BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Manajemen Risiko
2.1.1 Definisi Manajemen Risiko •
Menurut Djojosoedarso (2003,p4) pengertian manajemen resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi / perusahaan, keluarga, dan masyarakat.
•
Menurut S. Dorfman (2004, p44) We define risk management as the logical development and carrying out of a plan to deal with potential looses.
•
Manajemen resiko menurut Djohanputro (2008,43) Manajemen resiko merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan resiko, dan memonitor dan mengendalikan penanganan resiko.
•
Manajemen resiko menurut Siahaan (Manajemen Risiko. PT Elex Media Computindo. Jakarta. 2007) manajemen risiko adalah perbuatan (praktik) dengan manajemen risiko, menggunakan metode dan peralatan untuk mengelola risiko sebuah proyek.
•
Pengertian manajemen resiko menurut Tampubolon (Risk Management. PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 2004) Manajemen risiko juga dapat diartikan sebagai kegiatan atau proses yang terarah dan bersifat proaktif, yang ditujukan untuk mengakomodasi kemungkinan gagal pada salah satu, atau sebagian dari sebuah transaksi atau instrumen.
•
Menurut Fahmi (2010;2) Manajemen resiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam 7
8 memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis
2.1.2 Manfaat Manajemen Resiko Menurut Darmawi, (2005, p. 11) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu : a) Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan. b) Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba. c) Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung. d) Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu. e) Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image. (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/manajemenresiko-definisi-dan-manfaat.html)
2.1.3 Proses Manajemen Risiko Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat secara efektif dalam menghadapi uncertainty dengan risiko dan peluang yang berhubungan dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO, proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap)
9 1. Internal environment (Lingkungan internal) Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana perusahaan berada dan beroperasi. Cakupannya adalah risk-management philosophy (kultur manajemen tentang risiko), integrity (integritas), risk-perspective (perspektif terhadap risiko), risk-appetite (selera atau penerimaan terhadap risiko), ethical values (nilai moral), struktur organisasi, dan pendelegasian wewenang. 2. Objective setting (Penentuan tujuan) Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan) dari organisasi agar dapat mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola risiko. Objective dapat diklasifikasikan menjadi strategic objective dan activity objective. Strategic objective di perusahaan berhubungan dengan pencapaian dan peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah dan panjang, dan merupakan implementasi dari visi dan misi instansi tersebut. Sementara itu, activity objective dapat dipilah menjadi 3 kategori, yaitu (1) operations objectives; (2) reporting objectives; dan (3) compliance objectives. 3. Event identification (Identifikasi risiko) Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial baik yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal organisasi yang mempengaruhi strategi atau pencapaian tujuan dari organisasi. Kejadian tersebut bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula sebaliknya atau negative (risks). 4. Risk assessment (Penilaian risiko) Komponen ini menilai sejauhmana dampak dari events (kejadian atau keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya dampak dapat diketahui dari inherent dan residual risk, dan dapat dianalisis dalam dua perspektif, yaitu: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan impact/consequence (besaran
10 dari terealisirnya risiko). Dengan demikian, besarnya risiko atas setiap kegiatan organisasi merupakan perkalian antara likelihood dan consequence. Penilaian risiko dapat menggunakan dua teknik, yaitu: (1) qualitative techniques; dan (2) quantitative techniques. Qualitative techniques menggunakan beberapa tools seperti selfassessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit reviews. Sementara itu, quantitative techniques data berbentuk angka yang diperoleh dari tools seperti probability based, non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking. 5. Risk response (Sikap atas risiko) Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian risiko. Risk response dari organisasi dapat berupa: (1) avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan risiko; (2) reduction, yaitu mengambil langkahlangkah mengurangi likelihood atau impact dari risiko; (3) sharing, yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau sebagian dari risiko dengan pihak lain; (4) acceptance, yaitu menerima risiko yang terjadi (biasanya risiko yang kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan. Dalam memilih sikap (response), perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti pengaruh tiap response terhadap risk likelihood dan impact, response yang optimal sehingga bersinergi dengan pemenuhan risk appetite and tolerances, analis cost versus benefits, dan kemungkinan peluang (opportunities) yang dapat timbul dari setiap risk response. 6.
Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian) Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan (policies)
dan prosedur-prosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi: (1)
11 integritas dan nilai etika; (2) kompetensi; (3) kebijakan dan praktik-praktik SDM; (4) budaya organisasi; (5) filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen; (6) struktur organisasi; dan (7) wewenang dan tanggung jawab. 7. Information and communication (Informasi dan komunikasi) Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang relevan kepada pihak terkait melalui media komunikasi yang sesuai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyampaiaan informasi dan komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan alat komunikasi. 8. Monitoring Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun terpisah (separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas supervisi, rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya. Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting deficiencies, yaitu pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan (tidak relevan). Kendala ini timbul dari berbagai faktor seperti sumber informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan arahan bagi pelaporan.
2.2 Resiko 2.2.1 Pengertian Resiko •
Menurut Arthur Williams dan Richard, M.H), Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu.
•
Menurut A. Abas Salim , Resiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss).
•
Menurut Soekarto, Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa
12 •
Menurut Herman Darmawi, Resiko merupakan penyebaran / penyimpangan hasil actual dari hasil yang diharapkan. Resiko adalah probabilitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan yang diharapkan.
2.2.2 Macam-macam Resiko Menurut Djojosoedarso, Resiko dapat dibedakan dengan berbagai macam cara. Antara lain : 1. Menurut sifatnya resiko dapat dibedakan ke dalam: a) Resiko yang tidak disengaja (resiko murni), adalah resiko yang apabila tejadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disengaja; misalnya resiko terjadinya kebakaran, bencana alam, pencurian, penggelapan, pengacauan, dan sebagainya. b) Resiko yang disengaja (resiko spekulatif), adalah resiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan keuntungan kepadanya, misalnya resiko utang-piutang, perjudian, perdagangan berjangka (hedging), dan sebagainya. c) Resiko fundamental, adalah resiko yang penyebabnya tidak dapat dilinpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang saja, tetapi banyak orang, seperti banjir, angin topan, dan sebagainya. d) Resiko Khusus, adalah resiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan umumnya mudah iketahui penyebabnya, seperti kapal kandas, pesawat jatuh, tabrakan mobil,dan sebagainya. e) Resiko dinamis, adalah resiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilma, resiko u
13 dan teknologi, seperti resiko keusangan, resiko penerbangan luar angkasa. Kebalikannya disebut resiko statis, seperti resiko hari tua, resiko kematian dan sebagainya.
2.2.3 Upaya Penanggulangan Resiko Menurut Djojosoedarso (2003, p4) upaya untuk menanggulangi resiko harus selalu dilakukan, sehingga kerugian dapat dihindari atau diminimumkan. Sesuai dengan sifat dan objek yang terkena resiko, ada beberapa cara yang dapat dilakukan (perusahaan) untuk meminimumkan resiko kerugian, antara lain : a) Melakukan pencegahan dan pengurangan terhadap kemungkinan terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya membangun gedung dengan bahan- bahan yang antiterbakar untuk mencagah bahaya kebakaran, memagari mesin-mesin untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan pemeliharaan dan penyimpanan yang baik terhadap bahan dan hasil produksi untuk menghindari resiko kecurian dan kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan untuk mencegah terjadinya pemogokan, sabotase, dan pengacauan. b) Melakukan retensi, artinya mentolerir membiarkan terjadinya kerugian, dan untuk mencegah terganggunya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut disediakan sejumlah dana untuk menanggulanginya (contoh : pos biaya lain-lain atau tak terduga dalam anggaran perusahaan). c) Melakukan pengendalian terhadap resiko, contohnya melakukan hedging (perdagangan berjangka) untuk menanggulangi resiko kelangkaan dan fluktuasi harga bahan baku/ pembantu yang diperlukan.
14 d) Mengalihkan memindahkan resiko kepada pihak lain, yaitu dengan cara mengadakan
kontrak
pertanggungan
(asuransi)
dengan
perusahaan
asuransi terhadap resiko tertentu, dengan mambayar sejumlah premi asuransi yang telah ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian bila betul-betul terjadi kerugian yang sesuai dengan perjanjian. Tugas dari seorang manajer resiko adalah berkaitan erat dengan upaya memilih dan menentukan cara-cara/ metode yang paling efisien dalam penaggulangan resiko yang dihadapi perusahaan.
2.3 Resiko Operasional 2.3.1 Pengertian Resiko Operasional Jurnal Penerapan Enterprise Risk Management dalam rangka meningkatkan Efektifitas Kegiatan Operasional CV. Anugerah Berkat Calindojaya oleh Mellisa dan Fidelis Arastyo Andono, S.E.,MM., Ak..”Resiko operasional terkait dengan customer beralih ke produk pesaing yang kualitasnya sama tapi harganya lebih murah dikarenakan kualitas yang ada di dalam perusahaan mengalami penurunan atau jelek.” Basel II Capital Accord secara khusus mendefinisikan resiko operasional sebagai resiko kerugian yang timbul dari kegagalan atau tidak memadainya proses internal, manusia dan sistem, atau kejadian-kejadian eksternal. Secara umum, resiko operasional terkait dengan sejumlah masalah yang berasal dari kegagalan suatu proses atau prosedur. Oleh karena itu, resiko operasional sebenarnya bukan merupakan suatu resiko yang baru dan tidak hanya dihadapi oleh bank, walaupun semua bank anak menghadapi kegagalan dan harus memiliki proses untuk mengatasinya. Resiko operasional merupakan resiko yang mempengaruhi semua
15 kegiatan usaha karena merupakan suatu hal yang inherent dalam pelaksanaan suatu proses atau aktivitas operasional. Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor lain. Resiko operasional bisa terjadi pada 2 tingkatan : teknis dan organisasi. Pada tataran teknis, resiko operasional bisa terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan pengukuran resiko tidak akurat dan tidak memadai. Pada tataran organisasi, resiko operasional bisa muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurut jurnal Operational Conceptual Knowledge Approach to Operational Risk Management (A Case Study) Ali Hadi Jebrin (Associate Professor) Department of Business Administration, Amman Arab University, Abdalla Jamil Abu-Salma Department of Business Administration, Middle East University Vol. 7, No. 2; January 2012. Risk Management: If the organization wants to define an operational goal, it must apply and pay attention to this project, with all of its contents of tools, represented by “Evaluating the Risk” and an high levels as the tool to support the decisions and the strategy of the organization in which belongs to products, and every product got its’ own life-cycle. The Risk Management project adopts multidimensional analysis based on controversial economic methodology emerged from the Risk Memory, that represents a group of applicable suggestions, especially on the initial early stages, and then forms a suggested operations that’s aims to discover and develop advanced recommendations on the producing field.
16 2.3.2 Klasifikasi Resiko Operasional Menurut
Bank for
International Settlement (2004,
p140)
kerugian
operasional dikelompokkan ke dalam tujuh tipe kejadian kerugian (loss event types). Tujuh tipe kejadian kerugian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut :
a)
Penyelewengan internal (internal fraud).
b)
Penyelewengan eksternal (external fraud).
c)
Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja (employment practices and workplace safety).
d)
Klien, produk, dan praktik bisnis (client, products, and business practices).
e)
Kerusakan terhadap aset fisik perusahaan (physical asset damages).
f)
Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem (business disruption and system failure).
g)
Manajemen proses, pelaksanaan, dan penyerahan produk dan jasa (execution,delivery and process management).
Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : •
Manusia (SDM)
•
Teknologi
•
Sistem dan prosedur
•
Kebijakan
•
Struktur organisasi
17 Berikut adalah beberapa klasifikasi yang terdapat di dalam resiko operasional, antara lain : a) Resiko Produktivitas Resiko produktivitas berkaitan dengan penyimpangan hasil atau tingkat produktivitas yang diharapkan karena adanya penyimpangan dari variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja. Termasuk di dalamnya adalah teknologi, peralatan, material, dan SDM b) Resiko Teknologi Resiko
teknologi
berupa
potensi
penyimpangan
hasil
karena
teknologi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi. c) Resiko Inovasi Resiko inovasi adalah potensi penyimpangan hasil karena terjadinya pambaharuan, modernisasi, atau transformasi dalam beberapa aspek bisnis. d) Resiko Sistem Resiko
ini
merupakan
bagian
dari
resiko
proses,
yaitu
potensi
penyimpangan hasil karena adanya cacat atau ketidaksesuaian sistem dalam operasi perusahaan. e) Resiko Proses Resiko proses adalah resiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan dalam kombinasi sumber daya (SDM, keahlian, metode, peralatan, teknologi, dan material) dan karena perubahan lingkungan.
Kesalahan
prosedur
merupakan salah satu bentuk perwujudan resiko proses.
Meskipun Basel II Accord tidak secara resmi melakukan ini, operational risk
18 events dapat dikelompokkan dalam kategorik-kategorik seperti risiko yang melekat pada: a)
Risiko proses internal didefinisikan sebagai risiko yang timbul dari kegagalan proses dan prosedur bank
b)
Risiko manusia didefinisikan sebagai risiko yang melekat pada karyawan suatu bank
c)
Risiko sistem adalah risiko yang melekat pada teknologi dan sistem yang digunakan
d)
Risiko eksternal adalah risiko yang terjadi di luar kendali bank secara langsung Risiko hukum adalah risiko ketidakpastian dari tindakan hukum
e)
atau ketidakpastian untuk mengaplikasikan atau menginterprestasikan suatu kontrak, peraturan dan perundang-undangan.
2.3.3 Cara Penanggulangan Resiko operasional Dalam pengukuraan resiko, menurut Hinsa Siahaan (2007,P;11-15),resiko subjektif tidak dapat di ukur secara akurat. Tetapi sebaliknya, besarnya resiko objektif lebih dapat diobservasi dan diukur secara tepat. Beberapa konsep penting berkaitan dengan pengukuran resiko objektif adalah chance of loss dan degree of risk. 1)
Kemungkinan terjadinya kerugian (chance of loss) Kemungkinan terjadinya kerugian dalam jangka panjang, atau frekuensi relative kerugian, didefinisikan sebagai chance of loss. Konsep ini tidak ada artinya jika digunakan untuk kemungkinan terjadinya satu kejadian. Konsep ini baru mempunyai makna penting jika diaplikasikan pada kemungkinan terjadinya dalam kejadian-kejadian yang jumlah besar atau frekuensi
19 kejadian sangat sering. Jadi, chance of loss dinyatakan dalam rasio (perbandingan) jumlah kerugian yang terjadi dibandingkan dengan jumlah kerugian yang mungkin dalam jumlah yang lebih besar dalam satu kelompok. Sebagai contoh, misalkan korban bangunan hancur pada sebuah kota yang dilanda tsunami adalah kemungkinan sebanyak 1.000 bangunan ternyata 20 yang rusak karena tsunami, maka chance of loss akibat tsunami adalah 2%. Angka
ini
ditentukan
dengan
cara
membagi
jumlah
kemungkinan kerugian(20) dengan jumlah bangunan terancam kerugian (1.000) Di
dalam
mengkalkulasikan
(menaksir) chance of loss, biasanya
digunakan perhitungan yang berbeda untuk penyebab kerugian yang berbeda. Dalam hal ini, istilah peril digunakan menggambarkan keadaan khusus yang menyebabkan kerugian. Sebagai contoh, salah satu peril yang menyebabkan kerugian pada automobile adalah tabrakan. Peril lain adalah yang menyebabkan sebuah bangunan rusak, contohnya kebakaran, angin topan, tsunami, banjir lumpur panas, letusan gunung berapi. Kadang-kadang terdapat kondisi yang meningkat (memperbesar) chance of loss dari peril tertentu atau kecendrungan membuat kerugian semakin parah ketika terjadi peril.contohnya adalah kondisi yang disebut sebagai hazard yang dapat dikelompokkan dengan tiga cara: a)
Physical hazard Physical hazard adalah suatu kondisi yang bersumber dari karakter material suatu objek. Contohnya peril tabrakan sebagai penyebab kerugian atas sebuah mobil. Kondisi fisik yang memperbesar kemungkinan terjadinya tabrakan adalah genangan air hujan yang membuat jalanan menjadi licin.
20 Jalan licin karena hujan adalah hazard sementara tabrakan yang terjadi adalah peril. Terjadinya kerugian atau chance of loss tabrakan mungkin lebih tinggi selama musim hujan dibandingkan musim lain sepanjang satu tahun karena lebih banyak tabrakan saat kondisi jalanan licin akibat terguyur hujan. Contoh lain physical hazard adalah gejala-gejala terjadinya kekeringan hutan (adalah sebagai hazard yang mempengaruhi peril kebakaran hutan), getaran bumi(hazard terjadinya gempa bumi), tumpahan minyak di gudang (hazard terjadinya kebakaran). Hazard ada yang mungkin dan ada yang tidak mungkin dikendalikan oleh manusia. Contoh minyak tumpah di gudang dapat dihilangkan atau dibersihkan, tetapi keadaan cuaca, hujan lebat yang membuat jalan licin, hutan kekeringan berkepanjangan tidak dapat dikendalikan manusia, kendatipun keberadaannya dapat diobservasi. b)
Morale hazard Pada dasarnya yang dimaksud dengan morale hazard adalah sikap mental ceroboh atau sikap tidak hati-hati seseorang. Kadang-kadang terdapat hasrat alam bawah sadar seseorang akan kerugian, orang bersangkutan tidak sadar sepenuhnya dengan hasratnya yang membawa
celaka.
Kadang-kadang
keadaan membuat seseorang tidak peduli dengan kemungkinan kerugian (resiko), sehingga membuat orang tersebut menjadi kurang hati-hati. Sebagai contoh manajer PT.XYZ percaya bahwa pemerintah akan memberikan ganti rugi penuh jika bangunan perusahaannya rusak kena bencana alam (gempa bumi). Di dalam merencanakan pembuatan bangunan baru dekat
pusat
gempa, perusahaan mengabaikan desain konstruksi yang lebih mahal dan mengabaikan prosedur yang dapat mengurangi kerusakan akibat
21 gempa bumi. Pada intinya asumsi perusahaan bahwa pemerintah memberi ganti rugi penuh atas bangunannya yang ditimpa gempa bumi, membuat cara pandangnya
tidak
peduli
dengan
kemungkinan
kerugian
yang
mengancamnya, karena itu mengambil keputusan yang tidak bijaksana alias ceroboh. c)
Moral hazard Kondisi yang disebut sebagaii moral hazard juga bersumber dari sikap mental seseorang. Ini berkaitan dengan tindakan disengaja yang dirancang sehingga menyebabkan kerugian atau memperburuk kerugian.
Biasanya
moral hazard ini adalah karena sifat ketidakjujuran seseorang. Adanya asuransi dapat menimbulkan moral hazard, sebagai contoh, seorang manajer yang membeli polis asuransi kebakaran untuk pabriknya yang tidak menguntungkan, peralatannya juga sudah ketinggalan zaman, terangsang atau tergoda untuk menjual pabriknya kepada perusahaan asuransi dengan membakar pabriknya. Moral hazard dapat juga digambarkan sebagai perubahan perilaku yang terjadi karena adanya asuransi mengganti kerugian, sebagai contoh kecendrungan seseorang tidak menjaga kesehatannya karena biaya pengobatannya ditanggung asuransi. Contoh lain moral hazard adalah kecelakaan dan jatuh sakit yang disengaja, terutama jika manajer perusahaan menyediakan penggantian pendapatan yang besar kepada pegawainya selama si pegawai tidak dapat bekerja. Dalam situasi seperti ini, pegawai yang tidak suka dengan pekerjannya atau takut diPHK pada masa yang akan datang mungkin cenderung berpura-pura kecelakaan atau jatuh sakit. Sangat mirip dengan kasus ini adalah kecelakaan sebenarnya atau
sakit sesengguhnya
adalah
legal
(sah) tetapi ini
22 mungkin sengaja diperlambat. Alasan perilaku seperti ini mungkin karena kekurangan insentif keuangan untuk kembali ke pekerjaan atau mungkin karena alasan psikologi orang sakit biasanya mendapat perhatian dari sanak saudara.
2)
Derajat Resiko (Degree of Risk) Besarnya resiko objektif yang timbul dalam satu situasi, yang biasa juga disebut sebgai derajat atau kadar resiko (degree of risk), adalah variasi relative antara kerugian aktual dengan kerugian yang diharapkan. Lebih jelasnya, kadar resiko adalah kisaran penyimpangan dari kerugian rata-rata (kerugian yang diharapkan), yang ditaksir menggunakan kemungkinan kerugian (chance of loss)
Selain pengukuran resiko objektif, menurut Soeisno Djojosoedarso(2003,p:48-49) pengukuran resiko dapat juga dilakukan dengan: A.
Pengukuran
frekuensi
kerugian
potensial
adalah
untuk
mengetahui berapa kali suatu jenis peril dapat menimpa suatu jenis objek yang bisa terkena peril selama suatu jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun. Berdasarkan dimensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu: -
kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi (almost nill), yaitu resiko yang menurutpendapat
manajer
resiko
tidak
akan
mungkin terjadi atau kemungkinannya terjadinya sangat kecil -
kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil (slight), yaitu resiko-resiko yang tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan di
23 masa yang akan datang kemungkinannya pun kecil -
kerugian yang mungkin (moderate), yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa yang akan datang
-
kerugian yang mungkin sekali (definite), yaitu kerugian yang biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun di masa mendatang jadi merupakan kerugian yang hampir pasti terjadi.
B.
Pengukuran mengetahui
kegawatan
kerugian
adalah
untuk
berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan
dengan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansialnya. Dalam mengukur kegawatan kerugian potensial ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: -
kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu besarnya kerugian terburuk dari suatu peril
-
probabilitas kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu merupakan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya lebih rendah dari kemungkinan kerugian maksimum.
-
keseluruhan tahunnya,
(aggregate)
kerugian
maksimum
setiap
yang merupakan keseluruhan kerugian total tebesar,
yang dapat menimpa perusahaan selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun) Menurut Fahmi (2010, p3), untuk mengimplementasikan manajemen resiko secara komprehensif ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan, yaitu :
24 a. Identifikasi Resiko Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan berupa mengidentifikasi setiap bentuk resiko yang dialami perusahaan, termasuk bentuk- bentuk resiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Identifikasi ini dilakukan dengan cara melihat potensipotensi resiko yang sudah terlihat dan yang akan terlihat. b. Mengidentifikasi bentuk-bentuk resiko Pada tahap ini diharapkan pihak manajemen perusahaan telah mampu menemukan bentuk dan format resiko yang dimaksud. Bentuk-bentuk resiko yang diidentifikasi di sini telah mampu dijelaskan secara detail, seperti ciri-ciri resiko dan faktor-faktor timbulnya resiko tersebut. Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan juga sudah mulai mengumpulkan dan menerima berbagai data-data baik bersifat kualitatif dan kuantitatif. c. Menempatkan ukuran-ukuran resiko Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan sudah menempatkan ukuran atau skala yang
dipakai,
termasuk
rancangan
model
metodologi penelitian yang akan digunakan. Data-data yang masuk juga sudah dapat diterima, baik yang berbentuk kualitatif dan kuantitatif serta pemilahan data dilakukan berdasarkan pendekatan metodologi
yang
digunakan.
Dengan
kepemilikan
rancangan
metodologi penelitian yang ada diharapkan pihak manajemen perusahaan telah memiliki fondasi kuat guna melakukan pengolahan data. Untuk dipahami bahwa penggunaan ukuran dengan berdasarkan format metodologi penelitian yang digunakan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh kecermatan karena jika salah atau tidak
25 sesuai dengan kasus yang ditangani maka hasil yang akan diperoleh nantinya juga dianggap tidak akan akurat. d.
Menempatkan alternatif-alternatif Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan telah melakukan pengolahan data. Hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif beserta akibat-akibat atau pengaruhpengaruh yang akan timbul jika keputusan- keputusan tersebut diambil. Berbagai bentuk penjabaran yang dikemukakan tersebut dipilah dan ditempatkan sebagai alternatif-alternatif keputusan.
e. Menganalisis setiap alternatif Pada tahap ini dimana setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang mungkin timbul. Dampak yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang dipaparkan secara sistematis,
dengan
tujuan
mampu
komprehensif
diperoleh
dan
suatu gambaran
secara jelas dan tegas. Kejelasan dan ketegasan dangat penting guna membantu pengambilan keputusan secara tepat. f. Memutuskan suatu alternatif Pada tahap ini setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan baik dalam bentuk lisan dan tulisan oleh para manajemen perusahaan maka
diharapkan
pihak
manajer
perusahaan
sudah
memiliki
pemahaman secara khusus dan mendalam. Pemilihan satu alternatif dari berbagai alternatif yang ditawarkan artinya mengambil alternatif yang terbaik dari berbagai alternatif yang ditawarkan termasuk dengan menolak berbagai alternatif lainnya. Dengan pemilihan satu alternatif
26 sebagai solusi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan diharapkan pihak manajer perusahaan sudah memiliki fondasi kuat dalam menugaskan pihak manajemen perusahaan untuk bekerja berdasarkan konsep dan koridor yang ada. g. Melaksanakan alternatif yang dipilih Pada tahap ini setelah alternatif dipilih dan ditegaskan serta dibentuk tim untuk melaksanakan ini, maka artinya manajer perusahaan sudah mengeluarkan Surat Keputusan rincian
biaya.
Rincian
biaya
(SK)
yang
dilengkapi
dengan
yang dialokasikan tersebut telah
disetuju oleh bagian keuangan serta otoritas pengambil penting lainnya. h. Mengontrol alternatif yang dipilih tersebut Pada tahap ini alternatif yang dipilih telah dilaksanakan oleh pihak tim manajemen beserta para manajer perusahaan. Tugas utama manajer perusahaan
adalah
melakukan
kontrol
yang
maksimal
guna
menghindari timbulnya berbagai resiko yang tidak diinginkan. i. Mengevaluasi jalannya alternatif yang dipilih Pada
tahap
dilakukan
ini
setelah
alternatif
maka selanjutnya
pihak
dilaksanakan tim
dan
kontrol
manajemen
secara
sistematis melaporkan kepada pihak manajer perusahaan. Pelaporan tersebut berbentuk data-data yang bersifat fundamental dan teknikal serta dengan tidak mengesampingkan informasi yang bersifat lisan. Tujuan melakukan evaluasi dari alternatif yang dipilih tersebut adalah bertujuan agar pekerjaan tersebut dapat terus dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.
2.4
Forecasting
27 2.4.1 Definisi forecasting Forecasting adalah suatu usaha untuk meramalkan keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan masa lalu. Definisi lain forecasting yaitu; merupakan suatu cara untuk mengukur atau menaksir kondisi bisnis di masa mendatang secara kuantitatif dan kualitatif (Astuti, 2005, p25). Menurut Siswanto (2007, p7) dalam Business Forecasting, ada beberapa definisi mengenai forecasting : -
Forecasting adalah proses untuk mendeteksi pola yang akan datang apakah berupa siklus, asosiasi, atau analogi berdasar pada intuisi dan critical judgement
-
Forecasting adalah proses menghitung dan memprediksi kejadiankejadian yang akan datang, biasanya didasarkan pada ekstrapolasi masa lalu dengan berbagai tingkat ketidakpastian.
-
Forecasting adalah proses untuk memprediksi beberapa kejadian atau kondisi yang akan datang atau mengindikasikan kemungkinankemungkinan yang paling mungkin terjadi, biasanya merupakan hasil dari sebuah proses mempelajari dan menganalisis data yang tersedia dan relevan.
2.4.2 Tujuan forecasting Dalam dunia usaha sangat penting diperkirakan hal-hal yang terjadi di masa depan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan, terutama dunia usaha itu merupakan bagian dari kehidupan sosial; dimana segala sesuatu yang terjadi serba tidak pasti, sukar diprediksi dengan tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah forecast / rencana forecasting yang dibuat selalu diupayakan
28 agar dapat: •
Meminimumkan pengaruh ketidakpastian terhadap perusahaan,
•
Forecasting bertujuan mendapatkan forecast yang bisa meminimumkan kesalahan meramal (forecast error) yang biasanya diukur dengan Mean Squared Error (MSE), Mean Absolute Error (MAE), dan sebagainya (Astuti, 2005, p25).
Dalam jurnal Purna Chandra Padhan (2011) Forecasting International Tourists Footfalls in India”: An Assortment of Competing Models : “This paper highlights few recent studies which applied time series model for forecasting tourism demand. For example, Song and Turner (2000) found that majority of published article have applied quantitative methods such as uni-variate, multivariate or causal forecasting methods for forecasting tourism demand. The
time series methods starting from simple naïve
methods to the advanced models like artificial neural network to fuzzy goal programming have been applied extensively for forecasting.”
2.4.3 Cara Penghihtungan Metode Forecasting Untuk melakukan peramalan diperlukan metode tertentu dan metode mana yang digunakan tergantung dari data dan informasi yang akan diramal serta tujuan yang hendak
dicapai.
Dalam
hal
ini
digunakan
metode
peramalan Proyeksi Tren (Trend Projection). Dimana teknik ini mencocokkan tren pada serangkaian data masa lalu dan kemudian memproyeksikan garis pada masa datang untuk peramalan jangka menengah atau jangka panjang. Jika kita memutuskan
untuk
membuat
tren
dengan
metode statistik, kita dapat
29 menerapkan metode kuadrat terkecil (least square method). Garis kuadrat terkecil dijelaskan dengan sumbu y dan kemiringan. Jika dihitung y dan kemiringan, maka dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : Y = a + bx Dimana rumusnya adalah sebagai berikut :
b = n(∑XY) – (∑X)(∑Y) n(∑X2) – (∑X)2 a = (∑Y) - b(∑X) n
keterangan : X
= Waktu (variabel independen)
Y = Nilai terhitung dari variabel yang akan diprediksi (variabel dependen) a
= Konstanta
b
= Kemiringan garis regresi
n
= Jumlah pengamatan
∑
= Jumlah seluruh n
2.5 Analytical Hierarchy Process 2.5.1 Pengertian Analytical Hierarchy Process AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki,
30 menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria),struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Supriyono (2012), Dalam jurnal Sistem Penunjang Keputusan (SPK) Pemilihan Sepeda Motor Menggunakan Metode AHP, : Alasan pemilihan metode AHP karena AHP mampu digunakan untuk semua proses pemilihan sedangkan penentuan kriteria bisa di rubah sesuai dengan kepentingan konsumen. Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
31 AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan
daya
tahan
output analisis
sensitivitas
pengambilan keputusan. Menurut jurnal Evaluation of Risk Factors in Agriculture : An Application of The Analytical Hirierichal L Process (AHP) Methodology .Toledo, Roger; Engler, Alejandra; Ahumada, Víctor. Chilean Journal of Agricultural Research71. 1 (Jan-Mar 2011): 114-121. The AHP methodology has three important advantages (Martínez and Escudey, 1998): 1) its application in empirical problems leads to an intuitive solution; 2) results are not easily manipulated; and 3) it allows establishing the relative importance of the sub-criteria considered in the decision problem. This methodology has been widely disseminated due to the great flexibility achieved in structuring decision problems, as well as the explicit consideration of the subjective judgments of different experts generating results that sustain an objective base for decision making (Braunschweig and Janssen, 1998; Escobar et al., 2004). Artinya : Metodologi AHP memiliki tiga keuntungan penting (Martínez dan Escudey, 1998): 1) penerapannya dalam masalah empiris mengarah ke solusi intuitif, 2) hasil tidak mudah dimanipulasi, dan 3) memungkinkan membangun
32 kepentingan relatif dari sub-kriteria yang dianggap dalam masalah keputusan. Metodologi ini telah disebarluaskan karena fleksibilitas yang besar dicapai dalam penataan masalah keputusan, serta eksplisit pertimbangan penilaian subjektif yang berbeda ahli menghasilkan hasil yang menopang dasar yang obyektif untuk pengambilan keputusan (Braunschweig dan Janssen, 1998; Escobar dkk., 2004). Menurut jurnal Analisis Multi Kriteria Pemilihan Teknologi Pengomposan Sampah. Adi Susangka and Mochammad Chaerul , AHP merupakan proses berpikir yang komprehensif, logis dan terstruktur, dan sesuai untuk digunakan dalam upaya penyelesaian masalah yang menyangkut banyak aspek atau multikriteria. 2.5.2 Langkah Pengerjaan AHP Dalam penelitian ini, AHP digunakan untuk mendeterminasikan resiko operasional yang paling banyak terjadi di dalam perusahaan. Oleh karena itu, penulis memberikan kuesioner yang berisi perbandingan 5 indikator yang dianggap sebagai factor pendukung suatu perjalanan wisata. Berikut adalah gambaran kuesioner yang akan diberikan karyawan: Tabel 2.1 Langkah Pengerjaan AHP Skala
Definisi dari importance
1
Sama penting
3
Sedikit lebih penting
5
Jelas lebih penting
7
Sangat jelas penting
9
Mutlak lebih penting
2,4,6,8
Ragu-ragu antara dua nilai berdekatan
33 Sumber : (Saaty,1993)
34
2.6 Kerangka Pemikiran PT. PESONA DANTE KINTANI (MATARI TRAVEL)
Pemutusan Indikator Terpenting dalam Operasional Tour
Meramalkan kenaikan konsumen dan kerugian operasional yang muncul
Solusi resiko operasional perusahaan
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
FORECASTING