BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG) Dinamakan sebagai efusi pleura ganas (EPG) bila ditemukan sel tumor ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau histopatologi jaringan pleura melalui biopsi pleura perkutaneus, torakoskopi, torakotomi, ataupun otopsi. 4,19,20,21 Dari sejumlah pasien kanker yang disertai efusi pleura, meskipun telah diduga kuat bahwa efusi yang muncul disebabkan oleh proses keganasan namun belum dapat ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau pada jaringan pleura tersebut maka efusi pleura disebut sebagai efusi yang berhubungan dengan kanker atau disebut sebagai efusi pleura paramalignan, dimana tidak terdapat keterlibatan langsung pleura dengan tumor, sementara penyebab terjadinya efusi pleura tersebut belum dapat diketahui.13,21 Istilah efusi paramalignan diberikan untuk efusi yang terjadi secara tidak langsung akibat keterlibatan tumor terhadap pleura tetapi masih berhubungan dengan tumor primer, contohnya meliputi postobstruksi pneumonia yang berlanjut menjadi efusi parapneumoni, obstruksi duktus torasikus yang berkembang menjadi chylothorax, emboli paru, dan efusi transudatif sekunder terhadap post-obstruksi atelektasis dan/atau rendahnya kadar tekanan plasma onkotik sekunder terhadap kaheksia. 1,2 Efusi pleura ganas (EPG) dapat dibagi dalam 3 kelompok : 10,20,22 1.
Efusi pleura yang terbukti ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura dan atau histologi biopsi pleura.
5
Universitas Sumatera Utara
2.
Efusi pleura pada penderita dengan riwayat dan atau terbukti jelas tumor ganas dari intra toraks maupun ekstra toraks.
3.
Efusi pleura yang sifatnya hemoragik, masif, progresif, rekuren dan tidak responsif terhadap pengobatan anti infeksi. Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa
gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500 mL. Sesak nafas adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat banyak. Sesak nafas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan compliance paru, menurunnya volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Gejala lain berupa nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal, batuk, batuk darah, anoreksia, dan berat badan turun. 22 Foto toraks postero-anterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi pleura pada pemeriksaan fisik dan jika volume cairan tidak terlalu banyak maka dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat.22 Foto toraks standar dapat mendeteksi adanya efusi pleura yang berjumlah sedikitnya 50 mL yang terlihat dari tumpulnya sinus kostofrenikus posterior pada foto lateral, dan berjumlah sedikitnya 200 mL jika terlihat konsolidasi pada tampilan posterior-anterior pada foto lateral. Foto toraks dekubitus dapat mendeteksi 100 mL cairan efusi yang bergerak bebas. EPG yang luas menghasilkan tanda meniskus di sepanjang dinding dada lateral, dengan efusi masif yang menyebabkan pendorongan mediastinum kontralateral atau inversi diafragma.23 Rata-rata volume paru kasus-kasus EPG adalah 500-2000 mL.22 6
Universitas Sumatera Utara
2.2. Epidemiologi Di
Amerika,
keganasan
menduduki
urutan
kedua
sesudah
efusi
parapneumonia sebagai penyebab terbanyak pada efusi pleura eksudativa.19 Di Indonesia, keganasan merupakan penyebab efusi pleura terbanyak sesudah tuberkulosis paru.20,24 Dari hasil penelitian di poliklinik BP4 dan RS.Dr.Pirngadi Medan (Sinaga; 1988) dijumpai EPG 24% dari seluruh kasus efusi pleura eksudativa yang terjadi.25 Dalam kurun waktu 3 tahun (1994-1997) di RS.Persahabatan Jakarta ditemukan EPG sebanyak 120 dari 229 kasus efusi pleura.22 Sementara di RS.Dr.Sutomo Surabaya (1999) kejadian EPG tercatat sebanyak 27,23% dengan hanya 25% diantaranya yang menunjukkan sitologi positif.9 Jumlah kasus terbanyak kanker paru adalah kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) sekitar 75% dari seluruh kasus kanker paru. 26 Efusi pleura karena kanker paru dapat terjadi pada semua jenis sel, tetapi penyebab yang paling sering adalah adenokarsinoma.20 Berdasarkan penderajatan internasional kanker paru menurut sistem TNM tahun 1997, KPKBSK dengan EPG yang diklasifikasikan sebagai stadium IIIB (T4NxMx) prognosisnya tidak dapat disamakan dengan stadium IIIB lain tanpa EPG. Penampakan EPG pada KPKBSK menggambarkan kondisi terminal (end stadium) penyakit keganasan dengan prognosis buruk tetapi penatalaksanaan EPG yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup penderita.22
Pada tahun 2009, penderajatan
internasional dengan sistem TNM tersebut telah mengalami revisi, dimana kanker paru yang disertai EPG termasuk sebagai metastase (M1a) dan dimasukkan kedalam stadium IV.
27
7
Universitas Sumatera Utara
2.3. Etiologi Efusi Pleura Ganas (EPG) Tumor dari berbagai organ dapat bermetastase ke pleura. Dari gabungan beberapa hasil penelitian melaporkan sepertiga dari keseluruhan kasus EPG berasal dari tumor paru (tabel 1). 20,21 Tabel 1. Penyebab efusi pleura ganas (EPG) 4 Tumor
Jumlah
Persentase
Paru
641
36
Payudara
449
25
Limfoma
187
10
Ovarium
88
5
Perut
42
2
Primer tidak diketahui
129
7
Kanker lainnya
257
14
Obstruksi limfatik merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura paramalignan
dan
merupakan
mekanisme
paling
sering
menyebabkan
terakumulasinya sejumlah cairan dalam volume yang besar. Efek lokal lainnya dari suatu tumor juga menyebabkan terbentuknya efusi pleura paramalignan, yaitu obstruksi
bronkus
yang
mengakibatkan
pneumonia
ataupun
atelektasis.
Selanjutnya, sangat penting untuk mengenali efusi yang berasal dari efek sistemik tumor dan efek samping terapi (tabel 2). 2,21
8
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Penyebab efusi pleura paramalignan 21 Penyebab
Keterangan
Efek lokal tumor Obstruksi limfatik
Mekanisme utama akumulasi efusi pleura
Obstruksi bronkial dengan pneumonia
Efusi parapneumonia: tidak menghapus kemungkinan dapat dioperasi pada kanker paru
Obstruksi bronkial dengan atelektasis
Transudat: tidak menghapus kemungkinan dapat dioperasi pada kanker paru
Paru terperangkap
Transudat: berhubungan dengan perluasan tumor yang melibatkan pleura viseral
Chylothorax
Terganggunya duktus torasikus: limfoma merupakan penyebab paling sering
Sindrom vena kava superior
Transudat:
berhubungan
dengan
meningkatnya
tekanan vena sistemik Efek sistemik tumor Emboli paru
Keadaan hiperkoagulasi
Tekanan onkotik plasma rendah
Albumin serum < 1.5 g/dL: dihubungkan dengan anasarka
Komplikasi terapi Terapi radiasi - Cepat
Pleuritis 6 minggu - 6 bulan sesudah radiasi komplit
- Lambat
Fibrosis mediastinum ; Perikarditis konstriktif Obstruksi vena kava
Kemoterapi - Metotreksat
Pleuritis atau efusi; ± eosinofilia darah
- Prokarbezin
Eosinofilia darah; demam dan menggigil
- Siklofosfamid
Pleuroperikarditis
- Mitomisin
Berhubungan dengan penyakit interstisial
- Bleomisin
Berhubungan dengan penyakit interstisial
2.4. Patofisiologi dan Patogenesis Efusi Pleura Ganas (EPG) Pleura adalah membran serous yang menutupi permukaan parenkim paru, mediastinum, diafragma, dan rongga toraks. Struktur tersebut terbagi atas pleura 9
Universitas Sumatera Utara
viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melindungi permukaan parenkim paru terhadap dinding toraks, diafragma, mediastinum dan fisura interlobaris. Pleura parietalis melapisi permukaan rongga toraks, yang terbagi atas pleura parietalis kostalis, mediastinalis, dan diafragmatik.28 Kedua pleura membran tersebut bertemu di akar hilus paru.28,29 Diantara keduanya terdapat rongga ataupun rongga potensial yang disebut sebagai rongga pleura. 28 Pleura terdiri dari lima bagian utama, yaitu: sirkulasi sistemik parietal (percabangan arteri interkostalis dan arteri mamaria interna), ruang interstisial parietal, rongga pleura yang sisi-sisinya dibatasi oleh sel mesotelial, interstisial paru, dan sirkulasi viseral (arteri bronkial dan arteri pulmonalis). 13 Pada keadaan normal, rongga pleura berisi sekitar 10-20 ml cairan yang bermanfaat sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas. Produksinya sekitar 0,01 mg/kgBB/jam hampir sama dengan kecepatan penyerapan. Dari sirkulasi sistemik, cairan normal dan protein memasuki rongga pleura. Cairan pleura tersebut mengandung kadar protein rendah (<1,5 g/dl) yang dibentuk oleh pleura viseral dan parietal. 20,28,29 Cairan pleura difiltrasi di kompartemen pleura parietalis dari kapiler sistemik menuju rongga pleura karena terdapat sedikit perbedaan tekanan diantara keduanya.13 Rongga pleura bertekanan sub-atmosfer dan mendukung inflasi paru.29 Cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral selanjutnya akan diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikro pleura viseral.22 Mekanisme ini mengikuti hukum Starling yaitu jumlah pembentukan dan pengeluaran seimbang sehingga volume dalam rongga pleura tetap.20,28,29 Jika 10
Universitas Sumatera Utara
produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan dan sebaliknya maka akan terjadi akumulasi cairan melebihi volume normal, dimana hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kelainan antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru. 10,13,22 Terjadinya penumpukan cairan pleura dalam rongga pleura dapat disebabkan hal-hal sebagai berikut: 20 1.
Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
2.
Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
3.
Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura.
4.
Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura.
5.
Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening.
6.
Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura.
Gambar 1. Terjadinya cairan pleura 23 11
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan efusi pleura pada penyakit keganasan dapat terjadi melalui: 20 1.
Implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura.
2.
Pleuritis yang disebabkan pneumonitis sekunder akibat tumor paru.
3.
Akibat obstruksi aliran limfe atau pembuluh darah.
4.
Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura meningkat.
5.
Invasi langsung tumor ke rongga pleura melalui dinding toraks. Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis
untuk menjelaskan mekanisme EPG tersebut. 22 Tabel 3. Mekanisme terjadinya efusi pleura ganas (EPG) 19 Akibat langsung - Metastasis pleura dengan peningkatan permeabilitas - Metastasis pleura dengan obstruksi pembuluh limfatik pleura - Keterlibatan limfe node mediastinal dengan menurunnya drainase limfatik pleura - Robeknya duktus torasikus (chylothorax) - Obstruksi bronkus (menurunnya tekanan pleura) - Keterlibatan perikardial Akibat tidak langsung -
Hipoproteinemia
-
Post-obstruktif pneumonitis
-
Emboli paru
-
Pos-radiasi terapi 12
Universitas Sumatera Utara
Obstruksi limfatik lebih sering dianggap sebagai patofisiologi abnormalitas primer terjadinya EPG.19 Cairan pleura didrainase keluar dari rongga pleura terutama melalui stomata limfatik parietal yang berada diantara sel-sel mesotelial parietal. Jumlah limfatik parietal paling banyak di diafragma dan mediastinum. Stomata-stomata tersebut bergabung kedalam saluran kecil limfatik yang selanjutnya menuju pembuluh limfe yang lebih besar dan akhirnya didrainase melalui limfe node mediastinal. Jika terdapat gangguan seperti terjadinya blokade limfatik yang menyebabkan penurunan pembersihan (clearance) cairan pleura ataupun obstruksi oleh deposit sel tumor di sepanjang jaringan limfatik yang rumit maka akan menyebabkan efusi pleura.13,19,22 Mekanisme atas terakumulasinya cairan pleura telah dikonfirmasi oleh pemeriksaan postmortem dimana menunjukkan keterlibatan limfe node regional yang biasanya dihubungkan dengan kejadian efusi pleura. 13
Gambar 2. Skema anatomi pleura 13 (s.c=kapiler sistemik; p.c=kapiler paru) 13
Universitas Sumatera Utara
Tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi pleura viseralis dan pleura parietalis menyebabkan reaksi inflamasi sehingga permeabilitas pembuluh darah akan meningkat. Studi posmortem menyebutkan bahwa metastasis tumor lebih banyak ke permukaan pleura viseral daripada parietal.20,22 Hanya pada kasus tumor dengan perluasan langsung, tumor ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura viseral terjadi akibat emboli tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah akibat kelanjutan proses yang terjadi di pleura viseral. 22 Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura.22 Pada adenokarsinoma paru, sel tumor menyebar ke pleura parietal dari pleura viseral di sepanjang tempat perlengketan pleura. Hal ini didahului dengan bermigrasinya sel-sel tumor ke pleura viseral dari kapiler paru yang mendasarinya, disebut sebagai penyebaran hematogen. Metastasis sel tumor ke pleura dari lokasi primernya selain paru maka penyebarannya berlangsung secara hematogen ataupun limfatik. 13 Teori lain yang dapat menimbulkan EPG menyebutkan terjadinya peningkatan permeabilitas pleura. Bagaimana mekanisme pastinya belum jelas diketahui. Namun diduga penjelasannya berkaitan dengan dihasilkannya vascular endotelial growth factor (VEGF) oleh tumor. VEGF merupakan agent yang paling berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi ekstravasasi cairan.19,22 Terjadi gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain
14
Universitas Sumatera Utara
tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor (TGF-β) dan VEGF tersebut. 22 Tumor ganas juga dapat menyebabkan efusi pleura dengan adanya obstruksi duktus torasikus yang disebut chylothorax. Chylothorax yang penyebab terjadinya tidak traumatik maka kemungkinan penyebabnya adalah proses keganasan yang melibatkan duktus torasikus, dengan 75% berupa limfoma. 19 Terjadinya EPG juga dikaitkan dengan adanya gangguan metabolisme, menyebabkan
hipoproteinemia
dan
penurunan
tekanan
osmotik
yang
memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura. 19,22
2.5. Karakteristik Cairan Efusi Pleura Ganas (EPG) Cairan pleura yang berasal dari suatu proses keganasan biasanya lebih sering merupakan suatu eksudat.19 Untuk membedakan antara eksudat dan transudat biasanya terutama dengan menilai kadar protein dan LDH cairan pleura. Untuk menentukan eksudat maka kadar protein > 3 gr/dl dan kadar LDH > 200 U/L, di samping itu dengan jumlah sel > 500/mm3. Selain itu, menurut Light, pada eksudat dijumpai rasio protein cairan pleura terhadap protein serum > 0,5 ; rasio LDH cairan pleura terhadap LDH serum > 0,6 ; atau kadar LDH cairan pleura lebih besar dari dua pertiga batas atas nilai normal LDH serum. 30 Warna tampilan suatu cairan pleura sebaiknya senantiasa diperhatikan.31 Cairan pleura ganas dapat berupa serous, serosanguinus, atau hemoragik.7 Cairan pleura hemoragik dengan jumlah sel darah merah >100.000/mm3 diduga suatu EPG. Cairan EPG hemoragik berkisar 55%. Sedangkan hampir 30-50% EPG 15
Universitas Sumatera Utara
dengan jumlah sel darah merah <10.000/mm3 tidak tampak sebagai hemoragik.19 Jika cairan pleura tampak hemoragik maka pemeriksaan hematokrit harus dilakukan. Jika nilai hematokrit cairan pleura <1% maka darah pada cairan pleura tidak dianggap signifikan, maka kemungkinan diagnosanya adalah akibat proses keganasan, emboli paru ataupun trauma. 31 Efusi pleura hemoragik pada EPG disebabkan invasi langsung pada pembuluh darah, oklusi vena, induksi angiogenesis tumor atau peningkatan permeabilitas kapiler yang disebabkan bahan-bahan vasoaktif.9,13,21 Kanker paru jenis adenokarsinoma paling sering menyebabkan EPG karena lokasi di perifer sehingga terjadi penyebaran langsung ke pleura dan cenderung invasi ke pembuluh darah. 9 Jumlah sel berinti sebanyak 1500-4000/μl yang terdiri dari sel-sel limfosit, makrofag dan sel-sel mesotelial. Pada hitung jenis sel, dijumpai sel limfosit ± 45%, sel mononuklear (MN) lainnya ± 40%, dan sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ± 15%. Hampir sepertiga populasi sel merupakan sel-sel limfosit (50-70% sel berinti). Sel leukosit polimorfonuklear (PMN) biasanya terlihat <25% dari populasi sel, namun jika terjadi inflamasi pleura yang aktif maka leukosit PMN akan tampak lebih dominan. Prevalensi eosinofil pleura pada efusi ganas dilaporkan sekitar 8-12%. Namun frekuensi EPG eosinofilik (eosinofil >10%) dan non-eosinofilik tidak jauh berbeda sehingga bila ditemukan EPG eosinofilik belum dapat menyingkirkan dugaan proses keganasan. 4,19 EPG biasanya merupakan suatu eksudat dengan konsentrasi protein sekitar 4 g/dl. Konsentrasi protein yang pernah dilaporkan berkisar 1,5-8 g/dl. EPG yang 16
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu transudat hanya kurang dari 5%.7 Rasio cairan pleura terhadap kadar protein serum <0,5 hampir pada 20% EPG; diantara 20% tersebut rasio cairan pleura terhadap laktat dehidrogenase (LDH) serum ataupun LDH cairan pleura absolut hampir selalu masuk kriteria eksudat. EPG lebih banyak memenuhi kriteria eksudat berdasarkan kadar LDH-nya bukan karena kadar proteinnya. 19 Hampir sepertiga EPG memiliki pH cairan pleura dibawah 7,3, (pH berkisar 6,95-7,29). Hal ini dihubungkan dengan produksi asam yang dihasilkan oleh kombinasi cairan pleura dan pleura membran serta dihambatnya pengeluaran CO2 dari rongga pleura. Konsentrasi laktat tinggi, pCO2 tinggi, dan pO2 rendah. 1,4,19 Kadar glukosa cairan pleura pada EPG rendah < 60 mg/dl pada sekitar 1520% EPG. Rasio cairan pleura terhadap glukosa serum <0,5. Rendahnya kadar glukosa tersebut mengindikasikan adanya beban tumor yang tinggi di rongga pleura. Pemeriksaan sitologi dan biopsi pleura lebih sering dijumpai positif pada pasien EPG dengan kadar glukosa rendah. Adanya beban tumor yang tinggi sehingga kadar glukosa menurun maka pasien menghadapi prognosis yang buruk. Rendahnya kadar glukosa pada EPG dihubungkan dengan terganggunya pengangkutan glukosa dari darah ke cairan pleura. Meningkatnya penggunaan glukosa oleh tumor di pleura kemungkinan juga menyebabkan rendahnya kadar glukosa. 19 2.6. Petanda Tumor Carcinoembryonic Antigen (CEA) Petanda tumor adalah substansi biologi yang diproduksi oleh sel-sel tumor, masuk ke dalam aliran darah atau jaringan dan dapat dideteksi konsentrasinya dengan pemeriksaan tertentu.32 Petanda tumor tersebut dapat dideteksi pada 17
Universitas Sumatera Utara
jaringan seperti pada tumor solid, limfe node, sumsum tulang, atau sirkulasi sel tumor pada darah, dan juga dapat diperoleh dari cairan tubuh seperti cairan asites, cairan pleura, ataupun serum (petanda tumor serologis). 33 Petanda tumor dapat digunakan dengan tujuan untuk:
32
1. Alat skrining populasi yang sehat dan populasi dengan resiko tinggi. 2. Menentukan diagnosis kanker ataupun jenis kanker yang spesifik. 3. Menentukan prognosis pasien. 4. Evaluasi terapi. Petanda tumor meliputi berbagai ragam substansi seperti antigen permukaan sel, protein sitoplasmik, enzim, hormon, antigen onkofetal, reseptor, onkogen, beserta zat-zat yang diproduksinya.33 Kanker paru diduga turut menghasilkan beberapa substansi. Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan petanda tumor yang pertama kali dideskripsikan pada kanker paru. CEA ditemukan pada tahun 1965 oleh Phil Gold dan Samuel O. Freedman dari ekstrak kanker adenokarsinoma kolon manusia. Penelitian CEA terhadap kanker paru dimulai sejak tahun 1970 hingga kemudian terutama lebih banyak dihubungkan pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). 34 Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan suatu antigen onkofetal yang dihasilkan oleh beberapa kanker (~carcino) dan dihasilkan saat perkembangan fetus (~embryonic). Selain dihasilkan oleh sel tumor dan sel embrio, senyawa antigen onkofetal seperti CEA ini juga dihasilkan oleh sel normal yang tidak mengalami diferensiasi dalam jumlah sangat kecil. Sehingga tentunya kadar CEA akan meningkat secara bermakna pada penderita kanker. Antigen onkofetal 18
Universitas Sumatera Utara
disebut juga sebagai antigen tumor, atau antibodi monoklonal dan antisera poliklonal. Substansi onkofetal yang terdapat pada embrio atau fetus akan berkurang ke kadar yang rendah pada saat dewasa namun akan kembali meningkat bila terdapat tumor. 32,35 CEA termasuk kedalam kelompok Tumor Associated Antigen (TAA). Antigen tersebut disandi oleh gen yang diekspresikan selama embriogenesis dan perkembangan janin, namun transkripsional tenang pada saat dewasa. Gen tersebut menyandi protein yang diduga berperan dalam pertumbuhan cepat sel embrio dan diaktifkan kembali untuk fungsi yang sama pada tumor yang tumbuh cepat. 36 CEA merupakan suatu komponen glikoprotein kompleks dengan berat molekul 200.000, yang berhubungan dengan plasma membran permukaan sel dari glikokaliks epitel entodermal, dimana dalam hal ini dapat dilepaskan kedalam darah.32 Karena kemajuan dalam teknologi antibodi monokonal, saat ini banyak petanda tumor yang dapat terdeteksi pada cairan tubuh. Saat ini kadar CEA cairan pleura secara kuantitatif dapat membedakan suatu efusi pleura ganas dengan efusi pleura yang tidak ganas. Konsentrasi CEA pada EPG biasanya akan lebih tinggi daripada plasma dimana diduga hal ini berhubungan dengan mekanisme seluler akibat sekresi aktif dari sel tumor. CEA adalah salah satu petanda tumor pertama yang menunjang tumor paru terutama untuk kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil.34,35 Pemeriksaan CEA cairan pleura terutama ditujukan untuk pasien yang menolak biopsi ulangan ataupun tindakan yang jauh lebih invasif lainnya. 11
19
Universitas Sumatera Utara
2.7. Kadar CEA Cairan Pleura Pemeriksaan CEA cairan pleura sangat diperlukan pada kasus EPG dengan hasil sitologi negatif. Berbagai penelitian terhadap kadar CEA cairan pleura untuk membedakan efusi pleura akibat keganasan atau bukan akibat keganasan telah mulai dilakukan sejak tahun 1977 hingga sekarang. Hasil-hasil yang diperoleh dari
berbagai
penelitian
tersebut
bervariasi dan
menggunakan
metode
pemeriksaan yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dapat berupa electrochemiluminescence immunoassay (ECIA); enzyme immunoassay (EIA); latex agglutination (LA); dan radioimmunoassay (RIA). 17 Kadar CEA serum akan meninggi pada keadaan malignansi diantaranya yaitu pada: paru (60%), payudara (50%), kolon (60%), pankreas (60%), lambung (50%), ovarium (50%). Kadar CEA meninggi pada keadaan yang bukan akibat keganasan seperti pada penyakit ulkus peptikum, inflamasi kolon, pankreatitis, hipotiroidisme, sirosis dan perokok berat.34,37,38 CEA cairan pleura meningkat pada sekitar 19% perokok berat dengan nilai batas atas ≤ 5 ng/ml, sedangkan pada orang sehat dan tidak merokok kadar CEA normal berkisar < 2,5 - 3 ng/ml. 32,38-41 Riantawan dkk (Thailand; 2000) melaporkan bahwa pemeriksaan CEA cairan pleura pada kanker paru memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 94% dengan 10 ng/ml sebagai nilai cut-off. Dijumpai sensitivitas gabungan pemeriksaan sitologi cairan pleura dan biopsi pleura tertutup sebanyak 73%.11 Pasaoglu dkk (Turki; 2007) juga menggunakan nilai cut-off CEA cairan pleura 10 ng/ml untuk menentukan EPG terhadap 35 kasus EPG karena kanker paru dengan sensitivitas 41,6% dan spesifisitas 100%. 5 20
Universitas Sumatera Utara
Romero dkk (Spanyol;1996) menjumpai sensitivitas CEA cairan pleura lebih tinggi daripada petanda tumor CA 15-3 dan CYFRA 21-1 pada semua kanker yaitu 57% dengan spesifisitas 99%.16 Paganuzzi dkk (Italia; 2001) dengan cut-off 5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena keganasan sebesar 30,6% dan spesifisitas 91%.42 Sedangkan Sthaneshwar dkk (Malaysia; 2002) dengan cut-off 5 ng/ml menjumpai sensitivitas 64% dan spesifisitas 98% pada EPG karena kanker paru.43 Kemudian Lee dkk (Korea; 2005) dengan cut-off 5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena kanker paru 82% dan spesifisitas 94%. 4 Dari kesimpulan suatu hasil penelitian meta-analisis oleh Shi dkk (China; 2008) menyebutkan bahwa pengukuran kadar CEA cairan pleura bermanfaat sebagai alat diagnostik dalam mengkonfirmasi suatu EPG. Hasil dari pemeriksaan CEA cairan pleura tersebut sebaiknya diinterpretasikan paralel dengan pemeriksaan klinis dan hasil-hasil pemeriksaan konvensional lainnya yang umum dilakukan. 17
21
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konseptual
EFUSI PLEURA Punksi
Transudat
Gangguan jantung Gangguan ginjal Gangguan metabolisme Penyakit sistemik lain
Eksudat
Pleuritis Pleuritis TB, atau Pleuritis Non-TB
Pemeriksaan Tumor Marker: Carcinoembryonic Antigen (CEA)
Keganasan Tumor primer di Paru (+)
Sitologi cairan pleura Histologi biopsi pleura Sitologi bilasan/sikatan bronkus Sitologi sputum Sitologi TTLB Sitologi BJH KGB/nodul superfisial
Sitologi / Histologi (+)
Efusi Pleura Ganas (EPG)
M1a dalam TNM Kanker Paru (stadium IV)
22
Universitas Sumatera Utara