BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Lembaga BB Biogen Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis bertempat di Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian yang merupakan balai penelitian yang berada di dalam wadah Badan Penelitian dan Pengembang Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sendiri merupakan instansi pemerintah yang bergerak untuk mengembangkan IPTEK dalam bidang pertanian
yang dapat
dimanfaatkan oleh orang banyak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mempunyai visi untuk menjadi lembaga Litbang pertanian terunggul di Asia Tenggara dalam menghasilkan inovasi untuk mendukung pertanian yang tangguh, sesuai dengan dinamika penggunanya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mempunyai misi sebagai berikut a. Menciptakan, merekayasa, dan mengembangkan inovasi teknologi dan rekomendasi kebijakan pembangunan di bidang pertanian sesuai dinamika kebutuhan pengguna. b. Meningkatkan efisiensi dan percepatan diseminasi kepada para pengguna serta meningkatkan penjaringan umpan balik inovasi pertanian. c. Mengembangkan jaringan kerjasama nasional dan internasional dalam rangka penguasaan IPTEK dan peningkatan peran Badan Litbang Pertanian dalam pengembangan agribisnis dan pembangunan pertanian. d. Mengembangkan kapasitas institusi Badan Litbang Pertanian menuju pengelolaan litbang yang profesional dan berintegritas moral tinggi. Berikut ini adalah sejarah dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian:
7 Sejak dibentuk pada tahun 1974, Badan Litbang Pertanian mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Secara ringkas, evolusi organisasi dan kelembagaan Badan Libang Pertanian adalah sebagai berikut: Periode 1974 – 1979 sesuai Keppres tahun 1974 dan 1979 menetapkan bahwa Badan Litbang Pertanian sebagai unit Eselon I, membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian, dan Pusat Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian (Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Kehutanan, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan). Periode 1981 – 1986 Badan Litbang mengalami perubahan sesuai dengan perubahan lingkungan strategis dan tuntutan pembangunan pertanian. Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, Badan Litbang Pertanian terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro-Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan. Periode 1987 – 1991 sesuai Dalam Keppres No. 4 1990 struktur Organisasi Badan Litbang Pertanian terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Puslit Tanah & Agroklimat, Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 75/Kpts/OT.210/2/1991, Badan Litbang mendapat
8 tambahan satu unit Eselon II yaitu Balai Besar Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian (BBP Alsintan). Periode 1992 – 1997 Seiring dengan program pemerintah untuk merampingkan jabatan struktural dan mengembangkan jabatan fungsional, dikeluarkan Keppres No. 83 tahun 1993 yang dijabarkan dalam Kepmen Pertanian No.96/Kpts/OT.210/2/1994 tentang organisasi dan tata kerja Departemen Pertanian. Selanjutnya susunan organisasi Badan Litbang Pertanian terdiri atas 11 unit Eselon II, yaitu: Sekretariat, Pusat Penyiapan Program Penelitian, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Puslit Tanah & Agroklimat, Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan, serta BBP Alsintan. Pada reorganisasi saat ini, dibentuk Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) yang tersebar di sebagian besar propinsi di Indonesia. Periode 1998 – 1999 Berdasarkan Keppres No.61/1998 Badan Litbang Pertanian mengalami perubahan, karena Puslitbang Tanaman Industri masuk ke Departemen Kehutanan dan Perkebunan, maka susunan organisasinya sebagai berikut: Sekretariat, Pusat Penyiapan Program Penelitian, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian, Puslit Tanah & Agroklimat, Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan, serta BBP Alsintan. Periode 2000 – 2001 Pada pertengahan tahun 2000 Badan Litbang melakukan perampingan organisasi berdasarkan SK. Mentan No.160/Kpts/OT.210/3/2000. Pada periode ini Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) berubah menjadi Pusat
9 Penelitian (Puslit). Susunan organisasi Badan Litbang terdiri atas 7 unit Eselon II: Sekretariat, Puslit Tanah & Agroklimat, Puslit Sosial Ekonomi Pertanian, Puslit Tanaman Pangan, Puslit Hortikultura, Puslit Peternakan, serta BBP Alsintan sebagai unit Eselon IIb. Sesuai SK Mentan tersebut pula Puslitbang Perikanan masuk ke Departemen Kelautan dan Perikanan. Sedangkan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (tadinya Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian) berada dibawah administrasi Sekretariat Jenderal Deptan. Periode 2001 – 2003 Sesuai SK Menteri No. 01/Kpts/OT.210/1/2001 susunan organisasi Badan Litbang Pertanian berubah lagi ditandai dengan berubahnya 'Puslit' menjadi 'Puslitbang' dan kembalinya Perkebunan ke lingkungan Departemen Pertanian. Strukturnya menjadi 8 unit Eselon II: Sekretariat, Puslitbang Tanah & Agroklimat, Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perkebunan, sedangkan BBP Mekanisasi Pertanian belum berubah. Periode 2003 – 2004 Terjadi penyempurnaan organisasi dan tata kerja dua Balai Penelitian. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian berdasarkan
Keputusan
Menteri
Pertanian
No:
631/Kpts/OT.140/12/2003
disempurnakan menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Sedangkan Balai Penelitian Pascapanen Pertanian dengan Keputusan Menteri Pertanian No: 631/Kpts/OT.140/12/2003 disempurnakan menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Dengan demikian Badan Litbang Pertanian mempunyai 10 unit eselon II.
10 Selain itu juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No. 633/Kpts/OT.140/12/2003). Periode 2005
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.
299/Kpts/OT.140/7/2005, Badan Litbang Pertanian terdiri dari satu Sekretariat Badan dan empat Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) yang meliputi 1) Puslitbang Tanaman Pangan, 2) Puslitbang Hortikultura, 3) Puslitbang Perkebunan, dan 4) Puslitbang Peternakan. Di samping itu, dibentuk Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian sebagai perubahan dari Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Berdasarkan Permentan No. 328/Kpts/OT.220/6/2005 Badan Litbang Pertanian membina Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Berdasarkan Permentan No. 329/Kpts/OT.220/6/2005, Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian dibina sepenuhnya oleh Badan Litbang Pertanian. Selanjutnya berdasarkan Permentan No. 300/Kpts/OT.140/7/2005 telah dibentuk Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDL) sebagai perubahan dari Puslitbang Tanah dan Agroklimat, sedangkan Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian berubah menjadi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi
301/Kpts/OT.140/7/2005.
Pertanian BBSDL
(BBP2TP)
berdasarkan
mengkoordinasikan
kegiatan
Permentan
No.
penelitian
dan
pengembangan yang bersifat lintas sumberdaya di bidang tanah, agroklimat dan hidrologi,
lahan
rawa,
serta
pencemaran
lingkungan.
Sedangkan
BBP2TP
mengkoordinasikan kegiatan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian yang bersifat spesifik lokasi di 28 BPTP.
11 Periode 2006 – Sekarang Sesuai dengan perubahan lingkungan strategis, tahun 2006 Unit Pelaksana Teknis (UPT) mengalami penataan organisasi. Penataan UPT tersebut meliputi peningkatan status eselon yaitu Balai Penelitian Tanaman Padi dari eselon IIIa menjadi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi eselon II-b, Balai Penelitian Veteriner menjadi Balai Besar Penelitian Veteriner eselon II-b. Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Subtropik dari eselon IV-a menjadi Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika eselon III-a, Loka Penelitian Tanaman Sela Perkebunan menjadi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri eselon III-a, dan Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian menjadi Balai Penelitian Lingkungan Pertanian eselon III-a. Di samping itu, UPT yang mengalami perubahan nomenklatur adalah Balai Penelitian Tanaman Buah menjadi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat menjadi Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) tahun 2006 bertambah dua unit organisasi yaitu BPTP Gorontalo dan BPTP Maluku Utara. Sehingga tahun 2006 Badan Litbang Pertanian terdiri atas Sekretariat Badan, 4 Puslitbang, 2 Pusat, 7 Balai Besar, 15 Balai Penelitian, 30 Balai Pengkajian, dan 3 Loka Penelitian. Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika sendiri mempunyai fungsi sebagai berikut:
12 a. penyusunan program dan evaluasi penelitian dan pengembangan bioteknologi dan sumberdaya genetik pertanian; b. pelaksanaan penelitian konservasi dan karakterisasi yang meliputi fisik, kimia, biokimia, metabolisme biologis dan biomolekuler sumberdaya genetik pertanian; c. pelaksanaan penelitian bioteknologi sel, bioteknologi jaringan, rekayasa genetik, dan bioprospeksi sumberdaya genetik; d. Pelaksanaan penpertanianelitian keamanan hayati dan keamanan pangan produk bioteknologi; e. Pelaksanaan pengembangan sistem informasi hasil penelitian dan pengembangan bioteknologi dan sumberdaya genetik pertanian; f. Pelaksanaan pengembangan komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis produk bioteknologi pertanian; g. Pelaksanaan kerjasama dan pendayagunaan hasil penelitian bioteknologi dan sumberdaya genetik pertanian; h. Pengelolaan tata usaha dan rumah tangga BB-Biogen. 2.2 Bercocok Tanam Padi Gogo Padi bukan saja dapat ditanam pada tanah yang berair (lahan basah) akan tetapi juga pada tanah kering. Tanah yang digunakan untuk bercocok tanam padi secara kering dikenal adalah tegalan. Sering juga dikatakan bahwa lahan kering ialah lahan yang sepanjang tahun tidak pernah tergenang air. Sedangkan lahan basah adalah lahan pertanian yang sepanjang atau sementara waktu dalam satu tahun tergenang air, sehingga lahan demikian bisa disawahkan.
13 Budi daya padi gogo mempunyai syarat-syarat yang dikehendaki padi mengenai suhu dan kelembaban dapat dipenuhi oleh iklim Indonesia, yaitu ketinggian sampai 1.300 meter di atas permukaan laut dan curah hujan yang cukup. Penanaman padi gogo umumnya hanya dapat dilakukan setahun sekali, yaitu pada permulaan musim hujan. Permulaan musim hujan ini untuk berbagai daerah di Jawa saja dapat berbeda-beda. Umumnya untuk di daerah jawa secara mikro-klimatologi musim hujan dimulai pada akhir September / permulaan Oktober, akan tetapi untuk berbagai tempat di daerah ini, secara lokal permulaan musim hujan ini dapat jatuh sebelum atau sesudah waktu itu. Ada yang bertanam padi gogo di bulan November, bahkan ada pula yang harus menunggu sampai bulan Desember. 2.3 Pemupukan Padi Pupuk adalah bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Untuk mendapatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan setinggi-tingginya, dosis pemupukan yang tepat dan cara pemupukan yang baik adalah salah satu faktor yang menentukan. Unsur-unsur yang paling penting dan harus tersedia ialah N, P, dan K 1. Pupuk P Unsur P dinyatakan dalam Kadar P2O5, yang perwujudannya dapat berbentuk: FMP (Fused Magnesium Phosphate:19,2% P2O5), DS (Double Superphosphate: 36% P2O5), TSP (Triple Phosphate: 48% P2O5).
14 Pupuk P dipergunakan oleh tanaman untuk: a. Membentuk akar; b. Mempercepat tumbuhnya tanaman; c. Menstimulasi pembungaan dan pembentukan buah; d. Mempercepat panen. 2. Pupuk N Unsur N dinyatakan dalam kadar N, yang perwujudannya dapat berbentuk ZA (AS: Ammonium sulfate: 20% N) atau Urea: 45% N. Dewasa ini ZA sudah jarang dipakai untuk tanaman padi dan bisanya dipakai Urea. Pupuk N mempunyai fungsi: a. Mempergiat pembentukan klorofil; b. Memperbanyak anakan (tunas); c. Mempercepat pertumbuhan; d. Menambah lebar daun dan besarnya gabah; e. Menambah kadar protein beras; f. Memperbaiki kualitas gabah; g. Memberi makanan kepada jasad-jasad renik yang ada di sawah, sehingga proses perombakan jerami dan daun-daunan lainnya lebih dipercepat. 3. Pupuk K Guna pupuk K ialah: a. Memperkuat batang tanaman (lebih tahan rebah) dan membuat tanaman lebih tahan terhadap hama/penyakit;
15 b. Memperlancar pembentukan protein; c. Membantu perkembangan akar; d. Mempergiat pembentukan karbohidrat; e. Membantu pembentukan gabah; Unsur K dinyatakan dalam kadar K2O. Perwujudannya dalam bentuk ZK yang mempunyai kadar 50% K2O. Pupuk diberikan sebelum ditanam bersamaan dengan pupuk P. 2.4 Pertumbuhan Tanaman Padi Fase-fase pertumbuhan bagi varietas padi yang berumur 135 hari adalah sebagai berikut: 1. Periode vegetatif (lamanya 60 – 70 hari) a. Fase bibit berkecambah : mulai tampak pertumbuhan akar dan 5 – 6 daun berturut-turut, dan bibit menyerap sebagian besar dari endosemen (+ 21 hari); b. Fase pertunasan: dimulai dari terbentuknya tunas pertama dari buku terbawah, akan bertambah sampai tercapai jumlah maksimum, berhenti membentuk tunas setelah tunas-tunas tersier terbentuk. 2. Periode reproduktif ( lamanya 30 hari) a. Fase primodia : pembentukan primodia bungan 60 – 70 hari setelah tabur benih; b. Fase pemanjangan ruas dan “booting” : dikatakan padi sedang bunting (± 75 hari sesudah tabur); c. Fase heading: diikuti keluarnya malai dari pelepah daun bendera, 105 hari setelah tabur;
16 d. Fase berbunga: dimulai dari saat keluarnya benang sari dan terjadinya pembuahan (kira-kira 25 hari setelah fase bunting atau 110 hari sesudah tabur). 3. Periode pemasakan sampai panen, 135 hari setelah tabur (lamanya 25 sampai 35 hari) Setelah terjadinya pembuahan maka perkembangan gabah merupakan proses yang berurutan, meliputi: a. Fase masak susu: isi gabah karyopsis mula-mula seperti air sampai berubah seperti susu; b. Fase masak tepung: Karyopsis menjadi bubur lunak dan makin keras. c. Fase masak gabah; Karyopsis menjadi keras dan terang, gabah berkembang penuh dan tidak lagi terdapat warna kehijauan. d. Fase lewat masak: setelah gabah masak, daun berangsur-angsur mengering dari bawah, bersamaan dengan itu jeraminya akan kering dan mati. Bila fase masak terlampaui, gabah mulai rontok. 2.5 Rekayasa Piranti Lunak Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Bauer sebagai penetapan dan penggunaan prinsip-prinsip rekayasa dalam usaha mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, yaitu piranti lunak yang terpercaya dan bekerja efisien pada mesin atau komputer (Pressman, 1992, p19). Terdapat lima paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering juga disebut Waterfall Model, Prototyping Model, Fourth Generation Techniques (4GT), Spiral Model, dan Combine Model. Pada penulisan skripsi ini dipakai model Waterfall Model.
17 Menurut Pressman(1992, p20-21), ada enam tahap dalam Waterfall Model, seperti gambar 3.1 berikut adalah penjabarannya:
System Engineering Analysis
Design Coding Testing Maintenance
Gambar 2.1 Model Waterfall a. Rekayasa Sistem (System Engineering) Karena perangkat lunak merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, maka aktivitas ini dimulai dengan penetapan kebutuhan dari semua elemen sistem. Gambaran sistem ini penting jika perangkat lunak harus berinteraksi dengan elemenelemen lain, seperti hardware, manusia dan database. b. Analisis kebutuhan perangkat lunak (Software Requirement Analysis) Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengetahui kebutuhan piranti lunak, sumber informasi piranti lunak, fungsi-fungsi yang dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antarmuka piranti lunak tersebut. c. Perancangan (Design)
18 Perancangan piranti lunak dititikberatkan pada empat atribut program, yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak, rincian prosedur dan karakter antarmuka. Proses perancangan menerjemahkan kebutuhan ke dalam sebuah representasi perangkat lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum dilakukan pengkodean. d. Pengkodean (Coding) Aktivitas yang dilakukan adalah memindahkan hasil perancangan menjadi suatu bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu dengan membuat program. e. Pengujian (Testing) Tahap pengujian perlu dilakukan agar output yang dihasilkan oleh program sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian dilakukan secara menyeluruh hingga semua perintah dan fungsi telah diuji. f. Pemeliharaan (Maintenance) Karena kebutuhan pemakai selalu akan meningkat, maka piranti lunak yang telah selesai dibuat perlu dipelihara agar dapat mengantisipasi kebutuhan pemakai terhadap fungsi-fungsi baru yang dapat timbul karena munculnya sistem operasi baru dan perangkat keras baru. 2.6 Interaksi Manusia dan Komputer Program yang interaktif semakin popular dan digemari. Pembuatan program yang interaktif ini perlu dirancang dengan baik sehingga pengguna dapat merasa senang dan dapat berinteraksi dengan baik saat menggunakannya. Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user friendly. Shneiderman (1998, p15) menjelaskan lima kriteria suatu program bersifat user friendly yaitu: 1. Waktu belajar yang tidak lama. 2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat.
19 3. Tingkat kesalahan pemakai rendah. 4. Hafalan sesudah melampui jangka waktu. 5. Kepuasan pribadi Suatu program yang interaktif dapat dengan mudah dibuat dan dirancang dengan suatu perangkat Bantu pengembang sistem antarmuka, seperti Visual Basic, Borland Delphi
dan
sebagainya.
Keuntungan
penggunaan
perangkat
Bantu
untuk
mengembangkan antarmuka menurut Santosa (1997, p7) yaitu: 1. Antarmuka yang dihasilkan menjadi lebih baik. 2. Program antar mukanya menjadi mudah ditulis dan lebih ekonomis untuk dipelihara. Terdapat beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu program untuk mendapatkan suatu program yang user friendly. Berikut penjabaran dari beberapa di antaranya: 2.6.1
Delapan Aturan Emas
Menurut Shneiderman (1998, p74-75) untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan delapan aturan utama dibawah ini, yaitu: 1. Strive for consistency (Bertahan untuk konsistensi). 2. Enable frequent user to use shortcuts (Memperbolehkan pengguna sering memakai shortcut). 3. Offer informative feed back (Memberikan umpan balik yang informative) 4. Design dialogs to yield closure (Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi). 5. Offer simple error handling (Penanganan kesalahan yang sederhana).
20 6. Permit easy reversal of actions (mengizinkan pembalikan aksi (undo) dengan mudah) 7. Support internal locus of control
(Pemakai mengusai sistem atau inisiator,
bukan responden). 8. Reduce short term memory load (Mengurangi beban ingatan jangka pendek, dimana manusia hanya dapat mengingat 7 ± 2 satuan informasi sehingga perancangannya harus sederhana). 2.6.2
Pedoman Merancangan Tampilan Data
Beberapa pedoman yang disarankan untuk digunakan dalam merancang tampilan data yang baik menurut Smith dan Mosier yang dikutip oleh Shneiderman (1998, p80) yaitu: 1. Konsistensi tampilan data, istilah, singkatan, format dan sebagainya harus standar 2. Beban ingatan yang sesedikit mungkin bagi pengguna. Pengguna tidak perlu mengingat informasi dari layer yang satu ke layer yang lain 3. Kompatibilitas tampilan data dengan pemasukan data. Format tampilan informasi perlu berhubungan erat dengan tampilan pemasukan data. 4. Fleksibilitas kendali pengguna terhadap data. Pemakai harus dapat memperoleh informasi dari tampilan dalam bentuk yang paling memudahkan.
21 2.6.3
Teori Waktu respons
Waktu respons dalam sistem komputer menurut Sneiderman (1998, p352) adalah jumlah detik dari saat pemakai memulai aktifitas (misalnya dengan menekan tombol enter atau tombol mouse) sampai komputer menampilkan hasil pada display atau printer. Beberapa pedoman yang disarankan mengenai kecepatan waktu respon pada suatu program menurut Shneiderman (1998, p367) yaitu: 1. Pemakai lebih menyukai waktu respons yang lebih pendek. 2. Waktu respons yang panjang (lebih dari 15 detik) mengganggu. 3. Waktu respons yang lebih pendek menyebabkan waktu pengguna berfikir lebih pendek. 4. Langkah yang lebih cepat dapat meningkatkan produktivitas, tetapi juga dapat meningkatkan tingkat kesalahan. 5. Waktu respons harus sesuai dengan tugasnya: a. Untuk mengetik, menggerakkan kursor, memilih dengan mouse: 50 – 150 detik b. Tugas sederhana yang sering: < 1 detik c. Tugas biasa: 2-4 detik d. Tugas kompleks: 8 – 12 detik. 6. Pemakai harus diberi tahu mengenai penundaan yang panjang. 2.7 Diagram Alir (Flowchart) Menurut Hansen (2005), diagram alir merupakan representasi grafis dari serangkaian aktivitas operasi, pergerakan,inspeksi, penundaan, keputusan, dan penyimpanan dari sebuah proses. Diagram alir menggunakan simbol-simbol yang sudah distandarisasikan. Berikut adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan diagram alir :
22 Notasi
Arti Notasi Proses
Predefined proses
Operasi input / output Decision, berupa pertanyaan atau penentuan suatu keputusan
Terminal, untuk menandai awal dan akhir program Panah, sebagai penghubung antar komponen dan penunjuk arah Manual input, input dari pengguna
On-page connector, sebagai penghubung dalam satu halaman Off-page connector, sebagai penghubung antar halaman yang berbeda
Tabel 2.1 Simbol Flowchart dan artinya (Hollander et. al., 2000) 2.8 Teori State Transition Diagram (STD) State Transition Diagram merupakan sebuah modeling tool yang digunakan untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD merupakan
23 suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan pada waktu tertentu. Komponen-komponen utama STD adalah: 1. State, disimbolkan dengan State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan dilakukan. ada dua jenis state yaitu: state awal dan state akhir. State akhir dapat berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak boleh lebih dari satu. 2. Arrow, disimbolkan dengan Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan ekspresi aturan, label tersebut menunjukkan kejadian yang menyebabkan transisi terjadi. 3
Condition dan Action, disimbolkan dengan Condition Action State 1
State 2
Gambar 2.2 Kondisi dan Aksi pada STD Untuk melengkapi STD diperlukan 2 hal lagi yaitu condition dan action. Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem, sedangkan action adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan keluaran atau tampilan 2.9 Perancangan Percobaan Untuk membantu tercapainya suatu kesimpulan yang tepat dan optimal diperlukan suatu cara atau metode yang tepat. Perancangan percobaan bertujuan untuk memperoleh suatu keterangan yang maksimum mengenai cara pembuatan percobaan dan bagaimana proses perencanaan serta pelaksanaan percobaan yang dilakukan.
24 Perancangan percobaan adalah suatu uji atau sederetan uji baik itu menggunakan statistika deskripsi maupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan tersebut (Ansori et al. 2006, p52). Menurut Ott (1984,p548), rancangan percobaan adalah suatu proses yang diperlukan dalam merencanakan percobaan. Sebagian besar dari penjelasan ilmiah terdiri dari pengambilan keputusan dari percobaan yang dirancang secara hati-hati, dilaksanakan secara tepat dan analisa secara benar Menurut Montgomery (2005,p12), perancangan percobaan adalah proses dalam merencanakan percobaan sehingga data-data yang tepat yang dapat dianalisa dengan metode statistik dikumpulkan, menghasilkan hasil yang valid dan objektif. Manfaat dari perancangan percobaan adalah untuk memperoleh suatu keterangan yang maksimum mengenai cara membuat percobaan dan bagaimana proses perencanaan serta pelaksanaan percobaan akan dilakukan, Nazir (1998, p268). 2.10 Percobaan Faktorial Menurut Suntoyo (1991, p125), percobaan faktorial merupakan percobaan dengan lebih dari satu faktor, dengan perlakuan yang merupakan kombinasi dari level-level satu faktor dengan level-level faktor yang lain. Sedangkan menurut Gasperz (1991, p181) mendefinisikan percobaan faktorial sebagai suatu percobaan mengenai sekumpulan perlakuan yang terdiri atas semua kombinasi yang mungkin dari taraf beberapa faktor. Sekumpulan kombinasi perlakuan tersebut yang dinyatakan dengan kata faktorial. Percobaan faktorial memiliki beberapa keuntungan, percobaan ini lebih efisien dibandingkan dengan percobaan faktor tunggal, percobaan faktorial ini juga penting
25 untuk mencegah kesimpulan yang salah ketika terjadi pengaruh interaksi, Montgomery (2001, p175). Dalam melakukan percobaan faktorial tetap menggunakan salah satu rancangan dasar, yaitu: Rancangan Acak Lengkap (RAL), Rancangan Acak Kelompok (RAK), dan lainnya. Beberapa keuntungan dari percobaan faktorial, adalah: 1. Lebih efisien dalam menggunakan sumber-sumber yang ada. 2. Informasi yang diperoleh lebih komprehensif, karena dapat dipelajari berbagai interaksi yang ada. 3. Hasil percobaan dapat diterapkan dalam suatu kondisi yang lebih luas karena dapat dipelajari kombinasi dari berbagai faktor. 2.10.1 Percobaan Dua Faktor dalam Rancangan Acak Lengkap Percobaan faktorial dengan rancangan dasar RAL berarti melakukan percobaan dengan faktor lebih dari satu (percobaan faktorial) dengan rancangan percobaan menggunakan RAL. Pola pengacakan pada RAL merupakan pengacakan lengkap atau pengacakan dengan tiada pembatasan. Dan dalam percobaan faktorial, kombinasi perlakuan merupakan kombinasi dari taraf faktor yang dicobakan. RAL dipandang lebih berguna dalam percobaan laboratorium, dalam beberapa percobaan rumah kaca, atau dalam percobaan pada beberapa jenis bahan percobaan tertentu yang mempunyai sifat relatif homogen. RAL tepat digunakan dalam kasus bial bahan percobaan homogen atau relatif homogen dan bila jumlah perlakuan terbatas. Beberapa keuntungan dari penggunaan RAL antara lain: 1. Denah perancangan percobaan lebih mudah 2. Analisis statistika terhadap subjek percobaan sangat sederhana 3. Fleksibel dalam penggunaan jumlah perlakuan dan jumlah ulangan
26 4. Kehilangan informasi relatif sedikit dalam hal data hilang Kelemahan utama dalam RAL terutama hanya cocok pada percobaan dengan jumlah perlakuan yang sedikit dan materi percobaan yang homogen. 2.10.2 Pengacakan dan Denah Rancangan Untuk percobaan dua faktor dengan rancangan dasar RAL, satuan percobaan yang perlu disediakan sebanyak kombinasi dari dua faktor tersebut dikali banyaknya ulangan percobaan. Perlakuan yang ditempatkan pada satuan percobaan ditentukan secara acak dengan teknik pengacakan tertentu. Misalkan faktor yang ingin dicobakan adalah faktor A dengan 2 taraf (A1, A2) dan faktor B dengan 2 taraf (B1, B2). Percobaan faktorial 2 X 2 menghasilkan 4 kombinasi perlakuan yaitu: A1B1, A1B2, A2B1, A2B2 dan masing-masing kombinasi akan diulang 3 kali. Apabila Setiap percobaan akan diukur 4 respons , maka satuan percobaan yang perlu disediakan sebanyak 2 X 2 X 3 = 12 unit, dan terdapat 4 X 12 = 48 pengamatan perubahan respon. 2.11 Analisis Ragam Multivariate Pada dasarnya proses komputasi dalam analisis
ragam multivariate mengikuti
prosedur yang serupa dalam analisis ragam univariate, sehingga bagi
yang telah
memahami secara baik tentang analisis ragam univariate tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami analisis ragam multivariate. Model linear dari analisis ragam multivariate mengikuti model linear analisis ragam univariate, kecuali menambahkan subskrip yang menyatakan adanya p buah variable respons yang diamati dalam model analisis ragam multivariate, di mana p > 1. Kasus percobaan dua faktor menggunakan rancangan acak lengkap akan mengikuti prinsip-prinsip dasar dalam analisis ragam
27 multivariate dua arah yang pada dasarnya merupakan perluasan dari analisis ragam univariate dua arah yang menggunakan rancangan acak lengkap. Berikut adalah langkah-langkah analisis data percobaan factorial dua faktor dengan rancangan dasar RAL: 1. Model Umum Yijkh = μ h + α ih + β jh + (αβ ) ijk + ε ijkh i = 1, 2, .... , a j = 1, 2,...., b k = 1, 2,...., n h = 1, 2,....., p Dimana:
Yijkh
=
nilai pengamatan respons ke-h dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
μh
=
nilai rata-rata yang sesungguhnya dari respons ke-h
α ih
=
pengaruh taraf ke-i dari fator A terhadap respons ke-h
β jh
=
pengaruh taraf ke-j dari faktor B terhadap respons ke-h
(αβ ) ijh =
pengaruh taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B terhadap respons ke-h
ε ijkh
=
pengaruh galat yang muncul dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-I factor A dan taraf ke-j faktor B) pada respons ke-h.
28 2. Asumsi Asumsi yang dipakai dalam analisis ragam adalah : (1) Galat percobaan menyebar normal; (2) Galat percobaan memiliki ragam yang homogen; (3) Galat percobaan saling bebas; (4) Pengaruh perlakuan dan lingkungan aditif. 3. Hipotesis Hipotesis yang diuji dalam penelitian adalah: a. H0: Ai = 0, yang berarti tidak ada pengaruh faktor A terhadap respon yang diamati. H1: minimal ada satu Ai ≠ 0, artinya ada pengaruh faktor A terhadap respon yang diamati b. H0: Bj = 0, yang berarti tidak ada pengaruh B terhadap respon yang diamati. H1: minimal ada satu Bj ≠ 0, artinya ada pengaruh B terhadap respon yang diamati. c. H0: (AB)ij = 0, yang berarti tidak ada pengaruh interaksi antara faktor A dan B terhadap respon yang diamati. H1: minimal ada satu (AB)ij ≠ 0, artinya ada pengaruh interaksi antar faktor A dan B terhadap respon yang diamati. 4. Prosedur analisis ragam Prosedur analisis ragam untuk percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor (A dan B) dengan menggunakan rancangan dasar RAL dapat dijabarkan melalui tahaptahap berikut:
29 Rumus yang digunakan : 1. Perhitungan Faktor Koreksi (C) untuk respons Y1, Y2, dan Y3 FK (Y1 ) = c11 =
(Y1... )2
abr (Y )2 FK (Y2 ) = c 22 = 2... abr (Y3 ...)2 FK (Y3 ) = c33 = abr (Y )(Y ) FK (Y1 , Y2 ) = c12 = 1... 2... abr (Y1... )(Y3... ) FK (Y1 , Y3 ) = c13 = abr (Y )(Y ) FK (Y2 , Y3 ) = c 23 = 2... 3... abr Dengan a = taraf perlakuan faktor A yaitu pupuk, b = taraf faktor padi yaitu padi gogo , dan r adalah ulangan percobaan. 2. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi (JKT) dan Jumlah Hasil Kali Total Terkoreksi (JHKT) untuk respons Y1, Y2, dan Y3 a
2
b
T (Y1 ) = T11 = ∑∑ Y..1 − FK (Y1 ) i =1 j =1 a
2
b
T (Y2 ) = T22 = ∑∑ Y..2 − FK (Y2 ) i =1 j =1 a
2
b
T (Y3 ) = T33 = ∑∑ Y..3 − FK (Y3 ) i =1 j =1 a
b
a
b
T (Y1 , Y2 ) = T12 = ∑∑ Y..1 ∑∑ Y..2 − FK (Y1 , Y2 ) i =1 j =1
i =1 j =1
a
a
b
b
T (Y1 , Y3 ) = T13 = ∑∑ Y..1 ∑∑ Y..3 − FK (Y1 , Y3 ) i =1 j =1 a
b
i =1 j =1 a
b
T (Y2 , Y3 ) = T23 = ∑∑ Y..2 ∑∑ Y..3 − FK (Y2 , Y3 ) i =1 j =1
i =1 j =1
30 Dari hasil perhitungan di atas, dapat dibentuk matriks JK dan JHK Total (T) sebagai berikut : ⎡T (Y1 ) ⎢ T = ⎢T (Y1, 2 ) ⎢T (Y ) ⎣ 1,3
T (Y1,3 ) ⎤ ⎥ T (Y2,3 )⎥ T (Y3,3 ) ⎥⎦
T (Y1, 2 ) T (Y2, 2 ) T (Y2,3 )
1. Perhitungan JK dan JHK Perlakuan (H) untuk Y1, Y2, dan Y3 : a
H (Y1 ) = H 11 =
∑∑ Y
− FK (Y1 )
k b
∑∑ Y2ij.
2
i =1 j =1
− FK (Y2 )
k a
H (Y3 ) = H 33 =
1 ij .
i =1 j =1
a
H (Y2 ) = H 22 =
2
b
b
∑∑ Y i =1 j =1
H (Y1 , Y2 ) = H 12 =
b
i =1 j =1
a
b
i =1 j =1
k b
a
i =1 j =1
i =1 j =1
k b
a
i =1 j =1
k
− FK (Y1 , Y3 )
b
∑∑ Y2ij. ∑∑ Y3ij. i =1 j =1
− FK (Y1 , Y2 )
b
∑∑ Y1ij. ∑∑ Y3ij. a
H (Y2 , Y3 ) = H 23 =
− FK (Y3 )
∑∑ Y1ij. ∑∑ Y2ij. a
H (Y1 , Y3 ) = H 13 =
3ij .
k a
2
− FK (Y2 , Y3 )
Dengan demikian matriks JK dan JHK Perlakuan (H) akan menjadi : ⎡ H (Y1 ) ⎢ H = ⎢ H (Y1, 2 ) ⎢ H (Y ) 1, 3 ⎣
H (Y1, 2 ) H (Y2, 2 ) H (Y2,3 )
H (Y1,3 ) ⎤ ⎥ H (Y2,3 )⎥ H (Y3,3 ) ⎥⎦
Oleh karena percobaan ini merupakan percobaan faktorial yang terdiri dari dua faktor A dan B, maka selanjutnya matriks H perlu dipecah ke dalam anak-matriks (sub-
31 matrix) A, B, dan AB. Anak-matriks A akan mengandung elemen-elemen JK dan JHK yang berkaitan dengan faktor A, anak-matrisk B berisi elemen-elemen JK dan JHK yang berkaitan dengan faktor B, sedangkan anak-matriks AB berisi elemen-elemen JK dan JHK yang berkaitan dengan interaksi faktor A dan faktor B. berikut ini dikemukakan perhitungan JK dan JHK untuk faktor A, faktor B, dan interaksi faktor A dan faktor B. 2. Perhitungan JK dan JHK Faktor A untuk respons Y1, Y2, dan Y3 : 2
a
A(Y1 ) = A11 =
∑Y
1i ..
i =1
2
a
A(Y2 ) = A22 =
∑Y i =1
2 i ..
− FK (Y2 )
kl 2
a
A(Y3 ) = A33 =
− FK (Y1 )
bk
∑Y i =0
3i ..
bk
− FK (Y3 ) a
a
A(Y1 , Y2 ) = A12 = A(Y1 , Y3 ) = A13 =
∑Y ∑Y i =0
1i ..
i =0
bk a
a
i =0
i =0
∑ Y1i.. ∑ Y3i.. bk
⎡ A(Y1 ) ⎢ A = ⎢ A(Y1, 2 ) ⎢ A(Y ) ⎣ 1,3
∑Y ∑Y i =0
− FK (Y1 , Y2 )
− FK (Y1 , Y3 )
a
a
A(Y2 , Y3 ) = A23 =
2 i ..
2 i ..
i =0
3i ..
bk
A(Y1, 2 ) A(Y2, 2 ) A(Y2,3 )
− FK (Y2 , Y3 )
A(Y1,3 ) ⎤ ⎥ A(Y2,3 )⎥ A(Y3,3 ) ⎥⎦
32 3. Perhitungan JK dan JHK Faktor B untuk Respon Y1, Y2, dan Y3 : 2
b
B(Y1 ) = B11 =
∑Y
1. j .
j =1
b
B(Y2 ) = B22 =
∑Y j =1
2
2. j .
− FK (Y2 )
ak b
B(Y3 ) = B33 =
− FK (Y1 )
ak
∑ Y3. j. j =1
B(Y1 , Y2 ) = B12 =
B(Y1 , Y3 ) = B13 =
ak
2
− FK (Y3 )
b
b
j =1
j =1
∑ Y1. j. ∑ Y2. j. ak b
b
j =1
j =1
∑ Y1. j. ∑ Y3. j. ak b
B(Y2 , Y3 ) = B23 =
− FK (Y1 , Y3 )
b
∑Y ∑Y j =1
− FK (Y1 , Y2 )
2. j .
j =1
3. j .
ak
− FK (Y2 , Y3 )
Dari hasil perhitungan dapat dibentuk matriks JK dan JHK untuk faktor B, sebagai berikut : ⎡ B(Y1 ) ⎢ B = ⎢ B(Y1, 2 ) ⎢ B(Y ) ⎣ 1,3 4.
B(Y1, 2 ) B(Y2, 2 ) B(Y2,3 )
B(Y1,3 ) ⎤ ⎥ B(Y2,3 )⎥ B(Y3,3 ) ⎥⎦
Perhitungan JK dan JHK interaksi AB untuk Respons Y1, Y2, dan Y3 :
AB(Y1 ) = ( AB11 ) = H 11 − A11 − B11
AB(Y2 ) = ( AB22 ) = H 22 − A22 − B22 AB(Y3 ) = ( AB33 ) = H 33 − A33 − B33
AB(Y1 , Y2 ) = ( AB12 ) = H 12 − A12 − B12
AB(Y1 , Y3 ) = ( AB13 ) = H 13 − A13 − B13
AB(Y2 , Y3 ) = ( AB23 ) = H 23 − A23 − B23
33 Dari hasil perhitungan dapat dibentuk matriks JK dan JHK interaksi AB, sebagai berikut : ⎡ AB(Y1 ) ⎢ AB = ⎢ AB(Y1, 2 ) ⎢ AB(Y ) 1, 3 ⎣
AB(Y1, 2 ) AB(Y2, 2 ) AB(Y2,3 )
AB(Y1,3 ) ⎤ ⎥ AB(Y2,3 )⎥ AB(Y3,3 ) ⎥⎦
Dari Hasil perhitungan dikemukakan, tampak bahwa H = A + B + AB, yang berarti komponen JK dan JHK dari perlakuan (H) dalam percobaan faktorial merupakan penjumlahan dari komponen JK dan JHK dari faktor-faktor yang dicobakan beserta interaksi di antara faktor itu. 5. Perhitungan JK dan JHK Galat (E) untuk respons Y1, Y2, dan Y3 : E (Y1 ) = E11 = T11 − H 11
E (Y2 ) = E 22 = T22 − H 22 E (Y3 ) = E33 = T33 − H 33
E (Y1 , Y2 ) = E12 = T12 − H 12 E (Y1 , Y3 ) = E13 = T13 − H 13
E (Y2 , Y3 ) = E 23 = T23 − H 23 Dari Hasil perhitungan dapat dibentuk matriks JK dan JHK galat (E) sebagai berikut : ⎡ E (Y1 ) ⎢ E = T − H = ⎢ E (Y1, 2 ) ⎢ E (Y ) 1, 3 ⎣
E (Y1, 2 ) E (Y2, 2 ) E (Y2,3 )
E (Y1,3 ) ⎤ ⎥ E (Y2,3 )⎥ E (Y3,3 ) ⎥⎦
Hasil-hasil perhitungan yang diperoleh dapat diringkaskan dalam daftar analisis ragam multivariate pada tabel berikut :
34 Sumber Keragaman Perlakuan (H)
Faktor A
Faktor B
Interaksi AB
Galat (E)
Total (T)
Tabel 2.2 Hasil Penyajian MANOVA DB JK dan JHK 5 ⎡ H (Y1 ) H (Y1, 2 ) ⎢ H = ⎢ H (Y1, 2 ) H (Y2, 2 ) ⎢ H (Y ) H (Y2,3 ) 1, 3 ⎣ 2 ⎡ A(Y1 ) A(Y1, 2 ) ⎢ A = ⎢ A(Y1, 2 ) A(Y2, 2 ) ⎢ A(Y ) A(Y2,3 ) ⎣ 1,3 1
2
18
23
⎡ B(Y1 ) ⎢ B = ⎢ B(Y1, 2 ) ⎢ B(Y ) ⎣ 1,3
A(Y1,3 ) ⎤ ⎥ A(Y2,3 )⎥ A(Y3,3 ) ⎥⎦ B(Y1,3 ) ⎤ ⎥ B(Y2,3 )⎥ B(Y3,3 ) ⎥⎦
B(Y1, 2 ) B(Y2, 2 ) B(Y2,3 )
⎡ AB(Y1 ) ⎢ AB = ⎢ AB(Y1, 2 ) ⎢ AB(Y ) 1, 3 ⎣
AB(Y1,3 ) ⎤ ⎥ AB(Y2,3 )⎥ AB(Y3,3 ) ⎥⎦
AB(Y1, 2 ) AB(Y2, 2 ) AB(Y2,3 )
⎡ E (Y1 ) ⎢ E = T − H = ⎢ E (Y1, 2 ) ⎢ E (Y ) 1, 3 ⎣ ⎡T (Y1 ) ⎢ T = ⎢T (Y1, 2 ) ⎢T (Y ) ⎣ 1,3
H (Y1,3 ) ⎤ ⎥ H (Y2,3 )⎥ H (Y3,3 ) ⎥⎦
T (Y1, 2 ) T (Y2, 2 ) T (Y2,3 )
E (Y1, 2 ) E (Y2, 2 ) E (Y2,3 )
E (Y1,3 ) ⎤ ⎥ E (Y2,3 )⎥ E (Y3,3 ) ⎥⎦
T (Y1,3 ) ⎤ ⎥ T (Y2,3 )⎥ T (Y3,3 ) ⎥⎦
Selanjutnya berdasarkan hasil-hasil dalam tabel tersebut, dilakukan pengujian pengaruh interaksi AB, pengaruh utama factor A, dan pengaruh utama faktor B mengikuti prinsip-prinsip dalam percobaan faktorial. Pertama kali perlu diuji pengaruh interaksi AB dengan menggunakan statistik lambda-wilks, sebagai berikut :
λ=
E E + AB
35 Dari hasil perhitungan diatas, didapat λ wilks uji pengaruh interaksi AB dan dilakukan pengujian hipotesis dengan
membandingkannya pada
tabel
U αp ,Va ,Ve ,
dimana hipotesisnya sebagai berikut : H0 = tidak terdapat interaksi antara faktor A dan B H1 = ada interaksi diantara faktor A dan B Apabila λ wilks > dari tabel
U αp ,Va ,Ve , maka dinyatakan bahwa berdasarkan data
yang ada memperlihatkan tidak adanya pengaruh interaksi di antara faktor A dan B terhadap respon yang diamati (Terima H0). Sebaliknya apabila λ wilks < dari tabel
U αp ,Va ,Ve , maka kita menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada memperlihatkan ada interasi di antara faktor A dan B. Apabila pengaruh interaksi tidak nyata, maka kita melanjutkan pengujian hipotesis tentang pengaruh-pengaruh utama masing-masing faktor A dan B. Jika pengaruh interaksi bersifat nyata dalam pengujian statistik, maka perlu diusut lebih jauh tentang bentuk interaksi itu, dan dalam situasi interaksi AB itu nyata maka pengujian pengaruh utama faktor A maupun faktor B menjadi tidak perlu lagi. Hal ini sesuai dengan prinsip pengujian dalam percobaan faktorial. Selanjutnya diuji pengaruh utama faktor A, kemudian pengaruh utama faktor B. Apabila pengaruh interaksi dalam kasus percobaan tidak nyata secara statistik, maka pengujian hipotesis tentang pengaruh utama faktor A dilakukan dengan menggunakan statistik lambda wilks.
λ=
E E+A
36 Dari hasil perhitungan diatas, didapat λ wilks uji pengaruh faktor A dan dilakukan pengujian hipotesis dengan
membandingkannya pada
tabel
U αp ,Va ,Ve ,
dimana
hipotesisnya sebagai berikut : H0 = tidak terdapat pengaruh faktor A H1 = terdapat pengaruh faktor A Apabila λ wilks > dari tabel
U αp ,Va ,Ve ,
maka dinyatakan bahwa berdasarkan data
yang ada memperlihatkan tidak adanya pengaruh faktor A terhadap respon yang diamati (Terima H0). Sebaliknya apabila λ wilks < dari tabel
U αp ,Va ,Ve , maka berdasarkan data
yang ada memperlihatkan ada pengaruh faktor A terhadap respons pengamatan(Tolak H0). Apabila faktor A bersifat nyata maka dapat ditelusuri dengan menggunakan uji perbedaan vektor nilai rata-rata perlakuan dengan menggunakan pembanding linear ortogonal ( linear contrast). Pengujian hipotesis tentang pengaruh utama faktor B dilakukan dengan menggunakan statistik lambda wilks.
λ=
E E+B
Dari hasil perhitungan diatas, didapat λ wilks uji pengaruh faktor B dan dilakukan pengujian hipotesis dengan
membandingkannya pada
hipotesisnya sebagai berikut : H0 = tidak terdapat pengaruh faktor B H1 = terdapat pengaruh faktor B
tabel
U αp ,Va ,Ve ,
dimana
37 Apabila λ wilks > dari tabel
U αp ,Va ,Ve ,
maka dinyatakan bahwa berdasarkan data
yang ada memperlihatkan tidak adanya pengaruh faktor B terhadap respon yang diamati (Terima H0). Sebaliknya apabila λ wilks < dari tabel
U αp ,Va ,Ve , maka berdasarkan data
yang ada memperlihatkan ada pengaruh faktor B terhadap respons pengamatan (Tolak H0). 2.12 Pengujian Vektor Nilai Rata-rata Perlakuan
Apabila dalam analisis ragam multivariate dan memperoleh kesimpulan bahwa faktor A dan faktor B bersifat nyata ( Tolak H0), berarti paling sedikit ada satu nilai ratarata perlakuan yang berbeda dengan nilai rata-rata perlakuan yang berbeda dengan nilai rata-rata perlakuan yang berbeda dengan nilai perlakuan yang lainnya. Apabila H0 ditolak, maka perlu dikaji lebih jauh tentang perbedaan yang ada diantara nilai rata-rata perlakuan yang dicobakan berkaitan dengan respon yang diamati. Salah satu uji lanjutan yang dapat diterapkan adalah metode pembanding linear untuk mengkaji perbedaan yang ada di antara vektor nilai rata-rata perlakuan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis diketahui faktor pemupukan A ada 4 perlakuan yang dicobakan, yaitu: P1, P2, P3, dan P4 dan mempunyai 5 buah respon pertumbuhan. Karena ada 4 perlakuan yang dicobakan, maka kita dapat membentuk (4 - 1) = 3 buah pembanding linear ortogonal. Pembanding linear ortogonal itu diantaranya: H1 : P1 vs (P2 + P3 + P4) H2 : P2 vs ( P3 + P4) H3 : P3 vs P4
38 Tabel 2.3 Denah Pengujian Lanjutan Besaran
Perlakuan pemupukan P1
P2
P3
P4
Total Yi.1 Yi.2 Yi.3 Yi.4 Yi.5 Ukuran ni Nilai H1 H2 H3 Dalam menentukan nilai-nilai pembanding (ci) perlu diusahakan agar berlaku t
∑n c i =1
i i
=0
Untuk menghitung jumlah kuadrat (JK) dan jumlah hasil kali (JHK) yang berkaitan dengan H1, H2, dan H3, maka digunakan rumus: t
JKH =
( ∑ c i y i .k ) 2 i =1 t
∑n c i =1
2
1 1
t
JHKH =
t
(∑ ci y i.k )(∑ ci y i.k ) i =1
i =1
t
∑n c i =1
1 1
2
39 Setelah dihitung jumlah kuadrat (JK) dan jumlah hasil kali (JHK) dengan menggunakan rumus diatas kemudian membentuk matriks Hi, dengan i = 1, 2, dan 3. ⎡ H (Y1 ) ⎢ ⎢ H (Y1, 2 ) H i = ⎢ H (Y1,3 ) ⎢ ⎢ H (Y1, 4 ) ⎢ ⎢⎣ H (Y1,5 )
H (Y1, 2 )
H (Y1,3 )
H (Y1, 4 )
H (Y2, 2 )
H (Y2,3 )
H (Y2, 4 )
H (Y2,3 )
H (Y3,3 )
H (Y3, 4 )
H (Y2, 4 )
H (Y3, 4 )
H (Y4, 4 )
H (Y2,5 )
H (Y3,5 )
H (Y4,5 )
H (Y1,5 ) ⎤ ⎥ H (Y2,5 )⎥ H (Y3,5 ) ⎥ ⎥ H (Y4,5 )⎥ ⎥ H (Y5,5 ) ⎥⎦
Setelah didapat matriks Hi, dengan i = 1, 2, dan 3, maka dilakukan pengujian hipotesis H1, H2, dan H3 dengan menggunakan statistik lambda wilks dengan rumus:
λ=
E
, dengan menghitung determinan dari E dan determinan penjumlahan E dan E + Hi H1 lalu didapatlah nilai statistik lambda wilksnya yang akan dibandingkan dengan
U αp ,Va ,Ve .
Apabila λ wilks > dari tabel
U αp ,Va ,Ve ,
maka dinyatakan bahwa antara perlakuan P1
tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 + P3 + P4 (Terima Hi). Sebaliknya apabila
λ wilks < dari tabel
U αp ,Va ,Ve ,
maka dinyatakan bahwa antara perlakuan P1 berbeda
nyata dengan perlakuan P2 + P3 + P4 (Tolak Hi)