BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Anak Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan anak-anak dari orang dewasa. Namun, mendefinisikan anak-anak dari segi usia dapat menjadi permasalahan besar karena penggunaan definisi yang berbeda oleh beragam negara dan lembaga internasional. Department of Child and Adolescent Health and Development, mendefinisikan anak-anak sebagai orang yang berusia di bawah 20 tahun. Sedangkan The Convention on the Rights of the Child mendefinisikan anakanak sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun. WHO (2003), mendefinisikan anak-anak antara usia 0–14 tahun karena di usia inilah risiko cenderung menjadi besar.17 Menurut Badan Pusat Statistik, komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur terdiri dari penduduk berusia muda (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun) dan usia tua (≥65 tahun). 9 Masa perkembangan anak dibagi oleh banyak ahli dalam beberapa periode dengan tujuan untuk mendapatkan wawasan yang jelas tentang definisi dan perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena pada saat-saat perkembangan tertentu anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan tingkah laku karakteristik yang hampir sama. Menurut Kartono (1995), periode perkembangan anak terdiri dari masa bayi usia 0-1 tahun (periode vital), masa kanak-kanak usia 1-5 tahun (periode estatis), masa anak-anak sekolah dasar usia 6-12 tahun (periode intelektual) dan periode pueral usia 12-14 tahun (pra-pubertas atau puber awal).18
Universitas Sumatera Utara
2.2. Definisi Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium bentuk aseksual yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif.19 Malaria ialah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan demam yang dapat meningkat hingga 410C atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala menggigil, anemia dan splenomegali. Malaria positif adalah penderita dengan gejala malaria dan dalam darahnya ditemukan parasit Plasmodium melalui pemeriksaan mikroskopis.20,21
2.3. Epidemiologi Penyakit Malaria 2.3.1. Distribusi Penyakit Malaria a. Menurut Orang Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Pada bayi biasanya terlindung dari malaria klinis selama beberapa bulan pertama kehidupannya karena adanya antibodi ibu dari plasenta ke janin. Namun, bayi yang lahir dari ibu dengan malaria plasenta, lebih 41% kemungkinan mengalami malaria parasitemia pada usia yang lebih muda. Diagnosis malaria plasenta ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dalam sel darah merah atau pigmen malaria dalam monosit pada sediaan darah yang diambil dari plasenta bagian maternal atau darah tali pusat melalui biopsi pada saat pelepasan
Universitas Sumatera Utara
plasenta sewaktu partus. Gambaran histologik infeksi aktif berupa plasenta yang berwarna hitam/abu-abu, eritrosit terinfeksi pada sisi maternal.22,23 Plasenta selain sebagai sumber makanan bagi janin, juga mempunyai fungsi sebagai protective barrier dari berbagai kelainan yang terdapat dalam darah ibu sehingga parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan plasenta. Prevalensi malaria plasenta biasanya ditemukan lebih tinggi daripada malaria pada sediaan darah tepi wanita hamil, hal ini karena plasenta merupakan tempat parasit bermultiplikasi.23 Biasanya infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan akan tetapi yang paling berisiko adalah ibu hamil, karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin.21 Data Steketee dkk dalam Suparman (2005), tentang pengaruh buruk malaria pada kehamilan di daerah endemis malaria (Sub-Sahara Afrika) tahun 1985-2000 cukup tinggi. Resiko anemi 3-15%, BBLR 13-70%, dan kematian neonatal 3-8%. 23 Wanita hamil, terutama gravida pertama, tampak sangat rentan terhadap infeksi malaria. Pada daerah geografis endemis Plasmodium falciparum, ditemukan angka serangan 4-12 kali lebih besar daripada angka serangan pada wanita tidak hamil. Angka serangan yang lebih tinggi pada wanita hamil mungkin disebabkan sebagian hilangnya imunitas selama kehamilan. Laporan dari berbagai negara menunjukan insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup tinggi, dari El vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil, dari berbagai tempat bervariasi antara 2-76%.24
Universitas Sumatera Utara
Jika ditemukan perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan atau pada berbagai golongan umur sebenarnya disebabkan oleh faktorfaktor lain seperti aktivitas, imunitas dan status gizi.21 Penelitian Balyan (2003), di Desa Aek Badak Jae Kecamatan Angkola Jae Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 1999-2001, proporsi penderita malaria menurut jenis kelamin tertinggi pada laki-laki sekalipun tidak begitu menyolok yaitu 50,76% pada laki-laki dan 49,24% pada perempuan.25 Penelitian Idun (2008) di RSUD Karimun, Kabupaten Karimun tahun 20052006, terdapat 273 penderita malaria parasit positif, 144 orang (52,75%) laki-laki dan 129 orang (47,25%) perempuan.11 Penelitian Nasution (2005) di Kecamatan Panyabungan Kota, Kabupaten Mandailing Natal tahun 2004 terdapat 1.772 penderita malaria, 770 orang (43,45%) laki-laki dan 1.002 orang (56,55%) perempuan, kelompok umur 1-5 tahun 482 orang (27,20%), 6-11 tahun 346 orang (19,52%), 12-18 tahun 174 orang (9,82%), 19-55 tahun 702 orang (39,62%) dan ≥56 tahun 68 orang (3,84%).16 b. Menurut Tempat Batas dari penyebaran malaria adalah 640 LU (Kota Archangel di Rusia) dan 320 LS (Kota Cordoba di Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut, misalnya di Laut Mati sampai pada wilayah dengan ketinggian 2.600 meter di atas permukaan laut, misalnya di Londiani, Kenya. Bahkan sampai pada wilayah dengan ketinggian 2.800 meter di atas permukaan laut, misalnya di Chochabamba (Bolivia). Diantara batas lintang dan ketinggian ini ada daerahdaerah yang bebas malaria, tergantung dari keadaan lingkungannya.
Universitas Sumatera Utara
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropik. Plasmodium falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin, namun paling sering ditemukan pada wilayah beriklim tropis. Wilayah penyebaran Plasmodium malariae hampir sama dengan Plasmodium falciparum, meskipun lebih jarang terjadi dan dengan distribusi yang sporadik. Dari semua jenis spesies Plasmodium pada manusia, Plasmodium ovale paling jarang ditemukan, termasuk di wilayah Afrika yang beriklim tropis dan sekali-sekali ditemukan di kawasan Pasifik Barat. Di Indonesia penyakit malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. 26 Tidak dijumpai lagi daerah endemis malaria di negara-negara yang mempunyai iklim dingin dan subtropis, akan tetapi malaria masih menjadi penyebab utama masalah kesehatan masyarakat di beberapa negara tropis dan subtropis; transmisi malaria yang tinggi dijumpai di daerah pinggiran hutan di Amerika Selatan (Brasil), Asia Tenggara (Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika.3 Tahun 2008, diperkirakan 243 juta kasus malaria diseluruh dunia. Sebagian besar (85%) terjadi di wilayah Afrika, kemudian diikuti wilayah Asia Tenggara (10%) dan wilayah Mediterania (4%). Diantaranya mengalami kematian sekitar 863.000 orang, 89% terjadi di wilayah Afrika, 6% di wilayah Mediterania dan 5% di Asia Tenggara.27 Daerah dengan kasus malaria klinis tinggi tahun 2005 dilaporkan dari kawasan Timur Indonesia antara lain dari Provinsi Papua dengan AMI 208,82 per
Universitas Sumatera Utara
1.000 penduduk, Nusa Tenggara Timur 100,4 per 1.000 penduduk, Maluku Utara 67,24 per 1.000 penduduk dan Sulawesi Tenggara 6,92 per 1.000 penduduk. Untuk kawasan Indonesia bagian barat API masih cukup tinggi antara lain di Provinsi Jambi 13,55 per 1.000 penduduk, Bangka Belitung 11,18 per 1.000 penduduk dan Sumatera Utara 7,24 per 1.000 penduduk.28 Di Provinsi luar Jawa-Bali, tahun 2008 AMI tertinggi di Papua Barat, yaitu 167,47 per 1.000 penduduk, diikuti Nusa Tenggara Timur 104,10 per 1.000 penduduk, Papua 84,74 per 1.000 penduduk dan Maluku Utara 51,42 per 1.000 penduduk. Untuk wilayah Jawa dan Bali, API tertinggi di Provinsi Jawa Timur yaitu 0,71 per 1.000 penduduk diikuti Jawa Barat 0,58 per 1.000 penduduk, yang terendah di Porvinsi Banten dan D.I. Yogyakarta yaitu masing-masing sebesar 0,03 per 1.000 penduduk.9 Penyebaran malaria di Provinsi Sumatera Utara dibagi ke dalam dua daerah yaitu daerah endemis dan daerah non endemis. Yang termasuk ke dalam daerah endemis adalah Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Nias, Tapanuli Tengah, Asahan, Labuhan Batu dan Deli Serdang. 29 c. Menurut Waktu Malaria terjadi musiman dibeberapa negara di wilayah Afrika, seperti Bostwana, Cape Verde, Namibia, Afrika Selatan, Swaziland dan Zimbabwe, penularannya lebih rendah dibandingkan dengan Sub-Sahara Afrika. Penyebab utama malaria adalah Plasmodium falciparum. Lima negara (Bostwana, Cape Verde, Namibia, Afrika Selatan dan Swaziland) antara tahun 2000 sampai 2008 menunjukkan penurunan diatas 50% dari jumlah kematian karena malaria, Cape
Universitas Sumatera Utara
Verde melaporkan hanya 2 kematian di tahun 2008. Sementara di Zimbabwe, kasus malaria positif mengalami peningkatan dari 16.990 kasus di tahun 2004 menjadi 92.900 kasus di tahun 2008.27 Hampir di seluruh wilayah tanah air angka kesakitan malaria menunjukan trend yang menurun. Angka kesakitan malaria yang diukur dengan API pada tahun 2000 yaitu 0,81 per 1.000 penduduk, tahun 2001 menjadi 0,62 per 1.000 penduduk, tahun 2002 menjadi 0,47 per 1.000 penduduk, tahun 2003 menurun menjadi 0,22 per 1.000 penduduk, dan tahun 2004 menjadi 0,14 per 1.000 penduduk. Begitu juga angka kesakitan malaria yang diukur dengan AMI pada tahun 2000 yaitu 31,09 per 1.000 penduduk, tahun 2001 menjadi 26,20 per 1.000 penduduk, tahun 2002 menjadi 22,27 per 1.000 penduduk, tahun 2003 menjadi 21,80 per 1.000 penduduk dan tahun 2004 menurun menjadi 21,20 per 1.000 penduduk.9 Data tersebut di atas kecenderungan penurunan angka kesakitan malaria selama 5 tahun dapat diperkirakan sebesar kurang lebih 50%, namun tidak disertai dengan penurunan jumlah kejadian luar biasa (KLB) malaria yang terjadi. Selama tahun 2001-2005 kejadian luar biasa malaria terjadi di 15 provinsi meliputi 30 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000 orang dengan 389 kematian dan Case Fatality Rate (CFR) 1,95%.30,31 2.3.2. Determinan Penyakit Malaria Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh faktor yang disebut host, agent, dan environtment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas saling mendukung.21
Universitas Sumatera Utara
a. Host a.1. Host Intermediate (Manusia) Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi oleh agent (parasit/Plasmodium) dan merupakan tempat berkembang biaknya agent. Faktor-faktor instrinsik yang mempengaruhi kerentanan host terhadap agent, antara lain :17,21,26,32, a.1.1. Usia Anak-anak lebih rentan dibanding orang dewasa terhadap infeksi parasit malaria karena daya tahan tubuhnya (imun) lebih rendah dari pada orang dewasa. WHO (2000), melaporkan bahwa sekitar satu juta anak-anak di bawah lima tahun meninggal karena Plasmodium falciparum di Afrika. Kebanyakan disebabkan karena malaria serebral dan anemia. a.1.2. Ras Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria. Misalnya, di Afrika di mana prevalensi dari hemoglobin S (Hb S) cukup tinggi, penduduknya ternyata lebih tahan terhadap akibat dari infeksi Plasmodium falciparum. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit turunan/herediter yang disebut sickle cell anaemia. a.1.3. Cara Hidup Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria. Misalnya tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di luar rumah pada malam hari.
Universitas Sumatera Utara
a.1.4. Status Gizi Anak-anak yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria. a.1.5. Kekebalan/Immunitas Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi dua, yakni kekebalan tidak spesifik (non-spesific resistance) dan kekebalan spesifik (spesific resistance). Kekebalan tidak spesifik adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit. Untuk kekebalan spesifik dapat diperoleh dari dua sumber yaitu genetik dan kekebalan yang diperoleh (acquired immunity). Kekebalan yang bersumber dari genetik biasanya berhubungan dengan ras (warna kulit) dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis vivax. Kekebalan yang diperoleh (acquired immunity) ini diperoleh dari luar tubuh anak. Kekebalan dapat bersifat aktif, dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu, kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi, yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme patogen penyakit. Kekebalan pasif diperoleh dari ibu melalui plasenta dan dapat juga diperoleh melalui serum anti bodi. Kekebalan pasif hanya bersifat sementara. a.2. Host Defenitive (Nyamuk Anopheles) Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, darah ini diperlukan untuk proses pematangan telurnya. Faktor perilaku nyamuk merupakan hal yang
Universitas Sumatera Utara
sangat menentukan dalam proses penularan malaria disamping faktor lain seperti : umur nyamuk, kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit, frekuensi menggigit manusia dan siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur.23 b. Agent ( Parasit/Plasmodium) Parasit/Plasmodium hidup di dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/Plasmodium hidup dalam tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual (pembiakan melalui kawin) dan hidup dalam tubuh manusia pada daur aseksual (pembiakan tidak kawin, melalui pembelahan diri). Agent penyebab malaria dari genus Plasmodium, familia Plasmodiidae, dan dari Orde Coccidiidae. Penyebab malaria di Indonesia sampai saat ini ada empat macam Plasmodium yaitu : b.1. Plasmodium falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. b.2. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana. b.3. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria kuartana. b.4. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat. Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi umumnya hanya dua jenis parasit yaitu campuran antara Plasmodium falciparum dengan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali terjadi.21
Universitas Sumatera Utara
c. Environment (Lingkungan) Environment adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk akan berkembang biak bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak. Faktor lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :21,26, 33 c.1. Lingkungan Fisik c.1.1. Suhu Udara Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu terhadap masa inkubasi ekstrinsik berbeda bagi tiap spesies. Pada suhu yang melebihi 320C, parasit dalam tubuh nyamuk akan mati, meskipun dalam tubuh manusia parasit dapat tetap hidup pada suhu 400C. c.1.2. Kelembaban Udara Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit serta pola istirahat nyamuk. Tingkat kelembaban 63%, merupakan angka yang paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. c.1.3. Hujan Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor, dan jenis tempat perindukan
Universitas Sumatera Utara
(breeding places). Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya Anopheles. Menurut Stasiun Klimatologi Gabe Hutaraja, Kabupaten Mandailing Natal, curah hujan relatif rata-rata di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 mencapai 2.990 mm/tahun. c.1.4. Angin Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar rumah adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. c.1.5. Sinar Matahari Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh, sebaliknya An. hyrcanus spp lebih menyukai tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik ditempat teduh maupun di tempat terang. c.1.6. Arus Air An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir sedikit. An. minismus menyukai tempat perindukan yang alirannya cukup deras dan An. letifer di tempat yang airnya tergenang. c.2. Lingkungan Kimiawi Lingkungan yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar antara 12-180/00 dan tidak dapat berkembang pada kadar garam diatas 400/00, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara An. sundaicus
Universitas Sumatera Utara
ditemukan pula dalam air tawar. An. letifer dapat hidup di tempat yang asam /pH rendah.26 c.3. Lingkungan Biologik Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh jaraknya dari rumah.26 c.4. Lingkungan Sosial Budaya Faktor ini terkadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.23 Penelitian oleh Zaluchu dan Arma (2007) di Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias, menemukan ternyata malaria yang telah sekian lama menjadi suatu penyakit masyarakat, dianggap tidak lagi menjadi penyakit yang berbahaya atau penyakit biasa dan bahkan menyatakan malaria bukan penyakit menular yang harus dikuatirkan.34
Universitas Sumatera Utara
2.4. Siklus Hidup Plasmodium Siklus hidup Plasmodium berlangsung pada manusia dan nyamuk. Di dalam tubuh manusia yang merupakan hospes perantara, terjadi siklus hidup aseksual yang terdiri dari empat tahapan yaitu tahap skizogoni, tahap skizogoni eksoeritositik, tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni. Tahap skizogoni preeritrositik dan skizogoni eksoeritrositik berlangsung di dalam sel-sel hati, sedangkan tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni berlangsung di dalam sel-sel eritrosit. Pada tahap skizogoni preeritrositik, stadium sprozoit yang masuk bersama gigitan nyamuk, mula-mula masuk dan berkembang biak di dalam jaringan sel-sel parenkim hati. Tahap skizogoni preeritrositik berlangsung selama 8 hari pada Plasmodium vivax, 6 hari pada Plasmodium falciparum dan 9 hari pada Plasmodium ovale. Lamanya tahap ini pada Plasmodium malariae sukar ditentukan. Siklus preeritrositik di dalam jaringan hati pada Plasmodium falciparum hanya berlangsung satu kali, sedangkan pada spesies lainnya siklus ini dapat berlangsung berulang kali. Keadaan ini disebut skizogoni eksoeritrositik yang merupakan sumber pembentukan stadium aseksual parasit yang menjadi penyebab terjadinya kekambuhan pada malaria vivax, malaria ovale dan malaria malariae. Tahap skizogoni eritrositik berlangsung di dalam sel darah merah (eritrosit). Tahap ini berlangsung selama 48 jam pada Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum dan Plasmodium ovale, sedangkan pada Plasmodium malariae berlangsung setiap 72 jam. Pada tahap ini akan terjadi bentuk-bentuk trofozoit, skizon dan merozoit. Bentuk-bentuk tersebut mulai dijumpai 12 hari sesudah terinfeksi Plasmodium vivax, dan 9 hari sesudah terinfeksi Plasmodium falciparum.
Universitas Sumatera Utara
Multiplikasi malaria pada tahap skizogoni eritrositik akan menyebabkan pecahnya sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya demam yang khas pada gejala klinik malaria. Sesudah tahap skizogoni eritrositik berlangsung beberapa kali, sebagian dari merozoit akan berkembang menjadi bentuk gametosit. Perkembangan ini terjadi di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapiler-kapiler limpa dan sumsum tulang. Tahap ini disebut tahap gametogoni yang berlangsung selama 96 jam. Gametosit tidak menyebabkan gangguan klinik pada penderita malaria, sehingga penderita dapat bertindak sebagai karier malaria. Di dalam tubuh nyamuk Anopheles yang bertindak sebagai hospes definitive, berlangsung siklus hidup seksual (sporogoni). Bentuk gametosit yang terhisap bersama darah manusia, di dalam tubuh nyamuk akan berkembang menjadi bentuk gamet dan akhirnya menjadi bentuk sporozoit yang infektif bagi manusia. Di dalam lambung nyamuk terjadi proses awal pematangan parasit. Dari satu mikrogametosit akan terbentuk 4-8 mikrogamet, dan dari satu makrogametosit akan terbentuk satu makrogamet. Fusi antara mikrogamet dengan makrogamet akan menghasilkan zigot yang dalam waktu 24 jam akan berkembang menjadi ookinet. Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk, masuk ke jaringan antara lapisan epitel dan membran basal dinding lambung, berubah menjadi ookista yang bulat bentuknya. Di dalam ookista akan terbentuk ribuan sprozoit. Jika ookista telah matang, dindingnya pecah dan sporozoit menyebar ke berbagai organ nyamuk, terutama masuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk. Dalam keadaan ini nyamuk vektor yang infektif.35
Universitas Sumatera Utara
Pada gambar di bawah ini (Gambar 2.1.) dapat dilihat daur hidup Plasmodium dalam tubuh nyamuk dan dalam tubuh manusia.
Gambar 2.1. Siklus Hidup Plasmodium
2.5. Penularan Penyakit Malaria Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk Anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada beberapa jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam sampai fajar. Malaria ditularkan dengan berbagai cara yang pada umumnya dibagi atas alamiah dan tidak alamiah.21
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Penularan Secara Alamiah Penularan malaria yang berlangsung secara alamiah yaitu melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif. Nyamuk menggigit orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Di dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.21 2.5.2. Penularan yang Tidak Alamiah a. Malaria Bawaan (Kongenital) Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan, karena ibunya menderita malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta. Malaria kongenital dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :23,36 a.1. True Congenital Malaria (acquired during pregnancy) Pada malaria kongenital ini sudah terjadi kerusakan plasenta sebelum bayi dilahirkan. Parasit malaria ditemukan pada darah perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir dan gejalanya ditemukan pada saat lahir atau 1-2 hari setelah lahir. a.2. False Congenital Malaria (acquired during labor) Malaria kongenital ini paling banyak dilaporkan dan terjadi karena pelepasan plasenta diikuti transmisi parasit malaria ke janin. Gejala-gejalanya muncul 3-5 minggu setelah bayi lahir. b. Secara Mekanik Penularan terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian. Kadang-kadang seorang anak atau bayi dapat terinfeksi
Universitas Sumatera Utara
oleh transfusi darah yang didonor seorang donor darah terinfeksi, tetapi asimtomatik. 23,36
2.6. Gejala Gejala klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis Plasmodium, daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur penderita, keadaan kesehatan dan nutrisi. Gejala-gejala permulaan malaria sering tidak spesifik dan serupa dengan gejala yang terjadi pada penderita penyakit virus sistemik. Malaria berat pada anak, biasanya menimbulkan gejala berupa kelemahan, anemia, pembesaran limpa dan hati. Demam selalu dijumpai tetapi bervariasi, muntah, nyeri perut dan diare juga sering dijumpai. Tanda dan gejala batuk pada anak-anak dengan malaria berat juga sangat umum terjadi. 3,37,38 2.6.1. Demam Secara klinis, gejala dari penyakit malaria infeksi tunggal terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas dari demam. Sebelum demam penderita biasanya merasa lemah, sakit kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada penderita dengan infeksi majemuk (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis Plasmodium tetapi infeksi berulang dalam jarak waktu berbeda), maka serangan panasnya bisa terus-menerus (tanpa interval), sedangkan pada yang imun, maka gejalanya minimal.24,36
Universitas Sumatera Utara
Suatu paroksisme biasanya terdiri atas tiga stadium yang berurutan yakni stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage), stadium berkeringat (sweating stage). Paroksisme ini biasanya jelas pada orang dewasa, namun pada anak dan bayi paroksisme ini makin jarang pada yang usianya masih muda, kebanyakan bereaksi sebagai kejang. Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrinsik). Masa inkubasi ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies parasit, paling pendek pada Plasmodium falciparum dan paling panjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, tingkat imunitas penderita dan cara penularan. Penularan yang bukan alamiah seperti melalui transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas penerima darah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi Plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, Plasmodium vivax setelah 16 hari, dan Plasmodium malariae setelah 40 hari atau lebih. Setelah lewat masa inkubasi, maka gejala demam terlihat dalam tiga stadium, biasanya lebih sering terjadi pada anak besar dan orang dewasa, yaitu :36 a. Stadium Dingin (Cold Stage) Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
Universitas Sumatera Utara
b. Stadium Demam (Hot Stage) Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, mual serta muntah seringkali terjadi. Nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 410C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya sizon darah yang telah matang dan masuknya merosoit darah kedalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sizon-sizon dari setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada Plasmodium malariae, fenomena tersebut setiap 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada Plasmodium falciparum setiap 24-48 jam. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita. c. Stadium Berkeringat (Sweating Stage) Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak, pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam. Ketiga gejala klinis tersebut di atas ditemukan pada penderita yang berasal daerah non endemis atau orang yang pertama kali menderita malaria. Sedangkan di daerah endemis malaria, ketiga stadium klinis di atas tidak berurutan bahkan tidak
Universitas Sumatera Utara
semua stadium ditemukan pada penderita, sehingga defenisi malaria klinis seperti di atas hanya dipakai sebagai pedoman untuk penemuan penderita di daerah yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium. 2.6.2. Pembesaran Limpa (Splenomegali) Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis atau menahun. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar. Limpa membengkak akibat penyumbatan oleh sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria. Lama-kelamaan konsisten limpa menjadi keras karena jaringan ikat pada limpa semakin bertambah. Dengan pengobatan yang baik, limpa akan kembali normal.37,39,40 2.6.3. Anemia Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi seluruh stadium sel darah merah sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium vivax hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae umunya terjadi pada keadaan kronis. 39 Gejala anemia berupa badan terasa lemah, pusing, pucat, penglihatan kabur, jantung berdebar-debar dan kurang nafsu makan. Diagnosa anemia ditentukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah.40
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Leukositosis Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit atau sel darah putih. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh dari berbagai infeksi ; baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Variasi kecil dalam jumlah leukosit tidak mempunyai arti klinik, tetapi adanya infeksi dalam tubuh meningkatkan leukosit sampai 20.000 bahkan 40.000 per mm3 darah. Terjadinya leukositosis merupakan indikator prognosis buruk penyakit malaria.41 Sel darah putih (leukosit) dibagi menjadi dua kelompok besar fagosit dan limfosit. Granulosit yang mencakup tiga jenis sel, neutrofil, eosinofil dan basofil bersama-sama dengan monosit merupakan fagosit. Limfosit sel prekursornya dan sel plasma membentuk populasi imunosit. Normal hanya sel fagosit matang dan limfosit yang ditemukan dalam darah tepi.42 Tabel 2.1. Sel Darah Putih Normal42 Leukosit Total Bayi Baru Lahir <1 tahun 1-3 tahun 4-7 tahun 8-12 tahun Dewasa
10,00 - 25,0 x 103/µL 6,00 - 18,0 x 103/µL 6,00 - 17,0 x 103/µL 6,00 -15,0 x 103/µL 4,50 - 13,5 x 103/µL 4,00 - 11,0 x 103/µL
2.7. Diagnosa atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium (mikroskopik, tes diagnostik cepat) dan tanpa pemeriksaan laboratorium. Pada daerah yang tidak tersedia fasilitas dan tenaga untuk pemeriksaan laboratorium, maka diagnosis tanpa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan berdasarkan anamnese
Universitas Sumatera Utara
dan pemeriksaan fisik, maka diagnosa malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Kasus malaria yang didiagnosis hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis disebut kasus tersangka malaria atau malaria klinis. Sampai saat ini diagnosis pasti malaria berdasarkan ditemukannya parasit malaria dalam sediaan darah secara mikroskopik.40 Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan dengan membuat sediaan darah hapus tipis dan darah tebal kemudian dilakukan pewarnaan preparat. Pewarnaan darah tipis untuk melihat perubahan bentuk eritrosit, dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1.000 sel darah merah, dan pewarnaan darah tebal untuk melihat Plasmodium. Pewarnaan darah tebal merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Hitung parasit pada sediaan darah tebal dapat dilakukan dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatip tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatip maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit.37 Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap
Universitas Sumatera Utara
6 jam sampai 3 hari berturut-turut. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.39 Pengambilan darah penderita malaria dapat dilakukan dengan langkahlangkah berikut :21 a. Siapkan peralatan yang dibutuhkan antara lain : kaca sediaan (KS) yang bersih, bebas lemak serta dibungkus, lanset yang steril, buku/catatan pengambilan darah, kapas, dan alkohol 70%. b. Sobeklah kertas pembungkus KS dan keluarkan satu KS setiap kali diperlukan. Ingat jangan menyentuh permukaan KS. c. Pegang jari manis/tengah kiri pasien dan bersihkan ujung jari itu dengan kapas beralkohol. Gosok jari itu sampai bersih lalu bersihkan ulang dengan kapas kering. d. Tusuk ujung jari agak dipinggir dengan cepat. Pada bayi umur 6-12 bulan, bagian yang akan ditusuk adalah ujung jempol kaki dan bayi yang kurang dari 6 bulan sebaiknya bagian yang akan ditusuk adalah tumit kaki. e. Tetes darah pertama dilap dengan kapas kering untuk menghindarkan sel darah pembeku (trombosit) terdapat pada sediaan darah (SD) dan agar SD terbebas dari alkohol. f. Tekan ujung jari sampai tetes darah kedua yang agak besar keluar. g. Ambil KS dari bungkus yang sudah dirobek. Tempelkan permukaan bawah KS pada darah. Jangan KS digosok-gosokkan pada kulit, sebab sel darah putih dapat pecah dan granula-granulanya menyebar pada SD.
Universitas Sumatera Utara
h. Ambil 2-3 tetes darah sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. Letakkan tetes darah berikutnya di ujung KS untuk pembuatan etiket. i.
Letakkan KS yang sudah berisi darah di atas meja dan bersihkan jari pasien dengan kapas kering.
j.
Segeralah buat SD sebelum darah menggumpal.
2.8. Komplikasi Malaria Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO (2000), didefenisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut antara lain : malaria serebral (malaria otak) adalah malaria dengan penurunan kesadaran. Penilaian derajat kesadaran pada anak-anak dilakukan berdasarkan Blantyre Coma Scale ≤3, atau koma lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit lain. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam. Acidemia/acidosis dengan pH darah <7,25 atau plasma bikarbonat <15 mmol/liter. Komplikasi lain ditandai dengan anemia berat dengan Hb <5 g/dl atau hematokrit <15% pada keadaan parasit >10.000/µl.37,38 Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau <1 ml/kg BB/jam pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi). Komplikasi gagal ginjal akut jarang pada anak <5 tahun dengan malaria berat, dan berkurangnya keluaran urin sering disebabkan oleh karena dehidrasi. Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dl), terutama sering terjadi pada usia yang lebih muda (di bawah usia 3 tahun). Gagal sirkulasi atau syok, dengan tekanan sistolik <70 mmHg (pada anak tekanan nadi ≤20 mmHg), disertai keringat dingin.
Universitas Sumatera Utara
Terjadi perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut. Diagnosa dengan post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak. 39,43 Tabel 2.2. Perbedaan antara Malaria Berat pada Orang Dewasa dan Pada Anak-anak36,38 Tanda dan Gejala Batuk Diare Kejang Lama Sakit Pemulihan Koma Gejala Sisa Neurologik Ikterik Anemia (Hb <5 gr%) Pembesaran Limpa Hipoglikemia Sebelum Pengobatan Edema Paru Gagal Ginjal Gangguan Perdarahan/Pembekuan
Anak-anak Umum Umum Sangat Umum 1-2 hari 1-2 hari >10% Tidak Umum Lebih Sering Sangat Umum Umum Jarang Jarang Jarang
Dewasa Tidak Umum Tidak Umum Tidak Sering 5-7 hari 2-4 hari <5% Umum Sering Umum Tidak Umum Umum Umum Sampai 10%
2.9. Pencegahan Malaria 2.9.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer penyakit malaria ditujukan kepada orang sehat yang tidak imun terutamanya bagi orang yang bepergian ke daerah endemik malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan, dll.21,44
Universitas Sumatera Utara
a. Pencegahan Terhadap Parasit (Pengobatan Profilaksis) Usaha pencegahan yang dilakukan terhadap parasit yaitu dengan pengobatan profilaksis yang bertujuan untuk mengurangi risiko terinfeksi malaria, sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Pengobatan perorangan ini dilakukan oleh masing-masing individu yang memerlukan pencegahan terhadap penyakit malaria selama ia berada di daerah malaria dan beberapa waktu sesudah meninggalkan daerah itu. Oleh karena itu keberhasilan usaha ini tergantung pada sikap disiplin si pemakai obat. Pencegahan Plasmodium vivax dilakukan dengan minum klorokuin 5 mg/kgBB/minggu diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dari 3-6 bulan. Efek samping yang mungkin terjadi gangguan saluran cerna, sehingga dianjurkan minum obat setelah makan. Pencegahan Plasmodium falciparum dapat digunakan doksisiklin. Dosis doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari selama tidak lebih dari 4-6 minggu, dan tidak dapat diberikan kepada anak-anak <8 tahun dan ibu hamil.39 b. Pencegahan Terhadap Vektor/Gigitan Nyamuk Pencegahan terhadap vektor/gigitan nyamuk, antara lain :21 b.1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria dengan cara tidur dengan menggunakan kelambu, pada malam hari tidak berada di luar rumah, mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk, memakai obat nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela dan memelihara ternak seperti sapi atau kerbau.
Universitas Sumatera Utara
b.2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak belukar disekitar rumah, tidak membiarkan pakaian yang bergantungan di dalam kamar dan mengalirkan genangan-genangan
air yang dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk anopheles. b.3. Membunuh nyamuk dewasa (dengan penyemprotan insektisida) b.4.Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan jentik dan membunuh jentik dengan menyemprot larvasida. 2.9.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau suatu perkembangan ke arah kerusakan atau ketidakmampuan, yang ditujukan kepada mereka yang sudah tertular oleh parasit penyebab malaria atau menderita malaria positif.21 Pencegahan sekunder pada penderita malaria dapat dilakukan beberapa cara antara lain : a. Active Case Detection (ACD) dan Passive Case Detection (PCD) Pencarian secara aktif penderita malaria melalui scrining oleh petugas khusus dengan cara mengunjungi rumah secara teratur (Active Case Detection) dan secara pasif dengan cara melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria yaitu memeriksa semua pasien yang berkunjung ke puskesmas dan rumah sakit yang menunjukkan gejala klinis malaria (Passive Case Detection). Jika status patogenik ditemukan lebih dini, diagnosis dan pengobatan dini yang dilakukan dapat mencegah kondisi untuk berkembang, menyebar di dalam populasi dan dapat menghentikan atau
Universitas Sumatera Utara
paling tidak memperlambat perkembangan penyakit, ketidakmampuan, gangguan atau kematian.21,44 b. Pengobatan Malaria Tujuan pengobatan malaria secara umum adalah untuk mengurangi angka kesakitan, mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan mengurangi kerugian akibat sakit. Selain itu, upaya pengobatan mempunyai peranan penting lainnya yaitu mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari seseorang yang mengidap penyakit kepada orang-orang sehat lainnya.45 Ada beberapa cara dan jenis pengobatan terhadap tersangka atau penderita malaria antara lain pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal. Pengobatan malaria klinis diberikan berdasarkan gejala klinis dan ditujukan untuk menekan gejala klinis malaria tersebut. Pengobatan radikal diberikan kepada penderita malaria positif berdasarkan pemeriksaan laboratorium dengan tujuan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh penderita baik di hati maupun di eritrosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.21 Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi Plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh Plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini.
Universitas Sumatera Utara
Golongan obat yang termasuk ACT adalah Artesunat, Artemeter, Artemisin, Dihidroartemisinin, Artheether dan Asam artelinik. Untuk pemakaian obat golongan artemisinin harus disertai/dibuktikan dengan pemeriksaan parasit yang positif. Bila malaria klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik yang tetap maka menggunakan obat non-ACT. Golongan obat yang termasuk non-ACT yaitu Klorokuin Difosfat/sulfat, Sulfadoksin-pirimetamisin, Kina sulfat, Primakuin. Penggunaan obat-obat non-ACT terhadap malaria dilaporkan telah resisten di seluruh provinsi di Indonesia, namun beberapa daerah masih cukup efektif dengan obat-obat non-ACT seperti klorokuin dan Sulfadoksin pirimetamin (kegagalannya masih kurang 25%). Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, dan belum tersedianya obat golongan artemisinin dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut : Kombinasi klorokuin + sulfadoksinpirimetamin (SP), kombinasi SP + kina, kombinasi klorokuin + doksisiklin/tetrasiklin, kombinasi SP + doksisiklin/tetrasiklin, kombinasi kina + doksisiklin/tetrasiklin. Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring respon pengobatan sebab perkembangan resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan meluas.37 c. Pengobatan Khusus Pengobatan malaria klinis pada anak-anak dapat diberikan pada hari I yaitu klorokuin basa dengan dosis 10 mg/kgBB dan primakuin 0,75 mg/kgBB, hari II klorokuin basa 10 mg/kgBB, hari III klorokuin basa 5 mg/kgBB. Bila dengan pengobatan pada hari IV masih panas atau hari ke VIII masih dijumpai parasit maka
Universitas Sumatera Utara
diberikan kina 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 7 hari. Apabila pada hari IV setelah pengobatan lini kedua, penderita tetap demam segera dirujuk untuk mendapatkan diagnosis yang pasti.34 Bila pada pemeriksaan laboratorium sediaan darah ditemukan Plasmodium falciparum, maka obat pilihan yang digunakan adalah : Lini Pertama : tablet Artesunat + tablet Amodiakuin + tablet Primakuin Tabel 2.3. Hari
1 2 3
Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum39,46
Jenis Obat Artesunat Amodiakuin Primakuin Artesunat Amodiakuin Artesunat Amodiakuin
Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 bulan bulan tahun tahun tahun 1/4 ½ 1 2 3 1/4 ½ 1 2 3 *) *) ¾ 1½ 2 1/4 ½ 1 2 3 1/4 ½ 1 2 3 1/4 ½ 1 2 3 1/4 ½ 1 2 3
Semua pasien (kecuali anak usia <1 tahun) diberikan tablet Primakuin dengan dosis 0,75 mg basa/kgBB/oral. Bila terjadi gagal pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan lini kedua. Lini Kedua : tablet Kina + tablet Tetrasiklin/Doksisiklin + tablet Primakuin. Tabel 2.4.
Pengobatan Lini Kedua Malaria Falciparum39,46 Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur
Hari
1
2-7
Jenis Obat Kina Tetrasiklin/ Doksisiklin Primakuin Kina Tetrasiklin/ Doksisiklin
0-1 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
*)
3 x 1/2
3x1
-
-
-
*)
3/4 3 x 1/2
1½ 3x1
-
-
-
3x½ *) / 2 x 1 ** 2 3x½ *) / 2 x 1 **
Universitas Sumatera Utara
Pemberian Kina selama 7 hari, pada anak usia <1 tahun harus berdasarkan berat badan, diberikan 3 kali sehari dengan dosis 10mg/kgBB/kali. Doksisiklin tidak diberikan pada anak usia <8 tahun, Doksisiklin diberikan 2 x 1 tablet/hari selama 7 hari, bila tidak ada Doksisiklin dapat digunakan Tetrasiklin. Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak umur <12 tahun, Tetrasiklin diberikan dengan dosis 4 x 1 tablet/hari selama 7 hari. Primakuin tidak boleh diberikan pada anak usia <1 tahun. Bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Plasmodium vivax, maka diberikan pengobatan yang sesuai pada Lini Pertama : tablet Klorokuin + tablet Primakuin. Tabel 2.5. Hari 1 2 3 4-14
Pengobatan Malaria Vivax39,46
Jenis Obat Klorokuin Primakuin Klorokuin Primakuin Klorokuin Primakuin Primakuin
Jumlah Tablet Perhari Menurut Kelompok Umur 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 bulan bulan tahun tahun tahun 1/4 ½ 1 2 3 1/4 ½ ¾ 1/4 ½ 1 2 3 1/4 ½ ¾ 1/8 ¼ 1/2 1 1½ 1/4 ½ ¾ 1/4 ½ ¾
Primakuin diberikan selama 14 hari, dan sama dengan pengobatan falciparum, Primakuin tidak boleh diberikan kepada anak usia <1 tahun.39,46 2.9.3. Pencegahan Tertier Pencegahan tertier ditujukan kepada penderita malaria berat atau malaria dengan komplikasi agar tidak terjadi komplikasi lain. Penanganan yang tepat dapat memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier pada penderita malaria dilakukan penanganan berupa pengobatan segera akibat lanjutan dari komplikasi
Universitas Sumatera Utara
malaria, rehabilitasi yang tepat baik secara mental/psikologis, sosial dan spiritual serta pemulihan pascapengobatan.21,44
2.10. Pemeriksaan Hasil Pengobatan Pemeriksaan hasil pengobatan penderita malaria falciparum dilakukan setelah 3 hari pada pengobatan lini pertama atau 7 hari setelah pengobatan lini kedua. Penderita malaria vivax dilakukan hari 4 atau hari 7 sampai 14 hari setelah pengobatan lini pertama. Pemeriksaan hasil pengobatan seorang penderita malaria dikategorikan sebagai berikut :21,39 a. Negatif adalah : sediaan darah yang diperiksa dari penderita malaria tidak ditemukan parasit, dengan ketentuan 100 lapangan pandang pemeriksaan. b.
Positif adalah : pada sejumlah lapangan pandang sediaan darah yang diperiksa ditemukan adanya Plasmodium.
c. Pemeriksaan berhenti : penderita malaria tidak melanjutkan pemeriksaan sehingga tidak diketahui apakah di dalam darah penderita masih terdapat Plasmodium atau penderita benar-benar telah sembuh. Pengobatan malaria dipengaruhi oleh disiplin penderita dalam pengobatan dan efektivitas obat dinilai dari sensitivitas serta resistensi terhadap obat tersebut. Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria adalah kemampuan sejenis parasit untuk terus hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit walaupun telah diberikan pengobatan secara teratur baik dengan dosis standar maupun dosis yang lebih tinggi, yang masih bisa ditoleransi oleh pemakai
Universitas Sumatera Utara
obat. Terjadinya resistensi oleh parasit ini terhadap berbagai obat antimalaria merupakan salah satu kendala dalam memberantas dan mengendalikan malaria.35,39 Apabila parasit di dalam sel darah merah tidak dimusnahkan oleh daya tahan tubuh atau pengobatan, dan jumlah parasit dalam sel darah merah meningkat disertai dengan gejala-gejala klinis, maka keadaan ini yang disebut rekrudesensi. Pada semua spesies dapat terjadi rekrudesensi. Bila infeksi pada sel darah merah dapat diatasi dan di kemudian hari terjadi relaps akibat invasi baru oleh merozoit hati, hal ini disebut rekurens atau relaps yang sesungguhnya.47
2.11. Parameter Pengukuran Epidemiologi dan Stratifikasi Daerah Malaria 2.11.1. Parameter Pengukuran Epidemiologi Malaria Untuk mengetahui kejadian dan pola suatu penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi dalam masyarakat, kita harus mempunyai alat atau metode pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui jumlah dan distribusi penyakit tersebut. Dalam studi epidemiologi yang paling utama diperlukan adalah alat pengukuran frekuensi penyakit. Pengukuran frekuensi penyakit tersebut dititik beratkan pada angka kesakitan dan angka kematian yang terjadi dalam masyarakat.4,22 Frekuensi penyakit dalam epidemiologi biasanya dalam perbandingan antara populasi. Unsur dalam perbandingan tersebut adalah pembilang (numerator), penyebut (denominator) dan waktu atau jarak (periode). Alat ukur yang biasa dipakai adalah rate dan ratio. Adapun ukuran-ukuran yang dipakai khususnya dalam penyakit malaria adalah sebagai berikut :4,5,21
Universitas Sumatera Utara
a. Annual Parasit Incidence (API) Adalah angka kesakitan per 1.000 penduduk dalam satu tahun, jumlah sediaan darah positif dibandingkan dengan jumlah penduduk, dinyatakan dalam permil (0/00). API =
b. Annual Malaria Incidence (AMI) Adalah angka kesakitan (malaria klinis) per 1.000 penduduk dalam satu tahun dinyatakan dalam permil (0/00). AMI =
c. Case Fatality Rate (CFR) Digunakan untuk mengukur angka kematian (kematian disebabkan oleh malaria falciparum) dibandingkan dengan jumlah penderita falciparum pada periode waktu yang sama.
%
CFR =
d. Slide Positif Rate (SPR) Adalah persentase dari sediaan darah yang positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa, dinyatakan dalam persen (0/0). SPR =
%
e. Parasite Rate (PR)
Universitas Sumatera Utara
Adalah sama dengan SPR tetapi PR ini digunakan pada kegiatan survei malariometrik terhadap anak berumur 0-9 tahun. %
PR =
f. Spleen Rate (SR) Adalah adanya pembesaran limpa pada golongan umur tertentu terhadap jumlah penduduk yang diperiksa limpanya pada golongan umur yang sama dan tahun yang sama, dinyatakan dalam persen (0/0). SR =
%
2.11.2. Stratifikasi Daerah Malaria Dalam kegiatan pemberantasan malaria di luar Jawa-Bali, maka dapat dibuat stratifikasi daerah malaria yaitu :4,5,21 a. Daerah Bebas Adalah desa terletak diwilayah Dati II tidak reseptif, tidak ada penularan selama 3 tahun terakhir (tidak ada potensi penularan). b. Daerah Malaria Adalah desa reseptif sehingga masih terjadi penularan atau kondisi lingkungan masih memungkinkan terjadinya penularan. b.1. Stratifikasi Menurut Insiden Malaria Kriteria didasarkan kepada AMI yaitu jumlah penderita malaria klinis di suatu wilayah (desa) pada saat setiap 1000 penduduk di wilayah tersebut dalam satu tahun, dinyatakan dalam permil. Maka dapat dibagi daerah malaria sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
b.1.1. Low Incidence Area (LIA)
: AMI <500/00
b.1.2. Medium Incidence Area (MIA)
: AMI 51% – 2000/00
b.1.3. High Insidence Area (HIA)
: AMI >2000/00
b.2. Stratifikasi menurut endemisitas malaria yang didapatkan dari pemeriksaan pembesaran limpa (SR) dari hasil kegiatan survei malariometrik pada umur 2-9 tahun, maka daerah malaria dapat dibagi sebagai berikut : b.2.1. Hipo endemik : SR <10% b.2.2. Meso endemik : SR 10% - <50% b.2.3. Hiper endemik : SR 50% b.2.4. Holo endemik : SR 75% (dewasa : 25%) b.3. Stratifikasi menurut prevalensi malaria, didapatkan dari hasil pemeriksaan darah (SD) positif dari kegiatan survei malariometrik, maka daerah malaria dapat dibagi sebagai berikut : b.3.1. Desa Low Prevalence (LPA)
: PR <2%
b.3.2. Desa Medium Prevalence
: PR 2% - 4%
b.3.3. Desa High Prevalence (HPA) : PR >4%
Universitas Sumatera Utara