BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Bentonit
Bentonit meerupakan salah satu mineral yang kelimpahannya cukup besar dialam, terutama di Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen ESDM pada tahun 2005, bentonit tersebar dipulaupulau besar Indonesia, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Jawa, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton. Namun penggunaan bahan ini belum maksimal dan masih bernilai rendah. Bentonit merupakan istilah dalam dunia perdagangan untuk lempung yang mengandung monmorillonit dan termasuk dalam
kelompok
dioktohedral.
Kandungan
utama
bentonit
adalah
mineral
monmorillonit (85%) dengan rumus kimia Mx(Al4xMgx)Si8O20(OH)4.nH2O
(Riyanto, 1994).
Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 μm yang terdiri dari berbagai macam mineral phyllosilicate yang mengandung silika, aluminium oksida dan hidrosida yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 layer yang terdiri dari 2 layer silika tetrahedron dan satu layer sentral octahedral. Sama halnya seperti produksi karet, Indonesia juga memiliki sumber Bentonit yang melimpah. Cadangan bentonit di Indonesia cukup berlimpah sebesar ± 380 juta ton merupakan aset potensial yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya (Syuhada dkk, 2009).
2.1.1. Struktur Bentonit
Bentonit alam tidak hanya mengandung satu mineral montmorillonite, tetapi juga mengandung mineral impuritas, seperti; calcite, quartz, clinoptilolite, iron oxide, feldspars dan humic acids. Untuk memisahkan impuritas ini ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu cara kimia dan cara sedimentasi. Calcite, iron oxide dan humic acid dapat dipisahkan dengan cara kimia. Sedangkan quartz, feldspar, clinoptilolite yang mempunyai ukuran partikel yang lebih besar dapat dipisahkan dengan cara sedimentasi (Amman, 2003).
Gambar 2.1. Batuan bentonit.
Gamb ar 2.2. Strukt ur Bento nit
Strukt ur bangu n lemba ran bento nit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang disusun unsur utama Si(O, OH) yang mengapit satu lapisan oktahedral yang disusun oleh unsur M(O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran bentonit dapat mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan kationkation lain. (Haerudin dkk, 2002).
2.1.2. Modifikasi Bentonit
Bentonit memiliki konfigurasi 2:1 dimana terdiri dari 2 lapi tetrahedral (silikonoksigen), dan 1 lapis oktahedral (aluminium-oksigen-hidroksil). Montmorionit merupakan kandungan yang paling banyak didalam bentonit alam. Montmorilonit secara alami mengalami substitusi isomorfis, dimana posisi Al3+ digantikan oleh Mg2+/Fe2+ dan Si4+ digantikan Al3+ sehingga memiliki muatan total negatif dan harus diseimbangkan dengan kation seperti Na+ dan Ca2+ (Yunfei Xi, et al., 2005).
Modifikasi permukaan clay ini penting dilakukan untuk dapat terbentuknya misibilitas dan dispersi dari clay sehingga akan didapatkan sifat-sifat yang diinginkan. Dalam melakukan modifikasi organik terhadap lapisan clay yang anorganik juga harus diperhatikan. Dalam keadaan murni, lapisan silikat hanya larut dengan polimer hidrofilik, seperti poli (etilena oksida), atau poli (vinil alkohol). Untuk membuat lapisan silikat larut dengan matriks polimer lainnya, adalah dengan mengubah permukaan lapisan silikat yang hidrofil menjadi organophilik, sehingga memungkinkan terjadi interkalasi dengan berbagai polimer (Charu, 2008).
2.1.3. Ultrasonikasi
Ultasonik merupakan vibrasi suara dengan frekuensi melebihi batas pendengaran manusia yaitu di atas 20 KHz (Tipler, 1998). Ultrasonikasi merupakan salah satu teknik paling efektif dalam pencampuran, proses reaksi, dan pemecahan bahan dengan bantuan energi tinggi (Pirrung, 2007). Batas atas rentang ultrasonik mencapai 5 MHz untuk gas dan 500 MHz untuk cairan dan padatan (Mason, 2002).
Penggunaan ultasonik berdasarkan rentangnya yang luas ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah suara beramplitudo rendah (frekuensi kebih tinggi).Gelombang beramplitudo rendah ini secara umum digunakan untuk analisis pengukuran kecepatan dan koefisien penyerapan gelombang pada rentang 2 hingga 10 MHz. Bagian kedua adalah gelombang berenergi tinggi dan terletak pada frekuensi 20
hingga 100 KHz. Gelombang ini dapat digunakan untuk pembersihan, pembentukan plastik, dan modifikasi bahan-bahan organik maupun anorganik (Mason, 2002).
Ultrasonikasi dengan intensitas tinggi dapat menginduksi secara fisik dan kimia. Efek fisik dari ultrasonikasi intensitas tinggi salah satunya adalah emulsifikasi. Beberapa aplikasi ultrasonikasi ini adalah dispersi bahan pengisi dalam polimer dasar, emulsifikasi partikel anorganik pada polimer dasar, serta pembentukan dan pemotongan plastik (Suslick, 1999). Efek kimia pada ultrasonikasi ini menyebabkan molekul-molekul berinteraksi sehingga terjadi perubahan kimia. Interaksi tersebut disebabkan panjang gelombang ultrasonik lebih tinggi dibandingkan panjang gelombang molekul-molekul. Interaksi gelombang ultrasonik dengan molekulmolekul terjadi melalui media cairan. Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi akustik yang menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan lokal dalam cairan (Wardiyati et al. 2004). Ultrasonikasi pada cairan memiliki berbagai parameter seperti frekuensi, tekanan, suhu, viskositas, dan konsentrasi suatu sampel. Aplikasi ultrasonikasi pada polimer berpengaruh terhadap degradasi polimer tersebut (Wardiyati et al. 2004).
2.2.
Karet Alam
Karet alam adalah polimer isoprene (C5H8) yang mempunyai bobot molekul yang besar. Susunannya adalah –CH–C(CH3)=CH–CH2–. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea Brasiliensis adalah bentuk alamiah dari 1,4–polyisoprene. Karet jenis ini memiliki ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi kelenturan atau elastisitas polyisoprene. Lebih dari 90% cis –1,4 polyisoprene digunakan dalam industri karet Hevea.
Karet alam adalah salah satu bahan penting yang digunakan secara luas dalam aplikasi teknik. Penggunaannya terutama disebabkan oleh kelembutan alaminya dan kemudahan pembentukannya. Bagaimanapun, bahan pengisi perlu ditambahkan dengan maksud untuk menyiasati sifat-sifat alami yang tidak dikehendaki sehingga didapat suatu produk seperti yang diinginkan. (Tarachiwin dkk., 2005).
Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4 poliisoprena. Susunan ruang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal. Adapun rumus bangun dari isoprena, polyisoprena dan cis 1,4 polyisoprena dapat dilihat pada gambar 2.3. : (a)
(c)
(b) (d)
Gambar 2.3. (a) Struktur monomer isoprene, (b) Rumus bangun Polyisoprena, (c) Rumus bangun cis - 1,4 – Polyisoprena (d) Rumus bangun Cis 1,4 Poliisopren
(karet alam) (Stevens, 2001).
Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis 1,4 isoprena dikenal sebagai Havea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 33% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik yang diikuti oleh vulkanisasi (Stevens, 2001). 2.2.1. Kompon Karet
Kompon karet adalah campuran karet mentah dan bahan-bahan tambahan. Pembuatan kompon karet untuk menghasilkan barang jadi karet dengan sifat fisik yang sesuai de ngan kebutuhan. Bahan utama yang dibutuhka n da lam pembuatan kompon karet adalah elastomer (karet alam atau karet sintetik) dan bahan pemvulkanisasi (vulcanizing agent). Bahan ini dapat berupa sulfur atau oksida logam. Bahan pemvulkanisasi bereaksi dengan gugus aktif molekul karet membentuk ikatan silang antar molekul sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi (Winspear, 1968).
Selain bahan pemvulkanisasi, pembuatan kompon juga memerlukan bahan pencepat (accelerator), bahan penggiat (activator), bahan pengisi (filler) dan bahan bantu olah (processing aid). Bahan pencepat ditambahkan untuk mempercepat reaksi vulkanisasi dan memungkinkan vulkanisasi berlangsung pada suhu yang lebih rendah (Craig, 1969). Bahan penggiat berfungsi sebagai pengaktif kerja bahan pencepat karena umumnya bahan pencepat organik tidak berfungsi tanpa adanya bahan pengaktif (Craig, 1969). Bahan penggiat terbagi menjadi dua golongan, yaitu anorganik berupa oks ida logam (ZnO, PbO dan MgO) dan organik berupa asam lemak rantai panjang (asam stearat dan asam oleat). Bahan penggiat yang paling banyak digunakan adalah kombinasi ZnO dan asam stearat (Alfa, 2002).
Perlakuan awal terhadap karet yang akan dibuat kompon adalah mastikasi yang bertujuan untuk melunakkan karet sehingga mudah tercampur dengan bahanbahan lain. Pelunakan ini terjadi karena pemutusan rantai molekul sehingga diperoleh bobot molekul yang lebih rendah (Craig, 1969).
2.2.2. Vulkanisasi Karet
Vulkanisasi merupakan proses kimiawi yang bersifat tidak dapat balik dengan menggunakan bahan pemvulkanisasi seperti sulfur, bahan yang mengandung sulfur dan peroksida organik. Tujuan vulkanisasi adalah membentuk ikatan silang pada molekul karet yang fleksibel sehingga menghasilkan jaringan tiga dimensi dan mengubah sifat karet mentah yang rapuh dan plastis menjadi produk yang lebih kuat. Vulkanisasi karet biasanya melibatkan pemanasan karet pada suhu 100oC – 180oC dengan bahan pemvulkanisasi serta bahan pencepat dan bahan penggiat (Craig, 1969). Coran (1978) mendefinisikan vulkanisasi sebagai proses yang melibatkan pembentukan jaringan molekuler melalui ikatan kimia dari rantai-rantai molekul bebas. Proses ini meningkatkan kemampuan karet untuk kembali ke bentuk semula setelah dikenai gaya mekanik. Vulkanisasi, dengan demikian, merupakan reaksi intermolekuler yang meningkatkan elastisitas karet serta mengurangi sifat plastisitasnya.
Morton (1959), menyatakan bahwa vulkanisasi karet alam dilakukan untuk mengurangi sifat karet alam yang rapuh pada suhu dingin dan lunak pada suhu panas. Dengan vulkanisasi, produk karet menjadi lebih fleksibel, stabil terhadap perubahan suhu, daya tahan meningkat dan penggunaan karet alam semakin luas. Pada dasarnya sistem vulkanisasi digolongkan menjadi dua macam, yaitu vulkanisasi dengan sulfur dan bukan sulfur.
Formula umum vulkanisasi dengan sulfur adalah : ZnO 2 – 10 bsk (bagian per seratus karet), asam lemak 1 – 4 bsk, sulfur 0.5 – 4 bsk dan bahan pencepat 1.5 – 2 bsk (Coran, 1978). Secara umum, produk hasil vulkanisasi atau barang jadi 13 karet dikenal dengan istilah vulkanisat. Beberapa pengujian sifat fisik vulkanisat ada lah uji tarik (tensile strength), perpanjangan putus (elongation at break), kekerasan (hardness) dan ketahanan sobek (tear strength) (Maspanger, 2002).
Untuk mengubah sifat fisik dari karet dilakukan proses vulkanisasi. Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Suhu adalah faktor yang cukup
penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat divulkanisasi.
Vulkanisasi karet alam sangat bagus dalam hal berikut : •
Kepegasan pantul
•
Tegangan putus
•
Ketahan sobek dan putus
•
Fleksibilitas suhu rendah
•
Daya lengket ke fabric atau logam
2.2.3. Sifat Kimia Karet Hasil utama tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah karet. Apabila hevea segar dicentrifuge pada kecepatan 32000 putaran per menit (rpm) selama 1 jam akan terbentuk 4 fraksi yaitu: •
Fraksi karet
•
Fraksi frey wessling
•
Fraksi serum
•
Fraksi bawah
1. Fraksi karet terdiri dari partikel-pertikel karet yang terbentuk bulat dengan diameter 0,05 – 3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap. 2. Fraksi frey wessling yang terdiri dari pertikel – partikel frey wessling yang dikemukakan oleh Frey Wessling. Fraksi ini bewarna kuning karena mengandung karotenida. 3. Fraksi serum, juga disebut fraksi C (centrifuge cerum) mengandung sebahagian komponen bukan karet yaitu air, protein, karbohidrat, dan ion – ion logam. 4. Fraksi bawah, terdiri dari partikel – partikel lutoid yang bersifat gelatin mengandung senyawa nitrogen dan ion – ion kalsium serta magnesium (M.Opusungguh, 1987).
2.2.4. Sifat Fisika Karet
Sifat fisika karet mentah dapat dihubungkan dengan dua komponen yaitu viskositas dan elastisitas yang bekerja secara serentak. Viskositas diperlukan untuk mengukur ketahanan terhadap aliran (deformasi). Terjadinya aliran pada karet yang disebabkan oleh adanya tekanan/ gaya disebabkan oleh dua hal, yaitu: 1. Terlepasnya ikatan di dalam atau antara rantai pliisoprene seperti terlepasnya benangbenang yag telah dirajut. Hal ini terjadi pada stress yang rendah/kecil 2. Terlepasnya seluruh ikatan rantai poliisoprene dan satu monomer dengan monomer yang lain saling tindih akan membentuk lingkungan yang Kristal. Dengan demikian komponen viskositas adalah irreversible dan dihitung sebagai aliran dingin (cold flow) dari karet mentah, seedangkan elastisitas mengukur energy yang segera dikembalikan oleh karet setelah diberikan input energy kepadanya. Elastisitas menunjukan jarak diantara ujung-ujung rantai poliisoprene.
2.2.5. Standart Indonesia Rubber (SIR)
Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Mentri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK No.143/KP /V /69. Yang berlaku mulai 18 Juni 1969 menetapkan ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut : 1. Standart Indonesia Rubber (SIR) adalah karetalam yang dikeluarkan dari daerahdaerahyang termasuk dalam lingkungan Negara Repoblik Indonesia. 2. Standart Indonesia Rubber (SIR) yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan (balok) dengan ukuran (28x6.5) dalam inci. Bongkahanbongkahan yang telah dibungkus dengan plastic polyetilen, tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan kurang dari 1800 C, berat jenis 0,92 dan bebas dari segala bentuk pelapis (couting). Pengepakan selanjutnya dapat dilakukan dalam kantung kertas/krapt 4 ply atau dalam bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton. 3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book) 4. Standart Indonesia Rubber (SIR) terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam
bentuk SIR harus disertai dengan penetapan nilai plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan tanda huruf : “ H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80. “ M” untuk PRI antara 60 – 79. “ S ” untuk PRI antara 30 – 59. Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan dimasukkan dalam SIR. 5. Warna karet tidak menjadi bagian dalam spesifikasi teknis. 6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan pada Departeman Perdagangan. Oleh Departeman Perdagangan akan diberikan tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap pabrik yang diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
kedua balai
tersebut
untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu
Produksi. 7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian. 8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambing SIR dan menurut ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Departemen Perdagangan. Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas akan dilarang.
2.3.
Komposit
Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang disebut matrik. Didalam komposit unsur utamanya serat, sedangkan bahan pengikatnya polimer yang mudah dibentuk. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah menentukan karakteristik bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan serta sifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik
berfungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gayagaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia (Hadi, 2000).
Bahan pengisi adalah suatu aditif padat yang ditambahkan ke dalam matrik polimer untuk meningkatkan sifat-sifat bahan , pengisi fungsional menghasilkan peningkatan spesifik dalam sifat mekanik dan sifat fisis. Perlakuan dari bahan pengisi memungkinkan menjadi pendukung beberapa mekanisme pengisi membentuk ikatan kimia dengan matrik sebagai penguat. Beberapa penelitian telah menunjukan bahan pengisi mempunyai peranan penting dalam memodifikasi sifat-sifat dari berbagai bahan polimer, contohnya dengan cara menambahkan pengisi akan meningkatkan sifat mekanik, elektrik, termal, optik dan sifat-sifat pemrosesan dari polimer, sementara dapat juga mengurangi biaya produksi. Peningkatan sifat–sifat tergantung pada banyak faktorfaktor termasuk aspek rasio dari bahan pengisi, derajat disperse, orientasi dalam matrik, dan adhesi pada interface matrik - bahan pengisi (Makadia, 2000; Cho dan Paul, 2000, Premphet dan Horanont, 1999).
2.4.
Emulsifier / Surfaktant
Surfaktan atau dalam bahasa Inggris disebut Surfactant (surface active agent) adalah zat yang mempunyai kemampuan untuk menunrunkan tegangan permukaan sistem tersebut jika diberikan dalam konsentrasi rendah. Struktur surfactant terdiri dari dua bagian, yaitu bagian ekor dan kepala. Bagian ekornya ialah bagian hidrofobik atau tidak suka air, yang artinya dibutuhkan energi yang besar untuk melakukan kontak dengan air. Bagian ekor ini terbentuk dari rantai karbon, yang sifatnya jika makin panjang makin baik untuk menangkap kotoran non polar. Bagian kepala merupakan bagian yang hidrofilik atau menyukai air, yang artinya tidak diperlukan energi besar untuk melakukan kontak dengan air (Salanger, 2002). Struktur surfactant diperlihatkan pada gambar 2.4 :
Bagian
Kepala (Hidrofilik)
Bagian
Ekor (Hidrofobik)
gambar 2.4. Struktur surfaktan
Muatan yang terkandung pada kepala surfaktan menentukan jenis surfaktan itu sendiri. Jenis-jenis surfaktan : a. Anionik – membawa muatan negatif, contoh: Sodium Dodechyl Sulfate (SDS) CH3(CH2)11OSO3-Na+, Natrium Stearat CH3(CH2)16COO-Na+, dan Sodium Dodhecyl Benzene Sulfonate (SDBS) C12H25C6H4SO3-Na+. b. Kationik – membawa muatan positif, contoh : Dodesilamin Hidroklorida, [CH3(CH2)11NH+Cl-, c. Zwitterionik – membawa muatan positif dan negatif, contoh: Dodesil Betain, CH3(CH2)11NHCH2CH2COOH. d. Non-ionik – tidak bermuatan, contoh: Tergitol, C9H19C6H4O(CH2CH2O)40H, Polistilen Laurel eter, dan C12H25O(C2H4O)8H (Salanger, 2002).
2.4.1. Sodium Dodechyl Sulfate (SDS)
Sodium Dodhecyl Sulfate (SDS) merupakan surfaktan anionik yang membawa muatan negatif pada kepala surfaktan. Dimana pada penelitian ini SDS digunakan sebagai surfaktan pemodifikasi bentonit menjadi organoclay. Sehingga memberikan perubahan pada sifat morfologi bentonit sendiri. Dengan adanya penambahan SDS akan didapatkan suatu bahan filler komposit yang lebih baik. Nama zat
:
Lauryl sulfatesodium salt Sodium lauryl sulfate Dodecyl sodium sulfate Dodecyl sulfatesodium salt SDS
Formula
:
C12H25NaO4S
Berat molekul
:
288,38 g/mol
2.4.2. Sifat Fisika Dan Kimia SDS
Sifat fisika dan kimia dari SDS dapat dilihat dari data dibawah ini: a) Tampilan b) Warna
: padat : putih
c) pH
: 7,2
d) Rentang titik lebur / beku
: 204-207 ° C
e) Titik nyala
: 180 ° C
f) Mudah terbakar (padat, gas) terbakar dengan kategori 1.
: bahan atau campuran adalah padat mudah
g) Berat jenis relatif
: 0,370 g/cm3
h) Kelarutan dalam air
: larut (www.sigma-aldrich.com)
2.5.
Pengujian Morfologi
Scanning Elektron Miskroskopi (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur permukaan itu secara langsung.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu
dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).
2.6.
Analisa Sifat Kekuatan Tarik Dan Kemuluran
Sifat mekanis biasanya biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ ) t
menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi maks
dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang :
F
A
(2.1)
selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, A /A = l/l , o
o
dengan l dan l masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Bila o
didefenisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/l ) maka diperoleh hubungan : o
Ao A
l
(2.2) Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan
(regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva teganganregangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Wirjosentono, 1995).
2.7.
Analisa Kestabilan Thermal
TGA merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju berat dari material sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas thermalnya pada temperatur mencapai 1000oC. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi.
Analisa thermal dapat didefenisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan kimia material sebagai fungsi dar suhu. Pada prakteknya, istilah analisa termal seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Karakteristik termal memgang peranan penting terhadap sifat suatu bahan karena berkaitan erat dengan struktur dalam bahan itu sendiri. Suatu bahan akan bila dipanaskan akan terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan adanya perubahan dalam kapasitas panas atau energi termal bahan tersebut. Teknik analisa termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika (penguapan) atau kimia (dekomposisi) suatu bahan yang ditunjukkan dengan penyerapan panas (endotermik) dan pengeluaran panas (eksotermik).
Proses termal meliputi antara lain proses perubahan fase (transisi gelas), pelunakan, pelelehan, oksidasi, dan dekomposisi. Agar suatu polimer layak dianggap stabil panas atau tahan panas, polimer tersebut harus tidak terurai dibawah suhu 400oC dan harus mempertahankan sifatnya yang bermanfaat pada suhu dekomposisi, polimerpolimer demikian harus memiliki suhu transisi gelas atau peleburan kristal yang tinggi.
Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinyu; reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada
Gambar 5.2. Sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram, dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1–20 oC /menit, mempertahan berat awalnya , Wi, sampai mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah konstan kedua teramati pada suhu diatas Tf, yang berhubungan harga berat residu Wf. Berat Wi, Wf, dan ΔW (%) adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat digunakan pada perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya, dll.
Gambar 2.5. Skema termogram bagi reaksi dekomposisi satu tahap