BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Kebutuhan kesehatan (health need) pada dasarnya bersifat objektif dan karena itu untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak, Tuntutan kesehatan (health demands) bersifat subjektif. Tuntutan kesehatan banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan social ekonomi (Azwar, 1996). Tuntutan kesehatan ada kaitannya dengan tersedia tidaknya pelayanan kesehatan. Perkembangan tekhnologi harus selalu diperhatikan untuk kemajuan pelayanan kesehatan, karena kemajuan tekhnologi dapat merupakan salah satu factor yang mempengaruhi tuntutan kesehatan (Azwar, 1996). Donabedian (1973) dalam Dever (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Pemanfaatan pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Hubungan antara keinginan sehat dan pernyataan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks. Donabedian (1973) dalam Dever (1984), ada beberapa faktor- faktor yang dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Sosiokultural a. Teknologi Kemajuan teknologi dapat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, dimana kemajuan dibidang teknologi disatu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti transplantasi organ, penemuan organ-organ artifisial, serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan disisi lain kemajuan teknologi dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk pencegahan penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan. b. Norma dan nilai yang ada di masyarakat. Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan memengaruhi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. 2. Faktor Organisasional a. Ketersediaan Sumber Daya Suatu sumber daya tersedia apabila sumber daya itu ada atau bisa didapat, tanpa mempertimbangkan sulit ataupun mudahnya penggunaannya. Suatu pelayanan hanya bisa digunakan apabila jasa tersebut tersedia. b. Akses Geografis Akses geografis dimaksudkan pada faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasinya atau menghambat pemanfaatan, ini ada hubungan antara lokasi suplai dan lokasi klien, yang dapat diukur dengan jarak waktu tempuh, atau biaya tempuh. Hubungan antara akses geografis dan volume dari pelayanan
Universitas Sumatera Utara
tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang ada. Peningkatan akses yang dipengaruhi oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh ataupun biaya tempuh mungkin mengakibatkan peningkatan pelayanan yang berhubungan dengan keluhankeluhan ringan. Dengan kata lain, pemakaian pelayanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses geografis dari pada pemakaian pelayanan kuratif sebagai mana pemanfaatan pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis. Semakin hebat suatu penyakit atau keluhan, dan semakin canggih atau semakin khusus sumber daya dari pelayanan, semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan. c. Akses Sosial Akses sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan terjangkau. Dapat diterima mengarah kepada faktor psikologis, sosial, dan faktor budaya, sedangkan
terjangkau
mengarah
kepada
faktor
ekonomi.
Konsumen
memperhitungkan sikap dan karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan. d. Karakteristik dari stuktur perawatan dan proses Praktek pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, grup praktek dokter spesialis atau yang lainnya membuat pola pemanfaatan yang berbeda. 3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan provider (penyedia pelayanan). Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan
Universitas Sumatera Utara
oleh konsumen berhubungan langsung dengan pengunaan atau permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan (perceived need) dan diagnosa klinis (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) ini dipengaruhi oleh: a. Faktor sosiodemografis yang terdiri dari umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan). b. Faktor sosiopsikologis terdiri dari persepsi, dan kepercayaan terhadap pelayanan medis atau dokter. 4. Faktor yang berhubungan dengan produsen. Faktor yang berhubungan dengan produsen, yaitu faktor ekonomi konsumen tidak sepenuhnya memiliki referensi yang cukup akan pelayanan yang diterima, sehingga mereka menyerahkan hal ini sepenuhnya ketangan provider. Karakteristik provider, yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, serta fasilitas yang dimiliki oleh pelayanan kesehatan yang bersangkutan.
2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan Perngertian tentang mutu mencakup dua hal penting yaitu keistimewaan produk dan bebas defisiensi. Mutu produk atau jasa adalah seluruh gabungan sifatsifat produk atau jasa pelayanan dan pemasaran, engineering, manufaktur dan pemeliharaan dimana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan (Wiyono, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik dalam suatu pelayanan, termasuk pelayanan kesehatan adalah tidak berwujud, heterogen, tidak dapat dipisahkan dan tak dapat disimpan. Mutu pelayanan kesehatan bagi pasien dan masyarakat berarti suatu empati, respek dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, dimana pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung (Wiyono, 1997). Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien walaupun merupakan nilai subjektif, tetapi tetap ada dasar objektif yang dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu pelayanan dan pengaruh lingkungan. Dalam penilaian performance pemberi jasa layanan kesehatan terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan yaitu tekhnis medis dan hubungan interpribadi. Hal ini meliputi penjelasan dan pemberi informasi kepada pasien tentang penyakitnya serta memutuskan bersama pasien dan tindakan yang akan dilakukan atas dirinya. Hubungan interpribadi ini berhubungan dengan pemberian informasi, empati, kejujuran, ketulusan hati, kepekaan dan kepercayaan dengan memperhatikan privacy pasien (Wiyono, 1997). Mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda dari pihak yang terlibat dalam pelayanan (Azwar, 1996) : 1.
Pemakai jasa pelayanan kesehatan Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien,
Universitas Sumatera Utara
keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau kesembuhan penyakit yang sedang dideritanya. 2.
Penyelenggara pelayanan kesehatan Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi muthakir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
3.
Penyandang dana pelayanan kesehatan Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan kesehatan, mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan. Menurut Donabedian, mutu pelayanan kesehatan adalah keputusan yang
berhubungan dengan pelayanan yang berdasarkan tingkat dimana pelayanan memberikan kontribusi terhadap nilai outcomes. Proses pelayanan ini terbagi dua komponen utama, yaitu pelayanan teknis (medis) dan hubungan interpersonal antara praktisioner dan klien. Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap sesuai tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. Dari perspektif pasien, penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan berdasarkan persepsi masing-masing individu (Wolper, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan dimensi mutu. Parasuraman et al. (1988) mengukur mutu jasa pelayanan dalam lima dimensi yang sering disebut SERVQUAL yaitu : 1. Tangibles (bukti langsung), berupa fisik, pegawai dan perlengkapan serta penampilan personil. 2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan dengan akurat dan segera. 3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan petugas untuk membantu para pelanggan dengan cepat dan tanggap. 4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, keramahan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para petugas, untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan (bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan). 5. Emphaty (empati), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan, seperti kemudahan melakukan hubungan, berkomunikasi yang baik dengan pelanggan, perhatian pribadi dan memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan. Dimensi mutu pelayanan kesehatan menurut Lori Di Pete Brown et al. dalam Wiyono (1997). a.
Kompetensi teknis : terkait dengan ketrampilan, kemampuan dan penampilan petugas.
b.
Akses terhadap pelayanan : pelayanan kesehatan tak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa.
Universitas Sumatera Utara
c.
Efektivitas : menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar yang ada.
d.
Efesiensi : terkait dengan pemilihan intervensi yang cost effective karena terbatasnya sumber daya pelayanan kesehatan.
e.
Kontinuitas : pelayanan yang diberikan lengkap sesuai yang dibutuhkan tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi produser diagnosis dan terapi yang tak perlu.
f.
Keamanan : berarti mengurangi resiko cedera, infeksi efek samping dan bahaya lain yang berkaitan pelayanan.
g.
Hubungan antar manusia : berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manajer dan petugas dan antara tim kesehatan dengan masyarakat.
h.
Kenyamanan : berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tak berhubungan langsung dengan efektivitas klinis, tapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedia untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya. Setiap organisasi pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, terlibat dengan
pasien dan masyarakat umumnya, dan harus mengelola hubungan yang responsive dengan mereka semua. Pemuasan kebutuhan pasien akan pelayanan yang baik, mempunyai makna pemenuhan kebutuhan pasien ditetapkan berdasarkan indikasi medic bukan atas dasar meningkatkan pemasukan keuangan rumah sakit. Bertahan dan berkembang merupakan azas pokok sebuah lembaga menuju masa depan. Tanpa pengembangan pada mutu pelayanan, sebuah rumah sakit akan terus menerus mengalami penurunan kinerja dan pada gilirannya dapat terpuruk (Trisnantoro, 2000).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Perilaku Konsumen Perilaku konsumen seperti didefinisikan oleh Schiffman dan Kanuk dalam Prasetijo (2005), merupakan proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Proses ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap perolehan (acquisition) : mencari (searching) dan membeli (purchasing). 2. Tahap konsumsi (consumtion) : menggunakan (using) dan mengevalusi (evaluating). 3. Tahap tindakan pasca beli (disposition). Pengetahuan tentang perilaku konsumen dapat dipakai untuk menciptakan cara memuaskan kebutuhan mereka dan menciptakan pendekatan yang baik untuk berkomunikasi dan mempengaruhi mereka (Prasetijo, 2005) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembeli menurut Kotler (2003): 1. Faktor kultural : kultur, sub kultur, kelas sosial 2. Faktor social : kelompok referensi, keluarga, aturan dan situasi 3. Faktor pribadi : umur dan tahap pengalaman hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan kepribadian 4. Psikologi : motivasi, persepsi, pengetahuan, sikap dan keyakinan
Universitas Sumatera Utara
2.4 Persepsi Konsumen Persepsi adalah proses dimana sensasi yang datang dan diterima manusia melalui panca indra (sistem sensorik) dipilah dan dipilih, kemudian diaatur dan akhirnya diintepretasikan. Persepsi merupakan proses dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterprestasi stimuli yang diterima pancaindra, ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora, 2004). Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah : (Prasetijo, 2005) 1. Faktor internal 1.1. Pengalaman 1.2. Kebutuhan saat itu. 1.3. Nilai-nilai yang dianut. 1.4. Ekspektasi / pengharapan. 2. Faktor eksternal 2.1. Tampakan produk 2.2. Sifat-sifat stimulus 2.3. Situasi lingkungan Dalam melihat satu objek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, dipengaruhi oleh berbagai faktor : faktor pada pihak pelaku persepsi, faktor objek yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana persepsi dilakukan, faktor pelaku persepsi terdiri dari faktor psikologi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Umur, tingkat pendidikan, latar belakang social
Universitas Sumatera Utara
ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu menentukan persepsi pasien terhadao mutu pelayanan kesehatan (Jacobalis, 1995). Perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka terhadap realitas dan bukan realitas itu sendiri. Bila seseorang ingin membeli produk, maka ia merespon persepsinya tentang produk dan bukan produk itu sendiri (Prasetijo, 2005). Sedangkan menurut Parasuraman et al., 1988, persepsi pasien terhadap mutu pelayanan dipengaruhi oleh harapan terhadap pelayanan yang diinginkan. Harapan ini dibentuk oleh apa yang konsumen dengar dari konsumen lain dari mulut ke mulut, kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu dan pengaruh komunikasi eksternal. Pelayanan yang diterima dari harapan yang ada mempengaruhi konsumen terhadap mutu pelayanan. Krowinski (1996) melakukan pengukuran kepuasaan pasien rawat inap, dengan model persepsi terhadap mutu berbagai faktor pelayanan yang diterima pasien, yang membentuk persepsi terhadap keseluruhan mutu pelayanan. Dengan model ini, manajemen rumah sakit dapat mengevaluasi dan mengembangkan mutu pelayanan sesuai faktor pelayanan yang ada, untuk kepuasan pasien yang akan mempengaruhi kesediaan pemanfaatan ulang. Beberapa hal dapat dilakukan oleh pemberi pelayanan jasa untuk memperbaiki persepsi konsumen (Parasuraman et al., 1988). 1. Membuat konsumen sadar akan adanya komitmen pemberi layanan untuk memperbaiki kualitas pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan penjelasan kepada konsumen untuk penggunaan layanan yang lebih baik. 3. Memberikan penjelasan yang adekuat kepada konsumen beberapa hal yang mungkin dapat mengganggu / menghambat proses layanan. Kotler (2003) menyatakan bahwa mutu harus bias dirasakan oleh pelanggan. Mutu kerja harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan diakhiri dengan persepsi pelanggan. Pembaharuan kualitas hanya berarti bila dirasakan oleh pelanggan.
2.5 Kepuasan Konsumen Engel et al. dalam Tjiptono (2002), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evalusi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan muncul apabila hasil tak memenuhi harapan. Schnaars dalam Tjiptono (2002), menyatakan bahwa pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan pelanggan yang merasa puas. Tingkat kepuasan konsumen dapat berarti tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan disbanding harapannya. Harapan konsumen mempunyai peranan yang besar dalam membentuk kepuasan konsumen. Dalam konteks kepuasan konsumen, harapan merupakan perkiraan atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya. Parasuraman et al. (1988) memberi contoh cara konsumen pelayanan kesehatan menilai lima dimensi kualiatas jasa untuk mengukur kepuasan, sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Kehandalan : janji ditepati, sesuai jadwal, diagnosis terbukti akurat. b. Daya tanggap : mudah diakses, tak lama menunggu, besedia mendengar keluhan pasien. c. Jaminan : pengetahuan, keramahan, ketrampilan, kepercayaan, reputasi. d. Empati : mengenal pasien dengan baik, mengingat masalah sebelumnya, pendengar yang baik, sabar. e. Faktor fisik : ruang tunggu, ruang operasi, peralatan, bahan-bahan tertulis. Kotler (2003) mengidentifikasi 4 motede untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Sistem keluhan dan saran Organisasi yang berorientasi pada kepuasan pelanggan akan member kesempatan yang luas kepada para pelanggan untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media yang digunakan bias berupa kotak saran, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa. 2. Ghost Shopping Manajemen memperkerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai pembeli / pelanggan
produk
perusahaan
pesaing.
Kemudian
mereka
melaporkan
temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk saingan tersebut. Para ghost shoper juga mengamati cara perusahaan pesaing melayani permintaan pelanggan, menjawab dan menangani keluhan pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Lost Customer Analysis Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi agar dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya.
4. Survei Kepuasan Pelanggan Survei dapat dilakukan melalui pos, telepon, maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan dapat memperoleh tanggapan dan umpan balik dari pelanggan dan memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadapa para pelanggan. Pascoe dalam Krowinski (1996), mendefinisikan kepuasan pasien dari dua sisi yang berbeda (contrast model). Pasien memasuki rumah sakit dengan serangkaian harapan dan keinginan. Bila kenyataan di rumah sakit menjumpai pelayanan lebih dari yang diharapkan maka mereka akan puas. Sebaliknya jika pelayanan dirumah sakit lebih buruk dari yang mereka harapkan maka mereka akan tidak puas. Linder Pelz dalam Krowinski (1996) menyebutkan bahwa kepuasan pasien adalah evaluasi positif dari dimensi pelayanan yang beragam. Pelayanan yang dievalusi dapat berupa sebagian kecil dari pelayanan, sampai dengan system pelayanan menyeluruh didalam rumah sakit. Kajian tentang kepuasan pasien harus dapat dipahami sebagai suatu hal yang sangat banyak dimensinya atau variable yang mempengaruhinya. Jacobalis dalam Chriswardhani (2004) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang sering ditemukan berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit, keterlambatan pelayanan oleh perawat dan dokter, dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan, aspek pelayanan ‘hotel’ dirumah sakit serta kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit. Kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, beberapa manfaat antara lain diantaranya : hubungan antara perusahaan dengan pelanggan yang harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang puas akan kembali memanfaatkan jasa yang sama, sebaliknya konsumen yang tak puas akan memberitahu orang lain tentang pengalaman tersebut. Jacobalis menyatakan bahwa variabel non medis ikut menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur, tingkat pendidikan, latar belakang social ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien (Jacobalis, 1995).
2.6 Kesediaan Pembelian Ulang dan Loyalitas Konsumen Kesediaan pembelian ulang suatu produk atau jasa dipengaruhi kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen dirasakan sebagai suatu persepsi setelah pasien merasakan pelayanan yang diterima. Persepsi ini, berhubungan dengan sikap konsumen terhadap produk tersebut. Persepsi positif seseorang terhadap suatu produk akan menimbulkan realitas terhadap produk tersebut. Konsumen yang loyal akan
Universitas Sumatera Utara
bersedia memanfaatkan produk atau jasa tersebut bila suatu saat membutuhkan (Simamora, 2004). Loyalitas konsumen dapat berarti keadaan dimana terjadi pembelian ulang yang menetap oleh konsumen pada merk spesifik, yang lebih disukai dari beberapa alternative yang ada, atau penggunaan regular suatu tempat layanan / toko untuk tipe pembelian yang spesifik. Loyalitas dari pasien rumah sakit adalah suatu sasaran pemasaran yang penting. Rumah sakit harus mempunyai program untuk membangun loyalitas pasien kepada rumah sakit (Simamora, 2004). Perusahaan harus berusaha memuaskan konsumen pada semua tingkatan hubungan dan membuat konsumen terkesan dengan pelayanan yang lebih dari yang mereka harapakan. Tujuannya agar konsumen tetap loyal dan tidak berpaling pada produk atau jasa lain yang sejenis. Eksistensi konsumen yang loyal, termasuk pasien sebagai konsumen di rumah sakit tak hanya bersedia membeli ulang produk atau jasa ketika mereka membutuhkan tetapi juga kesediaannya untuk merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada teman, anggota keluarga dan kolega mereka. Mempertahankan konsumen lebih lama lebih penting dari pada menarik pelanggan baru. Konsumen yang puas akan memperlihatkan kesediaan dan kemungkinan membeli lagi produk tersebut (Simamora, 2004). Dengan banyaknya pilihan rencana kesehatan dan penyedia layanan kesehatan, konsumen lebih berani dibanding dulu dalam mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap pelayanan konsumen, dengan berpindah ke penyedia jasa atau rencana kesehatan yang lain (Wolper, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Pemberi layanan / pemasar menginginkan konsumen mereka menyampaikan kepada teman dan lainnya tentang produk merk, tempat membeli, dan hal-hal lain tentang produk agar mendapat konsumen potensial yang dapat berpengaruh oleh informasi tersebut (Peter, 2000).
2.7 Karakteristik Konsumen Karakteristik adalah cirri khusus yang mempunyai sifat sesuai dengan perwatakan tertentu. Dalam suatu penelitian, karakteristik merupakan variabel ‘universal’ yang amat sering memiliki relevansi pada penelitian kelompok atau populasi, sehingga pemasukan variabel tersebut harus selalu dipertimbangkan. Jenis kelamin, usia, paritas, etnis, agama, status perkawinan, status social yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, kepadatan rumah, tempat tinggal yang meliputi desa-kota dan morbiditas merupakan variabel-variabel universal yang sering diperhitungkan untuk diikutsertakan dalam suatu penelitian meskipun tidak secara otomatis digunakan sebagai variabel penelitian (Abramson, 1997). Menurut Kotler (2003), karakteristik dari konsumen yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian terdiri dari faktor cultural (kultur, subkultur, kelas sosial), faktor sosial (kelompok, referensi, keluarga, aturan dan situasi), faktor pribadi (umur dan tahap pengalaman hidup), pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup dan kepribadiaan, dan faktor psikologi (motivasi, persepsi, pengetahuan, sikap dan keyakinan).
Universitas Sumatera Utara
Dalam segmentasi pasar jasa, karakteristik konsumen yang menjadi variabel utama untuk dikaji karena berhubungan erat dengan perilaku konsumen. Meliputi faktor geografis (wilayah, ukuran daerah, kepadatan dan iklim), faktor demografis (umur, jenis kelamin, besar keluarga, siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras dan kewarganegaraan), faktor-faktor psikologis (kelas sosial, gaya hidup dan kepribadian) dan perilaku (peristiwa, manfaat, status pemakai, tingkat pemakaian, status kesetiaan, tahap kesiapan membeli dan sikap) terhadap produk (Kotler, 2003). Variabel non medis, ikut menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien. Gunarsa dkk dalam Chriswardhani (2004) menyatakan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi juga oleh karakteristik pasien yaitu : umur, pendidikan, pekerjaan, etnis, sosial ekonomi dan diagnosis penyakit.
2.8 Rumah Sakit Pengertian rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian (Wiyono, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Rumah sakit yang ideal adalah tempat orang sakit mencari dan menerima perawatan, juga menjadi tempat pendidikan klinis bagi tenaga kesehatan. Rumah sakit juga berperan dalam studi penyelidikan dan penelitian dalam ilmu pengetahuan kedokteran maupun penelitian ilmu-ilmu dasar (Wolfer, 2001). Rumah sakit merupakan sebuah institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan yang kompleks dan perlu dikelola secara professional sehingga penyedia pelayanan kesehatan ini akan berhadapan dengan masalah tentang bagaimana memberikan pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Disamping itu, rumah sakit adalah suatu jenis pelayanan industri jasa kesehatan. Oleh karena itu rumah sakit harus mampu menaati kaidah-kaidah bisnis dengan berbagai peran dan fungsinya (Aditama, 2004). Kualitas pelayanan dalam suatu rumah sakit dipengaruhi oleh betapa pentingnya peran karyawan yang professional seperti : dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiographer, ahli gizi dan lain-lain. Hal ini perlu mendapat perhatian karena para tenaga professional ini cenderung sangat otonom dan berdiri sendiri. Tidak jarang misi kerjanya tidak sejalan dengan misi kerja organisasi secara keseluruhan tetapi mampu bekerja dengan standar profesi yang dianut (Depkes RI, 2000). Azwar (1996) mengemukakan tiga ciri khas rumah sakit yang membedakan dengan industri lainnya : 1. Kenyataan bahwa bahan baku dari industri jasa kesehatan adalah manusia, dimana rumah sakit tujuan utamanya adalah melayani kebutuhan manusia bukan sematamata menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang seefesien mungkin.
Universitas Sumatera Utara
2. Kenyataan bahwa dalam industri rumah sakit yang disebut pelanggan rumah sakit tidak selalu mereka yang menentukan tempat menerima pelayanan. Pasien adalah mereka yang diobati di rumah sakit, akan tetapi kadang-kadang bukan mereka sendiri yang menentukan di rumah sakit mana mereka harus dirawat. 3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya peran professional termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi dan lain-lain untuk mewujudkan misi kerja organisasi. Depkes RI (1997) menyatakan, pembangunan dibidang perumahsakitan bertujuan untuk : 1. Meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelaksanaan rujukan medik dan rujukan kesehatan secara terpadu. 2. Meningkatkan dan memantapkan manajemen rumah sakit meliputi kegiatankegiatan perencanaan, pergerakan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan. Dalam menjalankan fungsinya melayani masyarakat, rumah sakit memberikan pelayanan dalam bentuk pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap. Pelayanan gawat darurat adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera mungkin untuk menyelamatkan kehidupannya. Di setiap rumah sakit lazim ditemukan unit gawat darurat (Hospital based emergency unit) (Azwar, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Azwar (1996), pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap. Pelayanan rawat jalan oleh klinik rumah sakit secara umum dibedakan : 1. Pelayanan darurat, untuk menangani pasien yang membutuhkan pertolongan segera dan mendadak. 2. Perawatan rawat jalan paripurna, memberikan pelayanan rawat jalan paripurna sesuai kebutuhan pasien. 3. Pelayanan rujukan, melayani pasien yang dirujuk oleh sarana kesehatan lain. 4. Pelayanan bedah jalan, memberikan pelayanan bedah yang selesai dan pasien pulang pada hari yang sama. Pelayanan rawat inap adalah pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau kesehatan lainnya dengan menempati tempat tidur. Batasan tempat tidur adalah tempat tidur yang tercatat dan tersedia di ruang rawat inap (Wiyono, 1997).
2.9 Landasan Teori Teori yang mendasari dalam mengukur mutu jasa pelayanan yang dilakukan suatu rumah sakit mengacu kepada lima dimensi mutu yang disebutkan Parasuraman et al. (1988) yaitu: 1. Tangibles (bukti langsung), berupa fisik, pegawai dan perlengkapan serta penampilan personil.
Universitas Sumatera Utara
2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan dengan akurat dan segera. 3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan petugas untuk membantu para pelanggan dengan cepat dan tanggap. 4. Assurance (jaminan), mencakup pengetahuan, kemampuan, keramahan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para petugas, untuk menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan (bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan). 5. Emphaty (empati), perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan, seperti kemudahan melakukan hubungan, berkomunikasi yang baik dengan pelanggan, perhatian pribadi dan memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan. Persepsi pasien tentang kualitas rumah sakit yang menjadi elemen penting dalam menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam konsep model kualitas pelayanan jasa yang dikemukakan oleh Parasuraman et al. (1988) ada empat faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pasien terhadap jasa pelayanan, yaitu: a. pengalaman dari teman (word of mouth), b. kebutuhan atau keinginan (personal need), c. pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (past experience) dan d. komunikasi melalui iklan/pemasaran (external communications to customer). Perbedaan
persepsi
dan
harapan
pasien,
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi keputusan pelanggan rumah sakit dalam memanfaatkan pelayanan rumah sakit. Mengacu kepada teori Anderson dalam Notoatmodjo (2005), sebagaimana diuraikan pada skema berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Predisposing
Enabling
Need
Demografic (Age, Sex)
Family Resource (Income, Health Assurance)
Perceived (Symptoms diagnose)
Social Structure (Etnicity, Education, Occupation of Head Family)
Community Resource (Health facility and personal)
Health Services
Evaluated (Clinical diagnose)
Health Belief Gambar 2.1 Landasan Teori Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)
a. Karakteristik predisposisi Karakteristik predisposisi menggambarkan kecenderungan bahwa setiap individu berbeda secara karakteristik dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Hal yang termasuk dalam karakteristik predisposisi adalah: ciri ciri demografi (jenis kelamin, umur, dan status), struktur sosial (tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan) serta keyakinan bahwa pelayanan dapat menolong proses kesembuhan penyakit. b. Karakteristik Kebutuhan Teori pemanfaatan pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan permintaan akan pelayanan kesehatan oleh konsumen. Permintaan akan pelayanan kesehatan justru selama ini yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan penduduk sudah benar
Universitas Sumatera Utara
benar
mengeluh sakit serta
mencari
pengobatan. Faktor
faktor yang
mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah pengetahuan tentang kesehatan, sikap terhadap fasilitas kesehatan dan pengalaman terhadap kemampuan fasilitas kesehatan tersebut. c. Karakteristik pendukung penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada sangat tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. Berdasarkan ketiga faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagaimana disebutkan Anderson dalam Notoatmodjo (2003), salah satu faktor adalah pengalaman terhadap kemampuan fasilitas kesehatan pada karakteristik kebutuhan. Mengacu kepada hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat seseorang membutuhkan pelayanan kesehatan karena mengalami suatu penyakit akan menggunakan pengalamannya tentang rumah sakit yang pernah digunakannya untuk menentukan kembali berobat ke rumah sakit tersebut atau memilih rumah sakit lain. 2.10 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen
Variabel Dependen
Mutu Pelayanan Rumah Sakit a. Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan administrasi Pemanfaatan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan
b. Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan dokter c. Persepsi pasien umum tentang mutu pelayanan perawat d. Persepsi pasien umum tentang mutu sarana pelayanan e. Persepsi pasien umum tentang mutu lingkungan pelayanan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara