5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit 2.1.1. Varietas Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain. A. Pembagian varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu : a.Dura Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis denan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. Dari empat pohon induk yang tumbuh di Kebun Raya Bogor, varietas ini kemudian menyebar ke tempat lain, antara lain ke Negara Timur Jauh. Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina. b.Pisifera Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging
6
biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera. c. Tenera Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil. d.Macro carya Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali. e. Diwikka - wakka Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah. Diwikka – wakka dapat dibedakan menjadi diwikka – wakkadura, diwikka – wakkapisifera, dan diwikka – wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar 22 – 24%, sedangkan pada varietas Dura antara 16 – 18%. Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama.
7
Sehingga tidak mengherankan jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dan varietas Tenera. B. Pembagian varietas berdasarkan warna kulit buah Ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal berdasarkan perbedaan warna kulitnya. Varietas-varietas tersebut adalah : a. Nigrescens Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di perkebunan. b. Virescens Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai di lapangan. c. Albescens Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang dijumpai. (Tim Penulis, 1977)
2.1.2. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah.
8
A. Bagian Vegetatif a. Akar Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuartener. Akar primer tumbuh ke bawah didalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier, dan kuartener tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuartener menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Disamping itu, tumbuh pula akar nafas yang muncul diatas permukaan atau didalam air tanah. Penyebaran akar terkonsentrasi pada tanah lapisan atas. Dengan perakaran kuat tersebut, jarang ditemukan pohon kelapa sawit yang tumbang. b. Batang Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20 – 75 cm. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang
9
terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25 – 45 cm / tahun. Jika kondisi lingkungan sesuai, pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm / tahun. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15- 18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan, dan iklim setempat. c. Daun Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5 – 9 m. Jumlah anak daun disetiap pelepah berkisar antara 250 – 400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi akan meningkat. Produksi daun tergantung iklim setempat. Di Sumatera Utara, misalnya produksi daun mencapai 20 – 24 helai / tahun. Umur daun mulai terbentuk sampai tua sekitar 6 – 7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua. Jumlah pelepah, panjang pelepah, dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman. Tanaman yang berumur tua, jumlah pelepah dan anak daun lebih banyak. Begitu pula pelepahnya akan lebih panjang dibandingkan dengan tanaman yang masih muda. Berat kering satu pelepah dapat mencapai 4,5 kg. Pada tanaman dewasa ditemukan sekitar 40 – 50 pelepah. Saat tanaman berumur sekitar 10 – 13 tahun dapat ditemukan daun yang luas permukaannya mencapai 10 – 15 m2. Luas permukaan daun akan berinteraksi dengan tingkat produtivitas tanaman. Semakin luas permukaan atau
10
semakin banyak jumlah daun maka produksi akan meningkat karena proses fotosintesis akan berjalan dengan baik. Proses fotosintesis akan optimal jika luas permukaan daun mencapai 11 m2. Jumlah kedudukan pelepah daun pada batang kelapa sawit disebut juga phyllotaxis yang dapat ditentukan berdasarkan perhitungan susunan duduk daun, yaitu dengan menggunakan rumus duduk daun 1/8. Artinya, setiap satu kali berputar melingkari batang, terdapat duduk daun (pelepah) sebanyak 8 helai. Pertumbuhan melingkar duduk daun mengarah kekanan atau kekiri menyerupai spiral. Pada tanaman yang normal, dapat dilihat 2 set spiral berselang 8 daun yang mengarah kekanan dan berselang 13 daun mengarah kekiri. Arah duduk daun sangat berguna untuk menentukan letak duduk daun ke – 9 dan ke – 17 saat pengambilan contoh daun. Disamping itu, duduk daun juga berguna untuk menentukan jumlah daun yang harus tetap ada dibawah buah terendah yang disebut songgoh. B. Bagian Generatif a. Bunga Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu ( monoccious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun. Sebelum bunga mekar dan masih diselubungi seludang, dapat dibedakan bunga jantan dnegan bunga betina, yaitu dengan melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bulat lebih kecil, sedangkan bunga betina
11
bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar. (Fauzi,Y, 2002)
2.2. Hama dan Penyakit Kelapa Sawit
Kelapa sawit tergolong tanaman kuat. Walaupun begitu tanaman ini juga tidak luput dari serangan hama dan penyakit, baik yang kurang maupun yang membahayakan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan insekta atau serangga. Tetapi ada beberapa jenis hewan dari kelompok mamalia yang bisa menyebabkan kerugian tidak sedikit pada perkebunan kelapa sawit. Sedangkan penyakit yang menyerang kelapa sawit, disebabkan oleh beberapa mikroorganisme antara lain jamur, bakteri, dan virus. 2.2.1. Hama 1. Nematoda Daun-daun baru yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak. Selanjutnya daun berubah warna menjadi kuning dan mengering. Terjadi pembusukan pada tandan bunga dan tidak membuka, sehingga tidak menghasilkan buah. Penyebabnya adalah hama Nematoda rhadinaphelenchus cocophilus. Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Pemberantasannya yaitu pohon yang terserang diracun dengan natrium arsenit. Untuk memberantas sumber infeksi, setelah tanaman mati/kering dibongkar lalu dibakar. 2. Tungau Daun yang diserang berubah warna dari hijau menjadi perunggu mengkilat (bronz). Persemaian atu pembibitan mengalami kerusakan. Penyebabnya adalah tungau merah (Oligonychus) yang panjangnya 0,5 mm. Hidupnya disepanjang tulang
12
anak daun sambil mengisap cairan daun. Hama ini membahayakan dan berkembang pesat dalam keadaan cuaca kering dimusim kemarau. Pemberantasannya yaitu dengan penyemprotan akarisida yang mengandung bahan aktif tetradifon 75,2 g/l. 3. Pimelephila ghesquierei Adanya lubang atau ruangan pada daun muda bekas gerekan dari ulat hama ini. Jika ada angin yang bertiup kencang, daun banyak yang patah. Penyebabnya adalah ngengat Pimelephila ghesquierei. Telur penggerek ini ditempatkan dibawah daun yang belum membuka. Beberap hari kemudian telur akan menetas menjadi larva berupa ulat yang berukuran 3 – 4 cm, berwarna merah tua dan berubah menjadi kekuning-kuningan sesuai dengan perkembangannya. Yang diserang ngengat ini biasanya tanaman berumur 3 – 5 tahun atau yang di pembibitan. Serangan ringan dapat diatasi dengan cara memotong bagian yang terserang. Untuk tanaman yang terkena serangan cukup berat disemprot dengan parathion 0,02%. 4. Ulat Api Helaian daun berlubang atau habis sama sekali sehingga hanya tinggal tulang daunnya. Gejala ini dimulai dari daun bagian bawah. Penyebabnya adalah Setora nitens, Darna trima, dan Ploneta diducta merupakan hama pemakan daun ini. Larva berupa ulat berwarna hijau dan pada punggungnya terdapat garis putih memanjang dari kepala sampai ujung badan. Ulat ini berukuran panjang 20 – 25 mm. Bulu kasar kaku yang ada pada punggungnya dan beracun. Jika terkena tangan rasanya gatal dan panas. Pada serangan ringan pemberantasan dilakukan secara manual, yaitu mengambil ulat-ulat dari daun dan memusnahkannya. Pemberantasan secara khemis dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif triazofos 242 g/l, karbaril 85%, dan klorpirifos 200 g/l.
13
5. Ulat Kantong Daun tidak utuh lagi, rusak dan berlubang-lubang. Kerusakan helaian daun dimulai dari lapisan epidermisnya. Kerusakan lebih lanjut adalah mengeringnya daun yang menyebabkan tajuk bagian bawah berwarna abu-abu dan hanya daun muda yang masih berwarna hijau. Penyebabnya adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, dan Crematosphisa pendula merupakan penyebab serangan ini. Penyebaran hama ini amat cepat, karena sifatnya yang “mobil” mudah berpindah dari satu daun ke daun lain atau dari satu pohon ke pohon lain. Kerusakan akibat hama ini dapat menimbulkan penyusutan produksi sampai 40% pada tahun pertama. Pemberantasan secara khemis dengan timah arsenat 2,5 kg/ha dalam 25 l air atau dengan insektisida yang mengandung bahan aktif triklorfon 707 g/l, contohnya Dipterex 700 ULV. 6. Belalang Gejalanya yaitu daun tidak utuh, pada bagian tepinya tampak bekas gigitan, terutama pada daun muda. Bibit rusak, bahkan bisa patah. Penyebabnya adalah Valanga nigricornis dan Gastrimargus marmoratus. Meskipun kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu serius, tetapi dalam populasi besar hama ini dapat menurunkan produksi. Pemberantasan secara biologi yaitu dengan predator antara lain burung. 7. Kumbang Gejalanya yaitu adanya lubang-lubang berbentuk taji pada daun muda yang belum membuka dan pangkal daun. Penyebabnya adalah Oryctes rhinoceros. Serangan hama ini cukup membahayakan jika terjadi pada tanaman muda, sebab jika sampai mengenai titik tumbuhnya menyebabkan penyakit busuk dan mengakibtakan kematian. Pencegahannya dengan menjaga kebersihan kebun, terutama disekitar tanaman. Sampah-sampah dan pohon yang mati dibakar, agar larva hama mati.
14
Pemberantasan secara biologi dengan menggunakan jamur Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes, atau dapat juga dengan penyebaran predator seperti kumbang, lalat, semut, rayap, tokek, ular dan burung. 8. Tikus Gejalanya yaitu pertumbuhan tanaman tidak normal, terutama pada bibit dan tanaman muda, karena jaringan-jaringan pada titik tumbuh rusak. Pada tanaman dewasa yang sudah menghasilkan, terjadi kerusakan tandan buah dan bunga-bunga yang masih muda. Penyebabnya adalah tikus Rattus tiomanicus, Rattus sp. Hama ini menyerang tanaman pada semua umur dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Hama tikus pada umumnya sulit diberantas, karena daerah hidupnya sangat luas. Pemberantasan bisa dilakukan secara emposan pada sarangnya. Secara biologi dengan predator seperti kucing, ular, burung hantu (Tyto alba). 2.2.2. Penyakit 1. Blast disease (penyakit akar) Gejalanya yaitu tanaman tumbuh tidak normal, lemah, dan daun berubah warna dari hijau menjadi kuning (nekrosis). Nekrosis dimulai dari ujung daun dan beberapa hari kemudian tanaman mati. Bibit maupun tanaman dewasa yang terserang akarnya membusuk. Penyebabnya adalah jamur Rhizoctonia lamellifera dan Phytium sp. Melakukan budidaya yang baik merupakan cara yang efisien untuk pencegahan penyakit ini. Tindakan tersebut antara lain dengan membuat persemaian yang baik agar bibit sehat dan kuat, pemberian air yang cukup dan naungan pada musim kemarau. 2. Basal stem rot atau Ganoderma (penyakit busuk pangkal batang) Gejalanya yaitu daun hijau pucat dan daun muda (janur) yang terbentuk sedikit. Daun yang tua layu, patah pada pelepahnya, dan menggantung pada batang.
15
Selanjutnya pangkal batang menghitam, getah keluar dari tempat yang terinfeksi, dan akhirnya batang membusuk dengan warna cokelat muda. Akhirnya bagian atas tanaman berjatuhan dan batangnya roboh. Penyebabnya adalah jamur Ganoderma applanatum, Ganoderma lucidum, dan Ganoderma pseudofferum. Jamur ini akan menular ke tanaman yang sehat jika akarnya bersinggungan dengan tunggul-tunggul pohon yang sakit. Pencegahannya yaitu, sebelum penanaman sumber infeksi dibersihkan terutama jika areal kelapa sawit merupakan lahan bekas kebun kelapa atau kelapa sawit, tunggul-tunggul ini harus dibongkar serta dibakar. 3. Spear rot (penyakit busuk kuncup) Gejalanya yaitu jaringan pada kuncup membusuk dan berwarna kecokelatcokelatan. Setelah dewasa, kuncup akan bengkok dan melengkung. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti sampai sekarang. Pemberantasannya dengan memotong bagian kuncup yang terserang. 4. Patch yellow (penyakit garis kuning) Gejalanya yaitu pada daun yang terserang, tampak bercak-bercak lonjong berwarna kuning dan ditengahnya terdapat warna cokelat. Penyakit ini sudah menyerang pada saat bagian ujung daun belum membuka, dan akan menyebar ke helai daun lain yang telah terbuka pada pelepah yang sama. Daun yang terserang akan mengering dan akhirnya gugur. Penyebabnya adalah jamur Fusarium oxysporum. Penyakit ini menyerang tanaman yang mempunyai kepekaan tinggi dan disebabkan oleh faktor turunan. Pencegahannya adalah dengan usaha inokulasi penyakit pada bibit dan tanaman muda, dapat mengurangi penyakit di pesemaian dan tanaman muda di lapangan.
16
5. Anthracnose Gejalanya yaitu terdapat bercak-bercak cokelat tua pada ujung dan tepi daun. Bercak-bercak dikelilingi warna kuning yang merupakan batas antara bagian daun yang sehat dan yang terserang. Gejala lain yang tampak adalah adanya warna cokelat dan hitam diantara tulang daun. Daun-daun yang terserang menjadi kering dan berakhir dengan kematian. Penyebabnya adalah jamur Melanconium sp, Glomerella cingulata, dan Botryodiplodia palmarum. Pencegahan secara agronomis dengan mengatur jarak tanam, penyiraman yang teratur, pemupukan, pemindahan bibit dari pesemaian berikut tanahnya yang menggumpal di akar. 6. Crown disease (penyakit tajuk) Gejalanya yaitu helai daun mulai pertengahan sampai ujung pelepah kecilkecil, sobek, atau tidak ada sama sekali. Pelepah yang bengkok dan tidak berhelai daun merupakan gejala yang cukup serius. Gejala ini tampak pada tanaman yang berumur 2 – 4 tahun. Penyebabnya yaitu gen keturunan dari tanaman induk. Pencegahannya dengan menyingkirkan tanaman-tanaman induk yang mempunyai gen penyakit tersebut. (Tim Penulis, 1977)
2.3.
Pengambilan Contoh Daun Kelapa Sawit
Pengambilan contoh daun bertujuan terutama untuk memperoleh data tentang kandungan unsur hara dalam daun melalui analisis laboratorium, mengingat adanya hubungan antara kandungan hara daun dengan pertumbuhan tanaman dan produksi tandan buah segar kelapa sawit. Dengan demikian kandungan hara daun digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penyusun rekomendasi pemupukan tanaman kelapa sawit pada
17
masa berikutnya. Cara pengambilan contoh daun di lapangan sangat mempengaruhi hasil analisis laboratorium. Pengambilan contoh daun didasarkan pada satu unit yang dikenal dengan Kesatuan Contoh Daun (KCD) atau Leaf Sampling Unit (LSU). Satu KCD harus mencerminkan keseragaman meliputi : -
Umur tanaman
-
Jenis tanah
-
Tindakan kultur teknis
-
Topografi dan drainase
Luas satu KCD berkisar 20 – 30 ha, namun jika keadaannya sangat seragam maka luas KCD dapat diperluas menjadi 40 ha. Luas KCD tidak dianjurkan kurang dari 10 ha agar tidak menyulitkan dalam aplikasi pemupukan dan mengefisienkan biaya analis. 2.3.1. Kesatuan Contoh Daun (KCD)
Kesatuan contoh daun adalah satu unit areal yang dipakai sebagai tempat pengambilan contoh daun dari pokok yang ditetapkan. Unit areal ini harus dapat mewakili suatu luasan yang tertentu yang seragam dalam hal jenis tanah dan kesuburannya, umur tanaman, perlakuan yang diberikan dan memiliki variasi yang kecil dalam hal-hal lainnya. Luasnya tergantung pada keragaman tanaman dan tanah, misalnya 20, 25, 32 ha sesuai dengan luas blok. Pokok yang dipakai sebagai pokok contoh haruslah memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut :
18
-
Pokok normal
-
Sehat dan tidak terserang hama atau penyakit
-
Tidak dekat dari jalan, parit atau bangunan
-
Tidak bersebelahan dengan pokok mati atau sisipan Pokok yang telah ditentukan ditandai dengan jelas, dinomori dan pokok ini
akan terus dipakai setahun sekali sebagai pokok contoh. Jika pokok contoh mati dapat digantikan dengan pokok pada barisan yang sama. Untuk mempermudah mencari pohon KCD, perlu dibuat tanda panah yang jelas dipinggir jalan atau pinggir blok. Sementara itu, untuk rekomendasi pemupukan, contoh daun yang diambil dari pokok contoh adalah contoh daun yang ke 17. Daun ke 17 ini terpilih sebagai daun indikator yang sensitif atas perubahan yang terjadi dalam status hara. Jika karena suatu sebab daun ke 17 rusak, maka dapat digantikan dengan daun dari pelepah ke 9 dari pokok yang sama. Pedoman berikut dapat dipakai untuk menentukan letak daun tersebut : a. Daun pertama (1) adalah daun termuda, dimana helai daun telah mekar seluruhnya. b. Daun ke 3 letaknya 274 dari daun pertama dihitung dari daun kearah kiri pada tanaman yang mempunyai pusingan spiral kekanan dihitung kearah kanan pada tanaman yang mempunyai pusingan kekiri. c. Daun ke 9 berada dibawah 1 agak kesebelah kiri pada spiral kanan agak kekanan pada pokok yang berspiral kiri.
19
d. Daun ke 17 letaknya dibawah daun ke 9 agak kekiri pada pokok yang berspiral kanan dan agak kekanan pada pokok yang berspiral kiri. Untuk tujuan pengamatan, pengambilan contoh pada tanaman muda sampai umur 1,5 tahun menggunakan daun pelepah ke-3 dan pada tanaman umur 1,5 – 2,5 tahun dipakai daun pelepah ke-9. Contoh daun diambil mulai jam 7.00 – 12.00 dan tidak waktu hujan. Dari pelepah daun ke-17 ini diambil masing-masing 3 helai anak daun dari sebelah kiri dan kanan. Letak anak daun yang diambil ini berada kira-kira diantara 1/2 - 1/3 bagian dari ujung pelepah atau pada titik ujung permukaan daun bagian atas pelepah. (U.L,Adlin, 2008)
2.4.
Nutrisi Unsur Hara Kelapa Sawit
Kekurangan salah satu atau beberapa unsur hara akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak sebagaimana mestinya yaitu ada kelainan atau penyimpangan-penyimpangan dan banyak pula tanaman yang mati muda. Gejala kekurangan ini cepat atau lambat akan terlihat pada tanaman, tergantung pada jenis dan sifat tanaman. Ada tanaman yang cepat sekali memperlihatkan tanda-tanda kekurangan atau sebaliknya ada yang lambat. Pada umumnya pertama-tama akan terlihat pada bagian tanaman yang melakukan kegiatan fisiologis terbesar yaitu pada bagian yang ada diatas tanah terutama pada daun-daunnya. (http://ladangmasadepan.com/2011/01/unsur-hara.html)
2.4.1. Kebutuhan Unsur Hara Unsur-unsur hara dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman karena merupakan bagian dari sel-sel dalam tubuh tanaman ataupun berfungsi melancarkan berlangsungnya proses metabolisme. Sel-sel baru selalu dibentuk selama tanaman itu
20
hidup, baik untuk perkembangan organ-organ tubuh tanaman maupun untuk mengganti sel-sel yang tua dan mati. Oleh karena itu kebutuhan akan unsur hara berlangsung sepanjang kehidupan tanaman. Kebutuhan unsur hara pada usahatani kelapa sawit sangat menentukan, karena kelapa sawit termasuk jenis tumbuhan yang menyerap unsur hara dalam jumlah sangat banyak. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dari perbandingan jumlah unsur hara yang dipindah keluar areal tanaman (nutrient removal) dalam bentuk produk-produk tanaman. Mengingat tanah mengandung unsur hara tersedia dalam jumlah terbatas, sebagian besar kebutuhan hara harus dicukupi melalui pemupukan. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pemupukan setinggi mungkin dalam rangka mengoptimalkan efisiensi biaya tanpa mengganggu kelestarian kesuburan tanah, pemupukan seharusnya dilaksanakan berdasarkan hasil-hasil penelitian pemupukan yang tersedia. Sayangnya hasil-hasil penelitian seperti itu pada umumnya belum tersedia, dan kalaupun tersedia masih kurang memadai. Oleh karena itu prinsip pemupukan yang tepat dan berimbang tidak mudah diterapkan secara langsung. Diperkirakan bahwa pada program perluasan kelapa sawit dengan skala 200.000 sampai 300.000 ha per tahun akan terjadi kesenjangan informasi pemupukan selama 5 – 10 tahun. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman biasanya dibagi atas dua kelompok, yaitu unsur-unsur makro (macroelement) dan unsur-unsur mikro (microelement). Alasan pembagian ini sederhana, yaitu unsur makro adalah yang dibutuhkan dalam jumlah besar, dan unsur mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil. Tetapi dalam praktek di lapangan alasan pembagian tersebut menjadi lebih logis: unsur-unsur makro dalam pertanian modern ditambahkan dalam bentuk pupuk, sedangkan unsur-unsur mikro umumnya dapat dicukupi oleh tanah sendiri. Unsur
21
mikro hanya diberikan dalam bentuk pupuk bila analisis tanah menunjukkan adanya kekahatan (defisiensi), atau bila tanaman menunjukkan gejala-gejala defisiensi. Unsur-unsur yang tergolong unsur makro adalah Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca), Belerang atau Sulfur (S), dan Natrium (Na), sedangkan unsur-unsur mikro adalah klor (Cl), Mangan (Mn), Besi (Fe), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), dan Boron (B). Untuk kelapa sawit, klor ternyata dibutuhkan dalam jumlah besar, sehingga dimasukkan kedalam unsur hara makro. Dengan demikian bagi kelapa sawit pembagiannya adalah sebagai berikut. -
Unsur-unsur makro : N, P, K, Mg, Ca, S, Na dan Cl
-
Unsur-unsur mikro : Mn, Fe, Zn, Cu, Mo, dan B
2.4.2. Unsur-unsur Mikro 1. Mangan (Mn) Mangan turut berfungsi dalam proses pembentukan klorofil dan mengatur efisiensi fotosintesis. Mangan bersifat antagonistik dengan unsur besi, artinya bila salah satu unsur mengalami kelebihan, yang satu akan kekurangan. Pada tanah-tanah basa atau alkalis (tanah yang pH-nya tinggi) mangan menjadi tidak tersedia bagi tanaman (tidak dapat diserap). 2. Besi (Fe) Besi berfungsi dalam proses pembentukan klorofil, dan menjadi katalisator bagi sejumlah reaksi enzimatis dalam proses pernapasan dan proses oksidasi. 3. Seng (Zn) Seng berfungsi dalam pembentukan klorofil, protein, dan auxin, dan merupakan bagian dari beberapa jenis enzim.
22
4. Tembaga (Cu) Tembaga turut berfungsi dalam pernapasan, pembentukan klorofil dan banyak proses fisiologis lainnya. Bila tanaman mengalami kelebihan nitrogen, biasanya terjadi kekurangan tembaga. 5. Molibden (Mo) Molibden terdapat dalam kadar rendah dalam jaringan tubuh tanaman kelapa sawit, termasuk tandan buah, tetapi fungsinya belum diketahui. Kehadiran molibden berdampak negatif pada pertumbuhan bibit kelapa sawit, dilain pihak dibutuhkan dalam jumlah kecil dalam rangka memaksimalkan penggunaan pupuk – pupuk nitrogen untuk mengkonversikan senyawa-senyawa nitrat. 6. Boron (B) Fungsi boron belum diketahui pasti, tetapi diperkirakan turut mengatur beberapa proses metabolisme. Kekurangan
boron turut menghambat
pertumbuhan, sebaliknya kebanyakan boron pun menjadi racun bagi tanaman. Boron diduga turut berperan dalam ketahanan (resistensi) terhadap hama dan penyakit. (Mangoensoekarjo, S. 1989)
2.4.3. Gejala Defisiensi Unsur Hara Logam Tembaga -
Nekrosis pada ujung anak daun.
-
Biasanya tanaman tumbuh kerdil / terhambat.
-
Kekurangan Cu muncul biasanya pada tanah berpasir dan tanah gambut.
23
-
Pada keadaan parah, tanaman akan menjadi layu dan mati.
-
Jaringan klorosis berwarna hijau pucat sampai kekuningan, muncul ditengah anak daun muda.
-
Bercak kuning akan berkembang diantara jaringan klorosis, daun pendek, kuning pucat, kemudian mati.
(http://tehnikbudidayakelapasawit.com/2011/09/peranan-unsur-hara-pada-tanamankelapa.html)
2.5. Spektrofotometri Serapan Atom
Perbedaan prinsip dengan spektrofotometri emisi atom menyangkut metode dan instrumentasi. Pada SAA terjadi penyerapan sumber radiasi (diluar nyala) oleh atom-atom netral dalam kedaan gas yang berada dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan gas tadi biasanya radiasi sinar-tampak atau ultraviolet. Jadi seolah-olah nyala api gas pembakar dan molekul atom-atom netral didalamnya adalah kuvet pada spektrofotomteri UV-Vis. Namun demikian SAA berbeda prinsip dengan spektrofotomteri UV-Vis dalam hal instrumentasinya, penggunaan sampel serta bentuk spektrumnya disamping wawasan analisisnya. Oleh sebab itulah SAA dibicarakan terpisah dari spektrofotometer UV-Vis. SAA kegunaannya lebih ditentukan untuk analisis kuantitatif logam-logam alkali dan alkali tanah. Untuk maksud ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : -
Larutan sampel diusahakan seencer mungkin kadar unsur yang dianalisis tidak lebih dari 5% dalam pelarut yang sesuai. Larutan yang dianalisis lebih disukai
24
diasamkan atau kalau dilebur dengan alkali tanah terakhir harus diasamkan lagi. -
Hindari pemakaian pelarut aromatik atau halogenida. Pelarut organik yang umum dipakai adalah keton, ester, dan etil asetat.
-
Dilakukan perhitungan atau kalibrasi dengan zat standar, sama seperti pada pelaksanaan spektrofotometri UV-Vis. (Mulja, M. 1995)
2.5.1. Prinsip Dasar SSA
Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar penentuan kuantitatif logam-logam dengan menggunakan SSA. Proses terbentuknya uap yang mengandung atom-atom logam dalam nyala, dapat diringkaskan sebagai berikut : Bila suatu larutan yang mengandung senyawa yang cocok dari logam yang akan diselidiki itu dilewatkan kedalam nyala, terjadilah peristiwa berikut secara berurutan dengan cepat. 1. Penghilangan pelarut atau evaporasi yang meninggalkan residu padat. 2. Penguapan zat padat dilanjutkan dengan disosiasi menjadi atom-atom penyusun yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar. (vogel A.I, 1992)
25
2.5.2. Cara Kerja SSA
Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen berikut : - Unit atomisasi - Sumber radiasi - Sumber pengukur fotometrik Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Temperatur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila temperatur terlalu tinggi. Bahan bakar dan gas oksidator dimasukkan dalam kamar pencampur kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui baffle. Dengan gas asetilen dan oksidator udara tekan, temperatur dapat dikendalikan secara elektris. Biasanya temperatur dinaikkan secara bertahap, untuk menguapkan dan sekaligus mendisosiasikan senyawa yang dianalisis. (Khopkar,S.M, 1990) 2.5.3.Gangguan pada SSA dan Cara Mengatasinya
Yang dimaksud dengan gangguan-gangguan (interference) pada SSA adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-ganggguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut :
26
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar / gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah
:
viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap. Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel. 2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah / banyaknya atom yang terjadi didalam nyala. Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas didalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu : (a) disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna, dan (b) ionisasi atomatom didalam nyala. Terjadinya disosiasi yang tidak sempurna disebabkan oleh terbentuknya senyawa-senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan didalam nyala api). Ionisasi atom-atom dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang digunakan untuk atomisasi terlalu tinggi. 3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi didalam nyala. 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik, dimana gangguan jenis ini berarti terjadi penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atomatom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada dalam nyala. Cara mengatasi gangguan penyerapan non atomik ini adalah dengan bekerja pada
27
panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi. (Rohman,A, 2008)