BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. DIARE 1.1. Defenisi Diare Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Secara epidemiologi diare didefenisikan sebagai keluarnya tinja yang lunak atau cair tiga kali atau lebih dalam satu hari. Diare adalah penyebab penting kekurangan gizi, ini disebabkan karena adanya anoreksia pada penderita diare sehingga anak makan lebih sedikit dari pada biasanya dan kemampuan menyerap sari makanan juga berkurang, padahal seharusnya kebutuhan sari makanannya meningkat akibat dari adanya infeksi. Setiap episode diare menyebabkan kekurangan gizi, sehingga bila episodnya berkepanjangan dampak negatif terhadap pertumbuhan akan meningkat (DITJEN, PPM & PLP 1999).
1.2.
Faktor Penyebab Diare Menurut Ngastiyah (1997) penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa
faktor antar lain: 1.2.1. Faktor Infeksi Infeksi internal terdiri dari; (1) Infeksi bakteri; Vibrio, E.Coli, salmonella, campylobacter, yersinia, aeromonas, dan sebagainya. (2) Infeksi virus; Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus,
Universitas Sumatera Utara
6
Astrovirus, dan lain-lain. (3) Infeksi paratisit; Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyiuris, Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia tamblia, Trichomonas hominis) dan jamur (Candida albicans). Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: Otitis media akut, tonsillitis, bronkopneumoni, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun. 1.2.2. Faktor malabsorbsi Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa. Malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi protein. 1.2.3. Faktor makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas, makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu seperti susu sapi.
1.3. Klasifikasi Diare Menurut Ellis et el (1973) dalam Suharyono (2008) klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, dan diare kronis. 1) Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak atau sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan darah. 2) Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap
Universitas Sumatera Utara
gluten atau gangguan metabolisme yang menurun, lama diare kronik lebih dari 30 hari. 1.4. Akibat Diare 1.4.1. Dehidrasi Pada diare akut dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang Menurut DITJEN, PPM & PLP (1999) dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak dari pada pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan kehilangan berat badan dan gejala klinis. Berdasarkan kehilangan berat badan, apabila berat air kurang dari 5 % berat badan, maka dehidrasinya bersifat ringan dan satu – satunya gejala dehidrasi yang jelas ialah haus. Bila defisit melebihi 5 % berat badan, penderita mungkin akan sangat haus. Hilangnya cairan dalam rongga ekstrasel mengakibatkan turgor kulit berkurang, ubun-ubun dan mata cekung, serta mukosa kering. Defisit cairan 5-10 % berat badan mengakibatkan dehidrasi sedang, sedangkan defisit cairan 10 % atau lebih disebut dehidrasi berat (Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008). Derajat dehidrasi menurut kehilangan berat badan, diklasifikasikan menjadi tiga, dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 1. Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan Derajat dehidrasi
Penurunan berat badan
Tidak dehidrasi Dehidrasi ringan sedang Dehidrasi berat
<5% 5-10 % > 10 %
Universitas Sumatera Utara
Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinisnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis Penilaian Keadaan umum Mata Air mata Mulut, lidah Rasa haus Periksa:Turgor kulit Hasil pemeriksaan
Terapi Keadaan umum
A
B
C
Baik, sadar Normal Ada Basah Minum seperti biasa Kembali cepat
Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Haus, ingin minum banyak Kembali lambat
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringan/ sedang
Lesu, tidak sadar Sangat cekung Tidak ada Sangat kering Malas minum, tidak bisa minum Kembali sangat lambat Dehidrasi berat
Rencana pengobatan A Baik, sadar
Bila ada 1 tanda ditambah 1/lebih tanda lain Rencana pengobatan B Gelisah, rewel
Bila ada 1 tanda ditambah 1/lebih tanda lain Rencana pengobatanC Lesu, tidak sadar
1.4.2. Gangguan keseimbangan asam-basa Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah metabolik asidosis. Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja, terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Universitas Sumatera Utara
1.4.3. Hipoglikemia Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita kekurangan kalori protein (KKP). Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg % pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa : lemas, apatis , tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
1.4. 4. Gangguan gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena makanan sering dihentikan oleh orang tua. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
1.4.5. Gangguan sirkulasi Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau shock hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal.
1.5. Penatalaksanaan Menurut DITJEN, PPM & PLP (1999) tujuan dalam mengelola dehidrasi yang disebabkan diare adalah untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) dan kemudian mengganti cairan yang hilang sampai
Universitas Sumatera Utara
diarenya berhenti (terapi rumatan). Kehilangan cairan dapat diganti baik secara oral maupun intravena.
1.5.1. Cairan rehidrasi oral Prinsip yang mendasari URO (upaya rehidrasi oral) telah diterapkan untuk pengembangan campuran glukosa dan elektrolit yang seimbang untuk digunakan dalam pengobatan dan pencegahan dehidrasi, kekurangan kalium, dan kekurangan basa yang terjadi karena diare. Untuk memenuhi dua tujuan terakhir, kalium dan garam sitrat (bikarbonat) dimasukkan sebagai tambahan terhadap natrium klorida. Campuran garam dan glukosa ini dinamakan oral rehydration salt (ORS) atau disebut cairan rehidrasi oral (oralit). Bila oralit dicampurkan dalam air, campuran ini disebut
larutan oralit. Oralit memiliki kandungan 3,5 gram/L NaCL, 2,5
gram/L Na bikarbonat, 1,5 gramKCL dan 20 gram glukosa. Cairan rehidrasi oral (ORS) tersebut dinamakan cairan rehidrasi oral formula lengkap, disamping itu terdapat formula tidak lengkap atau formula sederhana atau sering disebut cairan rumah tangga yang hanya mengandung 2 komponen yaitu NaCL dan glukosa atau penggantinya misalnya sukrosa dan merupakan larutan gula garam (LGG). 1.5.2. Cairan rumah tangga (CRT) Meskipun komposisinya tidak setepat larutan oralit untuk mengobati dehidrasi, cairan lain seperti larutan sup, larutan garam – air kelapa, air tajin, minuman yoghurt, mungkin lebih praktis dan hampir efektif sebagai upaya rehidrasi oral untuk mencegah dehidrasi. Cairan rumah tangga ini harus segera diberikan kepada anak pada saat mulai diare, dengan tujuan memberi lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
cairan dari biasannya. Pemberian makanan juga harus diteruskan. Berikut ini beberapa cairan rumah tangga yang dapat menggantikan oralit : 1. Campurkan 1 gelas (200 ml) air putih, 1 sendok teh besar gula (gula pasir atau
gula
merah), dan 1 ujung pisau garam dapur.
2. Campurkan 1 gelas (200 ml) air tajin, 1 sendok teh besar gula (gula pasir atau gula merah), dan satu ujung pisau garam dapur. 3. Campurkan 1 gelas (200 ml) air kelapa dan 1 sendok teh besar gula. Cairan yang berasal dari makanan paling efektif untuk terapi di rumah jika mengandung beberapa garam, dan kandungan natrium harus sekitar 50 mmol/l. Konsentrasi ini didapat melalui pengenceran 3 gram garam dapur ke dalam 1 liter air. Bila yang diberikan hanya cairan bebas garam, bila memungkinkan diberikan pula makanan yang mengandung garam. Namun begitu kombinasi ini kurang efektif dalam pencegahan diare berat. Bayi yang diare harus selalu diteruskan pemberian ASInya. Pemberian ASI pada saat diare merupakan sumber penting air dan nutrisi, sedangkan garam dapat menurunkan volume tinja dan lamanya sakit. 1.5.3. Cara pembuatan dan pemberian oralit Gunakan gelas, cangkir, atau botol yang bersih. Gunakanlah air minum baik air putih atau air teh atau susus yang telah dimasak. Kemudian masukkan 1 bungkus oralit , (kecil , kemasan untuk 200 cc) ke dalam 1 gelas (200cc) yang telah berisis air minum tadidan aduk hingga larut betul. Pada prinsipnya berikan sebanyak anak mau minum. Mula – mula berikan sedikit demi sedikit agar anak jangan muntah. Bila anak muntah, tunggu dengan pemberian oralit selama 5-10 menit untuk kemudian di berikan lagisedikit demi sedikit. Dalam 2 jam pertama
Universitas Sumatera Utara
berikan oralit sebanyak mungkin misalnya 2 gelas. Sebaiknya penderita secepatnya di bawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk di nilai derajat rehidrasinya oleh petugas kesehatan. Bila tanda-tanda dehidrasi sudah berkurang pemberian cairan dapat dikurangi, misalnya 1 gelas tiap 2 atau 3 jam, sampai diare berhenti. Sebagai pedoman berikan 50 cc per kg berat badan sehari pada dehidrasi ringan dan 100 cc per kg berat badan sehari pada dehidrasi sedangatau dapat pula setiap kali anak di bawah umur 6 tahun dan 2 gelas oralit untuk anak besar.
1.6.
Rencana Pengobatan Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi
menjadi tiga, yakni rencana pengobatan A, B dan C. 1.6.1. Rencana pengobatan A : Rencana pengobatan diare di rumah Digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair (sup, air tajin), air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut : Tabel 3. Kebutuhan oralit per kelompok umur Umur
Jumlah oralit yang
Jumlah oralit yang disediakan di
diberikan tiap BAB
rumah
< 12 bulan
50-100 ml
400 ml/hari ( 2 bungkus)
1-4 tahun
100-200 ml
600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus)
> 5 tahun
200-300 ml
800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Universitas Sumatera Utara
1.6.2. Rencana pengobatan B Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang, dengan cara ; dalam 3 jam pertama, berikan 75 ml/KgBB. Berat badan anak tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut:
Tabel 4. Jumlah oralit yang diberikan pada 3 jam pertama Umur Jumlah oralit
< 1 tahun
1-5 tahun
> 5 tahun
300 ml
600 ml
1200 ml
Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan juga 100-200 ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B atau C untuk melanjutkan pengobatan. 1.6.3. Rencana pengobatan C Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi berat. Pertamatama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.
1.7.
Diit Pada Balita Diare Menurut Suandi (1999) dalam Uripi (2004) agar pemberian diit pada anak
dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi keadaan gizi anak, maka diperlukan persyaratan diit sebagai berikut: a. Pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi atau keadaan telah memungkingkan, sedapat-dapatnya dilakukan dalam 24 jam pertama. Pemberian makanan secara dini penting untuk mengurangi sekecil mungkin perubahan keseimbangan protein-kalori. b. Makanan cukup energi dan protein. Bila terjadi gizi kurang dapat diberikan diit energi lebih tinggi 25% dari kebutuhan normalnya dan tinggi protein. c. Pemberian ASI diutamakan pada bayi. Pada anak yang mendapat susu formula dapat diberikan selang-seling dengan oralit sehingga terjadi pengenceran laktosa di dalam perut d. Pemberian cairan dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan menurut berat badan dan umur e. Pemberian vitamindan mineral dalam jumlah cukup f. Makanan yang tidak merangsang (bumbu tajam dan tidak menimbulkan gas dan rendah serat) g. Makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna ke bentuk yang sesuai umur dan keadaan penyakit h. Makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering i.
Khusus untukk penderita diare karena malabsorpsi diberiakn makanan sesuai dengan penyebabnya
Universitas Sumatera Utara
j.
Parenteral nutrisi dapat dimulai apabila ternyata dalam 5 hari atau 7 hari masukan nutrisi tidak optimal Tabel 5. Jenis makanan saat balita diare
Bahan makanan Yang dapat diberikan Bahan makanan Buat beras mnejadibubur nasi pokok dan selingan atau bubur saring Buat tepung-tepungan menjadi bubur atau puding Rebus kentang, lalu haluskan Rebus mie dan makaroni Biskuit dan roti tawar tanpa lemak
Yang dilarang Nasi goreng, mie/pasta goreng, beras ketan, jagung ubi, singkong dan talas
Bahan lauk hewani
Telur direbus atau masak ceplok, atau dadar Cincang daging rendah lemak dan ayam Rebus ikan tanpa tulang
Semua yang menghasilkan tekstur keras dann dimasak dengan bumbu tajam Semua yang berlemak tinggi
Bahan lauk nabati
Rebus atau tim tahu Rebus atau kukus tempe
Semua jenis kacangkacangan dalam bentuk utuh lalu haluskan
Sayuran dan buah- Sari sayuran (air kaldu) Tim, lalu haluskan wortel, buahan labu siam, dan labu kunig sari buah yang manis, kukus pisang lalu haluskan
Susu dan olahannya
hasil Tergantung jenis diare: - pada intoleransi laktosa, berikan susus rendah laktosa - pada malabsorbsi lemak, berikan susu skim (tanpa lemak)
Minyak dan lemak
Bumbu
Sayuran dan buah segar Sayuran dan buah yang berserat tinggi,dan menimbulkan gas, seperti kacang panjang, kol, lobak, kangkung, durian, mangga, dan nangka
Berikan terbatas atau MCT Berbagai lemak yang sulit (medium chain trigliserida) dicerna Semua
bumbu
yang
Universitas Sumatera Utara
merangsang, seperti lada, cabai dan cuka Minuman
Teh, sirup, dan sari buah
Minuman mengandung alkohol
yang soda dan
2. PERILAKU 2.1. Pengertian Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan kebutuhan tambahan (Purwanto, 1999). Perilaku kesehatan adalah tindakan seseoranng yang mengerti status kesehatan mereka, mempertahankan setatus kesehatan mereka secara optimal, mencegah sakit dan luka dan mencapai kemampuan fisik dan mental secara maksimal (Kozier, et al, 1995). Tindakan seperti diet, latihan, perhatian terhadap gejala sakit, mengikuti nasehat pengobatan dan mencegah terjadinya resiko terhadap kesehatan. Perilaku kesehatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu yang meyakini dirinya sehat untuk tujuan mencegah penyakit atau mendeteksinya dalam tahap asimtomatik (Klas & Cobb, 1996 dalam Niven, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Dari batasan tersebut, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi : a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance) Merupakan perilaku atau usaha seseorang untuk memlihara atau menjaga kesehatan untuk tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan Merupakan upaya atau tindakam seseorang pada saat menderita penyakit, dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke luar negeri. c. Perilaku kesehatan lingkungan Seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun social budaya,sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan kata lain bagaimana seseorang mengelola lingkungan dan memanfaatkan lingkungan dengan baik sangat diperlukan, agar tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, dan masyarakat. Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini, yaitu : a. Perilaku hidup sehat Merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup makan dengan menu seimbang dengan kualitas makanan dan kualitas makanan terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh, olah raga teratur dengan kualitas (gerakan) dan frekuensi yang tetap, yang tergantung dari usia dan status kesehatan individu, tidak merokok dan minum – minuman keras serta memakai narkoba, istirahat
Universitas Sumatera Utara
cukup dan mampu untuk mengendalikan stress serta gaya hidup yang positif bagi kesehatan b. Perilaku sakit Perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit. Perilaku sakit merupakan aktifitas apapun yang dilakukan individu yang merasa sakit, untuk mendefenisikan keadaan kesehatannya dan menemukan pengobatan yang tepat. c. Perilaku peran sakit Mencakup hak dan kewajiban pasien sendiri maupun keluarganya, perilaku ini meliputi tindakan memperoleh kesembuhan, mengenal dan mengetahui hak untuk memperolah perawatan dan pelayanan kesehatan dan kewajiban untuk mengobati penyakitnya dan mencegah penularan penyakitnya pada orang lain.
2.2. Domain Perilaku Bloom (1976), dalam Suliha (2002), mengatakan bahwa aspek perilaku yang dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi tiga ranah yaitu : ranah Kognitif
(pengetahuan),
ranah
afektif
(sikap),
dan
ranah
Psikomotor
(keterampilan). Perilaku manusia terbagi kedalam 3 domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor
(Beni,
bloom,
1908
dalam
Notoatmodjo,
2003).
Dalam
Universitas Sumatera Utara
perkembangannya, teori Bloom dimodifikasi untuk mengukur hasil pendidikan kesehatan, yakni : 2.2.1. Pengetahuan (knowledge) Menurut Bloom 1908 dalam Notoadmodjo 2003), pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu: Tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisa (analysis), sintesis ( syntesis) dan evaluasi (evaluation). Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Memahami (comprehension ), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasii atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum – hokum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkanmateri suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Sintesis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemmpuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada. 2.2.2. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmodjo, 2003). Komponen pokok dari sikap adalah kepercayaan terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, dan kecendrungan untuk bertindak. Tingkatan dari pembentukan sikap, yakni : (1)Menerima (receiving), dimana bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). (2)Merespon (responding), dimana individu memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indiasi dari sikap. (3)Menghargai (valuing), dimana individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan atau masalah. (4)Bertanggungjawab (responsible), dimana individu bertanggungjawab terhadap terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Praktek atau Tindakan (practice) Menurut Notoadmodjo, (2003) untuk mewujudkan suatu sikap menjadi tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tingkatan dari praktek atau tindakan, yaitu : (1)Persepsi (perseption), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. (2)Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat kedua. (3) Mekanisme (mecanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. (4)Adopsi (adoption), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
3. PENATALAKSANAAN REHIDRASI ORAL PADA BALITA DIARE Pengobatan diare di rumah yang efektif hanya dapat diberikan oleh ibu. Ibulah yang harus menyiapkan cairan rehidrasi oral dan memberikannya dengan benar, memberikan makanan yang disiapkan dengan benar dan memutuskan kapan harus di bawa ke tempat pengobatan. Ibu dapat melakukan tugas ini dengan benar bila dia jelas mengetahui kebutuhan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Keterlambatan untuk mendapatkan pertolongan memegang peranan dalam terjadinya kematian akibat diare tersebut, seringkali ibu yang membawa anaknya dalam kedaaan dehidrasi berat dan disertai penurunan
Universitas Sumatera Utara
kesadaran atau faktor lainnya seperti kejang, sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Padahal dengan terapi awal yang tepat, diare akan mudah disembuhkan. Maka dari itu kesempatan terbaik bagi ibu untuk belajar tentang pengobatan diare di rumah adalah
ketika dia membawa anaknya ke tempat
pengobatan karena anaknya diare. Sayangnya, kesempatan ini sering hilang karena dokter atau petugas kesehatan tidak berkomunikasi dengan baik terhadap ibu- ibu, akibatnya ibu-ibu sering pulang ke rumah tanpa mengerti bagaimana meneruskan pengobatan anaknya dengan efektif (DITJEN, PPM & PLP 1999). Sebaiknya dokter atau petugas kesehatan memberikan informasi tentang cara penanganan diare, yaitu pertama langkah yangtepat yang harus dilakukan adal memberikan cairan secukupnya. Ibu – ibu yang balitanya diare sebaiknya memberikan ASI jika anaknya masih menyusui, selain itu anak diberi minum kuah sayur atau sup, oralit, LGG (larutan gula garam) dan sebagainya. Jika anak bisa memngkonsumsi makanan , ibu hendaknya memberi makanan harian yang di haluskan. Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap masalah kesehatan anak balitanya tentu sangat penting agar anak yang sedang mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk (Kuntari, 2009).
Universitas Sumatera Utara