BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi dan Fungsi Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan
paripurna
(komprehensif),
penyembuhan
penyakit
(kuratif)
dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit adalah institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus dibangun dan dilengkapi, serta dipelihara dengan baik untuk menjamin pelayanan kesehatan, keselamatan pasiennya, harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesakdesakan, dan terjamin sanitasinya untuk kesembuhan pasien (Aditama, 2003). Menurut Azwar (1996), rumah sakit adalah suatu organisasi yang memiliki tenaga medis professional yang terorganisasi suatu sarana kedokteran yang permanen, menyelenggarakan
pelayanan
kedokteran,
asuhan
keperawatan
yang
berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita pasien. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tanggal 28 Oktober 2009 tentang Rumah Sakit, menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah instistusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
13 Universitas Sumatera Utara
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat serta memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit ini mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugasnya adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit serta penyuluhan kesehatan bagi masyarakat sekitarnya. 2.1.2. Indikator Pelayanan Rumah Sakit Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan suatu proses tertentu. Indikator pelayanan rumah sakit yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit antara lain (Depkes RI, 2005): 1. Bed Occupancy Rate (BOR) adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. Nilai parameter yang ideal antara 60-85%. 2. Average Length Of Stay (ALOS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. ALOS selain digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan rumah sakit juga
Universitas Sumatera Utara
dapat menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih lanjut. Nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari. 3. Bed Turn Over (BTO): adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.. 4. Turn Over Interval (TOI) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. 5. Net Death Rate (NDR): angka kematian netto yaitu angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan rumah sakit. Semakin rendah NDR suatu rumah sakit berarti bahwa mutu pelayanan rumah sakit tersebut semakin baik. Nilai NDR yang masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 pasien keluar. 6. Gross Death Rate (GDR): angka kematian brutto yaitu angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar, digunakan untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan rumah sakit. Semakin rendah GDR berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Nilai GDR seyogyanya tidak lebih dari 45 per 1000 pasien keluar.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Instalasi Rawat Inap Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan dan rehabilitasi medik. Rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita tinggal mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari pelaksanaan pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksanaan pelayanan kesehatan lain (Patria Jati, 2009). Rawat inap menurut Crosby dalam Nasution (2005) adalah kegiatan penderita yang berkelanjutan ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Secara khusus pelayanan rawat inap ditujukan untuk penderita atau pasien yang memerlukan asuhan keperawatan secara terus menerus (Continous Nursing Care) hingga terjadi penyembuhan. Pasien mulai masuk ruangan perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang maka pasien mendapat pelayanan sebagai berikut, pelayanan tenaga medis, tenaga perawat, pelayanan penunjang medik, lingkungan langsung pasien serta pelayanan administrasi/keuangan. Loho dalam Ayunda (2009) mengidentifikasikan kegiatan rawat inap meliputi pelayanan dokter, pelayanan keperawatan, pelayanan makanan, fasilitas perawatan dan lingkungan perawatan. Pelayanan rawat inap harus menerapkan prosedur yang jelas, mudah dan terorganisir. Arus masuk pasien rawat inap digambarkan oleh Loho sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Pasien
Ruang Perawatan :
Masuk
Penerimaan pasien
Keluar
Administrasi/Keuangan
Pelayanan Dokter Pelayanan Perawat Pelayanan Makanan Fasilitas Perawatan Lingkungan Perawatan
Pasien dipulangkan
Gambar 2.1. Alur Pasien Masuk Rawat Inap 2.1.4. Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap Standar adalah nilai ketentuan yang telah ditetapkan berkaitan dengan sesuatu yang harus dicapai sedangkan pelayanan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan sebagi usaha melayani kebutuhan orang lain. Berdasarkan Keputusan menteri kesehatan nomor 129 Tahun 2008 Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. SPM untuk jenis layanan rawat inap berdasarkan ketentuan Depkes adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan Pelayanan Indikator Rawat Inap 1. Pemberian pelayanan di Rawat Inap 2. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) rawat inap 3. Ketersediaan pelayanan rawat inap 4. Jam visite Dokter Spesialis
Standar 1. a. Dr Spesialis b. Perawat minimal pendidikan D3 2. 100% 3. Anak, Penyakit Dalam, Kebidanan, Bedah 4. 08.00 s/d 14.00 wib setiap hari kerja 5. ≤ 1,5 % 6. ≤ 1,5 % 7. 100 %
5. Kejadian infeksi pasca operasi 6. Kejadian infeksi nosokomial 7. Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan / kematian 8. ≤ 0.24 % 8. Kematian pasien > 48 jam 9. ≤ 5 % 9. Kejadian pulang paksa 10. ≥ 90 % 10. Kepuasan pelanggan Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang SPM RS 2.1.5. Pasien Menurut Iskandar (1998), pasien adalah orang sakit (yang dirawat dokter atau perawat), sesorang yang mengalami penderitaan (sakit). Pasien dalam praktek seharihari sering dikelompokkan menjadi: (a) Pasien jalan/luar, yaitu pasien yang hanya memperoleh pelayanan kesehatan yang biasa juga disebut dengan pasien rawat jalan, (b) Pasien opname, yaitu pasien yang memperoleh pelayanan kesehatan dengan cara menginap dan dirawat dirumah sakit atau disebut juga pasien rawat inap. Pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan memiliki dua hak yaitu: (1) Hak atas pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
Universitas Sumatera Utara
atas dasar kemampuan dan kecakapannya menerapkan ilmu dan teknologi kesehatan. (2) Hak mandiri sebagai manusia atau hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determination). Hak atas pelayanan kesehatan merupakan aspek sosial, sedangkan hak menentukan nasib sendiri merupakan aspek pribadi. Hak pasien berasal dari hak atas dirinya sendiri, dengan kata lain pasien menentukan sendiri apa yang terbaik bagi kepentingan dirinya walaupun seorang pasien dalam keadaan kurang sehat, namun hal ini dikecualikan bila keadaan mental pasien tidak memungkinkan untuk mengambil keputusan sendiri. Hal pokok yang merupakan hak pasien menurut Iskandar (1998), yaitu: 1) Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang manusiawi sesuai standar profesi. 2) Hak memperoleh penjelasan tentang diagnosa dan terapi dari dokter yang bertanggung jawab terhadap perawatannya. 3) Menolak keikutsertaan dalam penelitian kedokteran. 4) Kerahasiaan dan catatan mediknya. 5) Hak dirujuk atau diperlukan. 6) Hak memperoleh perawatan lanjutan dengan informasi tentang nama/alamat dokter selanjutnya. 7) Hak berhubungan dengan keluarga, rohaniawan dan sebagainya. 8) Hak penjelasan tentang perincian biaya rawatan. 9) Hak memperoleh penjelasan tentang peraturanperaturan rumah sakit. 10) Hak menarik diri dari kontrak terapeutik, termasuk mengakhiri pengobatan rawat inap dan tanggung jawab sendiri atau PAPS. Selain itu pasien juga mempunyai kewajiban seperti yang disebutkan Iskandar (1998), bahwa kewajiban pasien yang mendasar adalah berupa kewajiban moral dari pasien untuk memelihara kesehatannya, selain itu pasien juga berkewajiban untuk: 1) Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, sehingga tenaga kesehatan dan ahli
Universitas Sumatera Utara
mempunyai bahan yang cukup untuk mengambil keputusan. Hal ini sangat penting agar tenaga kesehatan tidak melakukan kesalahan. 2) Melaksanakan nasehat-nasehat yang diberikan tenaga kesehatan dalam rangka perawatan. 3) Menghormati kerahasiaan diri dan kewajiban tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia kedokteran serta privacy-nya. 4) Memberikan imbalan terhadap jasa-jasa profesional yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan.
2.2. Persepsi Menurut Robbins (2003), persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Persepsi menjadi penting karena perilaku orang-orang di dalam organisasi didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri. Menurut Winardi yang dikutip oleh Suhadi (2004) mengemukakan persepsi merupakan proses internal yang bermanfaat sebagai filter dan metode untuk mengorganisasikan stimulus, yang memungkinkan menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui stimuli yang diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada masing-masing individu, sehingga secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-beda.
Universitas Sumatera Utara
Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar, alami atau baca, sehingga persepsi sering memengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang. Persepsi yang positif akan memenuhi rasa puas seseorang dalam bentuk sikap dan perilakunya terhadap pelayanan kesehatan, begitu juga sebaliknya persepsi negatif akan ditunjukkan melalui kinerjanya (Tjiptono, 2000). Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama, dengan demikian persepsi juga adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya (Rakhmat, 1992). Menurut Thoha (1995) mengemukakan bahwa proses pembentukan persepsi antar satu individu dan yang lain berbeda-beda. Pembentukan persepsi tergantung berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal seperti pengalaman, keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya, lingkungan fisik dan hayati dimana seseorang itu bertempat tinggal. Menurut Young yang dikutip oleh Wilopo (1993), perbedaan persepsi terhadap sesuatu hal tergantung atau yang dipengaruhi oleh proses pembentukannya. Faktor pengetahuan dan pengalaman merupakan faktor yang dapat memengaruhi persepsi seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian persepsi yang telah diuraikan di atas serta dikaitkan dengan konteks penelitian ini dapat dijelaskan bahwa persepsi merupakan proses dalam diri atau penafsiran melalaui proses pemikiran pasien rawat inap terhadap seluruh aspek dan aktivitas pelayanan rumah sakit di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Deli Serdang.
2.3. Pelayanan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI (2006) telah menyusun kriteria-kriteria penting mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan proses pelayanan rumah sakit. Kriteria tersebut terutama dalam bentuk standar pelayanan rumah sakit, sebagai salah satu nilai atau modul yang dijadikan sebagai dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan yang didasari ilmu pengetahuan dan keterampilan manajemen rumah sakit yang memadai dengan dijiwai oleh etika profesi. Pelayanan kesehatan yang dilakukan rumah sakit digolongkan dalam 3 bentuk pelayanan, yaitu pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan darurat. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada waktu dan jam tertentu, sedangkan pelayanan rawat inap yaitu pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu sekurang-kurangnya 24 jam. Adapun pelayanan darurat yaitu pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu setinggi-tingginya 24 jam.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Pelayanan Rawat Inap Menurut SK Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tanggal 28 Oktober 2009 tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa rawat inap terdiri dari : 1. Unit Ruangan Perawatan Umum 2. Unit Ruangan Perawatan Penyakit Dalam 3. Unit Ruangan Perawatan Bedah 4. Unit Ruangan Perawatan Obstetri Ginekologi 5. Unit Ruangan Perawatan Bayi 6. Unit Ruangan Perawatan Pediatri Azwar (1996) menyatakan sejak pasien dirawat di rumah sakit hingga diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapat pelayanan sebagai berikut : 1. Pelayanan penerimaan/administrasi 2. Pelayanan dokter 3. Pelayanan perawat 4. Pelayanan makanan/gizi 5. Pelayanan penunjang medik dan non medik 6. Kebersihan lingkungan 2.3.1.1.
Pelayanan Penerimaan Pasien Pelayanan penerimaan pasien merupakan bagian yang paling utama dari
pelayanan rumah sakit, karena dari bagian ini awal dari seluruh bentuk pelayanan kesehatan. Pada bagian ini pula kesan pertama dirasakan oleh pasien atau keluarga
Universitas Sumatera Utara
pasien akan mutu pelayanan
sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan pelayanan
penerimaan pasien adalah menciptakan suasana transisi yang lancar dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama terhadap penerimaan pasien terbentuk sewaktu pasien berbicara pertama sekali dengan bagian penerimaan pasien. Kesan ini sering menetap dalam diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap lembaga, staf, dan perawatan atau pelayanan yang mereka terima (Aditama, 2003). 2.3.1.2. Pelayanan Dokter Dokter adalah unsur paling berpengaruh dalam menentukan
kualitas
pelayanan rumah sakit kepada pasien. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari sebuah rumah sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan
ilmu
kedokteran
dan
etik
yang
berlaku
serta
dapat
dipertanggungjawabkan (Aditama, 2003). 2.3.1.3. Pelayanan Keperawatan Profesi perawat merupakan salah satu profesi luhur bidang kesehatan. Pengertian pelayanan perawat sesuai WHO Expert Committee on Nursing (1982) adalah gabungan dari ilmu kesehatan dan seni melayani/merawat (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi, dan ilmu sosial. Pelayanan perawat adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup biopsikososial dan spiritual yang unik dan komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga, dan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat
baik
sakit
maupun
sehat
yang
meliputi
peningkatan
derajat
kesehatan/pencegahan penyakit, pengobatan, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan (Depkes R.I, 1994). James Willan dalam buku Hospital Management (1990) yang dikutip oleh Aditama (2003) menyebutkan bahwa Nursing Departement di rumah sakit mempunyai beberapa tugas seperti : 1. Memberikan pelayanan keperawatan pada pasien, baik untuk kesembuhan, maupun pemulihan status fisik dan mentalnya. 2. Memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan dan keamanan pasien, seperti penataan tempat tidur, dan lain-lain. 3. Melakukan tugas-tugas administrasi. 4. Meyelenggarakan pendidikan keperawatan berkelanjutan. 5. Melakukan berbagai penelitian/riset untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit 6. Berpartisipasi aktif dalam program pendidikan bagi para calon perawat. 2.3.1.4. Pelayanan Makanan dan Gizi Makanan adalah bagian selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau unsurunsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh (Almatsier, 2002). Menurut Wolfer (2001) menjelaskan bahwa pelayanan gizi di rumah sakit meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1. Pelayanan gizi bagi pasien yang dirawat inap. 2. Pelayanan (pengarahan) tentang gizi bagi pasien yang berobat jalan. 3. Pelayanan gizi bagi karyawan. Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari instalasi gizi harus diperiksa akan kebersihannya sehingga tidak membahayakan kesehatan. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga, dan harus selalu dalam keadaan bersih. Petugas pengolahan makanan harus sehat dan bersih dan secara berkala dilakukan pemeriksaan kesehatan (Almatsier, 2002). 2.3.1.5. Pelayanan Penunjang Medik Untuk
dapat
melaksanakan
tugasnya
sesuai
SK
Menkes
R.I
No.
983/Menkes/SK/XI/1992, tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, maka rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan nonmedik (Aditama, 2003). Griffith dalam bukunya The Well Managed Community Hospital (1987) yang dikutip oleh Indra (2003), jenis pelayanan penunjang medik di rumah sakit meliputi pelyanan diagnostik, dan terapeutik. Pelayanan penunjang medik diagnostik dan terapeutik berhubungan dengan penanganan pasien secara langsung oleh dokternya. Pelayanan penunjang medik diagnostik meliputi : 1. Laboratotium 2. Radiologi 3. Electro Cardio Graph (ECG)
Universitas Sumatera Utara
4. Ultrasonography (USG) 5. Lain-lain : Encephalography, Electromyography, dan Audiology. Pelayanan penunjang medik terapeutik meliputi : 1. Farmasi 2. Unit Gawat Darurat 3. Rehabilitasi medik : terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi okupasi. 4. Pelayanan sosial 5. Radioterapi 6. Psikologi klinik 2.3.1.6. Lingkungan Fisik Lingkungan fisik merupakan tempat di mana pasien berada selama menjalani perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai dengan persyaratan ruang bangunan yang bertujuan menciptakan ruangan yang nyaman, bersih, dan sehat, sehingga tidak memberikan dampak negatif pada proses penyembuhan pasien, pada pengunjung, dan juga pada tenaga kerja rumah sakit. Kondisi ruangan dipengaruhi oleh kualitas udara, sanitasi bangunan, dan penggunaan ruangan. Lantai harus kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan (Aditama, 2003). Menurut Wolfer (2001), faktor lain yang harus diperhatikan dalam ruangan pasien adalah faktor kebisingan. Kebisingan di ruang keperawatan tidak boleh melebihi 45 dBA. Adapun menurut Azwar (1999), faktor lain yang dianggap cukup vital untuk diperhatikan adalah air. Kualitas air harus selalu dipantau secara terus menerus agar
Universitas Sumatera Utara
penyediannya
tetap
aman.
Penurunan
kualitas
air
akan
menggangu
dan
membahayakan kesehatan.
2.4. Kepuasan 2.4.1. Pengertian Kepuasan Menurut Irawan (2003), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang jelas memenuhi harapannya. Pelanggan tidak akan merasa puas apabila pelanggan memiliki persepsi harapannya belum terpenuhi. Apabila persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan maka ia akan puas. Kepuasan pada dasarnya sukar didefinisikan karena pelayanan kesehatan terdiri atau suatu kesatuan interaksi yang sangat kompleks, mengandung banyak unsur dan berkaitan dengan banyak organisasi institusi serta faktor sosial yang memengaruhi sehingga faktor kepuasan memengaruhi penilaian terhadap mutu pelayanan atau citra terhadap rumah sakit. Kepuasan bersifat subjective, berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan kesehatan (Sugiharto, 2002). 2.4.2. Dimensi Kepuasan Menurut Azwar (1996), secara umum dimensi kepuasan dapat dibedakan menjadi 2 macam : 1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik, serta standar pelayanan profesi : hubungan pasien-dokter, kenyamanan pelayanan, kebebasan melakukan
Universitas Sumatera Utara
pilihan, pengetahuan dan kompetensi teknis, efektivitas pelayanan dan keamanan tindakan. 2. Kepusan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan : ketersediaan kesinambungan
pelayanan pelayanan
kesehatan, kesehatan,
kewajaran penerimaan
pelayanan pelayanan
kesehatan, kesehatan,
ketercapaian pelayanan kesehatan, keterjangkauan pelayanan kesehatan, efisiensi pelayanan kesehatan, dan mutu pelayanan kesehatan. Kepuasan konsumen menurut reaksi perilaku sesudah pembelian terhadap apa yang sudah terlanjur terbeli. Kepuasan konsumen juga memengaruhi pengambilan keputusan pembelian ulang/pembelian yang sifatnya terus menerus terhadap pembelian jasa yang sama dan akan memengaruhi ucapan konsumen kepada pihak lain terhadap produksi yang dihasilkan. Aspek kepuasan pasien yang merupakan salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk penelitian mutu pelayanan (Azwar, 1996). 2.4.3. Standar dan Pengukuran Kepuasan Dalam menentukan standar kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan hanya bisa memprediksi dan meramal sesuai pengalaman konsumen di masa lalu dari hasil atau penelitian. Upaya peningkatan kinerja pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada kepuasan pasien tidak dapat dipisahkan dengan standar, karena penetapan masalah, penyebab masalah, dan penyelesaian serta menilai hasil kerja harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Dalam penyusunan standar perlu
Universitas Sumatera Utara
melibatkan karyawan pada lini terdepan, dan standar harus dapat diukur dan dilaksanakan (Kusumapradja, 2000).
2.5.
Pengertian Mutu dan Jaminan Mutu Mutu
dapat
diartikan
sebagai
derajat
kesempurnaan
atau
tingkat
kesempurnaan penampilan dalam hal ini adalah tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan, untuk mengukur derajat kesempurnaan harus dibandingkan dengan standar, sedangkan jaminan mutu adalah proses pengukuran derajat kesempurnaan penampilan kerja dibandingkan dengan standard dan dilakukan tindakan perbaikan yang sistematik dan berkesinambungan, untuk mencapai mutu penampilan kerja yang optimum, sesuai dengan standard dan sumber daya yang ada (Depkes R.I, 2000). 2.5.1. Dimensi Mutu Menurut Hardjosoedarmo (1996) mutu merupakan kepuasan pelanggan yang bersifat multi dimensional. Konsep dimensi kualitas pelayanan terbagi lima yaitu : 1. Tangible 2. Reliability 3. Responsiveness 4. Assurance 5. Emphathy
Universitas Sumatera Utara
Kelebihan dari konsep ini adalah karena didasarkan riset yang sangat komprehensif, mudah dipahami dan mempunyai instrument yang jelas untuk melakukan pengukuran. 1. Dimensi Mutu Tangible Dimensi untuk menilai suatu kualitas pelayanan tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan dan harapan pelanggan, karena tangible yang baik maka harapan responden menjadi lebih tinggi. 2. Dimensi Mutu Reliability Dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada dua aspek dari dimensi ini, yaitu: a. Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. b. Seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat. 3. Dimensi Mutu Responsiveness Dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis, harapan pelanggan terhadap kecepatan
pelanggan
hampir
dapat
dipastikan
akan
berubah
dengan
kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap responsiveness ini adalah berdasarkan persepsi bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis lain, maka faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam memengaruhi penilaian pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
4. Dimensi Mutu Assurance Dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Berdasarkan banyak riset ada empat aspek dari dimensi ini, yaitu ; keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan. 5. Dimensi Mutu Emphathy Dimensi yang memberikan peluang besar untuk memberikan pelayanan yang bersifat surprise, sesuatu yang tidak diharapkan pelanggan, ternyata diberikan oleh penyedia jasa. 2.5.2. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan Sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa yang melibatkan tingkat interaksi yang tinggi antara penyelenggaraan dan pemakai jasa, mutu pelayanan kesehatan ditentukan oleh beberapa dimensi pokok. Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan (2000), ada enam faktor atau dimensi mutu yang memengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan prosedur pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Kompetensi teknis, yaitu pelayanan yang sesuai dengan standar teknik pelayanan yang telah disepakati oleh para ahli sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Kemanan pelayanan, yaitu pelayanan yang diberikan tidak meyebabkan komplikasi atau kelainan pada pasien.
Universitas Sumatera Utara
3. Kenyamanan pelayanan, yaitu pelayanan yang diberikan dalam lingkungan yang nyaman, missal ruang tunggu dan ruang periksa mempunyai ventilasi yang baik, cahaya cukup terang, tempat duduk yang memadai, bersih dan rapi, serta menunggu giliran diperiksa tidak terlalu lama. 4. Informasi pelayanan, yaitu adanya berbagai peran papaninformasi misalnya loket pendaftaran, jam buka dan tutup, tanda petunjuk ke arah ruangan pemeriksaan dan sebagainya. Dengan demikian dapat memberikan kemudahan pada pasien yang berkunjung. 5. Hak Azasi Manusia (HAM) dalam pelayanan, yaitu pasien diterima dengan senyum dan ramah tamah, petugas bersikap baik terhadap pasien maupun teman sekerjanya, dengan raut muka yang berseri, bersikap membantu dan melayani pasien sampai selesai. 6. Efisiensi pelayanan, yaitu tidak terjadi pemborosan dalam memberikan pelayanan, misalnya tidak memberikan antibiotik bila tidak diperlukan, tidak member suntikan bila tidak diperlukan, pemberi pelayanan kesehatan datang tepat waktu, sehingga tidak membuang waktu pasien untuk menunggu. Berdasarkan uraian di atas, untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu harus dapt diperhatikan keenam faktor tersebut dan juga mengupayakan agar standar pelayanan profesi dapat diterapkan dengan baik yang mengacu pada kepuasan pasien.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Prinsip Program Jaminan Mutu Menurut Wijono (1997), ada empat prinsip program jaminan mutu yaitu : a. Jaminan mutu berorientasi ke depan untuk mempertemukan kebutuhan dan harapan pasien dan masyarakat. b. Jaminan mutu memfokuskan pada sistem dan proses. c. Jaminan mutu menggunakan data untuk menganalisa proses penyampaian pelayanan. d. Jaminan mutu mendorong suatu pendekatan tim dalam memecahkan masalah dan peningkatan mutu. 2.5.4. Mutu Masukan atau Struktur Menurut Azwar (1996) masukan (input) adalah semua hal yang dibutuhkan untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan. Unsur masukan adalah tenaga pelaksana (man), sarana (material) dan biaya (money). Apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, serta jika dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan baiknya mutu pelayanan (Azwar, 1996). Struktur mencakup jumlah, distribusi dan kualifikasi dari tenaga professional, peralatan dan geografi dari rumah sakit dan fasiltas lain termasuk asuransi kesehatan. Struktur memengaruhi secara langsung baik atau tidaknya pelayanan atau kinerjanya (Wijono, 1997).
Universitas Sumatera Utara
2.5.5. Mutu Proses Pelayanan Kesehatan Proses adalah semua tindakan yang dilakukan, proses dibedakan atas dua macam, yakni tindakan medis dan non medis. Jenis dan jumlah tindakan medis yang dapat dilakukan banyak jenisnya, mulai dari anamnesis sampai tindakan lanjut. Hal ini ditemukan pula pada tindakan non medis yang jenis jumlahnya sangat ditentukan pula oleh pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Apabila tindakan medis dan non medis ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka sulit diharapkan mutu pelayanan yang baik (Azwar, 1996). 2.5.6
Mutu Keluaran (Output Quality) atau Hasil (Outcome) Pelayanan Kesehatan Menurut Donabedian yang dikutip oleh Wijono (1997), outcome secara tidak
langsung dapat digunakan sebagai pendekatan untuk menilai pelayanan kesehatan dan dikemukakannya bahwa outcome adalah “A change in patient’s current and future health status that can be attributed to atecendent health care”. Diawali dengan tersedianya input atau struktur yang bermutu dalam pelayanan kesehatan dan adanya proses pelayanan medis yang sesuai standar atau kepatuhan terhadap standar pelayanan yang baik, diharapkan hasil pekerjaan pelayanan medis yang bermutu. 2.5.7. Sistem Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan Sistem jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menelaah input, proses dan outcome. Ada suatu logika yang berkaitan pada rantai kejadian ini yang berupa dua unsure kunci dalam manajemen kesehatan, yaitu perencanaan dan evaluasi dimana
Universitas Sumatera Utara
jika input tidak cukup maka proses tidak dapat terjadi seperti yang direncanakan dan outcome tidak akan dihasilkan (Depkes R.I, 2000). Pelayanan pelanggan yang bermutu hanya bisa dipahami dari sudut pandang pelanggan. Kita harus merumuskan pelayanan bermutu melalui mata pelanggan anda. Hanya bila pelanggan menganggap bahwa anda telah memberikan pelayanan yang bermutu, maka barulah anda bisa menanyakan hal yang serupa. Mutu adalah suatu hal-hal yang tepat dalam organisasi pada langkah pertama, bukannya membuat dan memperbaiki keselahan dengan memfokuskan hal-hal yang tepat pada kesempatan pertama, organisasi menghindari biaya tinggi yang berkaitan dengan pengerjaan ulang (Stoner, 1996). Menurut Hardjosoedarmo (1996), Total Quality Management (TQM) adalah penerapan metode kuantitatif pengetahuan kemanusiaan untuk memperbaiki material dan jasa yang masukan organisasi, memperbaiki semua proses penting dalam organisasi, dan memperbaiki upaya guna memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa kini dan diwaktu yang akan datang. Menurut Deming yang dikutip oleh Hardjosoedarmo (1996) mengatakan ada 6 syarat-syarat bagi mutu adalah sebagai berikut : 1. Pimpinan puncak tidak hanya berkewajiban untuk menentukan kebutuhan customer sekarang saja, tetapi mengantisipasi kebutuhan customer tahun depan. 2. Mutu ditentukan oleh customer, menurut Deming customer dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Customer external, yaitu pemakaian akhir dari produk jasa yang dihasilkan organisasi. b. Customer internal, yaitu mereka dalam organisasi yang menggunakan produk jasa untuk diproses lebih lanjut. 3. Perlu dikembangkan ukuran-ukuran untuk menilai efektifitas upaya guna memenuhi kebutuhan customer. Sebelum ukuran tersebut ditentukan, perlu diidentifikasi. 4. Kebutuhan dan kemauan customer harus diperhitungkan dalam desain produk atau jasa. Konsep ini dinamakan Quality Function Deployment (QFD) dan menuntut bahwa informasi dari customer dipertimbangkan dalam tahap desain produk atau jasa. 5. Kepuasan customer merupakan syarat yang perlu bagi mutu dan selalu menjadi tujuan proses untuk menghasilkan produk atau jasa. Dalam hubungan dibedakan antara customer yang puas dan customer yang loyal. Customer yang puas adalah customer mungkin beralih ke produk lain dengan mutu dan harga yang sama. Selanjutnya customer yang loyal adalah customer yang tetap memilih suatu produk tertentu dan bahkan menganjurkan kawan-kawannya untuk menggunakan produk tersebut. 6. Mutu juga harus dapat menentukan harga produk atau jasa. Harga disini berarti apa yang customer mau membayar untuk memperoleh produk atau jasa. Harga tersebut terdiri dari biaya untuk menghasilkan produk ditambah dengan keuntungan.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) adalah istilah yang di gunakan untuk mendeskripsikan pasien yang menolak untuk di rawat dan diberikan pengobatan karena berbagai alasan seperti: tidak puas terhadap Pelayanan Penerimaan, Pelayanan Perawat, Pelayanan Dokter, Pelayanan Makanan dan Gizi, Pelayanan Penunjang Medik, Pelayanan Fisik yang diberikan rumah sakit. Pulang atas permintaan sendiri merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan, dimana pasien pulang tapi secara medis belum pulih kesehatannya sehingga dapat menyebabkan penyakitnya menjadi kronik yang apabila penyakitnya merupakan penyakit menular tentunya akan berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya sehingga berdampak pada peningkatan morbiditas bahkan miortalitas. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri juga mencerminkan adanya ketidak puasan pasien terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
2.7. Ruang VIP Menurut Departemen Kesehatan (1998), standar ruang VIP adalah : ruang VIP terletak dalam satu blok, jendela kamar berorientasi kepandangan luar yang lapang atau kearah taman dengan jumlah pasien 1 orang, dengan fasilitas KM/WC di dalam.Luas kamar VIP adalah ± 21,5 m2/tempat tidur.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Landasan Teori Mutu pelayanan Sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa yang melibatkan tingkat interaksi yang tinggi antara penyelenggaraan dan pemakai jasa, mutu pelayanan kesehatan ditentukan oleh beberapa dimensi pokok.. Menurut Adji Muslihuddin (1996), kualitas pelayanan rawat inap dikatakan baik apabila menyediakan pelayanan yang professional dan dapat memberikan rasa tentram kepada pasiennya. Penelitian ini menggunakan konsep Menurut Hardjosoedarmo (1996) mutu merupakan kepuasan pelanggan yang bersifat multi dimensional. Konsep dimensi Mutu pelayanan terbagi lima yaitu : 1. Tangible 2. Reliability 3. Responsiveness 4. Assurance 5. Emphathy. Kelebihan dari konsep ini adalah karena didasarkan riset yang sangat komprehensif, mudah dipahami dan mempunyai instrument yang jelas untuk melakukan pengukuran. 1. Dimensi Mutu Tangible Dimensi untuk menilai suatu kualitas pelayanan tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan dan harapan pelanggan, karena tangible yang baik maka harapan responden menjadi lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2. Dimensi Mutu Reliability Dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada dua aspek dari dimensi ini, yaitu: a. Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. b. Seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat. 3. Dimensi Mutu Responsiveness Dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis, harapan pelanggan terhadap kecepatan
pelanggan
hampir
dapat
dipastikan
akan
berubah
dengan
kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap responsiveness ini adalah berdasarkan persepsi bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis lain, maka faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam memengaruhi penilaian pelanggan. 4. Dimensi Mutu Assurance Dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Berdasarkan banyak riset ada empat aspek dari dimensi ini, yaitu ; keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.
Universitas Sumatera Utara
5. Dimensi Mutu Emphathy Dimensi yang memberikan peluang besar untuk memberikan pelayanan yang bersifat surprise, sesuatu yang tidak diharapkan pelanggan, ternyata diberikan oleh penyedia jasa. Azwar (1996) menyatakan sejak pasien dirawat di rumah sakit hingga diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapat pelayanan sebagai berikut : 1. Pelayanan penerimaan/administrasi 2. Pelayanan dokter 3. Pelayanan perawat 4. Pelayanan makanan/gizi 5. Pelayanan penunjang medik dan non medik 6. Kebersihan lingkungan Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) merupakan suatu keinginan pasien atau keluarga pasien untuk mengakhiri perawatan/pengobatan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan walaupun secara medis belum memungkinkan untuk dilakukan perawatan di rumah. Pulang atas permintaan sendiri mencerminkan adanya ketidakpuasan pasien terhadap layanan yang diterimanya. Kepuasan pasien menurut Utama (2003) merupakan hasil penilaian pasien berdasarkan perasaannya, terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang menjadi bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien. Kepuasan pasien dapat dipakai sebagai cara mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat
Universitas Sumatera Utara
kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan.
2.9. Kerangka Pemikiran Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan menurunkan kasus pasien PAPS, maka kepuasan pasien menjadi prioritas utama dan harus benar-benar dipahami oleh pihak rumah sakit, sehingga kinerja rumah sakit yang dirasakan pasien sesuai dengan harapannya. Bila hal tersebut tidak didapat (tidak sesuai dengan harapan pasien) maka pasien akan merasa tidak puas, yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya PAPS. Dalam kerangka pikir ini, penulis berpendapat bahwa penyebab ketidakpuasan pasien yang akhirnya pasien PAPS adalah mutu pelayanan menurut persepsi pasien dan kepuasan pelayanan yang ditawarkan oleh rumah sakit. Secara skematis, kerangka pikir pasien PAPS dapat digambarkan sebagai berikut: Persepsi Terhadap Mutu Pelayanan Rumah Sakit: 1. Pelayanan Penerimaan 2. Pelayanan Perawat 3. Pelayanan Dokter 4. Pelayanan Makanan dan Gizi 5. Pelayanan Penunjang Medik 6. Lingkungan Fisik
Kepuasan Pasien
Pasien PAPS
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara