BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lighting Emitting Diode ( LED ) Teknologi LED sekarang cukup berkembang disetiap bidang dan berbagai jenis LED banyak diaplikasi diberbagai bidang. Dengan berkembangnya jenis-jenis LED sehingga banyak bidang baru menggunakan LED. Beberapa tahun ini, perkembangan LED cukup berkembang sehingga banyak pabrik memproduksi LED. Mengingat banyaknya defisit energi listrik diberbagai tempat sehingga isu untuk efisiensikan energi atau hemat energi banyak dilakukan salah satunya menggunakan LED [1]. LED termasuk dalam kelompok dioda merupakan salah satu yang umum digunakan dan paling banyak terlihat dari jenis kelompok dioda dari semua jenis semikonduktor dioda tersedia saat ini tetapi bisa menghasilkan cahaya. LED memiliki dua terminal dan kutub, posisi pertama bias maju yang mana dapat mengalirkan arus dan posisi kedua adalah bias mundur merupakan kebalikan dari posisi pertama sedangkan kutub positif disebut anoda dan kutub negatif disebut katoda. LED mendatang merupakan dioda yang dapat memancarkan bandwidth yang cukup sempit, baik cahaya tampak pada panjang gelombang warna yang berbeda, atau terlihat cahaya infra-merah untuk remote kontrol atau cahaya laser ketika arus maju mengalir. Prinsip emisi cahaya LED adalah rekombinasi spontan pasangan elektron-
11
12
lubang, dimana efisien bila bahan yang digunakan untuk fabrikasi adalah semikonduktor celah pita langsung. Ini berarti bahwa, ketika dioperasikan dalam mode bias maju, LED mengubah energi listrik menjadi energi cahaya [2]. 2.2. Konstruksi LED. Pada dasarnya, LED terdiri dari P-N, yaitu persimpangan terbuat dari tipe P dan N berbahan semikonduktor seperti Gambar 2.1. Bahan tipe P merupakan salah satu yang memiliki kekurangan elektron yang dihasilkan dari ikatan molekul ketika membentuk kristal. Kekurangan elektron ini digambarkan sebagai elektron kekosongan atau lubang sehingga materi P-jenis memiliki lubang dan dapat membawa arus serta konduksi listrik. Demikian pula, bahan tipe N memiliki kelebihan elektron yang timbul dari ikatan molekul. Elektron ini bergerak bebas dalam kristal yang berfungsi sebagai pembawa muatan. Ketika tipe P dan N berdekatan, elektron dari sisi N mengisi lubang di sisi P, menciptakan zona netral disebut daerah penipisan antara keduanya. Penghalang listrik ini diperbesar atau diperkecil dengan menerapkan "membalikkan" atau "maju" bias eksternal, masingmasing. Cahaya dipancarkan dalam dioda bias maju ketika disuntikkan pembawa minoritas (elektron di sisi P dan lubang di sisi N) bergabung kembali dengan satu sama lain. Cahaya yang dihasilkan dalam panjang gelombang sempit karena arus yang mengalir di bawah bias maju, itu adalah satu warna atau monokromatik. Panjang gelombang cahaya yang dihasilkan tergantung pada energi celah pita dari bahan P-N [3].
13
Cahaya yang dihasilkan terkurung dalam sebuah band yang sempit
dan
dibungkus dalam plastik sehingga mengkonsentrasikan cahaya yang dihasilkan pada arah tertentu. Bahan plastik penutup juga diberi warna agar menghasilkan warna yang diinginkan. Hal ini lebih baik dipahami oleh mengacu pada diagram pita E-k dari semikonduktor celah pita langsung dan menggambarkan rekombinasi antara elektron dan lubang yang sesuai untuk k = 0 dan k 0 pada Gambar 2.1.
ENERGI ( E )
Pita konduksi
Elektron EC Eg
Foton Ev Lubang
Pita Valensi
-k
(a) Celah pita langsung
k=0
Vektor Gelombang
(b) Semikonduktor celah pita tidak langsung
Gambar 2.1. Diagram pita energi [3]
Untuk k = 0 kasus, frekuensi foton ν1 dimana: hv1 = Eg = EC + Ev
(2.1)
14
dimana : h
= konstanta planck ( 6,625 x10-34 J.s )
Eg
= Energi gap ( Joule )
Ec
= Energi konduksi ( Joule )
Ev
= Energi valensi ( Joule )
v
= kecepatan elektron
Sedangkan dari foton untuk k 0 pada ν2 , dimana v2 > ν1 karena perbedaan energi yang lebih besar antara tingkat elektron dan lubang antara P dan N. Gambar 2.2 mengilustrasikan kerja LED merah. Ini terdiri dari tipe N galium fosfida (GaP) substrat di mana diposisikan N berturut-turut dan P-jenis lapisan: pertama N-jenis lapisan gallium phosphide dan kemudian P-jenis lapisan gallium phosphide diatas [3].
Gambar 2.2. Bagian penghubung GaP LED [3]
15
Arus listrik melalui kontak tahanan, cahaya yang dihasilkan di panjang gelombang 700 nm dengan rekombinasi elektron dan lubang di P-N. Jika kita melihat pada P-N di bawah bias maju, pembawa minoritas akan menyebar ke sisi lain dari wilayah netral, sehingga rekombinasi dengan pembawa mayoritas sisi lain ini, dan memancarkan
foton.
Dalam
diagram
cross-sectional,
bisa
dilihat
cahaya
memancarkan dari antarmuka P-N. Tipe P wilayah kecil dan cukup dangkal untuk menghindari penyerapan cahaya. Sebagian besar cahaya hilang oleh penyerapan dalam panas bahan LED dan tidak berhasil keluar dari LED. Oleh karena itu, langkah-langkah khusus harus diambil untuk meminimalkan kerugian ini cahaya [3]. Penutup
LED memainkan peran dalam penyebaran cahaya, selain
memberikan perlindungan mekanis serta menjaga agar LED tidak rusak akibat getaran dan shock (Gambar 2.3). Untuk tujuan ini, mati yang dipasang di tempat reflektor dalam bentuk sebuah, shell hemispherical berbentuk resin epoxy plastik keras transparan. Sementara sekitarnya LED dengan resin epoxy, tubuhnya dibangun sedemikian rupa sehingga foton cahaya yang dipancarkan oleh persimpangan tercermin dari dasar substrat sekitarnya yang dioda terpasang dan difokuskan ke atas melalui puncak penutup LED. Penutup berfungsi sebagai lensa berkonsentrasi jumlah cahaya. Ini adalah alasan mengapa cahaya yang dipancarkan tampaknya terang di bagian atas LED [3].
16
(a) Tampak luar
(c) Indikasi terminal
(b) Tampak dalam
(d) Diagram simbol rangkaian
Gambar 2.3. Lighting Emitter Diode [3] 2.3. Klasifikasi LED 2.3.1
Traditional inorganic LED Jenis LED adalah bentuk tradisional dioda yang telah tersedia sejak 1960-
an. Hal ini dibuat dsari bahan anorganik. Beberapa lebih banyak digunakan adalah
17
senyawa semikonduktor seperti aluminium gallium arsenide, Gallium arsenide phosphide, dan lain-lain [3]. LED ini ditandai oleh lampu LED kecil yang digunakan sebagai indikator panel seperti Gambar 2.4. LED dapat dikategori menjadi 5(lima) bagian antara lain: 1.
Satu warna ukurannya 5 mm
2.
Surface mount LED
3.
LED dengan Dua warna atau warna-warni terdiri dari beberapa jenis LED yang hidup dengan tegangan berbeda.
4.
Jenis LED flashing hidup dengan waktu yang singkat.
5.
LED menampilkan alfanumerik
Gambar 2.4. Jenis lampu LED tradisional [3] 2.3.2 Organic LED. Jenis LED ini
menggunakan bahan organik. Jenis tradisional LED
memanfaatkan semikonduktor anorganik tradisional dengan berbagai tingkat doping
18
dan menghasilkan cahaya dari PN. Jenis LED organik diproduksi dalam lembaran. Biasanya dalam bentuk film yang sangat tipis dari bahan organik dicetak dan dilapis seperti bentuk kaca dapat dilihat pada Gambar 2.5. Sebuah sirkuit semikonduktor kemudian digunakan untuk membawa muatan listrik ke lembaran film LED, menyebabkan LED bercahaya [3].
Gambar 2.5. Jenis lampu organic LED [3] 2.3.3 High brightness (kecerahan tinggi) LED. LED memiliki cahaya yang cukup terangan (HBLED). Jenis LED pada dasarnya sama dengan LED anorganik dasar, namun memiliki output cahaya yang jauh lebih besar. Untuk menghasilkan output cahaya tinggi, jenis LED ini membutuhkan penanganan yang cukup tinggi karena arus yang dibutuhkan cukup besar sehingga memiliki watt yang cukup besar. Seringkali LED ini dipasang sedemikian rupa sehingga mereka dapat dipasang pada heatsink untuk menghilangkan panas yang tidak diinginkan [3].
19
Mengingat efisiensi yang lebih besar, dibandingkan dengan lampu pijar dan dan berbagai bentuk lain dari penghematan energi atau energi lampu hemat seperti Compact Fluorescent Bola lampu, CFL. Jenis HBLED ini memiliki tingkat efisiensi yang lebih besar dan tidak mudah rusak, terutama ketika sedang dinyalakan dan dimatikan berkali-kali. Ditambah dengan transisi sesaat mereka untuk output cahaya penuh, jenis LED dipandang sebagai cara ke depan untuk aplikasi pencahayaan. Dari segi pengeraknya lampu LED terbagi atas: 1. Lampu LED dengan balast sendiri Lampu LED ini (Gambar 2.6 ) merupakan tipe lampu yang banyak digunakan pada rumah tangga maupun perkantoran. Dimana lampu tersebut didalamnya udah memiliki ballas sendiri/rangkaian pengerak LED.
Gambar 2.6. Lampu LED dengan ballast sendiri [3]
20
2. Modul LED Gambar 2.7. merupakan lampu LED yang digunakan untuk dekorasi.Lampu LED ini bisa bisa dibentuk sesuai dengan keinginan seperti tulisan nama toko dan lainnya.
Gambar 2.7. Modul LED 3. Lampu tanpa balast Gambar 2.8. merupakan gambar lampu yang tidak memiliki balast didalamnya dan untuk menghidupkan lampunya digunakan balast tersendiri untuk menghidupkan [3].
Gambar 2.8. Lampu tanpa balast
21
2.4 Rangkaian Driver Lampu LED 2.4.1 Fly Back Converter Fly Back Converter yang lama menggunakan sebuah induktor dengan 2(dua) belitan atau lebih seperti Gambar 2.9. Dilihat dari kedua belitan, belitan pertama disebut primer yang terhubung ke sumber daya dan dihubungkan ke pentanahan sedangkan belitan kedua disebut sekunder, yang terhubung ke beban. Rangkaian ini dibuat agar energi magnetik yang tersimpan, sebelum dihubungkan ke beban. Ketika saklar terhubung belitan primer maka energi medan magnet di sisi belitan primer menginduksi ke sisi belitan sekunder seperti Gambar 2.9 [3]. Mengembalikan energi adalah fly-back, diambil contoh televisi awal dengan tabung sinar katoda, belitan transformator digunakan untuk membelokkan berkas elektron kembali ke titik awal di layar. Berkas elektron harus kembali lagi dengan cepat setelah menyelesaikan scan di layar, untuk menghindari hilang baris berikutnya dari data yang akan ditampilkan. Sumber daya fly-back sangat mudah untuk dirancang, tetapi lebih cocok untuk tegangan keluaran konstan. Hal ini karena energi yang tersimpan dalam kapasitor cukup besar dan mengendalikan tegangan rata-rata di kapasitor dapat dicapai dengan umpan balik yang sederhana [3]. Mengisolasikan beban LED dari pengeraknya
kemudian mungkinkan jika
belitan sekunder terisolasi dari belitan primer. Beberapa aplikasi bertujuan untuk
22
mendapatkan
teknik sederhana dimana belitan primer sebagai pengontrol arus
keluaran dari belitan sekunder. Opto-coupler digunakan untuk mengisolasi antara primer dan sekunder agar
didapatkan kontrol yang akurat dari arus keluaran
diperlukan. Beberapa konverter fly-back menggunakan induktor dengan satu belitan. Ini adalah pengendali Buck-Boost dan merupakan alternatif untuk konverter Boost-Buck seperti Cuk dan SEPIC.
a) Rangkaian Fly-Back
b) Arus primer
c) Arus sekunder Gambar 2.9 Prinsip kerja Fly-Back [3]
23
E
t
d) Energi magnetik yang tersimpan Gambar 2.9 (Lanjutan) 2.4.2 Dua Belitan Konverter Fly-Back Sebuah rangkaian fly-back untuk menghidupkan LED ditunjukkan pada Gambar 2.10. Titik di samping belitan transformator menunjukkan belitan primer. Dalam hal ini awalnya terhubung ke saluran MOSFET, yang selanjutnya bergantian untuk menghubungkan ke beban atau melepaskan ke beban. Belitan primer mengontrol tegangan pada fly-back [3].
Gambar 2.10 Rangkaian fly-back dua belitan [3]
24
Titik awal belitan sekunder dimulai penghubung ke dioda keluaran, yang mencegah konduksi ketika MOSFET on. Titik awal sekunder terhubung ke keluaran dioda, tetapi titik akhir terhubung ke ground dan ini cenderung untuk menyaring belitan sekunder untuk radiasi EMI minimal. Energi yang disimpan selama MOSFET pada waktu dilepaskan selama waktu off, dengan arus yang mengalir melalui keluaran dioda dan ke beban [3]. Perhitungan karakteristik transformator, seperti nilai induktansi dan primer untuk rasio belitan sekunder, sangat penting dalam desain. Agar transfer daya lengkap dari primer ke sekunder, volt-detik harus sama. Persamaan adalah: .
=
(2.3)
dimana: Vpri
= Tegangan sisi primer
Vsec
= Tegangan sisi sekunder
Npri
= Belitan sisi primer
Nsec
= Belitan sisi sekunder
Ton
= Waktu mosfet dalam keadaan on.
Toff
= Waktu mosfet dalam keadaan off.
2.4.3. Tiga Belitan Konverter Fly-Back Beberapa sumber daya fly-back menggunakan ketiga belitan, disebut bootstrap atau belitan tambahan, seperti yang ditunjukkan jika Gambar 2.11a. Ini
25
digunakan untuk daya kontrol transistor, setelah rangkaian beroperasi. Belitan bootstrap memiliki orientasi yang sama seperti belitan sekunder dan tegangan hanya ditentukan oleh rasio belitan dari bootstrap dibandingkan dengan sekunder. Keluaran sekunder 24V, bootstrap bisa memiliki jumlah yang sama bergantian dan dengan demikian memberikan (kurang-lebih) 24V untuk mengontrol daya transistor dan MOSFET [3]. Saat start-up, tidak ada daya yang tersedia dari bootstrap belitan, sehingga start-up regulator diperlukan. Contoh start-up regulator adalah LR645 dan LR8 dari supertex, ini memberikan tegangan rendah, arus keluaran rendah dari input dengan tegangan setinggi 450 V. Setelah bootstrap yang menghasilkan tenaga, regulator start-up mematikan. Transistor yang ditunjukkan pada Gambar 2.11a. memiliki regulator start-up built-in.
a).Rangkaian lampu LED merek B Gambar 2.11 Tiga belitan Fly-Back pada lampu LED merek B
26
b).Lampu LED merek B Gambar 2.11 (Sambungan) Bagian ini memberikan aturan desain untuk converter fly-back berdasarkan rasio ditentukan oleh siklus maksimum yang diizinkan, atau dengan optimal rasio berdasarkan tegangan kerja maksimum switch MOSFET. Bagian ini memberikan aturan desain untuk converter fly-back berdasarkan pilihan rasio ditentukan oleh siklus maksimum yang diizinkan, atau dengan optimal rasio berdasarkan tegangan kerja maksimum switch MOSFET . Dalam hal 1, desain didasarkan pada siklus tugas maksimum (pada tegangan masukan terendah) memungkinkan jangkauan tegangan input terluas. Dalam kasus 2, desain berdasarkan tegangan maksimum di MOSFET memungkinkan solusi biaya berpotensi lebih rendah. Atau, desain fly-back berdasarkan sebuah transformator sudah tersedia dengan diketahui (dan tetap) ternyata rasio dapat dipertimbangkan. Arus keluaran konverter berdasarkan belitan primer dan sekunder dapat dihitung seperti persamaan (2.4) [3].
27
=
(
_
=
(
_
(2.4)
dimana: 2 × Tdly
= Setengah waktu priode pada MOSFET
N
= Ratio belitan transformator primer ke belitan sekunder.
Ip_pk
= Arus primer
Is_pk
= Arus sekunder
Io
= Tegangan rata-rata arus keluaran (arus LED)
Transfer fungsi konverter fly-back adalah:
=
(
)
.
(2.5)
dimana: Vo
= Tegangan keluaran
V1
=Tegangan Masukan
N
= Ratio belitan primer dan sekunder transformator
D
= Siklus Kerja
2.5
Harmonisa Harmonisa adalah gangguan yang terjadi pada sistem distribusi tenaga listrik
akibat terjadinya distorsi gelombang arus dan tegangan. Gejala pembentukan gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya. Hal ini disebut frekuensi harmonisa yang timbul pada
28
bentuk gelombang aslinya sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasar disebut angka urutan harmonisa. Misalnya, frekuensi dasar suatu sistem tenaga listrik adalah 50 Hz, maka harmonisa keduanya adalah gelombang dengan frekuensi 100 Hz, harmonisa ketiga adalah gelombang dengan frekuensi sebesar 150 Hz dan seterusnya.Gelombang-gelombang ini kemudian menumpang pada gelombang murni/aslinya sehingga terbentuk gelombang cacat yang merupakan jumlah antara gelombang murni sesaat dengan gelombang harmonisanya seperti Gambar 2.12 [11].
Gambar 2.12. Gelombang fundamenal dengan gelombang harmonisanya [18] 2.6
Perhitungan Harmonisa Untuk menentukan besar Total Harmonic Distortion (THD) dari perumusan
analisa deret fourier untuk tegangan dan arus dalam fungsi waktu yaitu [19]: ( )=
( )=
+
+
∞
(
(
+
+
)
)
(2.6) (2.7)
29
Tegangan dan arus RMS dari gelombang sinusoidal yaitu nilai puncak gelombang dibagi √2 dan secara deret fourier untuk tegangan dan arus yaitu [20]: ∞
=
+
=
(2.8)
√2
+
(2.9)
√2
Pada umumnya untuk mengukur besar harmonisa yang disebut dengan Total Harmonic Distortion (THD). Untuk THD tegangan dan arus didefenisikan sebagai nilai RMS harmonisa urutan diatas frekuensi fundamental dibagi dengan nilai RMS pada frekuensi fundamentalnya, dan tegangan dc nya diabaikan. Besar Total Harmonic Distortion (THD) untuk tegangan dan arus ditunjukan pada persamaan (2.10 dan 2.11) yaitu:
=
=
∑ √2 ∑ √2
√2
√2
=
=
∑
(
∑
( )
)
Hubungan Persamaan THD dengan arus RMS dari Persamaan (2.11) yaitu: =
1 2
(2.10)
(2.11)
30
1 ∑ = 2
Selanjutnya dari Persamaan (2.11) yaitu: = 1 2
=
2
+ =
=
∑
.
−
=
(1 +
)
1+
2
1+
,
(2.12)
Sehingga arus RMS terhadap THDI yaitu: =
2.7
,
1+
(2.13)
Batasan Harmonisa Untuk mengurangi harmonisa pada suatu sistem secara umum tidaklah harus
mengeliminasi semua harmonisa yang ada, tetapi cukup dengan mereduksi sebagian harmonisa tersebut sehingga diperoleh nilai dibawah standar yang diizinkan. Hal ini berkaitan dengan analisa secara teknis dan ekonomis, dimana dalam mereduksi harmonisa secara teknis dibawah standar yang diizinkan sementara dari sisi ekonomis tidak membutuhkan biaya yang besar. Standar yang digunakan sebagai batasan harmonisa adalah yang dikeluarkan oleh International Electrotechnical Commission (IEC) yang mengatur batasan harmonisa pada beban beban kecil satu fasa ataupun
31
tiga fasa. Untuk beban tersebut umumnya digunakan standar IEC61000-3-2. Hal ini disebabkan karena belum adanya standar baku yang dihasilkan oleh IEEE [5]. Pada standar IEC61000-3-2, beban beban kecil tersebut diklasifikasikan dalam kelas A, B, C, dan D, dimana masing-masing kelas mempunyai batasan harmonisa yang berbeda beda yang dijelaskan sebagai berikut [5]. 1). Kelas A Kelas ini merupakan semua kategori beban termasuk didalamnya peralatan penggerak motor dan semua peralatan 3 fasa yang arusnya tidak lebih dari 16 ampere perfasanya. Semua peralatan yang tidak termasuk dalam 3 kelas yang lain dimasukkan dalam kategori kelas A. Batasan harmonisanya hanya didefinisikan untuk peralatan satu fasa (tegangan kerja 230V) dan tiga fasa (230/400V) dimana batasan arus harmonisanya seperti yang diperlihatkan Tabel 2.1. Tabel 2.1 Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas A Harmonisa ke-n 3 5 7 9 11 13 15≤n≤39 2 4 6 8≤n≤40 Sumber : IEC61000-3-2
Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) Harmonisa Ganjil 2,30 1,14 0,77 0,40 0,33 0,21 2,25/n Harmonisa Genap 1,08 0,43 0,30 1,84/n
32
2). Kelas B Kelas ini meliputi semua peralatan tool portable yang batasan arus harmonisanya merupakan harga absolut maksimum dengan waktu kerja yang singkat. Batasan arus harmonisanya diperlihatkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas B Harmonisa ke-n
Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) Harmonisa Ganjil
3 5
3,45 1,71 Harmonisa Ganjil
7 9 11 13 15≤n≤39
1,155 0,60 0,495 0,315 3,375/n Harmonisa Genap
2 4 6 8≤n≤40
1,62 0,645 0,45 2,76/n
Sumber: IEC61000-3-2 3). Kelas C Kelas C termasuk didalamnya semua peralatan penerangan. Batasan arusnya diekspresikan dalam bentuk persentase arus fundamental. Persentase arus maksimum yang diperbolehkan untuk masing masing harmonisa diperlihatkan Tabel 2.3. Tabel 2.3. Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas C Harmonisa ke-n 2 3 Sumber: IEC61000-3-2
Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (% fundamental) 2 30xPF rangkaian
33
Tabel 2.3. (Sambungan) Harmonisa ke-n 5 7 9 11≤n≤39
Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (% fundamental) 10 7 5 3
Sumber: IEC61000-3-2
4). Kelas D Termasuk semua jenis peralatan yang dayanya dibawah 600 watt khususnya personal komputer, monitor, TV. Batasan arusnya diekspresikan dalam bentuk mA/W dan dibatasi pada harga absolut yang nilainya diperlihatkan oleh Tabel 2.4. Tabel 2.4 Batasan arus harmonisa untuk peralatan kelas D Harmonisa ke-n
Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (mA/W) 75 < P < 600W 3 3,4 5 1,9 7 1,0 9 0,5 11 0,35 13 0,296 15≤n≤39 3,85/n Sumber: IEC61000-3-2
2.8
Arus harmonisa maksimum yang diizinkan (A) P > 600W 2,30 1,14 0,77 0,40 0,33 0,21 2,25/n
Filter Harmonisa Tujuan utama dari filter harmonisa adalah untuk mengurangi amplitudo satu
frekuensi tertentu dari sebuah tegangan atau arus. Dengan penambahan filter harmonisa pada suatu sistem tenaga listrik yang mengandung sumber-sumber harmonisa, maka penyebaran arus harmonisa keseluruh jaringan dapat ditekan sekecil
34
mungkin.
Selain
itu
filter
harmonisa
pada
frekuensi
fundamental
dapat
mengkompensasi daya reaktif dan dipergunakan untuk memperbaiki faktor daya sistem [18]. 2.8.1
Filter Pasif Filter pasif merupakan metode penyelesaian yang efektif dan ekonomis untuk
masalah harmonisa. Filter pasif sebagian besar didesain untuk memberikan bagian khusus untuk mengalihkan arus haromonisa yang tidak diinginkan dalam sistem tenaga. Filter pasif banyak digunakan untuk mengkompensasi kerugian daya reaktif akibat adanya harmonisa pada sistem instalasi seperti Gambar 2.13. Beberapa jenis filter pasif yang umum beserta konfigurasi dan impedansinya [6].
Gambar 2.13. Filter pasif Single-tuned filter atau bandpass filter adalah yang paling umum digunakan. Dua buah Single-tuned filter akan memiliki karakteristik yang mirip dengan double bandpass filter. Tipe filter pasif yang paling umum digunakan seperti Gambar 2.14. Filter umum ini biasa digunakan pada tegangan rendah. Rangkaian filter ini
35
mempunyai impedansi yang rendah. Sebelum merancang suatu filter pasif, maka perlu diketahui besarnya kebutuhan daya reaktif pada sistem. Daya reaktif sistem ini diperlukan untuk menghitung besarnya nilai kapasitor yang diperlukan untuk memperbaiki sistem tersebut.
Band-Pass
Double Band-
High-Pass
Composite
Pass
Gambar 2.14. Jenis-jenis filter pasif [7] Untuk menghitung nilai kapasitor pada Filter Pasif: =
.
(2.14)
Untuk menghitung nilai induktor pada Filter Pasif: =(
× × ) ×
dimana: Qn = Daya reaktif masing-masing filter Cn = Nilai kapasistansi masing-masing filter
(2.15)
36
Ln = Nilai impedansi masing-masing filter F = Frekuensi 2.9
Filter Pasif LC Meminimalkan daya reaktif sebuah kriteria tambahan yang diperlukan untuk
menentukan induktansi dan kapasitansi dari filter LC seperti Gambar 2.15. Pada penelitian ini daya reaktif digunakan sebagai tambahan meskipun kriterianya berdasarkan biaya minimum, ukuran, kerugian, dan lain-lain. Ukuran minimalisasi, kerugian dan biaya filter, kriteria tambahan berdasarkan daya reaktif minimum juga termasuk digunakan [13]. Namun, sebagai filter LC pada harmonik diberikan dalam bentuk Fourier seri ekspresi dari induktansi dan kapasitansi dari filter LC yang tidak diperoleh [6].
Gambar 2.15 Rangkaian filter LC untuk lampu LED penelitian [13].
37
2.10
Mendesain Filter LC
Filter LC terdiri dari lubang parallel komponen-komponen pasif yaitu Induktor dan Kapasitor seperti Gambar 2.16. Dalam mendesain filter LC terlebih dahulu menentukan besar kapasitor sesuai kebutuhan faktor daya dan Induktor Filter.
Gambar. 2.16. Rangkaian impedansi filter LC Filter LC terdiri dari lubang parallel komponen-komponen pasif yaitu Induktor dan Kapasitor seperti Gambar 2.16. Dalam mendesain filter LC terlebih dahulu menentukan besar kapasitor sesuai kebutuhan fektor daya dan Induktor Filter. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam merancang Filter LC adalah sebagai berikut [6]: a. Menghitung Nilai Kapasitor (C) 1. Tentukan ukuran kapasitas kapasitor Qc berdasarkan kebutuhan daya reaktif untuk perbaikan faktor daya. Daya reaktif kapasitor (Qc) adalah: QC = P {tan(cos-1pf1) – tan (cos-1 pf2)}
38
dimana: P
= Daya aktif (kW).
pf1 = Faktor daya mula-mula sebelum diperbaiki. Pf2 = Faktor daya setelah diperbaiki.
2. Tentukan Reaktansi kapasitor ( XC ):
=
dimana:
(2.16)
XC = Reaktansi kapasitif (Ω). V
= Tegangan RMS (Volt).
QC = Daya reaktif kapasitor (VAR). 3. Tentukan kapasitas dari kapasitor ( C )
=
dimana: C
= Kapasitansi kapasitor (Farad)
F0
= Frekuensi fundamental (Hz).
(2.17)
4. Menghitung nilai Induktor ( L ) Dari gambar rangkaian didapat persamaan tegangan [26] : Vin = VL + V0
( 2.18 )
39
Tegangan pada kapasitor didapat: V0 = IL . XC
( 2.19 )
dimana:
=
( 2.20 )
=
( 2.21 )
=
( 2.22 )
jadi:
Arus yang mengalir ke lampu LED adalah
dimana:
=
Jadi, Induksi dari Induktor ( L )
dimana:
=
V0 = daya pada input lampu LED IL = arus yang mengalir pada lampu LED XC = reaktansi kapasitif XL = reaktansi induktif Vin = tegangan input sumber
( 2.23 )
( 2.24 )
40
VL = Tegangan pada induktif 2.11
Mendesain Filter L
Induktor tipe inti EI digunakan adalah inti besi laminasi atau disebut kern. Digunakan bahan ini karena induktor ini akan dipasang pada frekuensi rendah. Jenis inti yang biasa dipakai seperti Tabel 2.5 Tabel 2.5 Tipe inti yang biasa untuk induktor [8]
No
Tipe Inti
Kerapatan Fluks (B) (Tesla )
1
Laminasi besi, baja silikon
1,5- 2,0
Tinggi
2
Tepung tembaga, tepung besi
0,6- 0,8
Menengah
3
Ferrite Manganesezinc, Nickel-zinc
0,25- 0,5
Rendah
Rugi-rugi inti
Penggunaan Transformator 50-60Hz, Induktor Transformator 1KHz, Filter Induktor 100KHZ Transformator 20KHZ-1MHZ, Induktor AC
Gambar 2.17 merupakan bentuk filter pasif L yang berinti EI mempunyai panjang sebesar b dan lebar sebesar h.
Gambar 2.17 Bentuk inti EI terbuat dari besi laminasi ( kren )
41
Langkah-langkah merancang induktor dengan menggunakan inti kern adalah sebagai berikut: 1. Menentukan besar nilai induktor yang diinginkan 2. Melakukan perhitungan-perhitungan untuk mendapatkan nilai sesuai dengan yang diharapkan, meliputi: Menentukan ukuran kern: Pp = Vph x Iph x Cos θ
(2.25)
dimana: Vph
= Tegangan saluran
Iph
= Arus saluran ,
= h=
,
,
[ cm ]
[cm]
(2.26) (2.27)
Dari persamaan 2.26 dan 2.27maka dapat dihitung besar luas penampang kern adalah Ac = b x h [cm2]
(2.28)
Menentukan jumlah belitan =
Menentukan diameter email yang digunakan
dimana: S
= Kerapatan arus
=
10
(2.29)
(2.30)
42
Airgap yang muncul; =
x 104 [ mm]
(2.31)