PROGRAM KELUARGA SAKINAH DAN TIPOLOGINYA Oleh Drs. H. Kgs. M. Daud, M.HI ( Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang )
ABSTRAK Kehidupan keluarga di Indonesia tidak semuanya dapat mencapai kehidupan yang bahagia. Tidak sedikit keluarga yang bermasalah bahkan gagal di tengah jalan, karena sebagian anggota keluarga tidak memiliki rasa tanggung jawab dan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya dalam keluarga. Sementara itu anak-anak yang sedang mengalami pertumbuhan dalam keluarga yang bermasalah, akan menderita dan akan mengalami pertumbuhan yang tidak sehat jika tidak ada pembinaan. Program dan gerakan keluarga sakinah merupakan upaya preventif untuk memperkecil perceraian dan memperkecil munculnya permasalahan keluarga. A. PENDAHULUAN Pembangunan Nasional diarahkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, dan sejahtera dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di dukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mendiri, beriman, bertaqwa, berakhlaq mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi, memiliki etos kerja yang tinggi, serta berdisiplin. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilaksanakan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta memperhatikan tantangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju dan kukuh, dengan kekuatan moral dan etikanya.
1
Keluarga merupakan institusi sosial yang penting, pemegang peran kunci dalam kegiatan-kegiatan pokok kemasayarakatan, juga pembentuk karakter yang sangat berpengaruh. Keluarga dapat dianggap sebagai penentu baik dan buruknya suatu bangsa. Kumpulan beberapa keluarga membentuk suatu masyarakat dan selanjutnya tergabung dalam kelompok yang lebih besar yang disebut bangsa. Memperbaiki keadaan suatu bangsa tidak lain adalah serangkaian upaya sungguh-sungguh yang dimulai dari perbaikn kualitas keluarga. Kondisi keluarga yang labil akan mudah diombang-ambing oleh keadaan sekitarnya. Tingginya angka kejahatan dan prilaku menyimpang lainnya yang memarakkan pemberitaan di media massa jika ditelusuri maka tidak lepas dari kondisi keluarga dimana seseorang dididik dan dibesarkan. Maka dalam upaya mempercepat mengatasi krisis yang melanda bangsa Indonesia serta mewujudkan masyarakat madani yang bermoral tinggi, penuh keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia, Menteri Agama menerbitkan KMA Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pembinaan Gerakan Keluarga Sakianah. B. PENGERTIAN KELUARGA SAKINAH Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1, bahwa “Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Menyimak bunyi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 1 tersebut, bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumah tangga yang bahagia dan kekal itu dalam istilah agama Islam adalah Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah, yaitu suatu keluarga yang tenang, tenteram, antara suami dan isteri terjalin hubungan cinta dan kasih sayang yang diridhoi oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar Rum ayat 21, yang artinya sebagai berikut : “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, ialah Dia
2
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kamu yang berfikir”. Berdasarkan Kepurtusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, Departemen Agama RI Nomor : D/71/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Keluarga Sakinah, Bab III Pasal 3 menyatakan bahwa : Keluarga Sakinahadalah keluarga yang dibina atas perkawinan yang syah, mampu memenuhi hajat spiritual dan material secara layak dan seimbang, diliputi suasana kasihsayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.” C. UPAYA MEWUJUDKAN HUBUNGAN HARMONIS a. Adanya saling pengertian Di antara suami isteri hendaknya saling memahami dan mengerti tentang keadaan masing-masing, baik secara fisik maupun mental. Sebagai manusia, suami istri memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tidak hanya berbeda jenis, tetapi juga berbeda sifat, sikap, tingkah laku dan pandangan hidup. Sebelumnya saling tidak mengenal dan bertemu setelah sama-sama dewasa. b. Saling menerima kenyataan Suami isteri hendaknya sadar bahwa jodoh, rezeki, hidup dan mati itu di tangan Allah Swt. Tidak dapat dirumuskan secara matematis. Kita hanya wajib ikhiar dan hasillnya merupakan suatu kenyataan yang harus kita terima, termasuk keadaan suami atau isteri kita masing-masing, harus kita terima dengan tulus ikhlas. c. Saling melakukan penyesuaian diri Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga harus berusaha untuk saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masing-masing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang ada
3
pada orang lain di lingkungan keluarga. Kemampuan menyesuaikan diri oleh masing-masing anggota keluarga mempunyai dampak positif, baik bagi pembinaan keluarga maupun masyrakat dan bangsa. d. Memupuk rasa cinta Setiap pasangan suami isteri menginginkan hidup bahagia. Kebahagiaan hidup adalah bersifat relatif sesuai dengan cita rasa dan keperluannya. Namun demikian, setiap orang berpendapat sama bahwa kebahagiaan adalah segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketentraman, keamanan, dan kedamaian serta segala sesuatu yang bersifat pemenuhan mental spiritual manusia. Untuk dapat mencapai kebahagiaan keluarga, hendaknya antara suami isteri senantiasa berupaya memupuk rasa cinta dengan cara saling menyayangi, kasih mengasihi, hormat menghormati serta saling harga menghargai dan penuh keterbukaan. e. Melaksanakan azaz musyawarah Dalam kehidupan keluarga, sikap musyawarah, terutama antara suami isteri, merupakan sesuatu yang perlu diterapkan. Sesuai dengan prinsip bahwa tak ada suatu masalah yang tak dapat diselesaikan, selama prinsip musyawarah diamalkan. Dalam hal ini dituntut sikap terbuka, lapang dada, jujur, mau menerima dan memberi serta sikap tidak mau menang
sendiri
dari
pihak
isteri
maupun
suami.
Sikap
suka
bermusyawarah dalam keluarga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab di antara para anggota keluarga dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah yang timbul. f. Suka memaafkan Di antara suami isteri harus ada sikap kesediaan untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini penting, karena tidak jarang soal yang kecil dan sepele dapat menjadi sebab terganggunya hubungan suami isteri, yang dapat menjurus kepada perselisihan yang berkepanjangan.
4
g. Berperan serta untuk kemajuan bersama Maing-masing suami isteri harus berusaha saling membantu pada setiap usaha untuk meningkatkan dan kemajuan bersma yang pada gilirannya menjadi kebahagiaan keluarga. Selain ketujuh aspek tersebut, juga harus memperhatikan hubungan yang harmonis dengan pihak lain, seperti hubungan antara keluarga dan lingkungan. Karena keluarga, dalam ruang lingkup yang lebih luas tidak hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak, tetapi menyangkut hubungan persaudaran yang lebih besar lagi, baik antara hubungan anggota keluarga maupun dengan lingkungan masyarakat. D. TUJUAN SASARAN PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH Tujuan Umum : Sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia secara terpadu antara masyarakat dan pemerintah dalam mempercepat mengatasi krisis yang melanda bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani yang bermoral tinggi, penuh keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Tujuan Khususnya : a. Menanamkan, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui pendidikan agama dalam keluarga, masyarakat dan pendidikan formal. b. Memberdayakan ekonomu umat melalui peningkatan kemampuan ekonomi keluarga, kelompok keluarga sakinah, koperasi masjid, koperasi majlis ta’lim dan upaya peningkatan ekonomi kerakyatan lainnya, serta memobilisasi potensi zakat, infak, sadaqah, wakaf dan dana keagamaan lainnya. c. Menurunkan angka perselisihan perkawinan dan perceraian sehingga akan mengurangi jumlah keluarga bermasalah yang menjadi sumber kerawanan social.
5
d. Membina calon pengantin agar memiliki pengetahuan dan kesiapan secara fisik dan mental dalam memasuki jenjang perkawinan, sehingga dapat membangun keluarga yang sakinah. e. Membina remaja usia nikah, agar tidak terjerumus kepada pergaulan bebas, dekadensi moral, penyalahgunaan narkoba, perjudian, tawuran dan tindak kriminilasi lainnya. f. Membina pangan halal bagi masyarakat, industry dan importer pangan, agar masyarakat muslim terhindar dari mengkonsumsi barang haram, baik dari segi cara memperoleh, bahan baku,cara mengelolah, cara distribusi dan cara penyajiannya. g. Meningkatkan pembinaan tentang reproduksi sehat dan gizi masyarakat, melalui pembinaan calon pengantin, ibu hamil dan menyusui, bayi, balita, dan anak usia sekolah dengan pendekatan agama. h. Meningkatkan kesehatan keluarga, masyarakat dan lingkungan melalui pendekatan agama dan Gerakan Jum’at bersih. i. Meningkatkan upaya penanggulangan Penyakit Menular Seksual dan HIV/ AIDS melalui pendekatan moral agama. j. Meningkatkan sikap hidup dan perilaku masyarakat tentang cara pandang terhadap pria dan wanita agar memiliki kesetaraan yang serasi, seimbang dan berkesinambungan (Depag, 2003 : 11-13) Sasaran Programnya : Sasaran
Program Pembinaan Keluarga Sakinah adalah seluruh keluarga
muslim Indonesia pada umumnya dengan lebih memperhatikan keluarga pra sakinah. E. TIPOLOGI KELUARGA SAKINAH a. Keluarga Pra Sakinah yaitu keluarga yang dibentuk bukan melalui perkawinan yang sah, tidak dapat memehuni kebutuhan dasar spiritual dan material (basic need) secara minimal, seperti keimanan, shalat, zakat fitrah, puasa, sandang, papan, dan pangan.
6
b. Keluarga Sakinah I yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan telah dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan material secara minimal tetapi masih belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam
keluarga,
mengikuti
interaksi
social
keagamaan
dengan
lingkungannya. c. Keluarga Sakinah II yaitu keluarga yang dibangun atas perkawinan yang sah dan disamping telah dapat memenuhi kebutuhan kehidupannya juga telah mampu memahami pentingnya pelaksanaan ajaran agama serta bimbingan keagamaan dalam keluarga serta mampu mengadakan interaksi social keagamaan dengan lingkungannya, tetapi belum mampu menghayati serta mengembangkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah, infaq, zakat, amal jariyah, menabung, dan sebagainya. d. Keluarga Sakinah III yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, akhlakul karimah social psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi lingkungannya. e. Keluarga Sakinah III Plus yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah secara sempurna, kebutuhan social psikologis, dan pengambangannya, serta dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya. F. GERAKAN KELUARGA SAKINAH GKS adalah sebuah gerakan yang merupakan upaya konkrit masyarakat dalam rangka menanamkan, mengahayati dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (keputusan Dirjen Bimas Islam dan penyelenggaraan haji nomor d/71/1999)
7
PROGRAM GERAKAN KELUARGA SAKINAH a. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Tugas (kegiatan) ini prinsipnya dilakukan oleh orang tua (ayah dan ibu), bertujuan untuk menanamkan, mengamalkan, dan menghayati nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari dalam keluarga dan lingkungannya. Namun, bagi orang tua yang tidak mampu melaksanakan tugas-tugas tersebut perlu diberikan bimbingan agama secara terpadu dalam bentuk Kelompok Belajar Agama (Kejar Agama) sehingga mereka memiliki kemampuan melaksanakan tugas tersebut dalam keluarga. Apabila masih ada sebagian orang tua yang karena sesuatu hal tidak mampu melaksanakan pola yang demikian, maka program pengadaan tenaga pengajar (Ustad/ Ustadzah) ke rumah perlu diupayakan. Di samping itu, program ini juga menyediakan bukubuku pedoman bagi para orang tua. b. Pendidikan Agama di Masyarakat. Program ini mengupayakan peningkatan penanaman nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah dalam kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa,
dan
bernegara.
Program
ini
dilaksanakan melalui peningkatan bimbingan keagamaan pada kelompok keluarga sakinah, kelompok pengajian, majelis taklim, kelompok wirid, dan kelompok kegiatan keagamaan lainnya. Upaya ini menekankan aspek peningkatan pengetahuan, pengalaman, dan pengahayatan nilai-nilai agama dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini dimaksudkan untuk menanggulangi dampak negative perkembanagn ilmu pengetahuan dan tekhnologi sehingga keluarga dan masyarakat Indoneisa memiliki ketahana yang kokoh dalam era globalisasi. c. Peningkatan Pendidikan Agama melalui Lembaga Pendidikan Formal. Kegiatan ini dilaksanakan melalui peningkatan materi pendidikan agama di lembaga pendidikan agama, umum, dan kejuruan, dimulai dari tingkat pra sekolah sampai perguruan tinggi, serta difokuskan pada penanaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah.
8
d. Kursus Calon Pengantin. Tingginya angka perselisihan bahkan perceraian keluarga, dari berbagai pengamatan, disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan kemampuan suami isteri mengelola dan mengatasi berbagai permasalahan rumah tangga. Untuk menekankan angka tersebut serta memberi bekal awal tentang kerumahtanggan, kursus calon pengantin (suscatin) sangat diperlukan. Pelaksanaannya dengan memanfaatkan masa tunggu 10 (sepuluh) hari sebelum pelaksanaan perkawinan. Di Malaysia, kebijakan bahwa setiap calon pengantin harus sudah memiliki sertifikat “suscatin” untuk bisa dinikahkan, ini telah diterapkan oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM). Hasilnya, mampu menekan angka perceraian. e. Konseling Keluarga. Piahk internal keluarga pada kenyataannya sulit menyelesaikan perselisihan rumah tangga, oleh sebab ketidakmampuan mereka untuk bersikap netral dan objektif terhadap pihak suami dan pihak isteri yang berselisih berikut persoalan yang tengah dihadapinya. Untuk itu diperlukan pihak ketiga yang bersikap netral, obyektif dan adil yang bertujuan membantu penyelesaian masalah dengan damai dan tidak menguntungkan atau merugikan salah satu pihak, yaitu konselor atau konsultan. Selama ini, tugas tersebut dilakukan oleh para konsultan (korp. Penasihat) Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Yang perlu mendapat perhatian adalah para konselor yang harus senantiasa meningkatkan kualitas kemampuannya menyesuaikan perkembangan karena permasalahan yang dihadapi keluarga pun semakin kompleks. f. Pembinaan Remaja Usia Nikah. Masa remaja adalah masa peralihan, pencarian jati diri, penuh rasa ingin tahu, gejolak, dan membutuhkan perhatian khusus. Remaja kerap memenuhi rasa ingin tahu mereka dengan mencoba berbagai hal. Globalisasi membawa serta budaya yang bertentangan dengan ajaran agama dan norma susila,- seperti pergaulan bebas, hubungan seks pra nikah, perkelahian remaja, penyalahgunaan narkoba, kriminalitasm dan sebagainya. Untuk itu pembinaan remaja usia nikah diarahkan untuk memantapkan benteng keimanan, ketaqwaan, dan akhlakul karimah agar para remaja memiliki sikap kesalihan, mengetahui tentang reproduksi sehat,
9
sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas, hubungan seks pra nikah, narkoba, kriminalitas, dan sebagainya. g. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga. Kegiatan ini diarahkan untuk menurunkan angka kemiskinan khususnya bagi keluarga yang termasuk kurang mampu dalam hal ekonomi (pra sakinah) dengan mengembangkan kelompok koperasi masjid, kelompok majelis taklim membentuk desa binaan keluarga sakinah, dan memberikan bantuan modal bergulir bagi kelompok usaha keluarga sakinah. Untuk mendukung upaya tersebut dilaksanakan upaya pemberdayaan ekonomi umat dengan meningkatkan pengelolaan zakat, infak, sadakah, hibah serta kegiatan ekonomui keagamaan lainnya. h. Upaya Peningkatan Gizi Keluarga. Kegiatan ini dilaksanakan dengan peningkatan motivasi dan bimbingan kepada masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan remaja usia nikah dan calon pengantin, imunisasi tetanus toxoid (TT), dan penambahan tablet zat besi agar kelak mampu melahirkan generasi yang unggul. i. Reproduksi Sehat : 1) Program ini dilaksanakan dengan memberikan motibasi dan bimbingan kepada keluarga dan masyarakat melalui pendekatan agama, agar masyarakat mementingkan kesehatan ibu, bayi, anak balita dan lingkungannya. 2) Untuk melaksanakan program tersebut kegiatan difokuskan pada imunisasi calon pengantin, bayi dan ibu hamil, penanggulangan diare dan kesehatan keluarga pada umumnya serta reproduksi sehat pada khususnya. 3) Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut perlu disiaopakn sarana dan prasarananya termasuk modul, pedoman, buku pegangan, pelatihan motivator dan sarana lain yang diperlukan. 4) Sanitasi Lingkungan. 5) Program ini dilaksanakan dengan memberikan motivasi, bimbingan dan bantuan untuk penyediaan air bersih, jambanisasi dan sanitasi lingkungan di masjid, mushola, kantor, tempat umum dan dalam keluarga melalui bahasa dan pintu agama.
10
6) Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut perlu disiapkan sarana dan prasarananya termasuk modul, pedoman, buku pegangan, pelatihan motivator dan sarana lain yang diperlukan. j. Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/ AIDS 1) Penanggulangan penyakit menular seksual dan HIV/ AIDS dilaksanakan dengan melalui pendekatan moral keagamaan, bukan dengan kondomisasi/ bimbingan kehidupan keagamaan diberikan kepada orang yang sudah terkena HIV/ AIDS agar berperilaku yang positif dan khusnul khotimah 2) Bimbingan kehidupan keagamaan diberikan kepada masyarakat yang karena perilaku dan pekerjaannya beresiko terkena penyakit menular seksual dan perbuatan dan pekerjaan yang lebih aman. 3) Bimbingan kehidupan keagamaan diberikan kepada masyarakat yang masih bersih dari pengaruh penyakit menular seksual dan HIV/ AIDS, agar mengetahui penyebaran penyakit menular seksual dan HIV/ AIDS serta penanggulangannya. 4) Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut perlu dilakukan pelatihan auditor, bimbingan kepada produsen dan importer, motivasi kepada masyarakat, penyediaan buku pedoman serta sarana dan prasarana lainnya. G. KESIMPULAN 1. Keluarga Sakinah Mawaddah war Rahmah, adalah keluarga yang tenang dan tentram, antara suami isteri terjalin hubungan cinta dan kasih saying yang diridhoi oleh Allah Swt. 2. Untuk bisa menjadi keluarga sakianh mawaddah warrahmah, maka sejak awal mencari pasangan seorang pria hendaknya mencari wanita calon isteri yang shalihah, dan sebaiknya seorang wanita memilih calon suami seorang pria yang shalih. 3. Rumah tangga dari seorang suami yang shalih dan isteri yang shalihah, menjadi syarat utama terbentuknya keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah yaitu rumah tangga yang tenang dan tenteram tumbuh saling pengertian, saling hormat menghormati, yang didasari atas cinta dan kasih
11
sayang yang abadi sehingga ridha Allah akan senantiasa menyertai mereka. 4. Tujuan Umum Program Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah adalah sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia secara terpadu antara masyarakat dan pemerintah dalam mempercepat mengatasi krisis yang melanda bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani yang bermoral tinggi, penuh keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia. 5. Sasaran Program Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah adalah seluruh keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya dengan lebih memperhatikan keluarga pra sakinah.
12
DAFTAR PUSTAKA Abdul Qodir Djaelani, H, Keluarga Sakinah, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1995. Al-Shabbagh, Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, Cet. III, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994. Basri, Drs. Hasan, Keluarga Sakinah (Tinjauan Psikologi dan Agama), Cet. III, Pustaka Pelajar, Yogayakarta, 1995. Departemen Agama RI, Membina Keluarga Bahagia Sejahtera, Proyek Peningkatan Peranan Wanita, Jakarta, 1998/1999. Fari’ed Ma’ruf Noor, Menuju Keluarga Sejahtera dan Bahagia, Al Ma’arif, Bandung, 1996.
13