BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelasan Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las merupakan sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya. Mawardi (2005), Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan. Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan. 2.1.1 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara konvesional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur dan akan terbentuk kelompokkelompok yang banyak sekali. Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu: 1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar. 2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.
Universitas Sumatera Utara
3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair. Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan (Sumber: hhtp://wwwmesin-teknik.blogspot.com) 2.1.2 Pengelasan Oksi-asetilen (Oxyacetylin welding) Pengelasan dengan oksi-asetilen adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa pengisi logam. Dalam proses ini digunakan campuran gas oksigen dengan asetilen. Suhu nyalanya bisa mencapai 35000C. oksigen berasal dari proses hidrolisasi atau pencairan udara. Oksigen disimpan dalam selinder baja pada tekanan 14 MPa. Gas asetilen (C2H2) dihasilkan oleh reaksi kalisum karbida dengan air dengan reaksi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Adapun rangkain gas oksi-asitilen ditunjukkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Rangkaian gas oksi-asetilen (Sumber: Sri Widharto, 2007) Asitilen adalah gas hidrokarbon dengan rumus C2H2, jika bertekanan 29,4 Psi ke atas, asetilen menjadi tidak stabil, yakni hanya dnegan guncangan sedikit saja dapt meledak walaupun tanpa tercampur oksigen atau udara. Asetilen tidak boleh digunakan dengan tekanan
15 Psi. Tangki karbit didesain sedemikian rupa
sehingga hanya dapat memasok C2H2 dengan tekanan sekitar 15 Psi saja. Asetilen didapat dengan mereaksikan kapur karbit dengan air sehingga persamaannya adalah sebagai berikut: 2CaC2 + 2H2O
2C2H2 + 2CaO. Jika gas tersebut dibeli dalam bentuk siap
pakai, maka gas tersebut dipasok dalam botol khusus yang didalamnya terisi material berpori dimana asetilen dicampur dengan aseton. Dengan kondisi seperti ini, asetilen dapat disimpan hingga 275 SCF. Dengan tekanan sebesar 250 Psi. Tekanan gas ini harus diredusir hingga 15 Psi atau kurang dengan katup pengatur tekanan untuk
Universitas Sumatera Utara
kemudian disalurkan ke obor nyala. Selinder asitelin tidak boleh ditangani secara kasar dan tersentak mendadak, serta harus disimpan jauh-jauh dari sumber panas apa saj. Selinder harus disimpan dalam posisi tegak untuk menghindarkan larinya aseton sewaktu gassnya digunakan. Dalam penggunaan normal, konsumsi asetilen tidak boleh melebihi 1/7 kapasitas botol per jam. Pada nyala gas oksi-asetilen bisa diperoleh 4 jenis nyala api yaitu: 1. Nyala asetilen lebih (nyala karburasi) Bila terlalu banyak perbandingan gas asetilen yang digunakan maka di antara kerucut dalam dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna biru. Di antara kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah kelebihan asetilen. Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam cair. Nyala ini banyak digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferous. Gambar dibawah ini merupakan gambar nyala karburasi. Nyala karburasi ditunjukan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Nyala Karburasi (Sumber : Sri Widharto, 2007) 2. Nyala oksigen lebih (nyala oksidasi)
Universitas Sumatera Utara
Bila gas oksigen lebih daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan nyala netral maka nyala api menjadi pendek dan warna kerucut dalam berubah menjadi ungu. Nyala ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi atau dekarburisasi pada logam cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan dalam pengelasan fusion dari kuningan dan perunggu namun tidak dianjurkan untuk pengelasan lainnya. Nyala oksidasi ditunjukkan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Nyala Oksidasi (Sumber : Sri Widharto, 2007) 3. Nyala Netral Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan asetilen sekitar satu. Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar yang berwarna biru bening. Oksigen yang diperlukan nyala ini berasal dari udara. Suhu maksimum setinggi 3300 0C sampai 3500 0C tercapai pada ujung nyala kerucut. Nyala netral ditunjukkan pada gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Nyala netral (Sumber : Sri Widharto, 2007) Karena sifatnya yang dapat merubah komposisi logam cair maka nyala asetilen berlebih dan nyala oksigen berlebih tidak dapat digunakan untuk mengelas baja. Suhu Pada ujung kerucut dalam kira-kira 3000° C dan di tengah kerucut luar kira-kira 2500° C. Pada posisi pengelasan dengan oksi asetilen arah gerak pengelasan dan posisi kemiringan pembakar dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas las. Dalam teknik pengelasan dikenal beberapa cara yaitu: 1. Pengelasan di bawah tangan Pengelasan di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar (brander) terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut antara 30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan jarak 2–3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan. Pada sambungan sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengelasan mendatar (horisontal) Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar. 3. Pengelasan tegak (vertikal) Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°. 4. Pengelasan di atas kepala (over head) Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°. 5. Pengelasan dengan arah ke kiri (maju) Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas. 6. Pengelasan dengan arah ke kanan (mundur)
Universitas Sumatera Utara
Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas. Keuntungan dan kegunaan pengelasan oksi-asetilen sangat banyak, antara lain: 1. Peralatan relatif murah dan memerlukan pemeliharaan minimal/sedikit. 2. Cara penggunaannya sangat mudah, tidak memerlukan teknik-teknik pengelasan yang tinggi sehingga mudah untuk dipelajari. 3. Mudah dibawa dan dapat digunakan di lapangan maupun di pabrik atau di bengkel-bengkel karena peralatannya kecil dan sederhana. 4. Dengan teknik pengelasan yang tepat hampir semua jenis logam dapat dilas dan alat ini dapat digunakan untuk pemotongan maupun penyambungan.
2.2 Desain Sambungan Las Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian kekuatan las akan terjamin. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah: 1.
Ketebalan benda kerja.
2.
Jenis benda kerja.
3.
Kekuatan yang diinginkan.
4.
Posisi pengelasan.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban dinamis, atau keduanya). Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut: 1.
Kampuh V Tunggal Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini juga lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat dipakai untuk menerima gaya tekan yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis dan dinamis. Pada pelat dengan tebal 5 mm–20 mm penetrasi dapat dicapai 100%.
2.
Kampuh Persegi Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka. Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak kuat untuk beban tekuk.
3.
Kampuh V Ganda Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil mungkin. dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.
4.
Kampuh Tirus Tunggal
Universitas Sumatera Utara
Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar. Sambungan ini lebih baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V. Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm. 5.
Kampuh U Tunggal Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini lebih kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas tinggi. Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm.
6.
Kampuh U Ganda Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka, sambungan ini lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan ketebalan pelat 12 mm-25 mm dapat dicapai penetrasi 100%.
7.
Kampuh J Ganda Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan sambungan V ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima beban tekan. Sambungan ini dapat dibuat secara tertutup ataupun terbuka. Jenis-jenis sambungan las diperlihatkan pada gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Jenis alur sambungan las (Sumber: Harsono Wiryosumarto, 2000) 2.3 Pengujian Hasil Pengelasan 2.3.1 Pengelasan Pada Aluminium Ada beberapa jenis aluminium yang digunakan dalam dunia perindustrian dalam bidang perkapalan, konstruksi, dan lain-lain, beberapa penjelasan aluminium yaitu: 1. Aluminium dan paduannya Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan. Kemajuan akhir-akhir ini dalam beberapa
Universitas Sumatera Utara
teknik pengelasan menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat dipercaya. Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang telah berkembang. Paduan Aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga cara, yaitu berdasarkan pembuatan, dengan klasifikasi paduan cor dan paduan tempa, berdasarkan perlakuan panas dengan klasifikasi, dapat dan tidak dapat diperlaku-panaskan dan cara yang ketiga yaitu berdasarkan unsur-unsur paduan. Berdasarkan klasifikasi ketiga ini aluminium dibagi dalam tujuh jenis yaitu: jenis Al murni, Al-Cu, Al-Mn, Al-Si, AlMg, Al-Mg-Si, Al-Zn. 2. Paduan Aluminium Magnesium Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar logam Al3Mg2. Sel satuannya merupakan hexagonal susunan rapat (eph) tetapi ada juga yang sel satuannya kubus berpusat muka (fcc) rumit. Titik eutetiknya adalah 450ºC, 35%Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperature eutektik adalah 17,4% yang menurun pada temperature biasa sampai kira-kira 1,9%Mg, jadi kemampuan penuaan dapat diharapkan. Adapun pemakaian aluminium magnesium banyak digunakan di bidang industry. Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik
disebut
hidrinalium. Paduan dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al-Mg umumnya non heat tretable. Seri 5052 banyak digunakan pada pipa hidrolik, lembar logam pembuatan mobil, truk, dan lain-lain. Seri 5052 biasa digunakan sebagai bahan tempaan.
Universitas Sumatera Utara
Paduan 5056 adalah paduan paling kuat setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlakukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5%Mg) yang kuat dan mudah dilas sehingga banyak digunakan sebagai bahan untuk tangki LNG. Seri 5005 dengan 0,8%Mg banyak digunakan sebagai batang profil extrusi. Seri 5050 dengan 1,4%Mg dipakai sebagai pipa saluran minyak dan gas pada kendaraan. Adapun batas komposisi paduan Aluminium-Magneisum dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Batas komposisi paduan Aluminium-Magnesium (%) Alloy Si
5050
5052
Fe
Cu
0.25 0.40 0.10
0.25 0.40 0.10
Mn
Mg
Cr
1.4–
0.15–
0.10 2.0
0.35
2.2–
0.15–
0.10
Remainder
Remainder
0.35 0.05–
0.40 0.40 0.10
Remainder 0.25 0.15
1.0
4.9
0.25
0.20– 3.5–
0.05–
0.7
0.25
0.40 0.50 0.10
Remainder 0.25 0.15
4.5
3.10– 0.15– 5154
0.25 0.40 0.10
0.10
Remainder 0.20 0.20
3.90
0.35
4.50– 0.05– 5356
0.25 0.40 0.10
Al
0.10
0.40– 4.0–
5086
Ti
0.10
2.8
5083
Zn
0.10
0.06– Remainder 0.10
5.50
0.20
0.20
Universitas Sumatera Utara
5454
5456
0.50– 2.4–
0.05–
1.0
0.20
0.25 0.40 0.10
Remainder 0.25 0.20
3.0
0.50– 4.7–
0.05–
1.0
0.20
0.25 0.40 0.10
Remainder 0.25 0.20
5.5 2.6–
5754
0.40 0.40 0.10
0.50
Remainder 0.30
0.20 0.15
3.6 Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Aluminium_alloySifat Mampu las Dalam hal pengelasan, paduan aliminium mempunyai sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik tersebut adalah: 1. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi maka sukar sekali untuk memanaskan dan mencairkan sebagian kecil saja. 2. Paduan Aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksida aluminium Al2O3 yang mempunyai titik cair yang tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar dan logam las menjadi terhalang. 3. Karena mempunyai koefisien muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung membentuk retak-panas. 4. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hidrogen dalam logam cair logam padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas kantong-kantong hidrogen. 5. Paduan aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang terbentuk selama pengelasan akan tenggelam. Keadaan ini memudahkan terkandungnya zat-zat yang tidak dikehendaki ke dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
6. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena pemanasan mudah mencair dan jatuh menetes. Akhir-akhir ini sifat yang kurang baik ini telah dapat diatasi dengan alat dan teknik las yang lebih maju dan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung selama pengelasan. Dengan kemajuan ini maka sifat mampu las dari paduan aluminium menjadi lebih baik lagi. 2.3.2 Pengujian Cacat Las Adapun pengujian cacat las yg digunakan adalah Metode utama Non Destructive Testing yang meliputi: 1. Visual Inspection Sering kali metode ini merupakan langkah yang pertama kali diambil dalam NDT. Metode ini bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi. Dalam hal ini tentu saja adalah retak yang dapat terlihat oleh mata telanjang atau dengan bantuan lensa pembesar ataupun boroskop. 2. Liquid Penetrant Test Metode Liquid Penetrant Test merupakan metode NDT yang paling sederhana. Metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid, baik logam maupun non logam, seperti keramik dan plastik fiber. Melalui metode ini, cacat pada material akan terlihat lebih jelas. Caranya adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinspeksi. Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang baik dan viskousitas yang rendah agar dapat
Universitas Sumatera Utara
masuk pada cacat dipermukaan material. Selanjutnya, penetrant yang tersisa di permukaan material disingkirkan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan warna penetrant dengan latar belakang cukup kontras. Seusai inspeksi, penetrant yang tertinggal dibersihkan dengan penerapan developer. Semua ketidaksempurnaan yang terdapat pada permukaan bahan dapt dideteksi dengan cara ini, tidak terpengaruh oleh orientasi cacatnya. Sedangkan cacat-cacat yang terletak dibawah permukaan tidak dapt dideteksi dengan pengujian ini. Kelemahan dari metode ini antara lain adalah bahwa metode ini hanya bisa diterapkan pada permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterapkan pada komponen dengan permukaan kasar, berpelapis, atau berpori. 3. Magnetic Particle Inspection Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface) suatu komponen dari bahan ferromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya adalah dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang digunakan untuk memdeteksi adanya kebocoran medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik dipermukaan. Partikel-partikel tersebuat akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain itu, medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi. 4. Eddy Current Test Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet ini dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat. Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau. Selain itu metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja. 5. Ultrasonic Inspection
Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan. Gelombang ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 – 20 MHz. Gelombang suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material. Gelombang ultrasinic ini dibnagkitkan oleh tranducer dari
Universitas Sumatera Utara
bahan piezoelektri yang dapat menubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.
6. Radiographic Inspection
Metode NDT ini dapat untuk menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma. Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudaian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film ini lah yang akan memeprlihatkan bagian material yang mengalami cacat.
Kesalahan dalam beberapa prosedur mempengaruhi hasil dari las, berikut jenis-jenis cacat hasil proses las, beberapa cacat permukaan adalah:
1. Lubang Jarum (Pin Hole) Sebab: Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan belerang dalam bahan. Akibat: Kemungkinan bocor di lokasi cacat. Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai WPS asli, gambar lubang jarum ditunjukkan pada gambar 2.7.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Lubang jarum (Sri Widharto, 2007) 2. Percikan Las (Spatter) Sebab: Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere capping terlalu tinggi. Akibat: Tampak jelek, mengalami karat permukaan. Penanggulangan: Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda tidak boleh mengingat akan memakan bahan induk, gambar percikan las ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Percikan Las (Sri Widharto, 2007)
Universitas Sumatera Utara
3. Retak (Crack) Sebab: Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan tanpa perlakuan panas yang benar. Akibat: Fatal. Penanggulangan: Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujungujung retak dibor dan bagian retak digouging (dikikis) 100% kemudian diisi dengan bahan yang cocok sesuai dengan WPS. Jika sebabnya adalah ketidakcocokan materil atau retak berada di luar kampuh, maka seluruh sambungan las berikut bahannya diganti, cacat retak ditunjukkan gambar 2.9.
Gambar 2.9 Retak (Sri Widharto, 2007) 4. Keropos (Porosity) Sebab: Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas, ampere capping terlalu besar. Akibat: Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan.
Universitas Sumatera Utara
Penanggulangan: Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai WPS, cacat keropos ditunjukkan pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Keropos (Sri Widharto, 2007) 5. Muka Cekung (Concavity) Sebab: Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las capping terlalu tinggi, elektrode terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu besar. Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi keretakan akibat tegangan geser. Penanggulangan: Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat (reinforcement), cacat cekung ditunjukkan pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Muka Cekung (Sri Widharto, 2007) 6. Longsor Pinggir (Undercut) Sebab: Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi. Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan.
Universitas Sumatera Utara
Penanggulangan: Cukup diisi dengan stringer saja. Undercut
yang tajam seperti takik, dilarang (harus segera diperbaiki)
karena dapat menyebabkan keretakan notch,cacat undercut ditunjukkan pada gamabr 2.12.
Gambar 2.12 Longsor Pinggir (Sri Widharto, 2007) 7. Penguat berlebihan (Excessive Reinforcement) Sebab: Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere capping terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin. Akibat : Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji eltrasonik proba sudut (angle probe), jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir. Penanggulangan: gounging 100% dan dilas ulang esuai WPS. Welder diperingatkan, cacat penguat berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Penguat Berlebihan (Sri Widharto, 2007) 8. Jalur Terlalu Lebar (Wide Bead)
Universitas Sumatera Utara
Sebab: Mungkin telah terjadi manipulasi mutu las. Akibat: Jika terbukti, seluruh material diapkir. Welder tidak lulus. Cacat wide bead ditunjukkan pada gambar 2.14.
Gambar 2.14 Jalur Terlalu Lebar (Sri Widharto, 2007) 9. Tinggi Rendah (High Low) Sebab: Penyetelan tidak benar. Akibat: Sambungan diapkir. Penanggulangan: gouging 100%, distel dan dilas ulang sesuai WPS. Welder diperingatkan, jenis cacat tinggi rendah ditunjukkan pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 Tinggi Rendah (Sri Widharto, 2007) 10. Lapis Dingin (Cold Lap) Sebab: Suhu metel terlalu dingin, ampere capping terlalu rendah, ayunan (sway) tidak tetap (consistent).
Universitas Sumatera Utara
Akibat: Terjadi fusi tidak sempurna dipermukaan dan mungkin juga di dalam. Karenanya mutu las dipertanyakan. Penanggulangan: Bongkar keseluruhan jalur las untuk kemudian dibuat kampuh lagi dan dilas ulang sesuai WPS, cacat lapis dingin ditunjukkan pada gambar 2.16.
Gambar 2.16 Lapis Dingin (Sri Widharto, 2007) 11. Penetrasi Tidak Sempurna (Incomplete Penetration) Sebab: Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap, celah tidak seragam ( sempit dan lebar tidak beraturan), ampere akar las rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar. Akibat: Di bagian cacat berpotensi retak. Penanggulangan : Gouging 100% pada bagian cacat dan dilas ulang sesuai WPS, cacat penetrasi tidak sempurna ditunjukkan pada gambar 2.17.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Penetrasi tidak sempurna (Sri Widharto, 2007)
12. Penetrasi Berlebihan (Excessive Penetration) Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam. Akibat:
Biasa
menyebabkan
retak
akar,
karat
sebelah
dalam,
menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa). Penanggulangan: Bongkar total, stel kembali dan dilas ulang sesuai WPS, cacat penetrasi berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.18.
Gambar 2.18 Penetrasi Berlebihan (Sri Widharto, 2007) 13. Retak Akar (Root Crack)
Universitas Sumatera Utara
Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam. Akibat:
Biasa
menyebabkan
retak
akar,
karat
sebelah
dalam,
menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa) Penanggulangan: Bongkar total, stel kembali dan dilas ulang sesuai WPS, cacat retak akar ditunjukkan pada gambar 2.19. Jika retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti.
Gambar 2.19 Retak Akar (Sri Widharto, 2007) 14. Terbakar Tembus (Blow Hole) Sebab: Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik turun. Akibat: Pada lokasi cacat sambungan lemahdan terdapat kemungkinan bocor, mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat. Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai WPS, cacat terbakar tembus ditunjukkan pada gambar 2.20.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Terbakar tembus (Sri Widharto, 2007) 15. Longsor Pinggir Akar (Root Undercut) Sebab: Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu besar. Akibat: Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak takik (notch). Penanggulangan: Lokasi cacat di-gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS, cacat longsor pinggir akar ditunjukkan pada gambar 2.21.
Gambar 2.21 Longsor pinggir akar (Sri Widharto, 2007) 16. Akar Cekung (Root Concavity/ Such Up)
Universitas Sumatera Utara
Sebab: Terhisapnya las akar oleh jalur las di atasnya (khususnya pada GTAW), kecepatan las akar terlalu tinggi. Akibat: Melemahkan sambungan,potensi terjadi erosi dan karat tegangan. Penanggulangan : Lokasi cacat di-gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS, cacat akar cekung ditunjukkan pada gambar 2.22.
Gambar 2.22 Akar Cekung (Sri Widharto, 2007) 17. Stop Start A Sebab: Penggantian elektrode terlalu mundur. Akibat: Tampak buruk. Penanggulangan: Cukup disesuaikan denagn sekitarnya Cacat stop star A ditunjukkan pada gambar 2.23.
Gambar 2.23 Stop start A (Sri Widharto, 2007) 18. Stop Start B
Universitas Sumatera Utara
Sebab: Penggantian elektrode terlalu maju. Akibat: Terjadi bagian yang tidak terjadi (underfill) yang berpotensi retak. Penanggulangan : Bersihkan bagian yang underfill, cacat stop star B ditunjukkan pada gambar 2.24.
Gambar 2.24 Stop Start B (Sri Widharto, 2007)
2.3.2 Uji Tarik Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Penarikan
gaya
terhadap
beban
akan
mengakibatkan
terjadinya
perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada
Universitas Sumatera Utara
bahan
uji
adalah
proses
pergeseran
butiran
kristal
logam
yang
mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum. Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan perlahan bertambah
besar,
bersamaan
dengan
itu
dilakukan
terhadap
mengenai
perpanjangan yang dialami benda uji sehingga dihasilkan kurva teganganregangan dari hasil pengujian tersebut, kurva regangan-tegangan aluminium dapat dilihat pada gambar 2.25.
σyield d
Gambar 2.25 Diagram tegangan-regangan aluminium Sumber: (www.ncssm.edu)
Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit, akan tetapi titik di mana terjadinya deformasi plastik sangat sukar ditentukan secara teliti. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mengukur regangan yang terjadi digunakan criteria permulaan batas luluh sebagai berikut: 1.
Batas Elastis σE (Elastic Limit) Berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10-6 inchi/inchi. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan beberapa ratus dislokasi.
2.
Batas Proporsional σp (Proportional Limit) Tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara teganganregangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari berbagai garis lurus kurva tegangan-regangan.
3.
Deformasi Plastis (Plastic Deformation) Tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro.
4.
Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress) Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
5.
Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress) Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
Universitas Sumatera Utara
6.
Regangan Luluh εy (Yield Strain) Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
7.
Regangan Elastis εe (Elastic Strain) Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
8.
Regangan Plastis εp (Plastic Strain) Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
9.
Regangan Total (Total Strain) Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp.
10. Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength) Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. 11. Kekuatan Patah (Breaking Strength) Merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis dapat ditulis:
Universitas Sumatera Utara
.........................................................(2.1) ...............................................(2.2)
Dimana:
= Tegangan (MPa) P = Gaya (Kgf) A = Luas Penampang (cm2) = Regangan = Pertambahan Panjang (cm) L0= Panjang mula-mula (cm)
Universitas Sumatera Utara