19
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kerangka Berpikir
Gambar 2. 1
Kerangka Pemikiran Program pelatihan Tahap Reaksi
Fasilitas pelatihan
Instruktur pelatihan
Teori Belajar Tahap Pembelajaran Kompetensi Efektivitas Pelatihan ‘Initial New Hire’ Motivasi Tahap Perilaku Kinerja Standar organisasi Tahap Hasil Prestasi organisasi Sumber : Diolah Penulis
Dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman maka perusahaan membekali karyawan dengan kompetensi berupa pengetahuan, kemampuan maupun keahlian tertentu melalui program pelatihan dan pengembangan. Dalam rangka mencapai efektivitas pelatihan yang optimal maka diperlukan suatu evaluasi pelatihan. Secara garis besar, evaluasi efektivitas pelatihan meliputi faktor psikologis
20
dan non psikologis yang mempengaruhi jalannya suatu program pelatihan. Evaluasi program pelatihan terdiri atas 4 tahap yaitu tahap reaksi, tahap pembelajaran, tahap perilaku dan tahap hasil. Keempat tahapan ini memiliki komponen masing- masing yang dapat dinilai. Tahap reaksi meliputi faktor fisik yang mendukung pelatihan seperti program pelatihan, fasilitas pelatihan dan instruktur. Tahap pembelajaran meliputi sejauh mana hasil pembelajaran yang didapatkan oleh peserta pelatihan berupa kompetensi yang dibutuhkan dalam pekerjaan.Tahap perilaku mengevaluasi sejauh mana hasil pembelajaran selama pelatihan diaplikasikan kepada pekerjaan. Faktor psikologis sangat berpengaruh dalam hal ini salah satunya adalah faktor motivasi. Tahap terakhir dalam evaluasi ini adalah tahap hasil. Pada tahap hasil, evaluasi dilakukan dengan melihat sejauh mana program pelatihan yang dilaksanakan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan perusahaan. 2.2
Landasan Teori 2.2.1
Hakikat Pelatihan
Gambar 2. 2 Peta Konsep Pelatihan Definisi Pelatihan
Komponen Pelatihan Pelatihan Jenis- Jenis Pelatihan
Model Proses Pelatihan
Sumber : Diolah Penulis
21
2.2.1.1 Definisi Pelatihan Menurut Raymond.A.Noe (2003), pelatihan didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan secara terencana dan terorganisir untuk memfasilitasi pembelajaran yang dilakukan oleh pegawai mengenai pekerjaan yang terkait dengan kompetensi. Kompetensi ini termasuk dalam pengetahuan, kemampuan atau tingkah laku yang bersifat kritis atau penting dalam menghasilkan kinerja yang baik. Tujuan dari pelatihan bagi karyawan adalah untuk menguasai pengetahuan, kemampuan dan tingkah laku yang terdapat pada program pelatihan dan mengaplikasikan hal tersebut pada kegiatan pekerjaan sehari-hari.
Dewasa ini, perusahaan menginvestasikan dana terhadap program pelatihan dengan mudahnya karena percaya bahwa program pelatihan merupakan suatu hal yang baik untuk dilakukan. Program pelatihan tidak hanya diketahui untuk menambah keuntungan yang bersifat kompetitif tetapi suatu program pelatihan juga harus dipandang secara luas sebagai cara untuk menciptakan suatu pusat intelektual. Yang dimaksud sebagai pusat intelektual disini termasuk kemampuan dasar, kemampuan lanjutan, pemahaman mengenai konsumen dan pelanggan serta kreativitas untuk memotivasi diri. Pelatihan dilakukan setelah strategi bisnis mencapai perkembangan tertentu yang diidentifikasi oleh perusahaan.
Menurut Rolf.P.Lynton (1998), pelatihan merupakan suatu usaha untuk mempersiapkan peserta pelatihan dalam mengambil suatu tindakan tertentu yang sesuai dengan organisasi tempat bekerja serta membantu
22
peserta untuk memperbaiki prestasi dalam kegiatannya terutama mengenai pemahaman dan keterampilan kerja. Adapun tujuan diadakannya pelatihan adalah
untuk
mengembangkan
keahlian,
untuk
mengembangkan
pengetahuan dan untuk mengembangkan sikap (Moekijat,1991).
2.2.1.2 Komponen Pelatihan Menurut Gary Ward (1994), Program pelatihan selalu dibatasi oleh waktu, uang, fasilitas, instruktur dan juga tingkat kompetensi dari masingmasing peserta. Oleh karena itu dibutuhkan komponen pelatihan yang tepat. Komponen pelatihan merupakan unsur-unsur yang mendukung jalannya proses pelatihan.. Komponen – komponen pelatihan dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri atas :
-
tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan yang dapat diukur
-
para instruktur yang professional
-
materi pelatihan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
-
peserta
pelatihan
yang
memenuhi
persyaratan
yang
ditentukan.
Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan merupakan seluruh tujuan dan hasil yang ingin dicapai dari suatu program pelatihan. Secara umum tujuan dan sasaran pelatihan terbagi menjadi 4 tipe yaitu reaksi, pembelajaran, transfer of training dan hasil bagi organisasi. Tujuan reaksi merupakan tujuan yang dirancang untuk mengetahui apa yang
23
dirasakan peserta mengenai suatu program pelatihan. Tujuan pembelajaran didefinisikan sebagai kompetensi yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta melalui program pelatihan. Tujuan transfer of training didefinisikan sebagai perubahan yang diharapkan terjadi dalam kinerja peserta pelatihan setelah mengikuti program. Sedangkan tujuan dari hasil organisasi didefinisikan sebagai hasil yang diharapkan didapatkan oleh organisasi sebagai efek dari perubahan kinerja yang didapatkan setelah pelatihan. (Blanchard & Thacker, 2010)
Komponen pelatihan kedua adalah instruktur yang professional. Instruktur dalam suatu program pelatihan, baik yang berasal dari dalam maupun luar organisasi, harus memiliki keahlian, pengalaman dan kemampuan yang memadai dalam topik yang ada di dalam suatu pelatihan. Menurut Raymond.A.Noe (2005), Instruktur dalam suatu program pelatihan sebaiknya diberikan pengarahan atau bimbingan terlebih dahulu oleh perusahaan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan presentasi dan komunikasi instruktur dalam memberikan pelatihan serta untuk menambahkan pemahaman mengenai komponen kunci dalam proses pelatihan sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah ada.
Komponen ketiga dalam suatu pelatihan adalah materi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam meningkatkan nilai dari suatu materi pelatihan maka informasi yang diberikan menggunakan konsep, istilah dan contoh yang familiar dari peserta. Hal ini dikarenakan pelatihan sebagai cermin dari suatu lingkungan kerja. Materi pelatihan didefinisikan sebagai
24
segala hal yang bersifat fisik, intelektual dan emosional yang diberikan selama pelatihan (Raymond.A.Noe,2005). Menurut Hershey & Blanchart (1992), setidaknya ada 3 bidang kompetensi yang dijadikan materi pelatihan yaitu :
o
Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, tekhnik, dan peralatan yang diperlukan untuk melakukan tugas tertentu
o
Kemampuan sosial, yaitu kemampuan untuk bekerja dengan orang lai yang mencakup dengan beberapa faktor psikologis seperti motivasi dan kepemimpinan.
o
Kemampuan
konseptual,
yaitu
kemampuan
untuk
memahami
kompleksitas organisasi dan penyesuaian bidang unit kerja ke dalam bidang operasi secara keseluruhan.
Komponen terakhir yang sangat menentukan proses pelatihan tentunya adalah peserta yang telah memenuhi persyaratan. Dalam komponen ini banyak sekali faktor psikologis dan non psikologis. Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan peserta pelatihan maka sebaiknya pelatihan yang diberikan mampu memfasilitasi peserta dalam menjawab tantangan kerja yang dibutuhkan.
2.2.1.3 Jenis- Jenis Pelatihan Secara umum pelatihan terbagi menjadi 2 jenis yaitu pelatihan dengan metode tradisional dan pelatihan dengan menggunakan tekhnologi.
25
Pelatihan dengan metode tradisional mengutamakan pertemuan yang bersifat langsung dalam menyampaikan materi pelatihan sedangkan pelatihan
dengan
menggunakan
tekhnologi
mengandalkan
kemajuan
tekhnologi seperti internet dalam menyampaikan materi. Menurut Gary Ward (1994), dalam bukunya yang berjudul High Risk Training, pelatihan terbagi menjadi 4 jenis yaitu : 1.
Initial Training Pelatihan ini merupakan pelatihan yang diberikan di awal masa kerja. Tujuan dari jenis pelatihan ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan,
kemampuan
dan
nilai-nilai
kepada
seorang
karyawan. 2. Retraining Pelatihan ini merupakan pelatihan yang bersifat mengulang apa yang telah diajarkan pada pelatihan sebelumnya dengan topik atau materi yang sama. Tujuan dari pelatihan ini adalah memberikan reinforcement mengenai apa yang telah dikerjakan pada lingkungan kerja nyata. 3. Continuing Training Pelatihan ini merupakan pelatihan yang berkesinambungan dengan memfokuskan terhadap standard dan praktek yang sesuai dengan perubahan atau perkembangan aturan dalam suatu organisasi 4. Advancement training Pelatihan ini merupakan pelatihan yang diberikan kepada karyawan yang memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam suatu organisasi.
26
Seiring dengan perkembangan zaman maka area dari pelatihan pun meluas tidak hanya berada di lingkup industri dan organisasi. Menurut Blanchard & Thacker (2005) ada 4 jenis pelatihan yang berkembang saat ini. Pelatihan tersebut adalah sebagai berikut : 1. orientation training (onboarding) pelatihan ini merupakan pelatihan yang ditujukan bagi karyawan baru. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk mengasimilasi karyawan baru ke dalam lingkungan kerja. 2. diversity training pelatihan ini fokus terhadap pemahaman perbedaan dalam hal seperti ras, usia, etnis dan gender diantara individu dengan berbagai latar belakang. Pelatihan ini dapat membantu seluruh pihak dalam organisasi untuk dapat memahami bahwa perbedaan yang dimiliki setiap individu memiliki pengaruh positif bagi perusahaan. 3. sexual harassment training pelecehan seksual merupakan salah satu perilaku spesifik yang ingin dihilangkan melalui diversity training. Melalui pelatihan ini diharapkan mampu menghilangkan perilaku pelecehan seksual dalam suatu organisasi dan juga meningkatkan pemahaman bahwa pelecehan seksual tidak hanya dapat dilakukan secara fisik tetapi juga secara verbal. 4. team training pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama individu dalam suatu kelompok kerja. Pelatihan ini sangat penting dalam suatu
27
organisasi mengingat bahwa di dalam organisasi terjadi suatu hubungan yang saling mempengaruhi antar individu.
2.2.1.4 Model Proses Pelatihan Menurut Blanchard & Thacker (2005) , Proses dari suatu pelatihan dimulai dari suatu hal yang bersifat memicu (triggering events). Suatu hal pemicu terjadi ketika individu yang memiliki otoritas menyadari bahwa tingkat kinerja organisasi saat ini berada di bawah kinerja yang diharapkan. Model proses pelatihan terdiri atas 5 tahap yaitu analisis, desain, pengembangan, implementasi dan evaluasi. Setiap tahapan memiliki unsur penting tersendiri. Pada tahap analisis, proses dimulai dengan mengidentifikasi perbedaan antara kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapkan. Hal- hal yang diidentifikasi diantaranya adalah seperti profitabilitas dan tingkat kepuasan konsumen. Tahap analisis ini juga disebut sebagai analisis kebutuhan pelatihan. Tahapan analisa ini juga menggarisbawahi mengenai prioritas dari kebutuhan pelatihan yang telah teridentifikasi. Tahapan yang kedua adalah tahap desain. Pada tahap desain, kebutuhan akan pelatihan yang telah diidentifasi menjadi bahan utama dalam tahapan ini. Proses terpenting daripada tahap desain adalah penyusunan tujuan pembelajaran. Selain tujuan pembelajaran, segala faktor yang dibutuhkan dalam memfasilitasi pembelajaran dan aplikasinya dalam pekerjaan juga diidentifikasi. Tahapan yang ketiga adalah tahap pengembangan. Dalam tahapan ini, seluruh strategi instruksional seperti metode pembelajaran,fasilitas dan hal spesifik lainnya yang mendukung implementasi pelatihan di identifikasi. Hasil
28
dari
tahap
pengembangan
implementasi.Tahapan
nantinya
keempat
akan
merupakan
digunakan tahap
pada
tahapan
implementasi.
Pada
tahapan implementasi seluruh aspek pada tahapan sebelumnya menentukan keberhasilan dari tahapan ini yang selanjutnya akan dinilai pada tahapan akhir yaitu tahapan evaluasi. Pada tahapan evaluasi yang menjadi masukan adalah segala evaluasi yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan juga hambatan pada organisasi. Ada 2 tipe evaluasi yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dilakukan pada setiap tahapan dalam proses pelatihan sedangkan evaluasi hasil merupakan evaluasi yang dilakukan di akhir sesi pelatihan untuk menjelaskan efek dari pelatihan terhadap peserta,pekerjaan dan organisasi.
Menurut Mangkunegara (2005), Ada beberapa tahapan dalam pelatihan dan pengembangan meliputi :
o
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
o
Menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan
o
Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya
o
Menetapkan metode pelatihan
o
Melakukan percobaan dan revisi
o
Mengimplementasikan dan mengevaluasi pelatihan
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model proses pelatihan secara garis besar terdiri atas 5 tahapan utama yaitu analisis, desain,
29
pengembangan , implementasi dan hasil. Kelima tahapan tersebut merupakan proses yang berkesinambungan dalam pembentukan suatu program pelatihan. Gambar 2. 3 Model Proses Pelatihan ADDIE Tahap Analisis Kebutuhan
Tahap Desain
Faktor pemicu Tahap Pengembangan
Tahap Implementasi
Tahap Evaluasi Sumber : Blanchard,Nick.P ; Thacker,James.W. (2010). Effective Training :systems,strategies and practices. New Jersey : Pearson
2.2.2
Pengertian Efektivitas Pelatihan Sistem pelatihan yang efektif merupakan sekumpulan proses yang
didesain
untuk
diidentifikasi
mentransformasikan
menjadi
hasil
yang
segala
faktor
kebutuhan
yang
digunakan
untuk
mencapai
tujuan
perusahaan (Blanchard & Thacker,2005). Pelatihan tidak selalu mengenai menjalankan
suatu
program
yang
telah
dirancang
tetapi
pelatihan
seharusnya dilihat sebagai sekumpulan proses yang telah diintegrasi dimana kebutuhan organisasi dan kebutuhan karyawan dianalisa dan direspon melalui cara yang logis, rasional dan strategis. Menurut Raymond.A.Noe (2005),
efektivitas
pelatihan
didefinisikan
sebagai
keuntungan
yang
didapatkan oleh organisasi dan juga peserta dari suatu program pelatihan. Keuntungan dalam hal ini dapat berupa pembelajaran pengetahuan atau kemampuan baru.
30
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas pelatihan adalah sejauh mana suatu proses pelatihan yang telah terintegrasi memberikan keuntungan berupa pembelajaran kemampuan pengetahuan baru bagi peserta dan keuntungan bagi perusahaan berupa tercapainya tujuan perusahaan.
Gambar 2. 4 Tingkat Evaluasi Pelatihan (Donald Kirkpatrick,1959)
Tahap Reaksi
Tahap Pembelajaran
Efektivitas Pelatihan (Donald Kirkpatrick,1959)
Tahap Perilaku
Tahap Hasil
Sumber : diadaptasi dari Phillips, Jack.J., Drewstone, Ron. (2003). How to Measure Training Results. NY : McGraw Hill
Untuk mengukur efektivitas pelatihan maka diperlukan suatu evaluasi pelatihan yang mengukur kriteria dan hasil spesifik untuk menjelaskan keuntungan dari program pelatihan . Donald Kirkpatrick (1959) menciptakan model yang sangat berpengaruh untuk evaluasi pelatihan, yang terdiri dari empat tingkat evaluasi pelatihan . Empat tingkat evaluasi model Kirkpatrick dasarnya mengukur evaluasi pada tingkat reaksi (Reaction level), evaluasi pada tingkat pembelajaran (Learning Level), evaluasi pada tingkat perilaku dalam pekerjaan (On the job behavioral Level) dan evaluasi pada tingkat hasil (Result level).
31
2.2.2.1
Evaluasi Tingkat Reaksi Pada evaluasi ini yang diukur dan dinilai adalah reaksi peserta. Dalam
hal ini diukur tingkat kepuasan peserta terhadap program pelatihan yang diselenggarakan, sehingga dapat dilakukan perbaikan atas program tersebut. Komponen-komponen yang termasuk dalam level reaksi ini yang merupakan acuan untuk dijadikan ukuran diantaranya adalah program pelatihan, instruktur dan fasilitas pelatihan. Setiap komponen memiliki unsur penilaian yang disebut dengan indikator.
Penilaian atas program pelatihan didasarkan pada 4 indikator yaitu sistematika program pelatihan, kesesuaian waktu belajar dengan materi, manfaat pelatihan bagi peserta dan kualitas dari manual pelatihan (hands out peserta). Keempat indikator ini akan dinilai oleh peserta yang diberikan usai pelatihan. Nilai dari setiap indikator menandakan tingkat kepuasan peserta akan program pelatihan tersebut.
Tabel 2. 1 Indikator Efektivitas Program Pelatihan
no
Aspek yang dinilai
1
Sistematika program pelatihan
2
Kesesuaian waktu pembelajaran dengan materi
3
Manfaat pelatihan bagi peserta
4
Kualitas training manual (hands out peserta)
Sumber : PT. Garuda Indonesia Airlines
Penilaian atas instruktur didasarkan pada 4 indikator yaitu penguasaan instruktur
terhadap
materi
pelatihan,
kejelasan
&
sistematika
dalam
32
penyampaian materi pembelajaran, kemampuan pengelolaan kelas serta kehadiran dan ketepatan waktu mengajar. Keempat indikator ini akan dinilai oleh peserta yang diberikan usai pelatihan. Nilai dari setiap indikator menandakan tingkat kepuasan peserta akan pengajaran instruktur tersebut.
Tabel 2. 2 Indikator Efektivitas Instruktur Pelatihan
no
Aspek yang dinilai
1
Penguasaan instruktur terhadap materi pelatihan
2
Kejelasan dan sistematika dalam penyampaian materi pembelajaran
3
Kemampuan pengelolaan kelas
4
Kehadiran dan ketepatan waktu mengajar
Sumber : PT.Garuda Indonesia Airlines
Penilaian atas fasilitas pelatihan didasarkan pada 4 indikator yaitu media pelatihan, kenyamanan ruang kelas, kualitas makanan & minuman yang disajikan serta pelayanan karyawan. Keempat indikator ini akan mengukur kepuasan peserta akan fasilitas pelatihan.
Tabel 2. 3 Indikator Efektivitas Fasilitas Pelatihan
no
Aspek yang dinilai
1
Media pelatihan
2
Kenyamanan ruang kelas
3
Kualitas makanan & minuman yang disajikan
33
4
Pelayanan karyawan
Sumber : PT.Garuda Indonesia Airlines
Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada evaluasi efektivitas pelatihan tahap reaksi adalah mengukur tingkat kepuasan peserta terhadap program pelatihan. Hal yang diukur dalam tahap reaksi masih sebatas faktor fisik yang mendukung jalannya program pelatihan. Oleh karena itu, membuat keputusan mengenai efektivitas pelatihan hanya didasarkan hasil yang didapat dari tahap reaksi bukanlah suatu hal yang bijak. Untuk mengukur efektivitas pelatihan maka perlu juga mengukur mengenai apa yang telah dipelajari oleh peserta dan penerapannya di dalam lingkungan kerja.
2.2.2.2
Evaluasi tingkat pembelajaran Evaluasi pada tahap pembelajaran sangat penting untuk dilakukan dalam
mengukur keberhasilan suatu pelatihan dalam memberikan pembelajaran baru bagi peserta. Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan utama mengukur seberapa jauh perubahan kompetensi para peserta segera setelah pelatihan berakhir, sebelum mereka kembali bekerja. Dengan kata lain, tujuan evaluasi pada tingkat ini
adalah
peningkatan
kompetensi
peserta
dalam
kelas
dan
untuk
mengidentifikasikan keberhasilan komponen sistem pelatihan seperti metode, materi dan juga instruktur.
Menurut Philips & Stone (2003), ada 4 alasan mengapa evaluasi pada tahap pembelajaran penting untuk dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. kebutuhan akan transfer pembelajaran
34
2. meningkatkan
fokus
pelatihan
terhadap
pengetahuan,keahlian
dan
kompetensi 3. pentingnya peran pembelajaran dalam suatu perubahan perilaku 4. mendiagnosa permasalahan dalam pembelajaran
berdasarkan data di atas maka dapat dikatakan bahwa evaluasi tahap pembelajaran adalah kompetensi yang terdiri atas pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill) dan juga sikap (attitudes) dan juga teori-teori belajar yang terkait dengan pembelajaran orang dewasa. Menurut Benjamin Bloom (1956), ada 3 domain
dalam kompetensi yang digunakan dalam mengukur tingkat
pembelajaran yaitu :
1. kognitif
pada domain kognitif ini meliputi pengetahuan dan pengembangan dari kemampuan intelektual. Pada domain kognitif terdapat 6 kategori yang mengindikasikan
tingkat
kesulitan
yang
berbeda
yaitu
knowledge,
comprehension, application, analysis, synthesis dan evaluation.
2. afektif
pada domain afektif ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan emosi seperti perasaan, nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi dan sikap. Pada domain afektif ini terdapat 5 kategori yang mengindikasikan tingkat kesulitan yang berbeda yaitu
menerima
fenomena,
memberikan
respon
terhadap
memberikan nilai, mengorganisasi dan menginternalisasi nilai.
fenomena,
35
3. psikomotor
pada domain psikomotor ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pergerakan fisik, koordinasi dan penggunaan area motorik. Perkembangan domain ini memerlukan praktek dan diukur berdasarkan beberapa hal seperti kecepatan, jarak, prosedur atau tekhnik. Pada domain psikomotor ini terdapat 7 kategori yang mengindikasikan tingkat kesulitan yang berbeda yaitu persepsi, persiapan, imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi dan naturalisasi.Menurut Raymond.A.Noe (2005), Belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan yang relative permanent pada kemampuan manusia yang bukan merupakan hasil dari proses perkembangan. Ada beberapa tipe hasil pemebelajaran yaitu :
1. verbal
information
:
menyatakan,menceritakan
dan
mendeskripsikan
informasi yang sudah tersimmpan sebelumnya. Termasuk didalamnya pengetahuan khusus yang dibutuhkan karyawan dalam melakukan pekerjaan tertentu. 2. intelectual skills : mengaplikasikan konsep general dan aturan untuk menyelesaikan masalah dan menggeneralisasi produk dasar. Dalam hal iini termasuk ke dalam aturan dan konsep 3. motor skills : mengeksekusi hal yang bersifat fisik dengan kepentingan dan waktu tertentu. 4. attitudes : memilih tindakan personal pada kondisi tertentu. Merupakan kombinasi dari kpercayaan dan perasaaan yang mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Attitudes termasuk di dalamnya cognitive components (beliefs), an affective components (feeling), dan
36
intentional component (cara seseorang cenderung untuk berperilaku pada suatu subjek ) 5. cognitive strategies : mengatur proses berpikir dan pembelajarn secara individu. Terkait dengan keputusan dari siswa atau peserta belajar dalam memberikan perhatian pada informasi tertentu , cara mengingat, dan cara menyelesaikan masalah
Dalam menjelaskan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran maka ada beberapa teori yang dapat dijadikan acuan diantaranya adalah sebagai berikut : -
Reinforcement Theory Menjelaskan bahwa individu termotivasi untuk menunjukkan kinerja atau menghindari melakukan perilaku tertentu karena hasil yang diperoleh sebelumnya sebagai hasil dari tingkah laku tertentu. Terdapat beberapa proses dalam reinforcement theory. Positive reinforcement merupakan hasil yang menyenangkan sebagai hasil dari suatu tingkah laku. Negative reinforcement merupakan hilangnya hasil yang kurang menyenangkan dari suatu
perilaku.
Hukuman
merupakan
hadirnya
hasil
yang
tidak
menyenangkan setelah perilaku,hukuman mengarah kepada berkurangnya perilaku tertentu. Pada perspektif pelatihan, reinforcement theory menyatakan bahwa agar peserta pelatihan dapat menambahkan pengetahuan, meribah perilaku dan memodifikasi keterampilan maka instruktur harus mengidentifikasi hasil seperti apa yang dinilai positif dan negatif bagi peserta. Instruktur harus menghubungkan antara hasil terhadap pembelajaran peserta. Berdasarkan
37
reinforcement theory, instruktur mampu menyediakan keuntungan bagi peserta yang menguasai materi pelatihan. Efektivitas dari pembelajaran tergantung dari jadwal dari reinforcement tersebut.Modifikasi perilaku merupakan metode pelatihan berdasarkan teori reinforcement -
Social Learning Theory Teori ini menjelaskan bahwa individu belajar melalui observasi terhadap orang lain yang dianggap memiliki kredibilitas dan pengetahuan. Teori ini juga menyatakan bahwa setiap tiingkah laku yang diberiikan reinforcement akan cenderung untuuk diulangi. Berdasarkan teori ini, pembelajaran mengenai kemampuan dan tingkah laku baru datang dari 2 hal yaitu pertama, secara langsung mengalami koonsekuensi dari suatu perilaku dan yang kedua adalah mengobservasi tingkah laku orang lain dan melihat konsekuensi yang didapatkan dari perilaku tersebut. Berdasarkan teori ini, pembelajaran juga dipengaruhi oleh selfefficacy seseorang. Self efficacy merupakan penilaian seseorang mengenai kemampuannya dalam mempelajari kemampuan atau pengetahuan tertentu. Self efficacy merupakan determinan utama dalam menjelaskan kesiapan seseorang untuk belajar. Seorang peserta pelatihan dengan self efficacy yang tinggi akan berusaha dan bertahan dalam mengikuti pelatihan sekalipun fasilitas dalam pelatihan tersebut tidak kondusif untuk pembelajaran. Social learning theory menyatakan bahwa ada 4 proses yang terkait dalam pembelajaran yaitu :
Attention. Perhatian dipengaruhi oleh karakteristik dari model dan pengamat. Siswa yang bertindak sebagai pengamat harus mewaspadai mengenai keterampilan atau tiingkah laku yang
38
diamati. Individu yang dijadikan model harus memiliki kredibilitas dan kemampuan yang baik karena apabila pembelajaran berhasil maka tingkah laku pengamat akan menyerupai model.
Retention . peran dari tahapan ini adalah pengamat memeberikan kode terhadap keterampilan atau tingkah laku yang diamati
ke dalam memori secara teratur sehingga
memudahkan untuk melakukan proses recall apabila informasi tersebut dibutuhkan.
Motor reproduction. Pada tahapan ini, pengamat mencoba untuk mereproduksi tingkah laku atau keterampilan yang telah diamati sebelumnya. Syarat utama dari tahapan ini adalah pengamat harus memiliki kemampuan fisik yang memadai untuk menunjukkan perilaku atau kemampuan tersebut.
Motivasi. Pada tahapan ini menjelaskan bahwa perilaku yang telah diberikan reinforcement akan diulangi.
-
Goal Theories Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku merupakan hasil dari tujuan dan
niat seseorang. Tujuan mempengaruhi tingkah laku dengan mengarahkan energi, perhatian, usaha yang terencana dan memotivasi seseorang untuk mengembangkan strategi dalam mencapai tujuan. Penelitian membuktikan bahwa tujuan yang menantang dan jelas menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan tujuan yang bersifat samar dan tidak menantang. Tujuan juga menunjukkan kinerja yang tinggi hanya jika seseorang memiliki komitmen terhadap tujuan tersebut.
39
Dalam konteks pelatihan, teori ini digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran yaitu instruktur memberikan tujuan yang jelas dan spesifik untuk pembelajaran. Biasanya teori ini diterapkan dalam pembuatan rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran dimulai dengan membuat tujuan spesifik yang
menyediakan
informasi
terkait
dengan
perilaku
yang
dapat
didemonstrasikan olehh peserta, kondisi pembelajaran dan tingkatan kinerja yang dapat diukur. -
Need Theories Teori kebutuhan membantu menjelaskan nilai yang diberikan seorang
individu pada suatu hasil tertentu. Kebutuhan memotivasi seseorang untuk berperilaku tertentu dengan memuaskan keinginannya. Teori kebutuhan Maslow dan Alderfer fokus terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan keterikatan dan kebutuhan untuk berkembang. Baik Maslow dan Alderfer menyatakan bahwa individu memulai untuk mencoba memuaskan kebutuhan dari tingkatan terendah lalu meningkat setelah kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah pada hierarki kebutuhan terpenuhi. Perbedaan mendasar antara teori kebutuhan Maslow dan Alderfer adalah Alderfer menyatakan dalam teorinya bahwa ada kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi meskipun kebutuhan yang lebih rendah belum terpenuhi. Teori kebutuhan McClelland
fokus terhadap kebutuhan dasar akan
prestasi (achievement), relasi (affiliation) dan kekuasaan (power). Berdasarkan teori McClelland, kebutuhan ini dapat dipelajari. Kebutuhan akan prestasi berkaitan akan mencapai dan membangun standar seseorang mengenai kesuksesan. Kebutuhan akan relasi (affiliation) meliputi hubungan yang
40
dibangun dengan orang lain. Kebutuhan akan kekuasaan (power) berkaitan dengan mendapatkan tanggung jawab, pengaruh dan reputasi. Dalam konteks pelatihan, teori ini digunakan untuk memotivasi pembelajaran dan juga dapat digunakan instruktur untuk mengidentifikasi kebutuhan peserta dan mengkomunikasikan bagaimana program pelatihan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan peserta. -
Expectancy Theories Teori Ekspektansi menyatakan bahwa tingkah laku individu terjadi
berdasarkan 3 hal yaitu ekspektansi, instrumentalitas dan valensi. Ekspektansi merupakan kepercayaan mengenai hubungan antara mencoba menunjukkan perilaku tertentu dengan menghasilkan kinerja yang baik. Instrumentalitas didefinisikan sebagai kepercayaan untuk berperilaku tertentu yang diasosiasikan dengan suatu hasil. Valensi merupakan nilai yang diberikan seorang individu pada suatu hasil. Pada
perspektif
pelatihan,teori
ekspektansi
menyatakan
bahwa
pembelajaran dapat terjadi optimal apabila peserta pelatihan yang dalam hal ini adalah pegawai mempercayai bahwa mereka mampu mempelajari materi dari program. Pembelajaran dari program pelatihan dikaitkan dengan hasil seperti kinerja yang lebih baik, peningkatan gaji dan juga penghargaan sosial. Hal terpenting dari teori ini adalah peserta memberikan nilai dari hasil yang ditawarkan pada program pelatihan. -
Adult Learning Theories Teori belajar dewasa dikembangkan di luar dari teori kebutuhan yang
menjelaskan secara spesifik bagaimana orang dewasa belajar. Teori pendidikan yang digunakan dalam institusi formal terbagi menjadi 2 yaitu pedagogy dan
41
andragogy. Pedagogy merupakan seni dan ilmu mengajar anak-anak dan didominasi oleh teori pendidikan. Pada pedagogy, peranan utama dipegang oleh instruktur seperti pengambilan keputusan tentang metode belajar,materi dan evaluasi sedangkan peserta dipandang sebagai pihak yang pasif. Psikolog pendidikan menyadari keterbatasan dalam teori pendidikan formal maka dikembangkanlah andragogy, model teori pembelajaran dewasa yang dinyatakan oleh Malcolm Knowles memiliki beberapa asumsi diantaranya adalah sebagai berikut : 1. orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengetahui mengapa mereka mempelajari sesuatu 2. orang dewasa memiliki kebutuhan untuk mengarahkan diri sendiri (self-directed) 3. orang dewasa membawa lebih banyak pengalaman yang terkait dengan pekerjaan ke dalam situasi pembelajaran 4. orang dewasa memasuki pengalaman pembelajaran dengan pendekatan terhadap permasalahan ke dalam pembelajaran 5. orang dewasa dimotivasi untuk belajar baik dengan motivator ekstrinsik maupun intrinsik
Teori ini sangat penting dalam mengembangkan program pelatihan bagi karyawan karena sebagian besar peserta merupakan orang dewasa dimana sebagian besar dari peserta tidak menghabiskan waktu pada kondisi pendidikan formal. Pada teori ini baik instruktur dan peserta bersama-sama menciptakan kondisi pembelajaran dan memastikan bahwa benar terjadi pembelajaran dalam pelatihan tersebut.
42
-
Information Processing Theories Dibandingkan dengan teori belajar lainnya, teori ini lebih menekankan
kepada proses internal yang terjadi ketika materi pelatihan diberikan dan dipelajari. Teori Information – Processing menyatakan bahwa informasi atau pesan yang diterima oleh peserta memiliki beberapa informasi untuk diproses otak. Information- processing dimulai ketika pesan atau stimuli dari lingkungan diterima oleh reseptor. Pesan ini diterima oleh panca indera dan disimpan di memori jangka pendek dan nantinya akan ditransformasikan di penyimpanan memori jangka panjang. Proses pencarian terjadi di memori selama merespons pesan atau stimulus yang telah diorganisasi tersebut. Respons tersebut merupakan satu dari lima hasil pembelajaran yaitu informasi verbal,kemampuan kognitif, kemampuan motorik, kemampuan intelektual dan sikap. Hubungan final dari model ini adalah feedback dari lingkungan. Feedback ini memberikan peserta evaluasi mengenai respons yang diberikan. Di samping menekankan pada proses internal yang terkait dengan memori, teori ini juga melihat pengaruh lingkungan eksternal terhadap pembelajaran diantaranya sebagai berikut : 1. perubahan dalam intensitas atau frekuensi stimulus yang mempengaruhi perhatian 2. menginformasikan
kepada
peserta
mengenai
tujuan
membangun ekspektansi terhadap pembelajaran 3. mengembangkan fitur-fitur perseptual dari materi sehingga mampu menggambarkan atensi yang diberikan peserta terhadap materi tersebut
43
4. instruksi verbal, gambar, diagram dan peta merupakan pilihan cara untuk mentransformasikan materi pelatihan sehingga mampu disimpan di memori 5. materi pelatihan seperti masalah dan contoh soal menciptakan simbol yang memfasilitasi coding 6. demonstrasi
atau
instruksi
verbal
membantu
untuk
mengorganisasi respons peserta seperti memfasilitasi seleksi respons yang tepat 2.2.2.3
Evaluasi Pelatihan Tahap Perilaku Evaluasi pada tahap perilaku sangat penting untuk dilakukan dalam
mengukur keberhasilan suatu pelatihan karena di dalam evaluasi ini mengukur sejauh mana hasil pembelajaran tersebut diaplikasikan ke dalam perilaku kerja. Evaluasi ini dilakukan dengan tujuan utama untuk menilai tingkat pembelajaran dan aplikasinya di dalam lingkungan kerja. Evaluasi di dalam tahapan ini dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku kerja setelah rentang waktu tertentu. Perilaku kerja disebut juga dengan kinerja. Hal yang diukur dalam evaluasi ini adalah terkait kinerja sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2.2.2.3.1 Hakikat Kinerja Menurut Bernardin Russel dalam Sianipar (2000:5), kinerja dapat didefinisikan sebagai suatu hasil kerja dari suatu fungsi kegiatan tertentu dalam periode tertentu. Ada beberapa hal yang menjadi fokus utama dalam kinerja yaitu kejelasan tugas, kejelasan hasil dan waktu yang diperlukan. Ada 3 macam kinerja yaitu kinerja organisasi, kinerja proses dan kinerja pegawai
44
(Prasetyo Irawan,1994). Ketiga macam kinerja tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kinerja organisasi tergantung kepada sukses atau tidaknya kinerja proses dalam tiap unit kerja dan kinerja proses tergantung pada baik atau tidaknya kinerja individu di dalam proses kerja tersebut. Menurut Prawirosentono (1998), kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi dengan cara yang sesuai moral maupun etika. Menurut T.Hani Handoko (1998), kinerja dapat didefinisikan sebagai suatu proses pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh seorang karyawan dimana nantinya proses tersebut akan dievaluasi sebagai umpan balik terhadap karyawan mengenai pelaksanaan kerja yang telah dilakukan. Berdasarkan pengertian di atas maka kinerja dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dilakukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan yang telah ditentukan dimana hasil dari pelaksanaan kerja tersebut akan dievaluasi sebagai umpan balik atas pelaksanaan kerja yang telah dilakukan. 2.2.2.3.2 Hakikat Kompetensi Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang bersifat global dan kompetitif, banyak perusahaan menemukan bahwa pentingnya untuk mengidentifikasi kemampuan yang dibutuhkan karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik. Sebagai hasilnya, perusahaan memulai untuk menerapkan model kompetensi untuk membantu mengidentifikasikan pengetahuan,
45
kemampuan dan karakteristik personal dalam bentuk sikap dan kepribadian yang
diibutuhkan
untuk
menghasilkan
kinerja
yang
optimal.
Model
kompetensi juga berguna untuk memastikan bahwa program pelatihan dan pengembangan
memberikan
kontribusi
terhadap
perkembangan
pengetahuan, kemampuan dan karakteristik personal dari pegawai. Menurut Raymond.A.Noe (2005), Kompetensi merupakan area dari kemampuan personal yang membuat karyawan mampu menghasilkan kinerja dengan baik dengan mencapai tugas atau pekerjaan tertentu yang telah ditetapkan. Kompetensi dapat berupa pengetahuan, kemampuan, nilai atau
karakteristik
personal.
Model
kompetensi
mengidentifikasikan
kompetensi yang penting pada setiap pekerjaan seperti pengetahuan, kemampuan, tingkah laku dan karakteristik personal yang menjelaskan setiap kompetensi. Salah satu cara untuk memahami model kompetensi adalah dengan membandingkan kompetensi tersebut dengan analisis pekerjaan.
Analisis
pekerjaan
merupakan
suatu
proses
untuk
mengembangkan deskripsi dari profesi tertentu berupa tugas,pekerjaan dan tanggung jawab. Analisis pekerjaan juga mengembangkan spesifikasi berupa pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tertentu yang harus ditunjukkan oleh karyawan. Perbedaan antara analisis pekerjaan dengan model kompetensi diantaranya adalah : 1. model kompetensi cenderung menghubungkan antara kompetensi dan tujuan bisnis
perusahaan
sedangkan
analisis
pekerjaan
mendeskripsikan
perbedaan antara profesi, kelompok pekerjaan dan level organisasi yang satu dengan yang lainnya
46
2. analisis
pekerjaan
menggeneralisasi
pengetahuan,
kemampuan
dan
keterampilan yang bersifat spesifik pada pekerjaan tertentu. Hal ini digunakan untuk menggeneralisasi persyaratan spesifik yang digunakan dalam seleksi pegawai. Sedangkan kompetensi yang dibuat dari model kompetensi bersifat general dan memiliki aplikasi yang lebih baik pada tujuan yang lebih luas termasuk seleksi, pelatihan, pengembangan karyawan dan manajemen kinerja. Langkah bagaimana kompetensi diidentifikasi dan model kompetensi dikembangkan . pertama, pekerjaan atau posisi yang akan dianalisis butuh untuk diidentifikasi.
Kedua,
perubahan
apapun
dalam
strategii
bisnis
harus
diidentifikasi. Perubahan pada strategi bisnis dapat menyebabkan kompetensi baru yang dibutuhkan dan kompetensi lama yang akan dihilangkan. Ketiga, karyawan yang memiliki kinerja efektif dan inefektif harus diidentifikasi. Keempat , kompetensi bertanggung jawab atas kinerja yang efektif dan inefektif haruus diidentifikasi. Kelima , model kompetensi harus divalidasi. Manfaat kompetensi model adalah sebagai berikut : 1. model kompetensi mengidentifikasikan tingkah laku yang diibutuhkan untuk menghasilkan kinerja yang efektif. Model ini melibatkan feedback yang diberikan kepada karyawan sebagai bagian dari program pengembangan 2. model kompetensi menyediakan alat untuk menjelaskan kemampuan atau keterampilan apa yang dibutuhkan karyawan untuk memenuhi tuntutan perusahaan sehingga dapat mengevaluasi hubungan antara program pelatihan yang telah ada dengan kebutuhan perusahaan saat ini. 3. model kompetensi membantu menjelaskan kemampuan atau keterampilan yang dibutuhkan pada tingkatan karier yang berbeda
47
4. model kompetensi menyediakan kerangka kerja untuk bimbingan lanjutan dan feedback dalam mengembangkan karyawan 5. model kompetensi menciptakan suatu ”peta” dalam mengidentifikasi dan mengembangkan karyawan. (Gary Ward,1998)
2.2.2.4 Evaluasi Pelatihan Tahap Hasil Evaluasi pada tahap hasil dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana program pelatihan yang telah dilakukan memberikan kontribusi yang positif bagi perusahaan. Pada tahapan ini faktor – faktor yang dijadikan acuan adalah tujuan yang sudah direncanakan oleh perusahaan dan bagaimana hasil yang didapatkan saat ini sebagai hasil dari program pelatihan.
Evaluasi pada tahap 4 dapat dikatakan merupakan evaluasi yang bersifat lanjutan daripada evaluasi pada 3 tahapan sebelumnya. Tahap hasil tentu saja berkaitan dengan tahap perilaku yang dilakukan karyawan sebagai hasil dari pembelajaran pada program pelatihan yang dievaluasi pada tahap 2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi dari tahap hasil bagi perusahaan bergantung pada tahapan sebelumnya yaitu tahap pembelajaran dan tahap perilaku.