12
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kecerdasan Logis Matematis Anak – anak yang cerdas secara matematis sering tertarik dengan bilangan dan pola dari usia yang sangat muda. Mereka menikmati berhitung dan dengan cepat belajar menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi. Selain itu, anak – anak yang terampil dalam matematika cepat memahami konsep waktu, anak – anak yang cerdas secara matematis senang melihat pola dalam informasi mereka dan dapat mengingat bilangan dalam pikiran mereka untuk jangka waktu yang lebih panjang. Dengan teori kecerdasan ganda
Howard Gardner
menekankan, bahwa
kesamaan dari semua individu yang berhasil adalah bagi mereka yang memiliki perpaduan yang kuat dari paling sedikit empat sampai lima dari tujuh kecerdasan yang dijelaskan Dr. Howard Gardner . Dari hasil analisa tersebut Howard Gardner membagi kecerdasan menjadi tujuh kategori yaitu : a. Kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa dan merangkai kata) b. Kecerdasan logis matematis (berhitung, matematika, bermain dengan angka. c. Kecerdasan spasial – visual (kemampuan berimajinasi dengan ruang dan warna)
Universitas Sumatera Utara
13
d. Kecerdasan musical (kemampuan bermusik, menyanyi,
memainkan
instrumen) e. Kecerdasan kinestesis/gerak tubuh (kemampuan berolahraga, menari, senam) f. Kecerdasan intrapersonal (kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi) g. Kecerdasan interpersonal (kemapuan mengenal dan memahami diri sendiri)
Berikut ini akan dijelaskan butir mengenai kecerdasan logis matematis. Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan seseorang untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah. Kecerdasan ini juga mencakup kemampuan untuk mengolah angka, matematika, dan juga hal hal lain yang berhubungan dengan angka. Kecerdasan logis matematis mempunyai ciri – ciri antara lain : a. Menghitung problem aritmatika dengan cepat diluar kepala b. Menikmati penggunaan bahasa komputer atau program logika c. Suka menanyakan pertanyaan logis “ Mengapa langit biru ? “ d. Menjelaskan masalah secara logis e. Merancang eksperimen untuk menguji hal – hal yang tidak dimengerti f. Mudah memahami sebab akibat g. Menikmati pelajaran matematika, IPA dan berprestasi tinggi Kekurangan kecerdasan logis matematis mengakibatkan sejumlah besar problema individu dan budaya. Tanpa kepekaan terhadap bilangan, seseorang kemungkinan besar tertipu oleh harapan – harapan tidak realistis akan
Universitas Sumatera Utara
14
memenangkan sebuah undian atau membuat keputusan keuangan yang keliru, dia juga cenderung gagal dalam berbagai tugas yang memerlukan matematika praktis.
2.2 Pernyataan Majemuk Logika Matematika Penekanan logika pada penarikan kesimpulan tentang validitas suatu argument untuk mendapatkan kebenaran yang bersifat abstrak, yang dibangun dengan memakai kaidah- kaidah dasar logika tentang kebenaran dan ketidakbenaran yang menggunakan perangkai logika, yakni: “dan (Konjungsi)”, “atau (Disjungsi)”, “jika…maka…(Implikasi)”, dan “…jika dan hanya jika…( Biimplikasi)”.
Tabel 2.1 Perangkai dan Simbolnya Perangkai
Simbol
Dan (Konjungsi)
∧
Atau (Disjungsi)
v
Jika… maka…(Implikasi)
→
Jika dan hanya jika (Biimplikasi)
↔
Suatu pernyataan dapat bernilai benar atau salah, sehingga ada dua kemungkinan nilai untuk tiap satu pernyataan yaitu benar (B) atau salah (S). Oleh karena itu, untuk gabungan dua pernyataan p dan q (pernyataan majemuk) mempunyai komposisi nilai kebenaran ( τ ). Dengan kata lain suatu pernyataan
Universitas Sumatera Utara
15
majemuk tidak diharuskan memiliki hubungan antara komponen– komponennya. Hal itu merupakan sifat yang mendasar di dalam logika matematika. 2.2.1 Konjungsi Konjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan kata hubung “ dan “ dilambangkan dengan “ ∧ “. Konjungsi pernyataan p dan pernyataan q adalah (p ∧ q ) Suatu konjungsi akan mempunyai nilai benar, jika kedua pernyataan benar, tetapi, jika salah satu atau kedua– duanya bernilai salah, maka konjungsi itu bernilai salah. Tabel 2.2 Nilai Kebenaran Pernyataan Konjungsi P
q
p∧q
B
B
B
B
S
S
S
B
S
S
S
S
Contoh pernyataan majemuk konjungsi adalah : “ Surabaya ibukota provinsi Jawa Timur dan 7 adalah bilangan genap ” Maka dapat disimpulkan : p : Surabaya ibukota provinsi Jawa Timur, berarti τ ( p ) = B q : 7 adalah bilangan genap, berarti τ ( q ) = S, Berarti τ ( p ∧ q ) = S.
2.2.2 Disjungsi
Universitas Sumatera Utara
16
Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan kata hubung “ atau “ dilambangkan dengan “ v “. Disjungsi pernyataan p dan pernyataan q adalah (p v q). Suatu disjungsi akan mempunyai nilai salah, jika kedua pernyataan salah,tetapi, jika salah satu atau kedua – duanya bernilai benar, maka disjungsi itu bernilai benar. Tabel 2.3 Nilai Kebenaran Pernyataan Disjungsi P
q
p∨q
B
B
B
B
S
B
S
B
B
S
S
S
Contoh pernyataan majemuk disjungsi adalah : “Semua bilangan prima ganjil atau jumlah sudut– sudut dalam segitiga adalah 180° “ Maka dapat disimpulkan : p : Semua bilangan prima ganjil, berarti τ ( p ) = S q : Jumlah sudut – sudut dalam segitiga adalah 180° , berarti τ ( q ) = B Berarti τ (p v q) = B.
Universitas Sumatera Utara
17
2.2.3 Implikasi Implikasi atau pernyataan bersyarat adalah pernyataan majemuk dari pernyataan p dan pernyataan q yang berbentuk ( p → q ) yang dibaca : a. jika p, maka q b. bila p, maka q c. p hanya jika q d. p syarat cukup bagi q e. q syarat perlu bagi p p disebut anteseden (sebab) dan q disebut sebagai konsukuen (akibat). Jadi, suatu implikasi menyatakan hubungan sebab – akibat walaupun pada dasarnya nilai kebenaran suatu pernyataan majemuk tidak diharuskan ada hubungan antara komponen– komponen pembentuknya. Suatu implikasi bernilai salah bila p bernilai benar dan q bernilai salah namun yang lainnya bernilai benar. Tabel 2.4 Nilai Kebenaran Pernyataan Implikasi p→q
P
q
B
B
B
B
S
S
S
B
B
S
S
B
Contoh pernyataan majemuk implikasi adalah : “ Jika 3log 9 = 3, maka 3 adalah bilangan genap “ Maka dapat disimpulkan: p : 3log 9 = 3, berarti τ ( p ) = S
Universitas Sumatera Utara
18
q : 3 adalah bilangan genap, berarti τ ( q ) = S, Berarti τ ( p → q ) = B.
2.2.4
Biimplikasi
Biimplikasi atau implikasi dua arah adalah pernyataan majemuk dari pernyataan p dan pernyataan q yang berbentuk ( p ↔ q ) yang dibaca p jika dan hanya jika q. Suatu biimplikasi bernilai benar bila kedua pernyataan mempunyai nilai kebenaran yang sama. Tabel 2.4 Nilai Kebenaran Pernyataan Biimplikasi p↔q
P
q
B
B
B
B
S
S
S
B
S
S
S
B
Contoh pernyataan majemuk biimplikasi adalah : “ Jika 3log 27 = 3, jika dan hanya jika 33 = 27 “ Maka dapat disimpulkan : p : 3log 27 = 3, berarti τ ( p ) = B q : 33 = 27, berarti τ ( q ) = B Berarti τ ( p → q ) = B.
Universitas Sumatera Utara
19
2.3 Uji Kenormalan Uji kenormalan dilakukan secara parametric dengan menggunakan penaksir ratarata dan simpangan baku. Uji yang digunakan dikenal dengan nama Uji Lilliefors. Untuk pengujian hipotesis nol ada beberapa prosedur yang dilakukan sebagai berikut: a. Pengamatan x1, x2,…,xn dijadikan bilangan baku z1, z2,…,zn dengan menggunakan rumus b. Hitung peluang F(zi) = P(
̅
z i)
c. Selanjutnya dihitung proporsi S(zi) z1, z2, …, zn yang lebih kecil atau sama dengan zi yaitu dengan rumus: S(zi) = d. Hitung selisih F(zi) – S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya dan untuk menentukan harga Lilliefors yaitu nilai yang paling besar e. Dengan criteria pengujian sebagai berikut: Lhit
Ltab maka H0 diteriama, tapi jika Lhit > Ltab maka H0 ditolak
2.4 Uji Chi kuadrat Dengan menggunakan uji chi kuadrat dengan rumus:
∑
(
)
(Djarwanto, 2003 : 5 ) Keterangan : Chi Kuadrat
Universitas Sumatera Utara
20
Frekuensi yang diperoleh Frekuensi yang diharapkan Banyak kelas Derajat kebebasan Ketentuan yang digunakan adalah jika di t ol a k ,t a pi j i ka
>
maka H0
m aka H 0 dit eri m a de n gan taraf
signifikasi 5% dengan db = k – 1.
2.5 Uji Homogenitas Selanjutnya untuk mengetahui data ubahan penelitian varians yang homogen maka dilakukan uji F sebagai berikut :
( Sudjana, 1994 : 250 ) Kemudian nilai F hitung disesuaikan dengan F tabel pada taraf signifikasi α, jika Fhitung < F tabel berarti data adalah memiliki varians homogen.
2.6 Uji Korelasi Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besarkah hubungan variabel X dengan variabel Y. Untuk hubungan variable tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
21
Koefisien korelasi antara X dan Y ∑ √( ∑
(∑ )(∑ )
) (∑ ) ] ( ∑
) (∑ )
Keterangan: Banyaknya data atau anggota Anggota pada variabel bebas Anggota pada variabel terikat Korelasi dilambangkan dengan ( r ) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga ( -1 ≤ r ≤ +1 ). Apabila r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat sedangkan arti harga r akan disesuaikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 2.5 Interpretasi Koefisien Korelasi Positif Nilai r Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,80 – 1,000 0,80 0,60 – 1,000 – 0,799
Sangat Kuat (positif)
0,40 – 0,599 0,60 0,20 – 0,799 – 0,399
Cukup Kuat (positif)
Kuat (positif)
Rendah (positif)
0,00 – 0,199 0,40-0,80 – 0,599 – (-1,000)
Sangat Rendah (positif)
-0,60 – (-0,799) 0,20-0,40 – 0,399 – (-0,599)
Kuat (negatif)
-0,20 – (-0,399) 0,00-0,00 – 0,199 Sangat Kuat – (-0,199)
Sangat Kuat (negatif)
Cukup Kuat (negatif) Rendah (negatif) Sangat Rendah (negatif)
Kuat
Cukup Kuat 2.6 Hipotesis Rendah H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X dan variabel Y H1 = Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X dan variabel Y Sangat Rendah Tabel 1.1 Interpretasi Koefisien Kriteria Pengujian Korelasi Nilai r thit
ttab, maka H0 diterima
thit ttab, maka H0 ditolak
Universitas Sumatera Utara