
ketiga
menjadi
penting
untuk
membantu
penyelesaian konflik yang terjadi. Pentingnya pihak ketiga sebagai juru damai ini sangat dianjurkan oleh Allah SWT, sesuai yang difimankan-Nya :
ًٌَُِِِْٓب فَب ثْؼَثُْٕا دَكًًَب يٍِْ َأْْهِّ َٔدَكًًَب يٍِْ َأْْهَِٓب إََٛٔإٌِْ خِفْزُىْ شِمَبقَ ث )ٖ۵ : ْشًا (انُسبءِٛخَج
ًًْبًََُُِٛٓب إٌَِ اهللَ كَبٌَ ػَهََُٕٛفِكِ اهللُ ثٚ ذَا إِصْالَدًبُِٚشٚ
Artinya : Dan jika khawatir akan ada persengketaan diantara keduanya, maka maka kirimlah seorang hakim (juru damai) dari keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud perbaikan, niscaya Allah member Taufiq kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S an-Nisa : 35) (Departeman Agama RI, 1986 : 123).
54
d.
Asas Sabar dan Tawakkal (Musnamar, 1992 : 74) Mempertahankan eksistensi sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, memang bukanlah hal yang mudah. Salah satu kunci yang harus dipegang adalah sikap sabar dan tawakkal secara totalitas kepada Allah. Karena sudah menjadi kewajiban manusia adalah berusaha, kemudian tawakkal, persoalan hasil akhir adalah urusan Allah. Maka dalam Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam, membangun individu pertama dan utama adalah bersikap sabar dan tawakkal dalam menaghadapi persoalan-persoalan kehidupan rumah tangga. Apabila klien mampu memahami makna sabar dan tawakkal , maka mereka mampu memahami yang pasti ada dari suatu kejadian yang ada dari suatu kejadian yang menimpanya.
ًْئبََٛٔػَب شِشُْٔاٍَُْ ثِبنًَْؼْشُٔفِ فَئٌِْ كَ ِشْْزًُُٕ ٍَُْ فَؼَسَٗ أٌَْ رَكْ َشُْْٕا ش )ٔ۹ : (انُسبء Artinya :
e.
ْشًاِْٛشًا كَثَِّٛ خْٛ َِجْؼَمَ اهللُ فَٚٔ
Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isterimu)secara patut (ma’ruf). Kemudian bila kamu tidak menyuakai mereka, (maka bersabarlah) kerena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Q.S an-Nisa : 19) (Departeman Agama RI, 1986 : 119).
Asas Manfaat (maslahat) (Musnamar, 1992 : 74) Islam banyak memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap berbagai problem pernikahan dan keluarga, misalnya dengan poligami dan perceraian. Dengan bersabar dan tawakkal
55
terlebih dulu diharapkan pintu pemecahan masalah pernikahan dan rumah tangga mampu diselelesaikan dengan baik. Yang kesemuanya itu tentunya harus mendatangkan maslahat yang sebesar-besarnya baik
bagi individu
keseluruhan.
maupun bagi anggota keluarga secara
BAB III MUATAN PESAN MUHAMMAD THALIB TENTANG MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH A. Mengenal Lebih Dekat Muhammad Thalib 1. Biografi Singkat Muhammad Thalib Muhammad Thalib lahir di Surabaya pada tanggal 31 Desember 1948. Adalah seorang penulis produktif yang banyak menghasilkan banyak karyakarya, mulai dari buku keluarga hingga pergerakan Islam. Ayah dari enam orang putra ini tinggal bersama istri (Ernawati) dan keluarganya di Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Tahun 1960 ia tamat dari Sekolah Rakyat (setara Sekolah Dasar saat ini), kemudian melanjutkan studinya di Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bangil (setingkat Aliyah) hingga tamat pada tahun 1964. Kemudian melanjutkan ke Universitas Islam Indonesia, dengan mengambil fakultas Syari‟ah dan lulus ujian skripsi pada bulan Januari tahun 1978 dengan gelar Doctorandus. Selain pendidikan formal, Muhammad Thalib juga memperdalam ilmu pengetahuannya diberbagai disiplin ilmu, dengan beberapa ustadz dan guru besar, di antaranya: 1.
Ilmu Hadits dan Fiqih pada Ustadz Abdul Qadir Hasan (putra A. Hasan), tahun 1967-1970.
57
2.
Ilmu Bahasa Arab pada Kyai Ahmad Yazid tahun1971; Ustadz Ali Farghali dan Syarafudin (Dosen Al-Azhar yang bertugas di IAIN Sunan Ampel, Surabaya) tahun 1972.
3.
Ilmu Tafsir dan Bahasa Arab pada Prof. Dr. Mukhtar Yahya (Pembantu Dekan I IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta) tahun 1978-1981.
4.
Ilmu Politik dan Tata Negara Islam pada Prof. Kahar Muzakir (Dekan Fakultas Hukum UII) tahun 1973.
5.
Tafsir Ayat Ahkam pada Kyai Basyir (Anggota Majlis Tarjih Pusat) tahun 1974
6.
Ilmu Bahasa Arab pada Ustadz Qasim , M.A (Dosen Al-Azhar di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta) tahun 1975.
7.
Studi Intensif Hukum Perdata dan Antar Golongan pada Prof. Kasmat Bahuwinangun dan Prof. Dr. Noto Susanto tahun 1975-1976.
8.
Sejarah dan Perbandingan Agama pada Prof. Dr. H.M. Rasyidi secara konsultatif tahun 1989.
9.
Bimbingan penulisan Jurnalis pada Prof. Dr. Hamka tahun 1969.
10. Halaqah Studi Islam pada Prof. Muhammad Quthb di Masjidil Haram selama menjalani Ibadah Umrah pada bulan Mei 1978, didampingi Prof. Dr. Fuad Fakhruddin (Staf KBRI di Saudi Arabia). Semasa mudanya, Muhammad Thalib sangat aktif mengikuti diskusidiskusi intensif dengan para tokoh Pergerakan Islam Nasional di Indonesia, seperti Dr. Mohammad Natsir (Mantan PM), Mr. Mohammad Roem, Dr.
58
Soekiman Wiryosanjoyo, Prof. Farid Ma‟ruf, Prof. DR. M. Fuad Fakhruddin, dan Prof. Ahmad Sadzli. Pada tahun 1989 ia diangkat sebagai Anggota Rabithah „Alam Islami (Moslem World League) pada Komisi Pengembangan Pemikiran Qur‟an dan Sunnah dengan nomor register 1771/B. Surat pengangkatan ditandatangani oleh Syeikh Abdul Majid Zandani (Ketua Dewan Syura Negeri Yaman) yang saat itu menjabat sebagai Direktur Komisi B. Pada tanggal 7 Juli 1997, DR. Suzanne A. Brenner, seorang anggota Assosiate Professor pada Departement of Anthropology of University of California, Los Angeles, datang kepada Muhammad Thalib untuk wawancara sebagai satu-satunya Narasumber Ahli dalam Bidang Keluarga dan Wanita menurut Ajaran Islam (Ahlus Sunnah wal Jama‟ah). Untuk pengamalan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan formal maupun non formalnya maka Muhammad Thalib kemudian menapaki karir dibidang akademik, antara lain: -
Mengajar Mata Kuliah Tafsir dan Fiqih pada Fakultas Ilmu Agama dan Dakwah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tahun 1974-1978
-
Mengajar Tafsir, Fiqih, Hadits tahun 1978-1993 sebagai Asisten Prof. Mukhtar Yahya, Fakultas Tarbiyyah UII
-
Ma‟had Aly Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, untuk ilmu Fiqih, Bahasa Arab, Ulumul Hadits, tahun 2004-2006
59
-
Penulis buku-buku keislaman dari tahun 1970 hingga sekarang. (Wawancara melalui email pada tanggal 22 Maret 2011)
2. Karya-karya Muhammad Thalib Selain berdakwah, Muhammad Thalib juga memiliki kesibukan lain sebagai penulis buku. Hal ini menunjukkan bahwa beliau termasuk orang yang produktif. Ratusan buku telah dihasilkannya, diterbitkan oleh puluhan penerbit di beberapa kota-kota besar, seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Ia tidak hanya menyampaikan ide-idenya dalam bentuk lisan dan ceramah, akan tetapi juga mampu menuangkan ide, gagasan dan pikirannya dalam bentuk tulisan atau buku. Berikut ini adalah beberapa buku yang pernah ditulisnya : 1.
Solusi Islami Terhadap Dilema
Wanita Karir, yang diterbitkan oleh
Wihdah Press, Yogyakarta (1999), 2.
Membangun Kekuatan Islam Di Tengah Perselisihan Umat, yang diterbitkan oleh Wirdah Press, Yogyakarta (2001),
3.
Potret Kemesraan Rasulullah dengan Istri-Istrinya, yang diterbitkan oleh Media Hidayah, Yogyakarta (2003)
4.
Gerakan
Kesetaraan
Gender
Menghancurkan
Peradaban,
yang
diterbitkan oleh Kafilah Media, Yogyakarta (2005) 5.
Fungsi dan Fadhilah Membaca Al Qur'an, yang diterbitkan oleh Kafilah Media, Yogyakarta (2005)
60
6.
Terjemahan Tafsiriah Juz 'Amma, diterbitkan oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (2001)
7.
Tuntunan Islami memberi Nama Anak, diterbitkan oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (2002)
8.
Langkah Melestarikan Kemesraan Suami Istri, diterbitkan oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (1997)
9.
Tuntunan Muslimah Berpakaian, Berhias, dan Bergaul, yang diterbitkan oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (2002)
10. Upaya Musuh Menghancurkan Islam Melalui Keluarga, yang diterbitkan oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (2000), 11. Konsep Pembinaan Keluarga Sakinah Penuh Berkah, yang diterbitkan oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (2002), 12. Pedoman Pergaulan Suami Istri, yang diterbitkan oleh PT Bina Ilmu, Surabaya (1980), 13. 90 Petunjuk Rosulullah Membina Keluarga, yang diterbitkan oleh CV Ramadhani, Solo/Semarang (1992), 14. 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, yang diterbitkan oleh Al Kautsar, Solo/Jakarta (1990), 15. Ensiklopedi Keluarga Sakinah, yang diterbitkan oleh Pro-U Media, Yogyakarta (2008), terdiri dari 15 jilid, yaitu: 1) Jilid I
Karakteristik Pernikahan Islami
2) Jilid II Menuju Pernikahan Islami
61
3) Jilid III Memasuki Romantika Kehidupan Baru 4) Jilid IV Menghayati Kehidupan Suami Istri 5) Jilid V Bimbingan Kemesraan dan Seksualitas Islam 6) Jilid VI Menyambut Sang Buah Hati 7) Jilid VII Menjadi Orang Tua Pemandu Surga 8) Jilid VII Menjadi Anak Permata Hati 9) Jilid IX Menghayati Psikologi Suami Istri 10) Jilid X 11) Jilid XI
Menghayati Psikologi Orang Tua dan Anak Membina Mental Keluarga Sakinah
12) Jilid XII Kiat dan Seni Mendidik Anak 13) Jilid XIII Praktik Rasulullah Mendidik Anak 14) Jilid XIV Pedoman Pergaulan Islami 15) Jilid XV
Membangun Ekonomi Keluarga Islami
B. Pokok Isi Buku Manajemen Keluarga Sakinah Karya Muhammad Thalib Buku Manajemen Keluarga Sakinah merupakan satu di antara sekian banyak buku yang menawarkan konsep berumah tangga menurut Islam. Buku kecil ini mengingatkan kembali bahwa pernikahan semestinya disandarkan pada tuntunan Allah melalui Rasul-Nya, bukan sekadar praktek rutin sehari-hari yang dilakukan suami-istri. Muhammad Thalib, penulis buku ini dikenal sebagai penulis best seller buku-buku bertema rumah tangga. Buku Manajemen Keluarga Sakinah diterbitkan oleh penerbit Pro-U Media Yogyakarta, yang pada Februari 2008 mencapai cetakan yang ke-2. Untuk menguatkan alasannya, tiap
62
bab dalam buku ini diperkuat dalil Al Quran dan Hadits yang dibahas secara komprehensif. Buku setebal 381 halaman ini terdiri dari 15 bab, yang memulai bab pertamanya dengan penjelasan tentang bagaimana memahami fitrah kehidupan manusia. Menurut Muhammad Thalib, dengan mengetahui fitrah kehidupan, manusia dapat menentukan arah dan langkah yang harus diambil dalam menjalani hidup untuk mewujudkan kebahagiaan yang sejati, yaitu kebahagiaan dunia akhirat. Dalam bab ini Muhammad thalib menjelaskan tentang tujuan hidup, pedoman hidup, langkah praktis menjalani kehidupan, tempat awal dan akhir manusia, potensi dan rintangan hidup, tempat pertanggungjawaban manusia, memilih kawan dan lawan hidup, kerja sama dalam hidup, mendirikan keluarga untuk regenerasi secara benar, dan juga proses peningkatan dan penurunan fisik maupun mental manusia. (Thalib, 2007: 17-27) Selanjutnya pada Bab 2, dijelaskan tentang memahami nilai dan arti keluarga dalam Islam. Bab ini menegaskan bahwa Islam telah mengukuhkan hanya melalui perkawinan, satu-satunya cara yang sah membentuk hubungan antara laki - laki
dan perempuan dalam membangun masyarakat yang
berperadaban. Dalam bab ini juga Muhammad Thalib menjelaskan mengenai perintah tentang perkawinan baik yang termaktub dalam al-Qur‟an maupun asSunnah, yang kemudian oleh peneliti diambil sebagai dasar hukum perkawinan. (Thalib, 2007: 29-42)
63
Sedangkan pada Bab 3, penulis menjelaskan tentang mencari pasangan hidup. Bab ini menjelaskan tentang beberapa kriteria istri sholehah dan suami sholeh yang dijadikan rujukan menjadi pasangan seumur hidup. Selain itu, ada juga penjelasan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Syarat-syarat tersebut adalah adanya persetujuan dari mempelai laki-laki dan perempuan, membayar mahar kepada perempuan yang dijadikan istrinya, dua orang saksi serta adanya akad nikah. (Thalib, 2007: 57-80) Merancang pernikahan dibahas tuntas pada Bab 4. Yang pada intinya Allah telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, tetumbuhan, pepohonan, hewan, semua Allah ciptakan dalam sunnah keseimbangan dan keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia berjenis laki-laki terdapat sifat kejantanan dan pada manusia yang berjenis kelamin perempuan terkandung sifat kelembutan atau kepengasihan. Sudah menjadi sunatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur tarik menarik dan kebutuhan untuk saling melengkapi. Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam datang dengan membawa ajaran pernikahan sebagai sarana memadu kasih sayang antara dua jenis manusia. Dengan jalan pernikahan itu pula akan lahir keturunan secara terhormat. Maka adalah suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah. Rasulullah Saw dalam sebuah hadits secara tegas memberikan ultimatum kepada ummatnya: “Barang siapa telah mempunyai kemampuan
64
menikah kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk umatku” (H.R. Thabrani dan Baihaqi). (Thalib, 2007: 85-115) Pengelolaan manajemen keluarga sakinah dijelaskan secara panjang lebar di Bab 5 sampai dengan Bab 15. Bab 5, 6, dan 7 membahas manajemen pengantin baru, manajemen kehidupan bersama, dan manajemen nafkah. Pada manajemen kehidupan bersama mempelai didedahkan tentang tanggung jawab suami istri. Rasulullah Saw, memerintahkan kepada para istri agar selalu bersikap
baik dalam bergaul dengan istrinya.
Hendaklah seorang suami
menghargai dan menghormati istrinya. Seorang suami dilarang berlaku kasar atau kejam kepada istrinya dalam segala urusan. (Thalib, 2007: 119-182) Sedangkan manajemen penyusuan, pengasuhan dan perawatan anak serta manajemen bakti kepada ibu dan bapak dibahas pada Bab 8 dan 9. Bab 8 mengupas kewajiban kepada kaum ibu untuk menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh. Selain itu ada juga tata cara melakukan aqiqah anak, menempatkan anak-anak di lingkungan yang baik, mendidik anak berlaku jujur dan berlaku adil pada semua anak. (Thalib, 2007: 183-255) Selain penjelasan yang mendetail, disertai contoh dalam kehidupan sehari-hari buku ini juga membahas masalah keluarga secara komprehensif. Bab 10 mengurai manajemen hubungan saudara dan kerabat. Dilanjutkan uraian mengenai manajemen hidup bertetangga (Bab 11). Pada bab ini dianjurkan untuk senantiasa rukun sesama
tetangga
disertai
beberapa
prinsip
hidup
65
bertetangga (Thalib, 2007: 259-312). Muhammad Thalib dengan jeli menjelaskan manajemen
konflik
dan
solusinya,
serta
manajemen
perceraian
dan
konsekuensinya (Bab 12 dan 13). Pada kedua bab itu dijelaskan beberapa hal berkaitan dengan
perselisihan
dan istri ada beberapa sebab
dan
suami
macamnya.
istri. Konflik antara suami Yang
menyelesaikannya adalah suami-istri dan kaum kerabatnya.
bertanggung Yang
jawab pertama,
untuk mengutus penengah adalah kerabat. Jika tidak ada, maka kaum muslimin yang mendengar persoalan mereka hendaknya berusaha memperbaiki hubungan mereka. (Thalib, 2007: 293-353) Pada dua bab terakhir (Bab 14 dan Bab 15) dijelaskan secara panjang lebar tentang
manajemen harta
dan
manajemen
menghuni rumah.
Pada
manajemen harta dijelaskan tentang sumber perolehan harta diantaranya hasil kerja sendiri, warisan, sedekah atau bantuan, hadiah, zakat dan wasiat. Manajemen menghuni rumah yang kelihatan sepele juga dibahas penulis dengan penyampaian sederhana namun mengena. Beberapa kebiasaan rutin di rumah, seperti membersihkan rumah, menyediakan kamar mandi, saling menciptakan suasana baik, dan menjaga kebersamaan dengan penuh sifat saling mengasihi adalah beberapa nilai yang harus diterapkan dalam keluarga sakinah. (Thalib, 2007: 355-379)
66
C. Pemikiran Muhammad Thalib tentang Membangun Keluarga Sakinah Pemikiran Muhammad Thalib tentanng membangun keluarga sakinah dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Keluarga Sakinah”. Buku yang terdiri dari 15 bab ini merupakan pemikiran dari Muhammad Thalib tentang membangun keluarga sakinah, yaitu : Memahami Fitrah Kehidupan; Memahami Nilai dan Arti Keluarga; Mencari Pasangan Hidup; Merancang Pernikahan; Manajemen Pengantin Baru; Manajemen Kehidupan Bersama; Manajemen Nafkah; Manajemen Penyusuan, Pengasuhan, dan Perawatan Anak; Manajemen Bakti Anak kepada Ibu Bapak; Manajemen Hubungan Saudara dan Kerabat; Manajemen Hubungan Bertetangga; Manajemen Konflik dan Solusinya; Manajemen Perceraian dan Konsekuensinya; Manajemen Harta; Manajemen Menghuni Rumah. Alasan penulisan buku tersebut adalah memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka membangun keluarga berkualitas, karena keluarga merupakan unit masyarakat terkecil dan sangat berperan dalam pembangunan masyarakat dan bangsa. Pada dasarnya buku Manajemen Keluarga Sakinah dimaksudkan untuk memotret realitas kehidupan keluarga muslim yang lebih luas, menyadari betapa pentingnya kita mewujudkan keluarga yang islami, akan tetapi untuk dapat mewujudkannya tentu terdapat banyak rintangan dan hambatan, sehingga harus ada bimbingan atau panduan. Sasaran buku tersebut adalah kaum muslim dalam pengartian luas, dan buku ini tidak semata-semata teoritis juga mengungkap hal-
67
hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. (Wawancara melalui email pada tanggal 22 Maret 2011) Pemikiran-pemikiran Muhammad Thalib dalam bukunya Manajemen Keluarga Sakinah memfokuskan pada hal-hal dasar berikut: 1.
Memahami Fitrah Kehidupan Manusia Dalam buku Manajemen Keluarga Sakinah, Muhammad Thalib menyebutkan bahwa, semua makhluk diciptakan oleh Allah SWT di alam semesta ini, terutama Allah Swt menciptakan manusia dengan segala kesempunaannya. Allah berfirman dalam al-Quran: )٥٦ : لِيَعْبُدَُنَ (الرزياث
َََمَا خَلَمْجُ الْجٍهَ ََالْاِوسَ إِّال
Artinya: Dan Aku (Allah) tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (Q.S adz-Dzariyat : 56) (Departemen Agama RI, 1986 : 876)
Allah SWT menciptakan manusia dan Jin adalah supaya keduanya senantiasa mengingat tanggungjawabnya kepada Allah Swt. Adapun tanggung jawab manusia dan jin kepada Allah antara lain: a) Mengenal dan mengesakan Allah; b) Tidak
melakukan
perbuatan
dan
kepercayaan
yang
bersifat
menyekutukan Allah dengan apapun; c) Agar manusia hanya mentaati perintah dan larangan serta aturan hidup di dunia ini dari Allah semata, supaya tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat;
68
d) Agar manusia memiliki hubungan langsung dengan Allah, tanpa perantara atau mediator dalam bentuk apapun. Semantara dalam perjalanannya, hidup ini harus mempunyai pedoman yang jelas, agar dapat mencapai tujuan hidup yang sesungguhnya, dan pedoman yang lengkap dan rinci tersebut seluruhnya ada dalam alQuran dan Sunnah Rasulullah Saw. (Thalib, 2007: 17-19) Sedangkan untuk regenerasi secara benar, Allah telah menetapkan pernikahan sebagai jalannya, agar antara manusia yang berjenis kelamin lakai-laki dan perempuan dapat bersatu dan menghasilkan keturunan, karena Allah menciptakan kedua jenis tersebut lengkap dengan naluri saling tertarik sebagai salah satu bentuk kesempurnaan manusia. Dengan terbentuknya keluarga ini, maka pasangan lelaki dan perempuan yang berstatus sebagai suami istri ini akan menikmati cinta kasih dan kemesraan sejati. Dan dibawah naungan keluarga seperti inilah aktivitas regenerasi berjalan secara bersih, tertib dan penuh jaminan serta bersifat manusiawi (Thalib, 2007: 27) Pada akhirnya, tujuan hidup manusia adalah satu, yaitu tercapainya kehidupan yang bahagia di dunia yang bersifat sementara dan kebahagiaan akhirat yang kekal dan abadi, karena sesungguhnya tempat kembalinya seluruh makhluk di jagat raya ini adalah akhirat. Disana pulalah adanya syurga dan neraka, mau kemana tujuan manusia kelak di akhirat, manusia pulalah yang menentukannya di dunia ini.
69
Allah berfirman: : (البمسي
ِزَّبَىَا أَٰحِىَا فِى الدُويَا حَسَ َىتً ََفِى الْأخِسَةِ حَسَ َىتً ََلِىَا عَرَابَ الىَاز )٢٠١
Artinya : “Wahai tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka. ( Q.S al-Baqarah : 201) (Departemen Agama RI, 1986 : 49)
2.
Memahami Nilai dan Arti Keluarga dalam Kehidupan Muhammad Thalib menjelaskan bahwasannya dari semua makhluk ciptaan Allah Swt, manusia adalah yang paling sempurna, yang dilengkapi dengan akal, pikiran, dan keinginan atau nafsu. Dengan demikian ada ketentuan-ketentuan yang harus dipahami manusia, mengenai hal-hal yang harus dan tidak harus dilakukan, yang halal dan yang haram, dengan adanya kesempurnaan tersebut, manusia diberi aturan dalam berbagai hal yang kompleks, termasuk salah satunya yaitu menyalurkan hasrat seksual dengan lawan jenisnya. Melalui pernikahan atau perkawinanlah satusatunya cara yang sah untuk membentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam membentuk masyarakat yang berperadaban (Thalib, 2007: 29 ). Dari pernikahan tersebut, maka akan terbentuk sebuah keluarga, sehingga dari gabungan beberapa keluarga akan terbentuk pula suatu masyarakat.
70
Demikian besar makna keluarga dalam kehidupan, sehingga Rasulullah SAW mewajibkan semua umatnya untuk berkeluarga, dan melarang membujang. Rasulullah SAW bersabda :
إِذَا حَزَََجَ الْعَبْدُ فَمَدِ اسْخَىْمَلَ وِصْفَ الدِيهِ فَلْيَخَكِ اهللَ فِى الىِصْف )(زَاي البيٍمي
الْبَالِى
Artinya: “Apabila seorang telah kawin, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Oleh karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada separuh sisanya” (H.R Baihaqy)
Pada bab kedua ini, Muhammad Thalib menyebutkan dalam bukunya bahwa dalam sistem keluarga Islam memiliki keistimewaan karena memberikan ketentuan thalaq dan poligami. a) Thalaq Thalaq merupakan jalan penyelesaian terakhir dalam menghadapi kesulitan dan problem yang menimpa suami-istri. Sekalipun Islam membenarkan ketentuan thalaq sebagai aturan yang sejalan dengan fitrah, Islam juga mengingatkan hal-hal sebagai berikut: - Thalaq dianggap sebagai perbuatan yang dimurkai oleh Allah Swt sekalipun itu halal. - Bila istri berlaku tidak baik kepada suaminya, hendaklah suami memberikan nasihat dan memberi tempo kepada istri untuk
71
mengubah prilakunya. Jika tidak berhasil, suami diperbolehkan memukul ringan istrinya tanpa menyakiti badannya. - Mengangkat orang ketiga sebagi penasihat, atau orang lain dari keluarganya
untuk
menjadi
penengah
dalam
menyelesaikan
pertikaian dan perselisihan mereka (Thalib, 2007: 48-49). Hal ini termaktub dalam al-Quran surat an-Nisa‟ ayat 35 :
ََْإِنْ خِفْخُمْ شِمَاقَ ّبَيْىٍِِمَا فَاّبْعَثُُا حَىَمًا مِهْ َأٌِْلًِ ََحَىَمًا مِهْ َأٌْلٍَِا إِن )٣ : (الىساء
ۗيُسِيْدآإِصْالَحًا يَُُفِكِ اهللُ ّبَيْىٍَُمَا
Artinya : “Jika kamu (keluarga) khawatir akan perpecahan antar suami-istrikirimkanlah seorang penengah dari keluarga suami dan dari keluarga istri jika mereka berdua menghendaki perdamaian, niscaya Allah akan memberikan petunjuk kepadanya” (Q.S an-Nisa : 35) (Departemen Agama RI, 1986 : 123). . b) Poligami Islam memperbolehkan seorang laki-laki menikah dengan empat orang istri. Hal ini termaktub dalam Q.S an-Nisa‟ ayat 3 :
ُُْفَاوْىِحُُا مَا طَابَ لَىُمْ مِهَ الىِسَاءِ مَثْىَى ََثُلَادَ ََزُ َّبعَۖ فَئِنْ خِفْخُمْ أَّآلَ حَعْدِل )٣ : (الىساء....ًفََُاحِدَة Artinya : “….hendaklah kamu mengawini diantara perempuanperempuan yang kamu senangi, dua atau tiga atau empat, jika kamu kawatir tidak dapat berbuat adil, cukuplah seorang saja….” (Q.S an-Nisa‟ : 3) (Departemen Agama RI, 1986 : 115).
72
Namun demikian, tidak lantas ayat ini dijadikan pedoman untuk menyalahgunakan
keistimewaan
poligami
tersebut.
Poligami
diperbolehkan apabila mendatangkan kemaslahatan bagi semua yang terkait dalam keluarga tersebut, seperti karena seorang istri yang tidak dapat memberikan keturunan (mandul) atau mengidap penyakit sehingga ia tidak mampu melayani suaminya. Akan tetapi suami juga harus meminta ijin dan persetujuan istri, sebab tidak akan terwujud suatu keluarga yang sakinah apabila masih ada anggota keluarga yang tidak merasakan ketentraman dalam rumahnya. Islam membolehkan poligami dengan menetapkan dua syarat, yaitu: 1) Memiliki kemampuan material dan kesehatan fisik, dan 2) Mampu berbuat adil secara material terhadap istri-istrinya. Keadilan yang diperintahkan dalam pologami ialah adil dalam mempergauli istri, memberi pelayanan dan pemberian materi, bukan adil yang mencakup sisi rohani. (Thalib, 2007: 52). 3. Mencari Pasangan Hidup Kualitas dari sebuah keluarga sangat ditentukan oleh angota utama dalam keluarga tersebut, yaitu bapak dan ibu, atau orang tua. Maka dalam memilih pasangan, hendaknya seseorang harus sangat berhati-hati dan cermat, sehingga nantinya menghasilkan keluarga yang berkualitas, agamis,
73
serta mampu mewujudkan tujuan hidup berumah tangga, yaitu sakinah, mawaddah dan rahmah. Menurut Muhammad Thalib dalam bukunya Manajemen Keluarga Sakinah menyebutkan bahwa ada beberapa kriteria dalam memilih calon istri atau suami, yaitu: a. Memilih Calon Istri Kriteria calon istri yang ideal menurut Muhammad Thalib diantaranya: 1) Wanita yang shalih dan taat beragama Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw :
ِلِمَالٍَِاََلِحَسَبٍَِاََلِجَمَالٍَِاََلِدِيىٍَِا فَاظْفَسْ ّبِرَثِ الدِيه:ٍحُىْىِحُ الْمَسْأَةُ ألِزّْبَ َعت )ً(زَاي اّبه ماج
َحَسِّبَجْ يَدَن
Artinya : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, ataun karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah berdasarkan agamanya agar kedua tanganmu selamat (H.R Ibnu Majah) (Al-Asyqalani, 1984: 356). Adapun cirri-ciri istri yang shalihah adalah: - Taat dan patuh terhadap perintah suami; - Selalu menyenangkan dan menyejukkan hati suami bila sedang berada disampingnya;
74
- Apabila suami tidak dirumah, maka istri senantiasa menjaga kebersihan dirinya dan memelihara dengan jujur harta suaminya yang dipercayakan kepadanya. Apabila seorang istri telah menjalankan tugas-tugasnya sebagai istri dan sebagai ibu rumah tangga yang baik, maka ia digolongkan sebagai ciptaan Allah yang terbaik dan sebagai perhiasan dunia yang membanggakan suami. (Thalib, 2007: 59) 2) Wanita yang masih gadis Muhammad Thalib menjelaskan dalam bukunya, bahwa Rosulullah mengingatkan kepada umatnya secara umum bahwasanya menikah dengan seorang gadis itu lebih baik karena seorang gadis bisa memberikan kehidupan yang menggairahkan kepada suami dari pada
seorang
janda.
Namun
demikian,
Rosulullah
tetap
membenarkan seorang laki-laki menikah dengan seorang janda karena prisip yang terpenting adalah menjaga agama dan bukan sekedar melampiaskan hawa nafsu. (Thalib, 2007: 63) 3) Wanita yang sepadan atau setara. Sepadan yang dimaksud disini adalah sepadan dalam hal agama dan
akhlaknya, bukan dilihat dari segi materiil. Adapun yang
menjadi kebiasaan di tengah masyarakat adalah seseorang yang hendak beristri atau bersuami memilih calon yang sederajat atau sepadan menurut ukuran-ukuran selain agama dan akhlaq. Ini bukan
75
merupakan hal yang tercela menurut agama. Karena bagaimanapun juga adanya fitrah bagi manusia untuk memilih istri atau suami yang tingkat sosial atau tingkat kepandaiannya sederajat menjadi salah satu faktor yang mendekatkan mereka satu sama lain, dan cara ini tidak salah menurut agama. (Thalib, 2007: 66) Menurut Islam, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami insyaAllah akan terwujud. Tetapi kesepadanan menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lainlainnya. (http://tausyah.wordpress.com) 4) Wanita yang mengasihi dan menyayangi anak kecil Perempuan yang besar kasih sayangnya kepada anak-anak akan memudahkan pertumbuhan emosi dan perkembangan kepribadian anak kearah yang positif. Perannya mendidik anak menjadikan mereka terbebas dari tekanan batin, sehingga kelak menjadi orang dewasa yang sehat mental dan emosinya. Hal ini menjadikan suami bangga memiliki anak-anak yang baik berkat bantuan istri. Beban suami menjadi ringan karena istrinya mampu memikul tanggung jawab dengan baik dalam mengasuh anak-anaknya. (Thalib, 2008: 125)
76
b. Memilih Calon Suami Sedangkan dalam memilih seorang calon suami, Muhammad Thalib menjelaskan kriteria untuk calon suami yaitu: 1) Sosok beragama Islam Allah berfirman:
َََُّالَحُىْىِحُُاالْمُشْسِوِيهَ حَخَى يُؤْمِىُُا ََلَعَبْدٌ مُؤْمِهٌ خَيْسٌ مِهْ مُشْسِنٍ ََل ًِلَﺌِهَدْعُُنَ إِلَى الىَازِۖ ََاهللُ يَدْعُُا إِلَى الْجََىتِ ََالْمَغْفِسَةِ ّبِئِذْ ِو َأَعْجَبَخْىُمْ أَُْ ي )٢٢١ : (البمسة Artinya : “Dan janganlah kamu nikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mikmin lebih baik daripada orang musyrik walwupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan ijin-Nya “ (Q.S al-Baqarah :221) (Departemen Agama RI, 1986 : 47) Ayat tersebut melarang kaum Muslim umumnya dan wali atau orangtua perempuan-perempuan Muslim untuk mengawinkan para perempuan ini dengan laki-laki musyrik atau kafir. Ketentuan-ketentuan
di
atas
dimaksudkan
memberikan
perlindungan kepada kaum perempuan Muslim agar mereka tidak menjadi
objek
bagi
musuh-musuh
Islam
dalam
usahanya
melemahkan kaum Muslim dan menghancurkan Islam di permukaan bumi ini. (Thalib, 2008: 16) 2) Setara (atau lebih baik) dalam hal pemahaman agama
77
Kualitas yang dituntut dalam memilih pasangan ialah kualitas iman dan takwa seseorang, bukan hanya kualitas materiil semata. Dalam bukunya, Muhammad Thalib menyebutkan ada enam hal yang yang harus diperhatikan dalam menentukan kualitas calon suami, yaitu: -
Pengetahuan agama, adalah pengetahuan tentang al-Qur an dan Hadits sebagai sumber ajaran islam
-
Intelektual, yaitu kemampuan untuk menggunakan akal secara jernih untuk memecahkan masalah dan kesulitan.
-
Mental, yaitu pikiran dan sikap yang baik sehingga tahu bagaimana seseorang harus bersikap dan perilaku baik kepada orang lain sesuai dengan tuntutan islam.
-
Emosi,
yaitu
mengendalikan
kemampuan perasaan
untuk
bersikap
sehingga
tidak
tenang dikuasai
dan oleh
kemarahan, kebencian, atau permusuhan. -
Ketaatan, yaitu kesungguhan secara ikhlas mengikuti aturanaturan agama dan ketentuan lain yang tidak menyalahi agama. Demikianlah
seorang
perempuan
harus
benar-benar
memperhatikan kualitas calon suaminya, apakah lebih baik, setara, atau lebih buruk darinya, sebab akan menentukan laju bahtera rumah tangga yang akan ia bangun nantinya. (Thalib, 2008 : 42-44) 3) Memiliki jiwa kepemimpinan
78
Menurut kodratnya, seorang laki-laki di dunia ini adalah sebagai pemimpin. Adanya kodrat dan kewajiban ini berarti menuntut adanya kemampuan pihak laki-laki untuk memimpin istri dan anggota keluarganya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang suami yang tidak mampu memimpin rumah tangganya tentu akan menjadi beban bagi istrinya. Oleh karena itu, seorang perempuan muslimah hendaknya memilih calon suami yang benar-benar memiliki kemampuan memimpin, tujuannya agar kelak dapat menempuh kehidupan rumah tangga yang sakinah, bahagia, sejahtera, dan mendapat keridhaan Allah Swt (Thalib, 2008 : 45). 4) Figur bertanggung jawab Tanggung jawab merupakan sikap berani memikul akibat bila sesuatu yang dibebankan kepadanya tidak sesuai dengan ketentuan atau berani diperkarakan bila melakukan kesalahan atas perbuatan yang dilakukannya. Seorang suami mempunyai beban dan kewajiban terhadap istri dan keluarganya yang harus dilaksanakan dengan baik. Menurut Muhammad Thalib, tanggung jawab ini meliputi bidang agama, psikis, dan fisik, yang diantaranya ialah: a)
Dalam bidang agama dan psikis, member bimbingan keagamaan dan pengarahan kepada istri dan anak-anaknya dalam menempuh kehidupan keluarga yang diridhai Allah Swt.
79
b) Dalam bidang fisik, memenuhi kebutuhan belanja mereka seharihari. Demikian Islam sebagai agama yang sejalan dengan fitrah kehidupan manusia sejak awal telah menegaskan bahwa tanggung jawab memenuhi nafkah keluarga telah dibebankan kepada laki-laki sebagai suami, bukan beban perempuan. (Thalib, 2008: 48) 4. Manajemen Kehidupan Berumah Tangga a. Merencanakan Pernikahan Apabila seseorang ingin memperoleh hasil yang maksimal dalam segala sesuatu yang dikerjakannya, maka ia harus merencanakannya dengan matang dan baik. Demikian juga dengan pernikahan, tentu harus direncanakan dengan sebaik dan sematang mungkin, sebab semuanya akan menentukan hasil akhir dari apa yang kita inginkan dalam pernikahan dan keluarga kelak. Maka pertama setelah pasangan memutuskan untuk hidup bersama dalam ikatan rumah tangga, adalah merencanakan pernikahan. Menentukan hari pernikahan menurut Muhammad Thalib, adalah hal mendasar yang harus dilakukan, akan tetapi tidak terpengaruh oleh adat istiadat, di mana ada sebagian masyarakat yang meyakini bahwa ada hari tertentu atau bulan tertentu yang tidak diperbolehkan seseorang menikah. Menurutnya, semua bulan baik untuk pernikahan, sebab yang berpahala adalah perkawinanya, bukan bulannya. Tidak ada bulan sial
80
ataupun bulan penuh barakah khusus untuk melaksanakan pernikahan. Pada bulan apapun kita menikah, semua adalah bulan penuh barakah karena Allah tidak menjadikan ada bulan barakah dan bulan sial (Thalib, 2007: 86-88). Hal selanjutnya yang tak kalah penting adalah menentukan mahar atau maskawin. Mahar atau maskawin merupakan salah satu syarat adanya perkawinan dalam Islam. Dalam praktiknya, terutama yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, adalah tanpa memberatkan laki-laki.( Thalib, 2007: 90). Dengan demikian masalah maskawin seseorang harus menyesuaikan kemampuan dirinya sendiri, tanpa harus melebih-lebihkan dan memaksakan diri. Setelah acara pernikahan atau akad nikah selesai, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengadakan walimah. Walimah adalah makan bersama yang dilangsungkan setelah selesai akad nikah, walimah ini juga harus menyesuaikan keadaan keluarga, dalam hal ini keadaan ekonomi
keluarga
yang
melangsungkan
pernikahan
tersebut.
Diperbolehkan untuk saling membantu dalam biaya pelaksanaan walimah, agar walimah dapat dilaksanakan dengan baik, akan tetapi tetap harus diperhatikan agar jangan sampai berlebihan. Manfaat lain dari walimahan adalah perkawinan akan lebih semarak dan syiar Islam lebih meluas ditengah-tengah masyarakat kita. (Thalib, 2007: 106)
81
b. Pengantin Baru Muhammad Thalib menjelaskan bahwasannya di dalam dunia Islam, segala sesuatunya diatur melalui syari‟at, tak terkecuali dalam hal menggauli istri yang telah sah dinikahinya. Setelah semua syarat dan rukun nikah dilaksanakan, maka suami diperbolehkan menggauli istrinya dengan aturan dan etika yang ada. (Thalib, 2007: 129). c. Kehidupan Bersama 1) Tanggung jawab suami kepada istri Buku manajemen keluarga sakinah karya Muhammad Thalib (2007: 137) menyebutkan bahwa, seorang suami mempunyai tanggung jawab besar terhadap istrinya, yaitu : - Memberi nafkah lahir dan batin Nafkah lahir berupa uang belanja sehari-hari, termasuk sandang, pangan dan papan yang layak, sedangkan nafkah batin yaitu membahagiakannya, tidak boleh menyakiti badan maupun hatinya, dan juga memenuhi kebutuhan biaologis istrinya. - Berlaku baik kepada istrinya Seorang suami dalam menghadapi istrinya harus dengan cara yang lemah lembut, sebab Allah menciptakan wanita itu dengan segala kelemah lembutan, dan betapapun kita marah kepada istri, tetap harus dengan cara-cara yang manusiawi. Jika memang terbukti
82
istri bersalah, maka harus dengan hati-hati kita menegurnya, hingga istri menyadari kesalahannya dan memperbaikinya. - Dilarang memukul istri Memukul istri di dalam islam tidak diperkenankan sampai menyebabkan luka dan menyakitinya. Memukul istri dibenarkan hanya sekedar memberikan pengajaran. Karena itu, Rasulullah Saw menegaskan tidak boleh memukul istri karena hal itu merupakan pelanggaran agama. (Thalib, 2007: 147). 2) Tanggung jawab istri terhadap suami Seorang suami mempunyai tanggung jawab terhadap istrinya, demikian juga sebaliknya, istri juga mempunyai tanggung jawab terhadap suaminya. Di dalam tanggung jawab tersebut terdapat kewajiban istri terhadap suaminya, di mana kewajiban yang paling pokok seorang istri terhadap suaminya adalah melayani kebutuhan biologisnya disaat diminta oleh suaminya dan istri tidak boleh menolak dengan alasan-alasan yang tidak dibenarkan menurut ketentuan agama. Alasan istri menolak permintaan suaminya yang dibenarkan Islam ialah apabila ia sedang haid atau nifas, sedang puasa wajib, atau sedang menderita sakit. Oleh karena itu, agar mendapat keridhaan dari Allah Swt seorang istri harus kewajiban paling utama tersebut, yaitu taat dan patuh kepada suaminya, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.
83
Selain kewajiban utama tersebut, seorang istri juga mempunyai tanggung jawab sebagai berikut: - Mengasuh, merawat dan mendidik anak-anak dengan baik, - Mendermakan harta suami tanpa izinnya, - Menjaga diri dan harta suaminya dengan sebaik-baiknya ketika suami tidak ada di rumah, - Istri memberi makanan pada orang lain tanpa merugikan suaminya, - Tidak boleh membelanjakan harta suami tanpa sepengetahuan dan seijin suami. (Thalib, 2007: 148-158) d. Harta dan Nafkah dalam Keluarga Muhammad Thalib menjelaskan juga dalam bukunya mengenai harta dan nafkah dalam keluarga, harta dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, pendidikan anak, dan kebutuhan lain yang menyangkut keluarga. Sumber harta yang digunakan juga harus jelas dan halal. Islam melarang keras mencukupi dan memberi makan keluarga dengan harta yang haram atau tidak jelas asal perolehan harta tersebut. Menurut Muhammad Thalib, sumber perolehan harta yang halal ada beberapa macam, yaitu: 1) Kerja Sendiri Harta yang diperolah dari pekerjaan sendiri halal, asal pekerjaan yang dilakukannya juga halal. Muhammad Thalib menjelaskan
84
mengenai pendapat Imam Nawawi, yang berpendapat bahwa usaha sendiri adalah yang paling baik bagi diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Thalib, 2007 : 355). 2) Warisan Warisan adalah harta yang ditinggalkan seseorang yang meninggal. Pembagian harta warisan telah ditetapkan oleh Allah Swt dalan al-Quran dengan rinci dan jelas. Para ahli waris berhak memperolehnya sesuai dengan Hukum Waris (Thalib, 2007 : 356). 3) Sedekah atau bantuan Harta sedekah hanya diperuntukkan bagi kaum miskin, anak yatim, kerabat yang kekurangan, orang yang kehabisan bekal diperjalanan dan budak. Maka harta yang diterima oleh orang-orang tersebut adalah sah menjadi milik mereka. 4) Hadiah Hadiah adalah pemberian dari seseorang untuk orang lain sebagai penghormatan tanpa mengharapkan imbalan dari penerima. Harta semacam ini halal untuk dimiliki dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan diri penerima. (Thalib, 2007 : 357) 5) Zakat Harta zakat, sesuai dengan yang dijelaskan dalam al-Quran, diperuntukkan bagi para kaum fakir, miskin, para pengelola zakat atau „amil zakat, orang yang baru memeluk islam atau „muallaf, untuk
85
memerdekakan budak, orang orang yang terbelit hutang tanpa mampu membayarnya, untuk kepentingan agama Allah, seperti membangun masjid, sekolah-sekolah agama Islam, dan kepentingan-kepentingan jihad di jalan Allah yang lainnya, dan untuk orang yang terlantar dalam perjalanan yang bukan perjalanan untuk maksiat kepada Allah. Semua orang yang disebutkan berhak menerima harta zakat dan halal untuk menggunakannya. 6) Wasiat Wasiat adalah pesan pemberian seseorang kepada kerabat dekat atau orang lain yang disayanginya untuk mendapatkan sesuatu, tetapi diberikan kepada yang bersangkutan setelah pemberi pesan meninggal dunia. Wasiat ini adakalanya berupa harta atau bukan harta. Wasiat berupa harta ini daqpat menjadi milik penerima wasiat sebagia harta kekayaan yang sah (Thalib, 2007: 358). 7) Harta Bawaan Ada kalanya orang tua, ketika anak perempuan telah menikah dan berumah tangga sendiri, anak perempuannya diberi sejumlah harta untuk modal bagi keluarga barunya. Harta pemberian orang tua tersebut disebut harta bawaan. Status harta bawaan ini adalah milik istri dan suami tidak berhak atas harta tersebut sedikitpun. Maka, suami tidak berhak mempergunakan harta tersebut tanpa persetujuan secara ikhlas dari istrinya (Thalib, 2007: 359)
86
8) Harta Bersama Harta bersama adalah harta yang dikumpulkan bersama dari hasil pekerjaan masing-masing antara suami dan istri apabila istri juga bekerja. Setelah dikurangi untuk kebutuhan sehari-hari dan masih ada sisa yang kemudian disimpan, maka harta semacam ini disebut harta bersama. Kepemilikan harta bersama tetap harus diperhitungkan sesuai dengan hasil konkret masing-masing. Sedangkan pengeluaran harta yang paling utama adalah untuk nafkah keluarga. Yang wajib memberikan nafkah terhadap seluruh anggota keluarga adalah kepala keluarga, dalam hal ini adalah suami. Seorang suami wajib memberikan nafkah untuk istrinya meskipun istrinya berkecukupan. Dan menurut ijma‟ (kesepakatan) sahabat, hak nafkah istri tersebut tidak dapat gugur (Thalib, 2007: 165). Menurut pendapat Jumhur Ulama yang dijelaskan oleh Muhammad Thalib, tidak ada batasan tertentu untuk jumlah uang belanja yang harus diberikan olah suami. Semua sesuai dengan kebutuhan dan disesuaikan juga dengan kemampuan. Dalam menafkahi keluarga haruslah dilakukan dengan cara yang benar. Yang kaya menafkahi keluarganya sesuai dengan besarnya penghasilan, dan yang miskin juga tidak memaksakan diri sehingga tidak memberatkan hidupnya. Pengeluaran untuk nafkah keluarga haruslah dilakukan dengan wajar dan layak (Thalib, 2007: 360).
87
e. Pengasuhan dan Perawatan Anak serta Bakti Anak Terhadap Oraangtua 1) Pengasuhan dan Perawatan Anak Pengasuhan dan perawatan anak, dijelaskan oleh Muhammad Thalib dalam bukunya bahwa anak merupakan anugerah terbesar dalam kehidupan berkeluarga, merupakan titipan Allah yang harus dijaga sebaik-baiknya dan menyia-nyiakan anak adalah perbuatan dosa besar. Anak dan keturunan kitalah yang akan bisa menbantu meringankan beban kita atau bahkan memberatkan kita di akhirat kelak. Tergantung dari cara kita mendidik dan mengasuh anak hingga ia menjadi dewasa. (Thalib, 2007: 195) Wajib bagi para orang tua terhadap anak-anak mereka mengajari kalimat tauhid, membimbing anak untuk sholat, mengajari mereka akhlaq yang mulia, mengajari mereka untuk bersyukur, mendidik anak berlaku jujur, menghargai orang lain, memaafkan dan masih banyak lagi. Mengasuh anak dari mulai menyusui, merawat sehari-hari, memenuhi semua kebutuhan anak, sampai dengan memberikan pendidikan yang layak bagi anak untuk bekal kehidupannya kelak adalah merupakan kewajiban orangtua. (Thalib, 2008: 215-217) 2) Bakti Anak terhadap Orangtua Seorang anak di dalam bergaul dengan siapapun, tetap berkewajiban untuk menjaga kehormatan dan nama baik orang tuanya. Anak tidak boleh menceritakan kejelekan ibu-bapaknya kepada teman-
88
temannya atau menjadikannya bahan lelucon dihadapan temantemannya. Apalagi orang tuanya dimaki atau dicela, baik secara langsung atau tidak langsung. Anak boleh amar ma‟ruf nahi munkar kepada orangtua, tetapi tidak boleh durhaka kepada mereka. Amar ma‟ruf kepada ibu-bapak adalah kewajiban. Misalnya melihat perbuatan orangtua menyalahi agama, maka si anak wajib menegurnya atau menasehatinya. Dan apabila orangtua sudah meninggal maka cara anak berbakti adalah dengan mendoakannya. (Thalib, 2007: 235) 5.
Memahami Konflik dalam Rumah Tangga dan Solusinya Buku Manajemen Keluarga Sakinah (2007: 293) karya Muhammad Thalib juga menjelaskan tentang bagaimana memahami konflik dalam rumah tangga dan solusinya. Keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah adalah keluarga yang idealnya tanpa konflik dan masalah di dalamnya, akan tetapi itu semua tidaklah mungkin. masalah yang ada merupakan suatu proses pendewasaan dari sebuah keluarga tersebut. Melalui bukunya, Muhammad Thalib menegaskan agar dalam berumah tangga hendaklah selalu berpegang kepada syari‟at Islam ketika menghadapi masalah juga menyelesaikannya. Namun apabila tidak menemui titik terang dalam permasalahan yang dihadapi, maka hendaklah menghadirkan orang ketiga dari dalam keluarga sendiri atau dari luar keluarganya yang dipandang mampu untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut.
89
Muhammad Thalib menyebutkan bahwa, konflik antara suami-istri itu ada beberapa sebab dan macamnya. Sebelum konflik membuat suami-istri mengambil keputusan berpisah yang berupa thalaq, maka konflik-konflik tersebut adalah antara lain : a. Syiqaq (perselisihan suami istri) Firman Allah dalam al-Qur‟an :
ََاِنٌ خِ ْفخُمْ شِمَا قَ َّب ْيىٍَُمَا فَا ّبْ َع ُثُْا حَىَمًا مِهْ آٌْلًِِ ََحَىَمًا مِهْ آٌْلٍَِا اِنْ يُ ِسيْدَآ ِاصْلَحًا )35 : ُيَُ فكِ اهللُ َّب ْيىٍَُمَا (الىساء Artinya: “Dan jika kalian khawatir terjadinya perpecahan suami-istri, maka kirimlah penengah dari keluarga suami dan penengah dari keluarga istri. Jika mereka berdua menghendaki damai, niscaya Allah akan menjadikan mereka bersepakat.”(Q.S. anNisa‟ : 35) (Departemen Agama RI, 1986: 123) Cara penyelesaiannya sebagaimana tersebut pada ayat di atas, yang bertanggung jawab adalah suami-istri dan kaum kerabatnya. Yang paling utama untuk mengutus penengah adalah kerabat. Jika tidak ada, maka kaum muslimin yang mendengar persoalan mereka hendaklah berusaha memperbaiki hubungan mereka (Thalib, 2007: 293). Hal inilah yang melandasi, bahwa perselisihan dalan keluarga memerlukan orang lain dalam penyelesaiannya, apabila mereka sendiri tidak mampu untuk mengatasinya. Orang lain atau orang ketiga tersebutlah yang dikenal saat ini dengan konselor atau penyuluh dalam keluarga. b. Ila‟ (bersumpah menjauhi istri)
90
Apabila seorang suami marah kepada istrinya, maka sebelum ia menjatuhkan thalaq ada cara lain yang dapat ditempuh, yakni ila‟ atau bersumpah untuk tidak mendatangi istrinya selama saat tertentu dengan harapan menjadi pelajaran kepada istrinya agar dia tidak durhaka lagi kepada suaminya (Thalib, 2007: 300). c. Li‟an (saling melaknat) Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina dengan laki-laki lain wajib menghadirkan empat
orang saksi yang benar-benar
menyaksikan perbuatan istrinya itu. Kalau ternyata suami tidak dapat membuktikan, maka menurut yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya penyelesaiannya adalah sebagai berikut: 1.
Suami-istri dihadirkan majelis persidangan,
2.
Suami diminta untuk bersumpah empat kali bahwa ia benar-benar yakin kalau istrinya telah berzina dan kemudian sumpah yang kelima kalinya berbunyi bahwa jika ia dalam tuduhannya itu berdusta, maka dia bersedia untuk mendapat laknat dari Allah, dan
3.
Istri diminta untuk bersumpah empat kali kalau dia memang menyangkal dan pada kali kelima istri harus mengucapkan kata-kata bahwa jika ternyata tuduhan suaminya itu betul, maka dia bersedia mendapat laknat dari Allah (Thalib, 2007: 312).
BAB IV ANALISIS KONSEP MUHAMMAD THALIB TENTANG MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH
A. Analisis Buku Muhammad Thalib tentang Membentuk Keluarga Sakinah Keluarga sakinah menurut Muhammad Thalib adalah sebuah institusi kecil yang terdiri ayah sebagai pemimpin, ibu dan anak-anak sebagai anggota, yang mempunyai tugas, hak dan kewajiban masing-masing, membentuk kehidupan rukun dan penuh kasih sayang, salin mendukung, melindungi dan menghormati berlandaskan al-Qur’an dan Hadits, sehingga seluruh komponen keluarga tersebut merasa aman dan tenteram, untuk meraih ridho Allah SWT. (Thalib, 2007: 26). Sedangkan manajemen keluarga sakinah menurut Muhammad Thalib adalah bagaimana suami istri mengelola keluarganya agar dapat menjadi keluarga yang sakinah. Namun apabila mengacu pada pengertian manajemen itu sendiri, bahwa unsur manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, maka buku Manajemen Keluarga Saikinah karya Muhammad Thalib tidak mengandung unsur-unsur manajemen pada tiap babnya sehingga lebih tepat apabila buku tersebut disebut sebagai bimbingan menuju keluarga sakinah. Hal paling penting yang harus digarisbawahi dalam membentuk keluarga sakinah adalah bahwa suami harus berlaku baik kepada istri. Seorang istri mempunyai hak, yaitu harus diperlakukan baik, seimbang
92
dengan besarnya kewajiban yang dipikulnya. Begitu juga dengan istri harus menghormati suaminya. Karena suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga dan juga mempunyai tanggung jawab yang besar. (Thalib, 2007: 143) Menurut Muhammad Thalib, untuk bisa mencapai keluarga yang sakinah, perlu diperhatikan pertama kali ialah dalam hal memilih pasangan hidup. Agama seharusnya menjadi penilaian yang paling utama untuk menentukan pilihan pasangan hidup Mengapa memilih pasangan hidup yang beragama? Karena orang yang mengamalkan ajaran agama pasti bisa menciptakan keharmonisan rumah tangga. Agama mengajarkan etika dan sopan santun hubungan antar sesama. Khusus dalam hal rumah tangga, agama Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri, memberikan tanggung jawab terhadap anak, memelihara hubungan dengan orang tua dan saudarasaudaranya. Intinya, bahwa agama menjadikan seorang suami disebut shaleh dan seorang istri disebut shalehah. Istri shalehah adalah kekayaan suami yang tidak ternilai harganya. Suami yang shaleh adalah kehormatan yang paling tinggi tingkatnya. Atas dasar penilaian kepada 4 kriteria tersebut, maka seseorang menentukan
pilihan
calon
pasangan
hidupnya.
Bersyukurlah
dan
berbahagialah kalau mendapat calon pasangan yang mempunyai keempat kriteria tersebut. Sungguhpun demikian, pemilihan berdasarkan agama lebih diutamakan daripada yang lainnya. Menikah semata-mata kecantikan atau kekayaan, tidak menjamin terwujudnya kebahagiaan dalam rumah tangga.
93
Mencari pacar atau pasangan yang cantik atau ganteng adalah dambaan kawula muda. Mendapat pasangan yang kaya adalah sebuah keberuntungan, Karena cantik dan kaya bisa menjadi bagian dan kebahagiaan. Tetapi Rasulullah Saw mengingatkan agar waspada. Tidak jarang yang cantik banyak ulahnya. Tidak jarang yang tampan banyak tingkahnya. Cantik adalah anugrah Allah yang harusi disyukuri, tetapi mentang-mentang cantik adalah musibah bagi suami. Ganteng adalah karunia Allah yang harus disyukuri, tetapi mentang mentang ganteng adalah bencana bagi istri. Selanjutnya adalah karena keturunan. Semua anak manusia pada dasarnya mempunyai status yang sama. Kita memang tidak boleh merasa paling mulia dibandingkan dengan yang lain. Yang tahu tentang kemuliaan manusia hanyalah Allah. Namun demi menentukan pilihan, orang harus berikhtiar dan berusaha. Manusia diberikan kewenangan untuk memilih hidupnya sendiri. Atas dasar pilihan itulah Allah menetapkan kadar-Nya. Daya tarik fisik, cantik atau tampan, harus ditindaklanjuti dengan pencarian informasi tentang nasab, atau asal usulnya. Diikuti dengan pengetahuan tentang keluarga dan kerabatnya. Pencarian ini dimaksudkan untuk mengetahui karakter dan kebiasaannya. Sebab manusia hidup dengan karakternya sendiri-sendiri. Sedangkan karakter terbentuk oleh budaya dan kebiasaan lingkungan, dan itu sangat sulit untuk dirubah. Jangan sampai hanya mementingkan kecantikan, tetapi melupakan akhlak dan budi pekerti. Penilaian berdasarkan nasab, tidak semata untuk kesenangan dan kepentingan
94
sesaat, tetapi juga untuk kepentingan anak dan keturunan yang akan menjadi generasi penerus dan kebanggaan orang tua. Kemudian Muhammad Thalib menegaskan pentingnya mendidik anak dengan memberikan contoh-contoh yang baik. Tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga merupakan wahana pendidikan dan pembentukan moral anak-anak. Tanggung jawab ini dibebankan pada istri, tentunya karena potensi yang melekat pada diri sang istri. Istri yang sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga adalah pewaris nilai-nilai moral yang dimilikinya kepada anak-anaknya. Selain sebagai ibu pendidik bagi anaknya, istri juga menjadi istri yang dapat membantu suaminya ketika dalam kesulitan. Adapun pekerjaan rumah tangga juga merupakan kelebihan yang luar biasa, di samping dapat memenaj uang atau harta yang dimiliki suami, istri juga dapat menjaga hubungan atau pergaulan sosial dan mengembangkan hubungan silaturrahmi antar keluarga dan sanak famili. Akan tetapi, untuk urusan mendidik anak adalah merupakan kewajiban kedua orang tuanya, tidak hanya dibebankan terhadap ibu saja . Menurut Darajat (1984: 54), Allah swt mencantumkan dialog pendidikan antara Luqman al-Hakim dengan anaknya, Allah berkehendak menegaskan besarnya tanggung jawab ayah dalam mendidik anak. Dalam kehidupan berkeluarga, porsi tugas dan tanggung jawab masing-masing suami istri hendaknya dibagi secara adil, yang dimaksudkan dengan adil di sini tidaklah mesti berarti tugas dan tanggung jawab keduanya sama persis, melainkan dibagi secara proporsional, tergantung dari
95
kesepakatan bersama. Pembagian kerja, baik di dalam maupun di luar rumah tangga, hendaknya memperhatikan keselamatan istri. Tugas dan tanggung jawab itu hendaknya dipikul berdua secara adil sesuai dengan kesepakatan bersama. Untuk kemudian, Muhammad Thalib menyebutkan kewajiban seorang suami yang meliputi kewajiban untuk memimpin keluarga. Dalam sebuah keluarga harus ada kepemimpinan, karena keluarga adalah cerminan negara terkecil, sehingga keluarga membutuhkan pemimpin yang mengatur kehidupan keluarga, bila dalam keluarga tidak ada yang menjadi pemimpin, maka akan terjadi kekacauan dalam keluarga, semua berjalan sendiri-sendiri. Suami tidak mau diatur dan tidak ada yang mengatur. Lebih detailnya, seorang suami berkewajiban memberikan nafkah, pakaian, perumahan, memelihara, mengasuh, mendidik, serta berbuat baik terhadap anggota keluarga. Meskipun suami menjadi pemimpin, akan tapi suami tidak diperbolehkan semena-mena terhadap istri dan bertindak kasar kepada anakanaknya. Justru sebagai seorang pemimpin suami harus bisa menjadi panutan yang baik bagi keluarganya. Suami harus bisa memberikan rasa aman, rasa tentram dan sayang terhadap istri maupun anak-anaknya. Istri, di sisi lain, merupakan pemimpin di rumah suami. Artinya istri harus mampu mengatur kehidupan rumah tangga dengan baik, harus bersikap baik terhadap suami, mentaati suami dalam hal kebaikan, harus dapat menarik simpati dan kepercayaan suami, menjaga harta suami dan memelihara anakanaknya.
96
Keseimbangan suami istri dalam konteks rumah tangga mempunyai pandangan bahwa suami merupakan pemimpin bagi rumah tangga. Sedangkan istri diposisikan secara subordinatif di bawah suami. Hal ini, disebabkan karena pemahaman ayat secara normative, dan kurang melalui verifikasi ayat-ayat secara jeli dan rinci. Dan tidak dipungkiri juga bahwa istri tidak diberi tempat dalam hal kepemimpinan dalam rumah tangga. Namun demikian, ternyata secara eksplisit Muhammad Thalib juga memberikan penekanan terhadap perlunya keseimbangan walaupun tidak dijelaskan secara rinci bentuk perimbangan itu sendiri. Selain itu, Muhammad Thalib menekankan bahwa kewajiban suami terhadap istri mencakup perlakuan baik, memberikan nafkah, maskawin dan pemberian lainnya, serta memberikan pengajaran kepada istri dalam hal keagamaan, diantaranya hukum-hukum bersuci, ibadah wajib dan sunnah dan budi pekerti yang baik. Pengajaran keagamaan ini merupakan pengetahuan dasar dan pengetahuan minimal yang harus diketahui oleh suami maupun istri. Namun yang menjadi permasalahan jika suami benar-benar mempunyai kekurangan pengetahuan mengenai hal keagamaan dibanding istri, maka fungsi laki-laki sebagai pemimpin wajib mengajarkan hal keagamaan terhadap istri tidaklah tepat. Jadi, yang ditekankan di sini adalah fungsionalisasi antara pemimpin dan yang dipimpin mempunyai fleksibilitas yang terikat dengan kondisi kemampuan keagamaan suami istri, sehingga tidak terjebak pada adanya larangan bagi istri untuk keluar rumah dalam rangka belajar.
97
Begitu pula dalam akses harta dan ekonomi, perempuan bebas mengakses keduanya berdasarkan kekuatan yang ia miliki. al-Qur’an memandang laki-laki memiliki kelebihan di bandingkan perempuan dalam hal karena mereka mampu mencari nafkah. Al-Qur’an memandang setting sosial saat itu, ketika kaum laki-laki sangat dominan dalam berbagai bidang kehidupan sosial, sehingga hal ini tidak sah untuk dilegitimasi sebagai payung hukum penguasaan laki-laki atas perempuan. Dengan demikian sangat tidak tepat jika kesimpulan tersebut masih dipakai dalam konteks kekinian. Karena perempuan saat ini setara dengan laki-laki, bahkan mampu bersaing dalam berbagai bidang. juga seorang perempuan atau istri dapat saja berperan di bidang-bidang tertentu di luar rumah suaminya asalkan tidak mengabaikan kewajibannya terhadap suami dan keluarganya serta dengan ijin dari suaminya, karena kewajibannya untuk selalu mentaati perintahnya. Sedangkan mengenai hak suami dalam hal biologis yang menyatakan, istri tidak boleh menolak permintaan suami untuk melakukan hubungan biologis, Muhammad Thalib menjelaskan bahwa permintaan tersebut wajib dilakukan istri bila istri dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rohani serta tidak dalam masa haid atau nifas, dan tidak melanggar syara’. Namun bila istri dalam keadaan sakit, dalam keadaan terlarang, karena istri sedang haid atau nifas, maka istri tidak wajib melayani suami. Kemudian Muhammad Thalib menyebutkan dalam bukunya untuk membangun rumah tangga yang tenang atau sakinah. Ketenangan seorang suami di rumahnya mempunyai berbagai sebab. Yang paling penting
98
daripadanya adalah keteduhan nuansa rumah tangga dan sedikitnya kegaduhan, sehingga ia mudah mendapat tidur nyenyak yang dapat menghilangkan kelelahan dirinya,
dapat
menjernihkan otaknya dan
memperbarui keaktifannya, sehingga ia dapat meneruskan usahanya untuk mencari sumber rezeki dan untuk memenuhi semua kebutuhan rumah tangganya. Seorang suami yang pulang dari tempat kerjanya dalam keadaan lelah dan ia membutuhkan suasana rileks dan ketenangan. Karena itu, ia wajib mendapatkan semuanya dari sang istri seperti yang ia inginkan. Kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tempat yang paling cocok untuk mendapatkan rileks dan ketenangan sebelum ia meneruskan pekerjaannya lagi. Rumah tangga itu merupakan tempat ia berteduh, bernaung, tempat beristirahat dan tidur. Karena itu, seorang istri harus memberi suaminya ketenangan, kedamaian dan tempat yang rileks setelah ia pulang dari kerja dalam keadaan lelah. Janganlah ia menimbulkan kegaduhan dan keramaian ketika sang suami sedang istirahat dan tidur. Masalah ini merupakan masalah yang dimengerti oleh setiap orang, sehingga tidak butuh keterangan panjang lebar. Di antara ketenangan dan kedamaian yang dibutuhkan oleh seorang suami adalah menu makanan yang lezat di dalam rumahnya setelah ia pulang dari tempat kerjanya dalam keadaan lelah dan lapar, sehingga ia dapat makan dengan enak dan berselera. Masalah ini merupakan masalah yang paling penting bagi seorang suami.
99
Sebagai istri yang bijaksana dan shalihah hendaknya ia dapat menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya dengan baik. Di antara tugas rumah tangga yang harus ia selesaikan adalah menyiapkan menu makanan yang lezat yang beraneka ragam macamnya dan cara penyajiannya dan tidak terlambat dalam penyajiannya, agar tidak menimbulkan emosi dalam hati suaminya, karena ia sangat lelah dan lapar. Adapun kalau ada suatu pekerjaan lain yang menyibukkan-dirinya, misalnya mengurus anak-anak, maka sebaiknya ia minta bantuan suaminya atau paling tidak minta maaf, karena ia terlambat menyajikan hidangan makanan bagi sang suami. Untuk selanjutnya adalah membangun rumah tangga yang baik. Kebahagiaan keluarga merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh mereka yang mendirikan rumah tangga. Untuk mendapatkannya maka tidak sedikit usaha dan pengorbanan yang ikhlas oleh setiap suami dan istri serta mereka selalu meningkatkan usaha agar menambah dan melestarikan sesuatu yang telah dimilikinya. Bermacam-macam nilai dan ukuran manusia tentang perasaan bahagia itu sendiri. Ada sementara orang menilai dan memandangnya dari segi material yang dimiliki, ada pula dari segi-segi rohaniah, serta banyak pula yang memandangnya dari segi-segi keduanya secara utuh dan bulat. Namun tidak sedikit pula orang menganggap dan memandang kebahagiaan keluarganya itu sebagai suatu rahasia yang jauh terpendam di dalam diri
100
masing-masing penegak sebuah rumah tangga, yaitu di dalam diri suami dan isteri yang menjadi pendukung dan penegak sebuah rumah tangga. Taraf kebahagiaan seseorang sangat ditentukan oleh beberapa keadaan dan faktor, seperti: pemilikan harta benda secukup kebutuhan, kemampuan ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup dalam keluarga, kedewasaan diri dalam setiap aspeknya, kesehatan badan dan batin, serta keadaan seksualitas suami-isteri dalam keluarga tersebut. Peranan keutuhan dan keteguhan kepribadian pun tidak kurang pentingnya dalam kehidupan berumah tangga. Libido adalah naluri seksual yang ada pada setiap manusia. Mula-mula timbul karena kemasakannya di waktu remaja atau masa pubertas yang diawali dengan perasaan ketertarikan kepada jenis lawannya. Perasaan seksual pada seseorang sebenarnya adalah ungkapan perasaan cinta terhadap daya tarik kita untuk orang lain. Hasrat itu akan tersalurkan dengan penuh kepuasan dan kebahagiaan jika proses selanjutnya terdapat kerja sama yang sebaik-baiknya antara suami dan isteri yang saling mencintai. Ternyata dalam pengalaman hidup sangat banyak keluhan yang terdengar, bahwa tidak setiap orang (suami-isteri) mampu mengekpresikan dan menyalurkan dorongan naluriah tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika taraf kebahagiaan dalam kehidupan keluarga terasa ada yang mengganjal atau ada sesuatu yang kurang dan jika tidak mendapatkan pengatasan yang sebaikbaiknya bukan tidak mungkin akan membuahkan akibat yang kurang baik dan yang tidak dikehendaki.
101
Agar kebahagiaan hidup dalam keluarga dapat dimiliki dan berkembang dengan subur dan teguh, maka ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal yang rahasia dalam keluarga, yaitu permasalahan seksualitas ini kiranya perlu mendapatkan perhatian yang secukupnya dari masing-masing penegak dan pendukung sebuah rumah tangga, yaitu suami dan istri. Sebenarnya pengetahuan tersebut telah dipelajari jauh sebelum melangsungkan pernikahan,
namun karena
berbagai
keadaan
maka
mempelajarinya kembali dengan penuh perhatian selama perkawinan pun tidak ada jeleknya, bahkan akan menambah taraf kebahagiaan hidup dalam keluarga. B. Analisis Bimbingan Konseling Keluarga Islam Terhadap Pemikiran Muhammad Thalib Keluarga sakinah dalam bimbingan dan konseling keluarga Islam yang dalam istilah Al-Qur’an disebut sebagai keluarga yang diliput rasa cinta mencintai (mawaddah) dan kasih sayang (sakinah), maka keluarga harus dapat memenuhi lima pondasi yang harus dibina atau diciptakan dilingkungan keluarga, kelima pondasi itu adalah: Pertama, pembinaan penghayatan agama Islam. Kedua, pembinaan saling menghormati. Ketiga, pembinaan kemauan berusaha. Keempat, pembinaan sikap hidup efisien. Kelima, pembinaan sikap suka mawas diri. Hubungan dalam keluarga harmonis, serasi, merupakan unsur mutlak terciptanya kebahagiaan hidup. Hubungan harmonis akan tercapai manakala dalam keluarga dikembangkan, dibina, sikap saling menghormati, dalam arti satu sama lain memberikan
102
penghargaan (respek) sesuai dengan status dan kedudukannya masingmasing (Musnamar, 1992: 62-68). Pemikiran Muhammad Thalib dapat ditarik ke dalam konsep sebagai langkah untuk mewujudkan pembentukan keluarga sakinah, antara lain: memilih dan menentukan pasangan hidup, mempersiapkan pernikahan, mengelola keluarga, dan menyikapi masalah dalam keluarga. Faktor-faktor tersebut dalam kerangka bimbingan dan konseling Islami dapat dijadikan materi atau bahan bagi konselor keluarga agar dapat membantu individu atau keluarga dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Bimbingan konseling keluarga Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam menjalankan rumah tangganya dapat selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, dan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Musnamar, 1992 : 70). Adapun fungsi pertama dalam bimbingan konseling keluarga Islam adalah mencegah agar tidak muncul problem-problem dalam keluarga. Melalui konselor, individu yang akan atau sedang membangun sebuah rumah tangga diberi pengetahuan tentang faktor-faktor yang harus dipenuhi dalam kehidupan berkeluarga, sebab tanpa memperhatikan faktor-faktor yang harus mereka penuhi dalam berkeluarga akan muncul problem dalam keluarga yang tidak mereka pahami, disinilah pentingnya fungsi bimbingan dan konseling keluarga Islam yaitu :
103
Fungsi Preventif
yakni membantu individu mencegah timbulnya
problem yang berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, dengan jalan membantu individu memahami hakikat berkeluarga, tujuan berkeluarga, membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan berkeluarga, serta membantu individu memahami dan melaksanakan pembinaan kehidupan berkeluarga sesuai dengan ajaran Islam (Musnamar, 1992 : 71). Seseorang yang akan menikah dimulai dengan memilih pasangan hidup yang tepat. Karena dengan memilih pasangan yang tepat akan mencegah individu dari persoalan-persoalan yang tidak diinginkan (Thalib, 2008 : 57). Dengan kata lain, diperlukan adanya bimbingan pra nikah bagi mereka yang akan membangun sebuah keluarga. Islam mengajarkan agar faktor agama menjadi pra syarat dalam menentukan pasangan hidup. Selain itu, Islam juga memperingatkan agar dalam menentukan pilihan tidak jatuh atas dasar kecantikan, ketampanan atau keturunan (Thalib, 2007: 60). Islam memberikan keistimewaan bahwa kecantikan akhlak lebih utama dibandingkan kecantikan fisik. Fungsi Kuratif pada pemecahan atau penyelesaian masalah. Ini berarti
individu tengah menghadapi masalah, dalam hal ini konselor
membantu individu dapat menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang harus mengikuti ketentuan dan petunjukNya agar bisa hidup bahagia (Musnamar, 1992: 71). Dengan demikian mengembalikan problem yang berkaitan dengan keluarga pada ketentuan dan petunjuk Allah, baik problem itu muncul karena adanya perbuatan atau tindakan
104
yang tidak sejalan dengan petunjuk Allah, maupun problem dengan sebab lain yang bersifat manusiawi dalam hubungan dengan lingkungan sekitar. Dalam kehidupan keluarga, suatu saat akan kita temui adanya konflik, dengan alasan tersebut, Muhammad Thalib mempunyai solusi untuk penyelesaiannya yaitu dengan cara bermusyawarah dengan keluarga besarnya, karena mereka yang paling utama punya kepentingan bagi seluruh keluarga besar. Fungsi Preservatif, yakni membantu individu menjaga agar situasi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan juga kebaikan itu bertahan lama (in state of God) (Musnamar, 1992: 71). Artinya seorang konselor terhadap klien harus menjelaskan bahwa manusia itu membawa fitrah ketauhidan, yakni mengetahui Allah Swt dan manusia harus tunduk dan patuh kepadaNya. Manusia ciptaan Allah yang dibekali berbagai hal dan kemampuan, termasuk naluri beragama tauhid. Mengenal fitrah sekaligus memahami dirinya yang memiliki berbagai potensi dan kelemahan, memahami dirinya sebagai makhluk religius, makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk pengelola alam semesta. Dengan mengenal dirinya atau mengenal fitrahnya, maka individu akan lebih mudah mencegah timbulnya masalah, memecahkan masalah dan menjaga berbagai kemungkinan timbulnya masalah. Untuk mengantarkan manusia mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, yang mutlak menjadi keinginan manusia, diperlukan suatu pemahaman atas fitrah kehidupan itu sendiri. Dengan mengetahui
105
fitrah kehidupan, manusia dapat menentukan arah dan langkah yang harus diambil dalam menjalani hidup untuk mewujudkan kebahagiaan sejati (dunia-akhirat). Funsi Developmental atau pengembangan, yaitu membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik atau lebih baik, tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah,
artinya
sebagaimana
membantu
adanya,
dari
individu segi
baik
menerima buruknya,
keadaan dirinya kekuatan
serta
kelemahannya, sebagai sesuatu yang memang telah ditetapkan Allah Swt. Selain itu untuk membantu individu menyadari bahwa ia diwajibkan untuk berikhtiar, kelemahan yang ada pada dirinya bukan untuk disesali, juga kelebihan dan kekuatannya bukan membuatnya untuk lupa diri (Musnamar, 1992: 72). Dalam membangun keluarga yang penuh dengan ketentraman, dibutuhkan saling melengkapi kekurangan masing-masing pasangan. Dibalik kekurangan pastilah ada kelebihan, dan dari kelebihan tersebut diharapkan akan mampu melengkapi kekurangan pada pasangan masingmasing. Disinilah letak kebersamaan keluarga, yang harus tetap dikedepankan guna mencapai hakikat kebahagiaan yang sejati. Keluarga atau rumah tangga, oleh siapapun dibentuk, pada dasarnya
merupakan upaya untuk
memperolah kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup. Keluarga dibentuk untuk menyalurkan kebutuhan biologis secara sah dan benar. Keluarga dibentuk untuk memadukan kasih
106
dan sayang diantara dua makhluk berlainan jenis, yang beerlanjut untuk menyebarkan rasa kasih sayang keibuan dan kebapakan untuk seluruh anggota keluarga (anak keturunan). Seluruhnya jelas-jelas bermuara pada keinginan manusia untuk hidup lebih bahagia dan lebih sejahtera (Musnamar, 1992: 69). Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa keluarga sakinah adalah keluarga yang setiap anggotanya merasakan suasana tenteram, damai, bahagia dan sejahtera lahir batin. Sejahtera lahir adalah bebas dari kemiskinan harta dan tekanan-tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin adalah bebas dari kemiskinan iman, serta mampu mengkomunikasikan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat (Subhan, 2004: 7). Mewujudkan keluarga sakinah bukan perkara yang mudah, diperlukan dukungan dari semua anggota keluarga, berupa kesadaran penuh untuk mewujudkannya. Setiap anggota keluarga harus mampu memahami peran masing-masing, siap mentaati segala peraturan yang ada berdasarkan ajaran agama Islam. Dalam rangka mewujudkan keluarga sakinah kadang perlu dukungan atau masukan dari luar unsur keluarga. Misalnya perlunya para anggota keluarga terutama istri dan suami untuk banyak belajar tentang hal-hal yang belum pernah mereka ketahui. Misalnya dengan banyak belajar ilmu agama, agar lebih mumpuni untuk bisa mengelola keluarga menurut ajaran Islam.
107
Konsep sebuah keluarga ideal yang ditawarkan Muhammad Thalib ikut berperan dalam pencapaian kebahagiaan keluarga yang sejati, yaitu tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Keberadaan konsep keluarga ini bukan hanya sekedar menumbuhkan pemahaman antara suami istri, melainkan lebih dari persiapan diri baik suami atau istri menjadi sosok yang terbaik untuk pasangannya, serta menumbuhkan komunikasi yang baik pula antar anggota keluarga sehingga apabila ada persoalan yang muncul dapat dibicarakan bersama dan mencari solusi yang terbaik. Pemikiran yang diuraikan oleh Muhammad Thalib tentang mengelola sebuah keluarga menjadi keluarga sakinah cukup solutif untuk memulai membentuk keluarga bahagia. Hal ini dapat dilihat dari lengkapnya penjelasan mengenai sebuah keluarga, persiapan menuju sebuah
keluarga
hingga
membangun
komunikasi
antar
lingkup
bertetangga. Adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga maupun dengan lingkungannya akan sangat mendukung bagi terciptanya keluarga yang sakinah. Karena setiap permasalahan dalam rumah tangga atau permasalahan lain yang menyangkut keluarga dapat dipecahkan dengan baik apabila terjalin komunikasi yang baik pula didalamnya. Pemikiran Muhammad Thalib tentang manajemen keluarga sakinah sangat relevan dengan asas-asas dalam Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam, (Faqih, 2002: 89-91), yaitu : asas kebahagiaan dunia dan
108
akhirat, asas sakinah, mawaddah dan rahmah, asas komunikasi dan musyawarah, serta asas sabar dan tawakkal. 1. Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat Asas ini merupakan asas yang paling fundamental dalam kehidupan manusia.
bila dapat diringkas tujuan hidup manusia adalah mencari
kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah Q.S. al-Baqarah ayat 201 :
)٢٠۱ : رَثٌََب آَتٌَِب فِي الّدًُْيب حَسَ ٌَخً وَفِي اآلخِزَحِ حَسَ ٌَخً وَقٌَِب عَذَاةَ الٌَبرِ (الجقزح Artinya : Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharaklah kami dari siksa api neraka. (Q.S al-Baqarah : 201) (Departeman Agama RI, 1986 : 49). Kebahagiaan yang dimaksud dalam hal ini bukan semata kebahagiaan pribadi saja, tetapi juga seluruh anggota keluarga suami istri anak dan seluruh anggota keluarga yang lain baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammad Thalib tentang bagaimana membangun sebuah keluarga yang dalam pernikahan yang diridhai Allah Swt, dengan memilih pasangan yang tepat. Muhammad Thalib berpendapat bahwa dalam memilih seseorang yang akan dijadikan pendamping hidup, haruslah mengutamakan segi agama yang kuat. Karena dengan agama, sebuah keluarga menjadi kokoh dan dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah berfirman dalam Q.S al-An’am ayat 32 :
109
َوَهَب الْحيَبحُ الّدًُْيَب اِّالَ لَعِتٌ وَلَهْىٌ وَلَلّدَارُاآلخِزَحَ لِلَذِيْيَ يَّتَقُىىَ أَفَالَ تَعْقِلُىى )٣٢: (اّالًعن Artinya : “Dan tidak kehidupan ini selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kehidupan di Kampung akhirat itu lebuh baik bagi ornag-orang yang bertaqwa, maka tidakkah kamu memahaminya”? (Q.S al-An’am : 32) (Departeman Agama RI, 1986 : 191). 2. Asas Sakinah, Mawaddah dan Rahmah Sakinah, mawaddah dan rahmah merupakan model ideal rumah tangga
yang selalu diidam-idamkan banyak
orang.
Maka tidak
mengherankan apabila berbagai upaya terus dilakukan untuk dapat mewujudkannya. Masksud keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah adalah keluarga tenteram, bahagia penuh dengan kasih dan sayang. Adapun landasan naqlinya adalah firman Allah SWT dalam Q.S. ar-Rum ayat 21 :
ْوَهيْ أَيَآ ِتهِ ٲَىْ خَلَقَ لَكُنْ هِيْ ٲًَْفُسِكُنْ ٲَسْوَٰاجًب لِّتَسْكٌُُىْا إِلَيْهَب وَجَعَلَ ثَيٌَْكُن )٢۱: هَىَّدَحً وَرَحْ َوخً ۚ إِىَ فِيْ ذَٰ ٰلِكَ ألٰيَبدً لِقَىْمٍ يَّتَفَكَزُوىَ (الزوم Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia telah menciptakan untukmu istri- istri dari jenis kamu sendiri supaya kamu merasa tenang kepadanya dan Dia telah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara kamu. Sesungguhnya hal yang demikian itu benar-benar menjadi tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.” (Q.S. ar-Rum : 21) (Departeman Agama RI, 1986 : 644). Asas ini juga sesuai dengan pendapat Muhammad Thalib, bagaimana seorang suami bisa mengayomi istrinya, bertanggung jawab, taat
110
beragama, dan lemah lembut. Sikap ini sangat penting dalam membangun sebuah keluarga sakinah. 3. Asas Komunikasi dan Musyawarah Pernikahan merupakan penyatuan dua insan dengan jenis kelamin yang berbeda, latar belakang, sifat dan karakter yang berbeda. Tetapi dengan pernikahan mereka hendak menyatukan pandangan , visi dan misi kehidupan
secara
bersama-sama.
Untuk
mewujudkannya,
maka
dibutuhkan komunikasi yang baik diantara keduanya. Pecahkan masalah dengan semangat musyawarah. Dengan komunikasi dan musyawarah yang dilandasi dengan ketulusan hati,rasa saling menghormati dan rasa kasih sayang, maka kehidupan berkeluarga akan berjalan dengan tentram. Artinya mereka mampu menyelesaikan persoalan-persoalan rumah tangga yang muncul dengan baik. Allah SWT berfirman Q.S. ar-Rum ayat 38 :
)٣٨ : (الشىري...وَأَهْ ُزهُنْ شُىْرَيْ ثَيٌَهُن Artinya : “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”. ( Q.S asy-Syura : 38) (Departemen Agama RI, 1986 : 488).
Prinsip asas ini memiliki kesesuaian dengan konsep yang ditawarkan Muhammad Thalib dalam penyelesaian konflik yang terjadi dalam keluarga, yaitu dengan jalan musyawarah, komunikasi yang baik antar anggota keluarga, dan penyelesaian urusan ddengan cara-cara Islami. 4. Asas Sabar dan Tawakkal
111
Mempertahankan
eksistensi
sebuah
keluarga
yang
sakinah,
mawaddah wa rahmah, memang bukanlah hal yang mudah. Salah satu kunci yang harus dipegang adalah sikap sabar dan tawakkal secara totalitas kepada Allah. Karena sudah menjadi kewajiban manusia adalah berusaha, kemudian tawakkal, persoalan hasil akhir adalah urusan Allah. Maka dalam Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam, membangun individu pertama dan utama adalah bersikap sabar dan tawakkal dalam menaghadapi persoalan-persoalan kehidupan rumah tangga. Apabila klien mampu memahami makna sabar dan tawakkal , maka mereka mampu memahami yang pasti ada dari suatu kejadian yang ada dari suatu kejadian yang menimpanya. Firman Allah dalam Q.S anNisa : 19
ًوَعَب شِزُوْا هُيَ ثِبلْوَعْزُوفِ فَإِىْ كَ ِزهّْتُوُى هُيَ فَعَسًَ أَىْ تَكْ َزهُىْا شَيْئب )۱۹ : وَيَجْعَلَ اهللُ فِ ْيهِ خَيْزًا كَثِيْزًا (الٌسبء Artinya : “Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isterimu)secara patut(ma’ruf). Kemudian bila kamu tidak menyuakai mereka, (maka bersabarlah) kerena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banya”k. (Q.S an-Nisa : 19) (Departeman Agama RI, 1986 : 119). Sabar dan tawakkal sama dengan sikap kerendahan hati, hal ini sangat penting dalam membangun sebuah keluarga sakinah. Berkaitan dengan asas ini, Muhammad Thalib berpendapat bahwa sikap sabar dalam menghadapi masalah, kemudian berupaya untuk menyelesaikannya dengan
112
baik adalah unsur yang tidak dapat dilepaskan dalam membangun keluarga sakinah. Sikap rendah hati membuat seseorang senantiasa membuka diri untuk menerima hal-hal yang bermanfaat dari orang lain, baik berupa pendapat, nasihat, dan lain-lain. Maka ia tidak hanya mendengarkan, tidak hanya menganggap pendapatnya yang paling benar, tetapi juga terbuka menerima pendapat orang lain. Tidak hanya mau dimaafkan jika ia salah, tetapi juga mau memaafkan kesalahan orang lain, tidak hanya mau diperhatikan, akan tetapi juga mau memperhatikan orang lain. Hal ini terwujud dalam sikap saling menerima kelebihan dan kekurangan antar suami istri serta seluruh anggota keluarganya. Asas-asas bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga Islam tersebut merupakan landasan yang dijadikan pegangan atau pedoman dalam melaksanakan Bimbingan dan Konseling Pernikahan Islam. Dimana prinsip dasar yang digunakan adalah bersumber dari dalam al-Qur’an dan Hadits,
dengan demikian,
pemikiran Muhammad Thalib tentang
manajemen keluarga sakinah memiliki kesamaan prinsip yaitu dalam rangka mewujudkan keluarga sakinah berdasarkan ajaran Islam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dengan menggapai ridha Allah Swt. Dari semua yang telah diuraikan di atas, baik dari analisis pemikiran Muhammad Thalib maupun analisis bimbingan Konseling Keluarga Islam terhadap pemikiran Muhammad Thalib tentang manajemen keluarga
113
sakinah dapat menjadi salah satu langkah operasional dalam memberikan Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam terhadap individu atau keluarga untuk mencegah maupun mengatasi masalah yang timbul dalam keluarga. Menurut Sanwar (1984: 6), konsep keluarga sakinah ditinjau dari ilmu dakwah termasuk dalam materi dakwah atau Maadatud Da’wah. Maadatud Da’wah adalah semua sumber yang dipergunakan atau disampaikan oleh da’i terhadap mad’u dalam kegiatan dakwah untuk menuju tercapainya tujuan dakwah Islam. (Fahrudin, 2007: 93) C. Konsep Kesetaraan Gender dalam Keluarga Islam 1. Konsep Gender Kata gender berasal dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New World, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Sedangkan dalam Women’s studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Gender merujuk pada peranan dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang diciptakan dalam keluarga, masyarakat dan budaya (UNESCO, 2007). Begitu pula pemahaman konsep gender menurut HT.Wilson (1998) yang memandang gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka
114
menjadi laki-laki dan perempuan. Seiring dengan pengertian gender menurut Yanti Muhtar (2002), bahwa gender dapat diartikan sebagai jenis kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan
jenis
kelamin.
Sementara
Mansour
Fakih
(2008),
mendefinisikan gender sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum lakilaki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Dari semua definisi tentang gender yang telah diungkapkan di atas dapat dikatakan bahwa gender merupakan jenis kelamin sosial, yang berbeda dengan jenis kelamin biologis. Dikatakan sebagai jenis kelamin sosial karena merupakan tuntutan masyarakat yang sudah menjadi budaya dan norma sosial masyarakat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan dan membedakan antara peran jenis kelamin laki-laki dan perempuan. (http://repository.upi.edu/operator/pdf) (Agustus, 2007) 2. Kesetaraan Gender dalam Keluarga Sakinah Keluarga merupakan unit terkecil di mana berbagai keputusan diambil, dan nilai-nilai luhur tentang kesetaraan dan keadilan gender ditanamkan kepada anak-anak dan seluruh anggota keluarga itu berada. Tanpa adanya pemahaman akan konsep dan nilai-nilai yang berkesetaraan dan berkeadilan di dalam keluarga sejak dini, bahkan sejak anak berada dalam kandungan, maka besar kemungkinan nilai-nilai tersebut tidak diaplikasikan dalam kehidupan suatu keluarga. Selain itu, keluarga sebagai unit terkecil dalam tatanan bermasyarakat terkait antara orang tua dan anak, seringkali melakukan
115
berbagai diskriminasi terhadap anak perempuan, ibu dan anggota keluarga perempuan lainnya. Menciptakan keluarga sakinah bisa dikonsep sejak dini, termasuk memberikan pemahaman kepada anak laki-laki dan perempuan tentang setara gender dan apa yang harus mereka lakukan saat membina rumah tangga kelak. Pengelola keluarga adalah merupakan tanggung jawab bersama antara pihak bapak dan ibu. Si ibu sering kali mendapatkan peran beban ganda, yaitu mulai dari mengurus suami, anak, rumah, dipihak lain, dalam kondisi tertentu misalnya pada saat kondisi ekonomi keluarga mendesak, seringkali si istri juga turut memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga dengan bekerja di luar rumah. Kurangnya akses dan kontrol dalam proses pengambil keputusan, karena si bapak lebih menonjol kepada posisinya sebagai kepala keluarga yang keputusannya selalu dianggap terbaik dan harus diikuti si istri dan anak-anaknya. Hal ini membuat aspirasi dan kepentingan perempuan tidak terwakili dan semakin membuat mereka terpinggirkan dan tidak menjadi prioritas. Agar tercipta kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga, maka prinsip-prinsip manajemen dalam pengertian yang sederhana harus diterapkan dalam keluarga, yang pada hakekatnya adalah juga merupakan lembaga atau organisasi. Manajemen keluarga diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan orang-orang dalam keluarga untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama dengan memanfaatkan sumber daya, dana, dan prasarana yang tersedia.
116
Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam keluarga. Komunikasi sebagai suatu kegiatan interaksi di mana masingmasing anggota keluarga menyampaikan dan menerima pesan, maksud, perasaan serta pikirannya untuk saling diterima dan diinterpretasikan sesuai dengan tingkatan persepsi masing-masing, sangat penting dalam menentukan kualitas hubungan antar manusia, termasuk kualitas hubungan antar anggota keluarga. Juga pendidikan sosial dalam keluarga, pendidikan pada anak harus diutamakan, terutama pendidikan sosial oleh para orang tuanya secara mandiri. Anak membutuhkan pengasuhan dan pemeliharaan yang layak dari orang tua, karena sebagai generasi penerus anaklah yang akan meneruskan harapan, cita-cita dan apa yang dirisaukan oleh orang tua. Dalam konteks ini, orang tua tidak hanya berkewajiban memberi anak makan dan pakaian yang memadai, tetapi juga harus memperhatikan semua pertumbuhan dan perkembangan anak yang menyangkut; fisik, pikir dan daya cipta, bahasa dan motorik, moral, agama, disiplin, emosi dan kemampuan masyarakat. Sebagai calon anggota masyarakat, anak harus mempunyai kemampuan bermasyarakat yang disebut juga kemampuan sosial. Kemudian gaya pengasuhan orang tua dalam keluarga, bagi orang tua yang kurang mampu menerapkan gaya pengasuhan yang cukup tepat, yang seyogyanya disesuaikan dengan kondisi orang tua, anak dan lingkungan, maka akan terbentuk hubungan yang kurang harmonis antara
117
anak dan orang tua, bahkan menjadikan pecahnya keluarga. Hal ini barangkali dapat dihindari bila orang tua memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan tentang gaya pengasuhan orang tua dalam keluarga, untuk membentuk anak yang matang perkembangan sosialnya yang memberi kontribusi cukup besar untuk ketentraman keluarga. Adanya saling pengertian antara suami dan istri demi menjaga keharmonisan keluarga, juga pengelolaan manajemen keuangan keluarga. Satu hal yang perlu ditekankan dalam keluarga adalah, peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat sangat beragam dan berganda telah disadari, terlebih-lebih fungsi dan peran perempuan dalam keluarga yang tidak dapat digantikan atau dilakukan oleh laki-laki (mengandung, melahirkan dan menyusui) dan yang lebih dominan dari laki-laki (memelihara anak, mengelola urusan rumah tangga, memberi perhatian dan kasih sayang, menanamkan nilai-nilai moral atau agama dan sebagainya). Peran perempuan ini sangat menentukan kualitas intelektual, emosional dan spiritual anak sebagai generasi penerus, maupun kualitas keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan merupakan penentu arah dan masa depan bangsa, sehingga seharusnyalah upaya peningkatan kualitas
dan
pemberdayaan perempuan mendapat perhatian yang proporsional. Jadi dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga, untuk tercapainya keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, maka dalam kehidupan suatu keluarga perlu menerapkan prinsip-
118
prinsip antara lain; manajemen dan perencanaan program keluarga, komunikasi dalam keluarga, pendidikan sosial dalam keluarga, gaya pengasuhan orang tua dalam keluarga, kesehatan reproduksi dalam keluarga
dan
manajemen
keuangan
keluarga.
(http://waspada.co.id.index.php?setara.gender) (Agustus, 2007) 3. Tinjauan Persamaan Gender Terhadap Perilaku Poligami Ketika istilah poligami muncul ke permukaan sebagai suatu praktek yang lazim dilakukan, pro dan kontra pun diutarakan dengan berbagai argumentasi. Sebagai sebuah pernikahan yang lahir dari proses sejarah, poligami disebut sebagai syariat agama, dimana Rasulullah Muhammad SAW pada masanya menikahi lebih dari satu orang wanita dengan tujuan untuk menolong para janda. Kemudian hal tersebut diatur dalam al-Qur’an yang menerangkan bahwa laki-laki boleh menikahi satu, dua, tiga, atau empat istri dengan syarat adil. Melalui ayat tersebut, lalu beberapa kalangan memberi label halal dan mubah terhadap praktek poligami. Namun, semuanya kembali lagi pada pengertian adil yang ditekankan sebagai sebuah persyaratan yang wajib dipenuhi jika seorang suami akan berpoligami, seperti seorang istri yang mandul atau istri mengidap penyakit sehingga tidak bisa melayani suami. Namun alasan tersebut tidak bisa dibenarkan mengingat rasa keadilan itu bersifat relatif bagi seorang perempuan yang suaminya beristri lebih dari satu. Dan juga, poligami banyak memberikan dampak negatif terhadap istri, diantaranya: (a) Timbul perasaan inferior,
119
menyalahkan diri sendiri, istri merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya. (b) Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi seringkali pula dalam prakteknya, suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari. (c) Hal lain yang terjadi akibat adanya poligami adalah sering terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. (d) Selain itu, dengan adanya poligami, dalam masyarakat sering terjadi nikah di bawah tangan, yaitu perkawinan yang tidak dicatatkan pada kantor pencatatan nikah (Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama). Perkawinan yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Bila ini terjadi, maka yang dirugikan adalah pihak perempuannya karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi oleh negara. Ini berarti bahwa segala konsekuensinya juga dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya. (e) Yang paling mengerikan, kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami atau isteri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS) dan bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS. (Apik, 2006: 1) Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau madharat, daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya
120
mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam keluarga poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga baik konflik antara suami dan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya maupun konflik antara istri beserta anakanaknya masing-masing. Karena itu, hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisir sifat atau watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis. (Ghozali, 2008 : 130-131). Kemudian efek jangka panjang yang akan timbul dari poligami tersebut juga perlu diperhatikan. Bisa jadi, anak-anak yang lahir dari keluarga poligamis, akan merasa tersingkirkan karena terlahir dari istri kedua, atau merasa minder dan malu karena bapaknya beristri lebih dari satu yang tentunya akan membawa efek dalam tumbuh kembang mental anak tersebut. Sebab itulah, jika ditelaah lebih mendalam, sesungguhnya poligami mengusung tanggung jawab moral yang luar biasa besar. Di Indonesia sendiri, poligami menjadi momok yang menakutkan bagi para istri, karena bagaimanapun juga pengalaman dan pelajaran telah banyak terjadi mengenai kegagalan keluarga yang berpoligami. Mulai dari kalangan artis, publik figur, hingga tokoh agama terkenal sekalipun, ternyata masih gagal dalam melaksanakan praktek poligami tersebut. Berkaca dari itu semua, yang kemudian muncul gagasan untuk diatur dalam undang-undang mengenai larangan berpoligami di Indonesia,
121
sehingga gagasan tersebut juga mengandung kontroversi, terutama bagi sebagian kalangan yang pro terhadap poligami tersebut. Kemudian jika ditinjau dari sudut pandang gender, poligami tentu menjadi suatu hal yang bertentangan. Dimana rasa adil yang dirasakan oleh para istri, tidak akan pernah sama dengan rasa adil yang sudah diberikan oleh suami. Artinya, suami yang sudah merasa memperlakukan istrinya dengan seadil-adilnya, belum tentu dirasakan adil oleh istriistrinya. Oleh sebab itu kemudian muncul rasa kecemburuan, iri hati, merasa diabaikan, merasa kurang diperhatikan, yang dalam jangka panjang akan memunculkan problem sehingga tidak jarang justru akan merusak tatanan keluarga itu sendiri. Seorang suami yang baik akan selalu memperhatikan istri, selalu tahu apa yang terbaik untuk keluarganya, dan tentunya akan mengerti tentang keinginan istri dan cara membahagiakan keluarganya. Jika kemudian poligami akan mengurangi kebahagiaan istrinya, atau bahkan menyakiti, maka suami jelas tidak diperbolehkan berpoligami dengan alasan dan landasan yang dibuat-buat seolah-olah poligami menjadi sesuatu yang diperintahkan dalam Islam.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang sudah dipaparkan di depan, setelah mengadakan penelitian dan penelaahan secara seksama tentang “Tinjauan Bimbingan dan Konseling Keluarga Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku “Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib)”, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Muhammad Thalib dalam menuliskan buku ini bertujuan memberikan pedoman-pedoman kepada para pembaca yang akan atau sedang membangun rumah tangga. Yaitu memberikan wawasan dan masukan kepada pembaca yang akan membangun rumah tangga agar mempunyai visi yang jauh kedepan, kemudian mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, lalu mengelola sebuah keluarga dalam naungan agama yang kuat, agar menjadi keluarga yang berkualitas supaya menghasilkan generasi yang tidak hanya pandai dan berbakat, namun juga berbakti pada orang tua dan juga taat terhadap agamanya. 2. Membangun sebuah keluarga menurut Muhammad Thalib harus dimulai dengan memilih pasangan yang tepat, artinya lebih mengutamakan segi agama yang kuat sebelum pertimbangan-pertimbangan lainnya, agar pernikahan yang akan dilaksanakan senantiasa mendapat ridha dari Allah, sehingga mendapatkan kebahagiaan sejati yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
123
3. Pemikiran Muhammad Thalib tentang membentuk keluarga sakinah relevan dengan asas-asas Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam antara lain asas kebahagiaan dunia dan akhirat, asas sakinah mawaddah dan rahmah, asas komunikasi dan musyawarah, dan asas sabar dan tawakkal. Pemikiran Muhammad Thalib ini memiliki persamaan prinsip yaitu dalam rangka membangun keluarga sakinah berdasarkan syari‟at Islam. B. Saran-saran Di bawah ini penulis sampaikan saran-saran kepada para laki-laki dan perempuan yang akan atau sedang membangun sebuah ikatan keluarga dengan jalan pernikahan, yaitu : 1. Perkawinan adalah ikatan suci antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga, maka sepatutnyalah secara terus menerus dibina dan dipupuk sehingga akan selalu tumbuh kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga. 2. Selalu berpegang teguhlah kepada ajaran dan ketentuan Allah dan RasulNya agar senantiasa diberikan petunjuk dalam membina keutuhan kehidupan berkeluarga, karena hanya itulah satu-satunya sumber dan pedoman yang tepat sebagai rujukan dalam membina dan mengelola keutuhan rumah tangga. 3. Bagi para konselor hendaknya memahami konsep kesetaraan gender, mengingat banyaknya problem dalam keluarga yang dipicu oleh faktor gender. Sementara mengenai maraknya aliran-aliran pemikiran gender,
124
untuk itu perlu pemilahan konsep gender yang sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga dapat mewujudkan hubungan suami istri yang harmonis dan bukan malah justru menimbulkan perpecahan dalam keluarga. Pemahaman ini untuk bekal konselor dalam menyampaikan materi kepada klien, agar dapat membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya. Juga dalam rangka membantu klien dalam mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
4. Buku Muhammad Thalib yang berjudul Manajemen Keluarga Sakinah mungkin lebih tepat disebut sebagai bimbingan dalam rangka menuju keluarga sakinah, sebab jika mengacu pada kata manajemen harus ada unsur POAC dalam tiap bab yang dibahas dalam buku, yaitu Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan), dan Controlling (pengawasan). Sedangkan dalam buku tersebut lebih banyak mengedepankan contoh langsung dari Rasulullah Saw melalui Hadits. C. Penutup Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat berharap bahwa tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya, mudah-mudahan kita selalu diberikan petunjuk oleh Allah swt dalam segala urusan.
125
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam proses penulisan skripsi ini baik yang disadari maupun tidak, meskipun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan yang penulis miliki. Untuk itulah, kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan demi memperbaiki karya yang sedang penulis buat. Akhirnya, hanya kepada Allah Swt penulis memohon petunjuk dan rahmat-Nya semoga senantiasa berada dalam bimbingan dan dibawah naungan ridho-Nya. Amin ya Robbal „Alamin.
DAFTAR PUSTAKA Al-Asqalani, Ibnu Hajar, 1984. Bulugh al-Maram, (terj) Muh. Sjarief Sukandi. Bandung: al-Ma’arif. Apik, (2003). Peran Keluarga Dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba, Lebih Baik Mencegah dari Pada Mengobati ! Peran Keluarga Sangat Penting!,iAvailible:http://www.infeksi.com/hiv/articles.php?lng=in&pg= 47. (Nopember: 2011)
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin, 1998. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Darajat, Zakiyah, 1984. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang. Departeman Agama RI, 1986. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Intermassa. __________________, 2000. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Ensiklopedi Islam, 1997. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Fahrudin, 2007. ”Keseimbangan Hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut Imam Al-Nawawi dalam Membentuk Keluarga Sakinah Perspektif Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam”, Semarang: Skripsi Fakultas Dakwah, Tidak Dipublikasikan. Faqih, Ainur Rahim, 2001. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII PRESS. Ghozali, Abdurrahmam, 2008. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana. Hasan, Muhammad Ali, 2006. Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam. Jakarta: Siraja. Indra, Hasbi dkk, 2004. Potret Wanita Shalehah. Jakarta: Penamadani. Mahalli, A. Mudjab, 2006. Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya (Kado Pernikahan Untuk Pasangan Muda). Yogyakarta: PT. Mitra Pustaka.
2
Moleong, J. Lexy, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosda Karya. Mubarok, Ahmad, 2005. Psikologi Keluarga : Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Bangsa. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Muhadjir, Noeng, 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Musnamar, Thohari, 1992. Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami. Yogyakarta: UII PRESS. Musthofa, Aziz, 2003. Untaian Mutiara Buat Keluarga: Bekal Bagi Keluarga Dalam Menapaki Kehidupan, Yogyakarta: Mitra Pustaka. Prayitno dan Amti, 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Pujosuwarno, Sayekti, 1994. Bimbingan Dan Konseling Keluarga, Yogyakarta: Menara Mas Offset. Rofiq, Ahmad, 1998. Hukum Islam Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Shiddieq, Umay M. Dja’far, 2004. Indahnya Keluarga Sakinah dalam Naungan al-Qur’an dan Sunnah, Jakarta: Zakia. Shihab, Quraish, 2000. Wawasan al-Qur’an Tafsir Ma’dhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan. _____________, 2006. Perempuan dari Cinta sampai Seks. Jakarta: Lentera Hati. ____________, 2007. Pengantin al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. Subhan, Zaitunah, 2004. Membina Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Pustaka Pesantren. Summa, Muhammad Amin, 2005. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Surakhmad, Winarno, 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV. Tarsito. Suryabrata, Sumadi, 1993. Metodologi Penelitian, Cet. 11, PT. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syarqawi, Zainab Hasan, Fiqih Seksual Suami-Istri, (terj.) Hawin Murtadha, Solo: Media Insani.
3
Tihami dkk, 2009. Fikih Munakahat: kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Pers. Thalib, Muhammad, 2007. Manajemen Keluarga Sakinah, Yogyakarta: Pro-U Media. _______________, 2008. Ensiklopedi Keluarga Sakinah Jilid II (Menuju Pernikahan Islami), Yogyakarta: Pro-U Media. Walgito, Bimo, 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: ANDI OFFSET. ___________, 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta : Andi Offset. http://media.isnet.org/Quraish/Wawasan/Perempuan3.html. (Desember, 2006). http://alhijrah.cidensw.net/indek. http://tausyah.wordpress.com http://repository.upi.edu/operator/pdf (Agustus, 2007) http://waspada.co.id//index.php?:konsep-setara-gender-menuju-keluarga-sakinah (Agustus, 2007) http://kolom-hukum.blogspot.com/2011/07pengertian-keluarga.html Wawancara dengan Muhammad Thalib (melalui email pada tanggal 22 Maret 2011)
PEDOMAN WAWANCARA
A. Biografi Muhammad Thalib 1.
Nama Lengkap? Muhammad Thalib
2.
Tempat dan Tanggal Lahir? Surabaya, 31 Desember 1948
3.
Nama Istri? Ernawati
4.
Anak-anak? Ahmad Thoriq, Kholid Thalib, Hafidz, Faris, dan Faridah
5.
Bagaimana jenjang pendidikan bapak? Sekolah Rakyat (SR), Pesantren Persatuan Islam Bangil (Setingkat 'Aliyah), Fakultas Syari’ah (Universitas Islam Indonesia)
6.
Apa aktifitas bapak saat ini? Dakwah diberbagai tempat, Narasumber dalam berbagai seminar terutama mengenai keluarga dan masih aktif menulis buku.
B. Tentang buku Muhammad Thalib, Manajemen Keluarga Sakinah: 1.
Bisa dijelaskan apa yang melatar belakangi dalam menulis buku Manajemen Keluarga Sakinah? Memberikan kontribusi dalam rangka membangun keluarga berkualitas karena keluarga merupakan unit masyarakat terkecil yang sangat berperan dalam masyrakat dan bangsa.
2.
Siapa sasaran utama yang bapak tuju dalam penulisan buku Manajemen Keluarga Sakinah? Sasaran utama saya tentunya seluruh kaum muslimin, dalam pengertian luas, baik yang baru akan membangun keluarga maupun yang sudah berkeluarga.
3.
Selain melalui buku, apakah bapak juga sering memberikan konsultasi perkawinan dan rumah tangga secara langsung kepada masyarakat? Ya, saya sering juga memberikan konsultasi terhadap masyarakat
4. Dalam buku Manajemen Keluarga Sakinah, Kenapa bapak memasukkan pologami, apakah mungkin tercipta keluarga yang sakinah dalam keluarga
yang berpologami? Mungkin saja, tapi memeng itu bukan jaminan, saya menjelaskan hanya mengenai hukum dasarnya, dan penjelasan saya juga mengacu pada contoh Rasulullah SAW, oleh karena itu saya tulis di buku bahwa poligami termasuk keistimewaan dalam sistem keluarga Islam. Mengenai pemahaman dan pelaksaannya, tentu kembali kepada pembaca. 5. Menurut pandangan anda, apakah masih relevan apabila praktek poligami dilakukan saat ini ditengah maraknya tuntutan kesetaraan gender yang sedang marak dibicarakan? Itu semua kembali pada individu masing-masing, apakah istrinya mau dan ikhlas atau tidak, karena semua punya kewajiban dan hak yang sudah diatur masing-masing. Mengenai kesetaraan gender menurut saya itu sah-sah saja asalkan tidak mennentang dan tidak menyalahi kodrat seorang wanita sebagai istri dari seorang suami dan seorang ibu dari anakanaknya. 6. Saat ini saya sedang menulis skripsi dengan judul “Tinjauan Bimbingan dan Konseling Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)” Bagaimana menurut anda? Setuju sekali, untuk membangun generasi Islam yang kokoh, dibutuhkan kontribusi dari berbagai pihak. Saya harap nantinya skripsi tersebut juga dapat memberikan kontribusi dan pemikiran bagaimana membangun keluarga yang baik.
Wawancara melalui e-mail (
[email protected]) pada tanggal 22 Maret 2011.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Nur Isrokhah
NIM
: 061111013
Jurusan
: Bimbingan Penyuluhan Islam
Tempat dan Tanggal Lahir
: Kendal, 30 April 1984
Alamat
: Sarirejo Rt.01/VII Kaliwungu Kendal
Jenjang Pendidikan : 1.
SDN 03 Sarirejo Kaliwungu
Lulus tahun 1996
2.
MTs NU 05 Sunan Katong Kaliwungu
Lulus tahun 1999
3.
MA NU 03 Sunan Katong Kaliwungu
Lulus tahun 2002
4.
Institut Agama Islam Negeri Semarang
Demikian riwayat ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 19 Desember 2011
Nur Isrokhah NIM. 061111013