BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Intellectual Capital Intangibles telah dirujuk sebagai goodwill, (ASB, 1997; IASB, 2004), dan
IC adalah bagian dari goodwill. Dewasa ini, sejumlah skema klasifikasi kontemporer telah berusaha mengidentifikasi perbedaan tersebut dengan secara spesifik memisahkan IC ke dalam katagori eksternal (customer- related) capital, internal (structural) capital, dan human capital (Brennan dan Connell, 2000; Edvinsson dan Malone, 1997). Bukh (2003) menyebut bahwa IC dan aset tidak berwujud adalah sama dan seringkali saling menggantikan. Paragraph 08 PSAK 19 (revisi 2000) mendefinisikan aktiva tidak berwujud sebagai aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Definisi tersebut merupakan adopsi dari pengertian yang disajikan oleh IAS 38 tentang intangible assets yang relatif sama dengan definisi yang diajukan dalam FRS 10 tentang goodwill and intangible assets. Keduanya, baik IAS 38 maupun FRS 10, menyatakan bahwa aktiva tidak berwujud harus (1) dapat diidentifikasi, (2) bukan aset keuangan (non- financial/non-monetary assets), dan (3) tidak memiliki substansi fisik. Sementara APB 17 tentang intangible assets tidak menyajikan definisi yang jelas tentang aktiva tidak berwujud.
!
12 Universitas Sumatera Utara
Stewart (dalam Ulum, 2009) mendefiniskan Intellectual Capital sebagai keseluruhan manusia yang berada di dalam perusahaan yang mampu menempatkan perusahaan ke dalam persaingan pasar, melalui pengetahuan, informasi, pengalaman, yang menciptakan kesejahteraan perusahaan. Edvinson dan Malone (dalam Ulum, 2009) mendefinisikan Intellectual Capital sebagai nilai yang tersembunyi dari perusahaan, yang akan membawa perusahaan menuju kesejahteraan. Intellectual Capital merupakan perbedaan antara nilai pasar perusahaan dengan nilai bukunya (Roslender dan Fincham, 2004 dalam Ulum, 2009) Bontis et al. (2000) menyatakan modal intelektual memiliki tiga bagian utama, yaitu : human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Secara sederhana HC melukiskan individual knowledge suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh karyawannya. Sedangkan SC merupakan non-human knowledge dalam perusahaan, seperti database, struktur organisasi, strategi, dan lain sebagainya yang dapat membuat nilai perusahaan lebih besar dari nilai bukunya. CC adalah pengetahuan yang terdapat di dalam sistim pemasaran dan hubungan dengan pelanggan.
2.1.2
Value Added Intellectual Capital (VAICTM) Metode VAICTM, dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk
menyajikan informasi tentang penciptaan nilai dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai
!
13 Universitas Sumatera Utara
keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998) sementara VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al. (2007), hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam beban. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, maka beban karyawan tidak dihitung sebagai biaya. Tan et al., 2007 menyebutkan aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai value creating entity, sehingga VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC). Hubungan lainnya dari VA adalah capital employed (CE), yang dalam hal ini disebut dengan VACA (value added capital employed). VACA merupakan indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa apabila sebuah perusahaan menghasilkan return yang lebih besar dari setiap 1 unit dari CE, maka berarti perusahaan tersebut telah memanfaatkan CE dengan baik. Sehingga menurut Tan et al., 2007 pemanfaatan CE yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital. Hubungan selanjutnya adalah VA dan HC. Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan (Tan et al.,
!
14 Universitas Sumatera Utara
2007). Pulic (1998) berargumen bahwa total salary dan wage costs adalah indikator dari HC perusahaan. Hubungan ketiga adalah value added structural capital (STVA), yang menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et al., 2007). SC bukanlah ukuran yang independent sebagaimana HC, ia dependent terhadap value creation (Pulic, 1999). Artinya, menurut Pulic (1999), semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Pulic (1999) menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC, yang hal ini telah diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisional (Pulic, 2000). Rasio terakhir adalah menghitung intellectual capital perusahaan dengan menjumlahkan koefisien-koefisien yang telah dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan tersebut dirumuskan dalam indikator baru yang unik, yaitu VAICTM (Tan et al., 2007). Keunggulan metode VAICTM adalah karena data yang dibutuhkan mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angka-angka keuangan yang standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan. Alternatif pengukuran IC lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator keuangan dan non-keuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu perusahaan secara individu. Indikator-indikator tersebut, khususnya indikator non-
!
15 Universitas Sumatera Utara
keuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lain (Tan et al., 2007). Konsekuensinya, kemampuan untuk menerapkan pengukuran IC alternatif tersebut secara konsisten terhadap sample yang besar dan terdiversifikasi menjadi terbatas (Firer dan Williams, 2003)
2.1.3
Kinerja Keuangan Perusahaan Untuk mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh laba dan
peningkatan nilai, biasanya digambarkan dalam kinerja keuangan perusahaan tersebut. ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. ROA merupakan perbandingan antara laba bersih setelah bunga dan pajak (EAT) dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. ROA yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila ROA negatif, menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian (Van Horne, 2005)
2.1.4
Nilai Perusahaan Semula teori perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa maksud atau
tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba sekarang atau jangka pendek. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan perusahaan sering kali mengorbankan laba jangka pendek untuk meningkatkan laba masa depan atau jangka panjang. Karena
!
16 Universitas Sumatera Utara
baik keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang sangat penting, teori perusahaan (theory of the firm) sekarang mempostulatkan bahwa maksud atau tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Hal ini dicerminkan dari nilai sekarang atas semua keuntungan perusahaan yang diharapkan di masa depan. Nilai dari perusahaan bergantung tidak hanya pada kemampuan menghasilkan arus kas, tetapi juga bergantung pada karakteristik operasional dan keuangan dari perusahaan yang diambil alih. Beberapa variabel kuantitatif yang sering digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan sebagai berikut: 2.1.4.1 Nilai Buku Nilai buku per lembar saham (BVS) digunakan untuk mengukur nilai shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar. Adapun komponen dari shareholders equity yaitu agio saham (paidup capital in excess of par value) dan laba ditahan (retained earning). 2.1.4.2 Nilai Pasar Saham Nilai pasar saham sebagaimana dinyatakan dalam kuotasi pasar modal adalah pendekatan lain untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis. Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas utama dan secara luas diperdagangkan, sebuah nilai pendekatan dapat dibangun berdasarkan nilai pasar. Pendekatan nilai pasar adalah salah satu yang paling sering dipergunakan dalam menilai perusahaan besar.
!
17 Universitas Sumatera Utara
Bagaimanapun nilai ini dapat berubah secara cepat. Faktor analisis berkompetisi dengan pengaruh spekulatif murni dan berhubungan dengan sentimen masyarakat dan keputusan pribadi. 2.1.4.3 Nilai Intrinsik Nilai intrinsik perusahaan disebut juga sebagai nilai wajar, yang merupakan keseluruhan nilai kini dari aliran tunai bersih bebas. Untuk menentukan nilai intrinsik perusahaan adalah dengan rumusan sebagai berikut : Nilai perusahaan = (
!"!!! !!! !!! (!!!"##)!
)+(
!" (!!!"##)!
!)
Keterangan : FCFFt
=Free Cash Flow to Firm tahun ke-t
WACC
=Weighted average cost of capital
TV
=Terminal Value yaitu nilai sisa yang dihitung dengan cara membagikan FCFF tahun ke-t, dengan capitalization rate
2.1.5
Weighted Average Cost of Capital (WACC) Discount rate yang digunakan untuk menentukan nilai kini perusahaan
adalah Weighted average cost of capital (WACC). Menurut Iramani dan Febrian (2005), WACC digunakan sebagai discount rate, apabila pembiayaan atau pendanaan perusahaan diperoleh dari berbagai sumber. Dengan demikian biaya riil yang ditanggung oleh perusahaan merupakan keseluruhan biaya untuk semua sumber pembiayaan yang digunakan. Menurut Fitriani et.al (2006), Cash flow proyeksi akan didiskon dengan suatu discount rate tertentu yaitu Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang memperhitungkan adanya komposisi struktur pendanaan pada investasi modal.
!
18 Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan jumlah biaya modal perlu dipertimbangkan struktur modal perusahaan. Pada umumnya komponen struktur modal yang digunakan dalam menghitung WACC adalah : a. Sumber dana (saham preferen, saham biasa, hutang bank, obligasi) b. Jumlah dana dari masing-masing sumber dana c. Besarnya biaya dari masing-masing sumber Sehingga untuk menghitung WACC digunakan rumusan sebagai berikut : WACC = Wd.Kd(1-T) + Wps.Kps + Wcs.Kcs + … Dengan : Wd
= Jumlah dana / proporsi dana dari obligasi
Kd
= Biaya modal obligasi
Wps
= Proporsi dana dari saham preferen
Kps
= Biaya modal saham preferen
Wcs
= Proporsi dana dari saham biasa
Kcs
= Biaya modal saham biasa
2.1.6
Free Cash Flow to Firm (FCFF) Free cash flow to firm adalah aliran kas yang merupakan sisa dari
pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan. Free cash flow ini lah yang sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer (Jensen, 1986) White et al (2003) mendefinisikan free cash flow sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash flow adalah kas dari
!
19 Universitas Sumatera Utara
aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi saat ini. Free cash flow dapat digunakan untuk penggunaan diskresioner seperti akuisisi dan pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan (growthoriented), pembayaran hutang, dan pembayaran kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang, dan dividen. Free cash flow menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar “strategi” menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan pengeluaran modal, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan di masa depan dan yang tidak (Uyara dan Tuasikal, 2003). Cara untuk mendapatkan FCFF adalah dengan mengestimasi arus kas sebelum dilakukan pembayaran klaim, yaitu : FCFF = EBIT(1-tax) + depresiasi – capital expenditure – !non-cash working capital Capital expenditure adalah pengeluaran yang menciptakan manfaat masa depan yang biasanya digunakan untuk membeli aktiva tetap, dihitung dengan mengurangkan aset tetap tahun kini dengan tahun sebelumnya, sedangkan noncash working capital adalah investasi jangka pendek bersih yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap aktivitas, dihitung dengan mengurangkan antara aset lancar dengan hutang lancar.
!
20 Universitas Sumatera Utara
2.1.7
Growth (Pertumbuhan) Growth (pertumbuhan) memegang peranan yang sangat penting di dalam
menentukan nilai perusahaan, kesalahan dalam menentukan growth akan mengakibatkan kesalahan didalam melakukan proyeksi arus kas tunai bersih bebas (FCFF) yang merupakan komponen utama di dalam nilai perusahaan. Growth merupakan komponen untuk menentukan arus kas tunai bersih bebas (FCFF). Untuk menentukan growth digunakan beberapa pendekatan, yakni: 1. Pendekatan data historis Apabila pada data historis perusahaan, ditemukan bahwa growth cenderung stabil, maka growth tersebut dapat digunakan kembali sebagai dasar dalam melakukan prediksi
growth di masa yang akan datang. Pertumbuhan
perusahaan dapat diprediksi dengan memperhatikan rencana jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan. 2. Pendekatan forecast analysis Pada umumnya, pendekatan ini yang paling aktual untuk digunakan di dalam penentuan growth perusahaan di masa yang akan datang, karena pendekatan ini merupakan hasil analisis dari para analis manajemen keuangan. Forecast analis dapat dipergunakan dan biasanya cukup akurat karena mereka sudah terbiasa mengamati pertumbuhan banyak perusahaan dalam jangka waktu yang cukup lama dan memiliki intuisi yang cukup kuat. Para analis memperhatikan banyak aspek antara lain perekonomian secara makro, rencana ekspansi perusahaan di masa yang akan datang, laju inflasi, dan lain sebagainya.
!
21 Universitas Sumatera Utara
Apabila growth historis perusahaan tidak stabil atau tidak konstan, maka pendekatan inilah yang digunakan untuk memprediksi pertumbuhan perusahaan di masa depan. 3. Pendekatan Growth in Operating Income Pendekatan ini digunakan untuk menentukan growth yang memiliki kecenderungan pertumbuhan yang stabil, dapat dihitung dengan rumusan : Expected Growth(g) = Reinvestment Rate x ROC Reinvestment Rate =
!!"#$!!"#$"%&'(&)*!!∆!"!#$%!!!"#$%&'!!"#$%"& !"#$ !!!
ROC = EBIT(1-T)/Capital invested
2.2 Penelitian Terdahulu 1. Penelitian yang dilakukan oleh Basyar (2009) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh modal intelektual (Intellectual Capital/IC) yang diukur menggunakan metode Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) terhadap Return On Asset perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 – 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Value Added Intellectual
Coeffisient (VAIC) yang terdiri dari HCE, SCE, dan CEE secara bersamaan (simultan) berpengaruh positif secara signifikan terhadap terhadap Return on Asset (ROA) perusahaan perbankan. 2.
Solikhah, Rohman, dan Meiranto (2010) Melakukuan penelitian tentang Implikasi Intellectual Capital terhadap Financial Performance, Growth and Market Value; studi empiris dengan pendekatan simplistic. Modal Intelektual terbukti berpengaruh positif dan
!
22 Universitas Sumatera Utara
signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Modal Intelektual terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan perusahaan. Modal Intelektual tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. 3.
Yudhanti dan Shanti (2011) Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara ukuran intellectual capital dan ukuran fundamental kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini juga menggunakan beberapa variabel kontrol yaitu size dan jenis industri. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis perusahaan yang secara intensif menggunakan modal intelektual yaitu industri jasa. Intellectual capital pada perusahaan jenis industri jasa menunjukkan adanya pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Ukuran eksternal perusahaan digunakan pada penelitian ini untuk mengukur intellectual capital yaitu market-to-book value.
4.
Ongkorahardjo, Susanto, Rachmawati (2008) Penelitian ini menggunakan obyek kantor akuntan publik Penelitian ini berusaha menguji apakah individual capability dan the organizational climate yang merupakan komponen dari human capital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan kantor akuntan publik baik secara individual (parsial) maupun secara simultan. Hasil penelitian menunjukkan signifikan
bahwa
terhadap
pertama, kinerja
individual
kantor
capability
akuntan
publik.
berpengaruh Kedua,
the
organizational climate berpengaruh signifikan terhadap kinerja kantor akuntan publik. Ketiga, individual capability dan the organizational
!
23 Universitas Sumatera Utara
climate berpengaruh signifikan secara bersama- sama terhadap kinerja kantor akuntan publik. 5. Rachmawati (2012). Populasi dalam penelitian ini yaitu perusahaan perbankan yang terdaftar di Bank Indonesia periode 2006-2009 dengan sampel sebanyak 68 perusahaan. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel independen yaitu Intelectual Capital (IC) dan satu variabel dependen yaitu Return on Asset (ROA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara intellectual capital terhadap Return On Asset (ROA). 6. Ulum, Ghozali dan Chariri (2009). Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang beroperasi di Indonesia sampai dengan tahun 2006, dan secara rutin melaporkan posisi keuangannya kepada Bank Indonesia. Penelitian ini menguji pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja perusahaan pada masa sekarang dan efeknya ke masa yang akan datang, kesimpulannya bahwa Intellectual Capital berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan dimasa sekarang dan masa yang akan datang. 7. Artinah & Muslih (2011) Penelitian ini menggunakan variabel capital gain sebagai variabel dependennya, yang mengukur hubungan antara Intellectual Capital terhadap Capital gain pada perusahaan perbankan. Penelitian ini menemukan bahwa Intellectual Capital tidak berpengaruh signifikan terhadap capital gain.
!
24 Universitas Sumatera Utara
8. Yudha & Nasir (2012). Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang masuk dalam kelompok LQ 45, dan mengukur hubungan antara reaksi
investor terhadap
intellectual capital, yang hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara Human Capital, Structural Capital, dan Capital Employee terhadap reaksi investor. 9. Suhendah (2012) Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada signifikansi antara Intellectual capital yang terdiri dari VAHU, VACA, dan STVA terhadap nilai pasar perusahaan, dimana populasi penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2012. Pada Tabel 2.1 disajikan penelitian terdahulu yang mengukur hubungan IC terhadap kinerja keuangan perusahaan maupun terhadap nilai perusahaan. Tabel 2.1 Penelitian-Penelitian Empiris Tentang Intellectual Capital Dikembangkan oleh
Variabel
Basyar (2009)
VAIC – ROA
Solikhah, Rohman, dan Meiranto (2010)
Intellectual Capital, Financial Performance, Growth and Market Value Intellectual Capital, Market to Book Value the organizational climate, Individual Capability
Yudhanti Shanti (2011)
dan
Ongkorahardjo, Susanto, Rachmawati (2008)
!
Sampel
Hasil Penelitian
Perusahaan Perbankan di BEI (2007-2009) Perusahaan Perbankan di BEI (2007-2010)
a.
VAIC berpengaruh positif signifikan terhadap ROA
a.
IC berpengaruh positif terhadap Kinerja keuangan IC tidak berpengaruh positif terhadap Nilai pasar perusahaan.
Perusahan Industri Jasa di BEI (2008-2011) Perusahaan Jasa Akuntan publik
a.
IC berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
a.
Organizational Climate berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan Individual Capability memiliki pengaruh terbesar terhadap kinerja keuangan perusahaan
b.
b.
25 Universitas Sumatera Utara
Rachmawati (2012)
Intellectual Capital, ROA
Ulum, Ghozali dan Chariri (2009)
Artinah, (2011)
Muslih
a.
IC berpengaruh signifikan terhadap ROA
Intellectual Capital, ROA, ROGIC
Perusahaan Perbankan di BEI (2006-2009) Perusahaan Perbankan di BEI (2006-2009)
a. b.
IC berpengaruh positif terhadap ROA IC berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan dimasa depan.
Intellectual Capital, Capital Gain
Perusahaan perbankan di BEI (2008-2011)
a.
IC tidak berpengaruh terhadap Capital Gain Human Capital Effeciency tidak berpengaruh terhadap capital gain Structural Capital tidak berpengaruh positif terhadap Capital gain Capital Employee tidak berpengaruh terhadap Capital gain
b. c. d.
Yudha, (2012)
Nasir
Intellectual Capital, Reaksi Investor
Perusahaan yang masuk kelompok LQ 45
a. b. c.
Suhendah (2012)
Intellectual Capital, Nilai Pasar perusahaan
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI (2009-2012)
a. b. c. d.
!
IC tidak berpengaruh positif terhadap reaksi investor Capital Employee berpengaruh positif terhadap reaksi investor Human capital dan Structural capital tidak berpengaruh terhadap reaksi investor IC tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai pasar perusahaan Physical capital tidak berpengaruh positif terhadap nilai pasar perusahaan Human Capital tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan Structural capital tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
26 Universitas Sumatera Utara